Pola Pertumbuhan Produksi Beberapa Jenis Sayuran Di Indonesia

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pola Pertumbuhan Produksi Beberapa Jenis Sayuran Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 4,094
  • Pages: 10
Jurnal Hortikultura, Tahun 1999, Volume 9, Nomor (3): 258-265.

POLA PERTUMBUHAN PRODUKSI BEBERAPA JENIS SAYURAN DI INDONESIA Witono Adiyoga Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung-40391

ABSTRAK. Adiyoga, W. 1998. Pola pertumbuhan produksi beberapa jenis sayuran di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengkaji kecepatan dan pola pertumbuhan produksi beberapa jenis komoditas sayuran di Indonesia. Jenis sayuran yang disertakan di dalam analisis adalah: kentang, tomat, kubis, cabai, bawang merah, bawang putih, bawang daun, petsai, wortel, buncis, mentimun, terong dan lobak. Studi ini dilaksanakan pada bulan Agustus-November 1998 dengan menggunakan data sekunder tahunan produksi dan areal tanam sayuran mencakup periode waktu 1969-1995. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan rata-rata produksi sayuran berkisar antara 7,7% sampai 24,2% per tahun. Pertumbuhan produksi dicirikan oleh pola yang bersifat meningkat (kentang, tomat, cabai, bawang merah, bawang putih, petsai, buncis, mentimun, terong dan lobak) dan pola yang bersifat konstan (kubis, bawang daun dan wortel). Faktor dominan sumber pertumbuhan produksi sebagian besar jenis sayuran (kentang, tomat, kubis, cabai, bawang putih, bawang daun, wortel, buncis, terong dan lobak) adalah peningkatan areal tanam dari tahun ke tahun. Sementara itu, hanya sebagian kecil jenis sayuran, yaitu bawang merah, petsai dan mentimun yang pertumbuhannya didorong oleh adanya peningkatan produktivitas. Indikator ini memberikan gambaran perlunya strategi pendekatan pengembangan yang lebih memberikan penekanan pada peningkatan akselerasi pertumbuhan produksi sayuran berbasis peningkatan produktivitas atau inovasi teknologi. Penelusuran lebih jauh menunjukkan bahwa variabilitas areal tanam ternyata merupakan sumber utama terjadinya ketidak-stabilan produksi sayuran selama periode 1969-1995. Kata kunci: Pertumbuhan produksi; Variabilitas areal tanam; Variabilitas produktivitas; Ketidak-stabilan produksi.

ABSTRACT. Adiyoga, W. 1998. Production growth patterns of some vegetable crops in Indonesia. The objectives of this study were to examine the pace and production growth pattern of some selected vegetables in Indonesia. Vegetable crops included in the analysis were potato, tomato, cabbage, hot pepper, shallot, garlic, bunching onion, chinese cabbage, carrot, kidney bean, cucumber, eggplant, and chinese radish. Annual time series data on vegetable production and planted area, covering the period of 1969-1995 were used in this study. Results show that the average growth rate of vegetable production ranges between 7,7% to 24,2% per year. Potato, tomato, hot pepper, shallot, garlic, chinese cabbage, kidney bean, cucumber, eggplant and chinese radish have experienced an increasing growth over the period of 1969-1995. Meanwhile, cabbage, bunching onion, and carrot have experienced the pattern of constant growth rate. While production growth for shallot, chinese cabbage, and cucumber have been dominantly yield-led, the growth pattern for the other vegetables (potato, tomato, cabbage, hot pepper, garlic, bunching onion, carrot, kidney bean, eggplant and chinese radish) being analyzed is mostly area-led. These imply the need for strengthening the vegetable development strategic approach in which the production growth relies more on the advancement of technological innovation. Further analysis shows that the variability in planted area has been identified as the main source of vegetable production instability during 1969-1995. Key words: Production growth; Planted area variability; Yield variability; Instability of production.

1

Peningkatan produktivitas usahatani merupakan salah satu strategi dasar untuk memacu produksi pertanian dalam rangka memenuhi permintaan yang semakin meningkat. Menurut estimasi Bank Dunia, konsumsi sayuran dan buah-buahan di Indonesia akan meningkat rata-rata 3,9 persen per tahun selama periode 1995-2010 (Pasandaran & Hadi, 1994). Khusus untuk sayuran, van Lieshout (1991), memproyeksikan bahwa permintaan terhadap sayuran secara keseluruhan (menggunakan tahun 1990 sebagai tahun dasar) akan meningkat 4, 1 persen per tahun, yaitu dari 8, 2 juta ton menjadi 12, 3 juta ton per tahun. Untuk memenuhi proyeksi produksi tersebut, diperlukan adanya peningkatan areal tanam sebesar 3, 8 persen per tahun. Berdasarkan perkiraan areal tanam tahun 1990 sebesar 800 ribu hektar, maka dibutuhkan tambahan areal tanam sebesar 400 ribu hektar untuk merealisasikan proyeksi produksi. Target ekstensifikasi, khususnya di Jawa, tentunya bukan pilihan yang tepat karena ketersediaan lahan merupakan salah satu kendala utama peningkatan produksi. Pilihan lain yang dapat ditempuh adalah melalui usaha peningkatan produktivitas atau hasil per satuan luas. Program intensifikasi produksi untuk komoditas sayuran telah dimulai sejak tahun 1979 (Pasandaran & Hadi, 1994). Upaya ini berorientasi peningkatan kuantitas produksi yang ditempuh melalui penyuluhan teknologi maju, pembangunan infrastruktur, pemberian kredit, pembinaan pasca panen dan pemasaran, serta pelayanan informasi harga. Pendekatan ini cukup relevan karena produksi sayuran harus dipacu untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan riil masyarakat dan kesadaran gizi. Setelah program pengembangan ini ber-langsung selama hampir 20 tahun tentu perlu diketahui status perkembangan produksi sayuran sampai sejauh ini. Indikator penting yang dapat digunakan untuk menjelaskan status perkembangan tersebut adalah kecepatan serta pola pertumbuhan produksi yang diperagakan oleh sub-sektor sayuran. Disamping dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan yang bersifat konstan, menurun atau meningkat, indikator ini juga dapat mengidentifikasi sumber atau faktor dominan penentu pertumbuhan -- peningkatan areal tanam, peningkatan hasil/produktivitas atau kombinasi peningkatan keduanya. Lebih jauh lagi, indikator tersebut dapat pula mengidentifikasi komponen-komponen serta sumber ketidak-stabilan produksi (Hazell, 1984). Informasi mengenai tingkat pertumbuhan serta pola pertumbuhan sub-sektor sayuran dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan kebijakan pengembangan selanjutnya. Berkaitan dengan peningkatan produksi komoditas sayuran tertentu, secara spesifik dapat dipertimbangkan apakah bobot program pengembangannya perlu lebih diarahkan melalui pendekatan intensifikasi, ekstensifikasi atau kombinasi dari keduanya. Implikasi dari masing-masing pendekatan tersebut pada gilirannya akan sangat berkaitan dengan status program penelitian dan penyuluhan sayuran serta kebijakan-kebijakan yang melandasi perencanaan dan pelaksanaan kedua program tersebut. Dalam studi yang dilakukan di India, Sen (1967) mengungkapkan adanya hubungan kausal antara pertumbuhan dengan ketidak-stabilan produksi. Variabilitas produksi meningkat sejalan dengan penggunaan masukan yang lebih tinggi dan perluasan penanaman ke daerah-daerah marjinal. Sementara itu, Rao (1975) mengindikasikan bahwa variabilitas produktivitas cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan variabilitas areal tanam. Dengan demikian, pergeseran pertumbuhan yang awalnya didasarkan pada perluasan areal tanam ke pertumbuhan yang didasarkan pada peningkatan produktivitas, secara otomatis akan mengarah pada kecenderungan peningkatan variabilitas produksi. Penggunaan teknologi baru, misalnya penggunaan pupuk buatan atau benih unggul, ternyata cenderung meningkatkan ketidakstabilan produksi (Pearse, 1981). Hal ini sebenarnya masih bersifat kontroversial sebab studi lain yang dilakukan oleh Johl (1985) dengan menggunakan data mikro di tingkat petani menunjukkan bukti yang berlawanan. Varietas unggul baru padi dan gandum memberikan kestabilan produksi sepanjang tahun yang lebih baik dibandingkan dengan varietas tradisional. Kontroversi tersebut secara implisit memberikan suatu gambaran bahwa ketidak-stabilan produksi perlu dipelajari dalam konteks jangka panjang yang dinamis serta tingkat agregasi yang berbeda (Singh & Byerlee, 1990). Analisis pertumbuhan produksi serial waktu dapat memberikan gambaran terpola menyangkut perkembangan produksi sayuran serta indikasi berkaitan dengan strategi yang perlu ditempuh dalam

2

rencana pengembangan lebih lanjut (lebih ditekankan melalui upaya perluasan areal tanam atau peningkatan produktivitas). Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kecepatan dan pola pertumbuhan produksi beberapa jenis komoditas sayuran di Indonesia.

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-November 1998 dengan menggunakan data sekunder tahunan produksi dan areal tanam sayuran mencakup periode waktu 1969-1995. Data sekunder ini dikompilasi dari berbagai publikasi yang diterbitkan oleh Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura , Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil serta Direktorat Bina Program, DirJen Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jenis sayuran yang disertakan di dalam analisis adalah sayuran yang data produksi dan luas tanamnya terdokumentasi secara periodik yaitu: kentang, tomat, kubis, cabai, bawang merah, bawang putih, bawang daun, petsai, wortel, buncis, mentimun, terong dan lobak. Analisis tingkat dan pola pertumbuhan produksi dapat menjelaskan kecepatan pertumbuhan produksi dan faktor penentu tingkat pertumbuhan (Webster & Williams, 1988). Secara spesifik analisis tersebut dapat mengungkapkan faktor dominan pertumbuhan, misalnya peningkatan areal tanam, peningkatan hasil/produktivitas atau kombinasi peningkatan areal tanam dan hasil/produktivitas. Lebih jauh lagi, analisis ini juga dapat memberikan bukti empiris menyangkut pola pertumbuhan produksi yang bersifat konstan, meningkat atau menurun. Untuk keperluan tersebut, pendekatan estimasi yang digunakan adalah fungsi pertumbuhan dengan formulasi sebagai berikut: Xt dimana:

=

Begt + kt Ut

Xt t Ut

= = =

(1)

produksi/areal tanam/produktivitas komoditas X pada tahun t tahun (t=1,2,3,4,...........,n) simpangan

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan (1) menghasilkan: log Xt =

log B + gt + kt2 + log Ut

(2)

Koefisien pertumbuhan g dan k diestimasi dengan meregresikan log Xt terhadap t dan t2, melalui penggunaan observasi Xt untuk t=1,2,3,.....,n. Signifikansi statistik dan besaran kedua koefisien tersebut dapat memberikan gambaran mengenai kecepatan dan pola pertumbuhan produksi berdasarkan batasan interpretasi sebagai berikut: 1.

jika k secara statistik tidak berbeda nyata (dalam persamaan regresi yang dianalisis, koefisien peubah waktu t memiliki nilai thitung < ttabel), maka pertumbuhan produksi selama periode waktu analisis dikategorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan produksi rata-rata selama periode tersebut adalah sebesar g.

2.

jika k secara statistik berbeda nyata (dalam persamaan regresi yang dianalisis, koefisien peubah waktu t memiliki nilai thitung > ttabel), maka besaran k<0 mengindikasikan adanya pertumbuhan produksi yang bersifat menurun, sedangkan besaran k>0 mengindikasikan adanya pertumbuhan produksi yang bersifat meningkat dan tingkat pertumbuhan produksi rata-rata selama periode tersebut adalah g+2kt.

Informasi menyangkut faktor dominan pendorong pertumbuhan produksi (peningkatan areal tanam, peningkatan hasil/produktivitas atau kombinasi peningkatan areal tanam dan hasil/produktivitas) dapat ditelusuri melalui model partisi sederhana sebagai berikut:

3

Qt dimana:

=

At Yt

Qt At Yt

= = =

(3) produksi total komoditas i pada tahun t. areal tanam total komoditas i pada tahun t. hasil per unit area komoditas i pada tahun t.

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan dan diferensiasi persamaan (3) terhadap t menghasilkan persamaan: log Qt 1

= dQt

log At

+

logYt

1

dAt

1

dYt

At

dt

Yt

dt

= Qt

dt

GQ

=

GA

+

GY

(4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan produksi (GQ) sama dengan tingkat pertumbuhan areal tanam (GA) dan tingkat pertumbuhan hasil/produktivitas (GY). Persamaan ini diturunkan dari identitas pada persamaan (3), yang menyatakan bahwa produksi total sama dengan areal tanam dikalikan dengan hasil/produktivitas. Ketiga tingkat pertumbuhan tersebut dapat diestimasi dengan meregresikan log Qt, log At dan logYt terhadap t dan t2. Berdasarkan kontribusi relatif dari GQ, GA dan GY, maka informasi menyangkut faktor dominan pendorong pertumbuhan (peningkatan areal tanam, peningkatan hasil/produktivitas atau kombinasi peningkatan areal tanam dan hasil/produktivitas) dapat diperoleh. Jika pola pertumbuhan produksi didominasi oleh peningkatan areal tanam (kontribusi areal tanam lebih besar dibandingkan dengan kontribusi hasil/produktivitas), beberapa implikasi yang tersirat adalah: 1.

strategi dan kegiatan/usaha yang berhubungan dengan inovasi teknologi/penelitian yang ada belum dapat memacu pola pertumbuhan produksi berbasis peningkatan produktivitas, atau program penyuluhan belum berjalan secara optimal, terutama dikaitkan dengan proses teknologi transfer di tingkat petani.

2.

peningkatan produksi dimungkinkan oleh adanya insentif akibat kebijakan pemerintah yang berasal dari subsidi terhadap harga masukan dan luaran, maupun penyediaan infrastruktur pemasaran yang ditujukan agar kebijakan harga tersebut secara operasional berjalan efektif, sehingga memungkinkan adanya kestabilan profitabilitas relatif dari komoditas yang diusahakan.

Salah satu karakteristik penting dari perkembangan suatu komoditas pertanian adalah keragaman produksi yang cukup tinggi (dapat digunakan sebagai ukuran ketidak-stabilan produksi). Pengkajian komponen-komponen variabilitas produksi melalui penggunaan metode dekomposisi (Hazell, 1984 dan 1985; Anderson, et al., 1987) dapat memberikan informasi mengenai sumber ketidak-stabilan produksi. Metode dekomposisi tersebut dikembangkan dari identitas: Qt

=

At Yt

Var(Q)

=

At2 Var(Yt) + Yt2 Var(At) + 2 At Yt Cov (At, Yt ) - Cov (At, Yt )2 + Rt

dimana: Var(Q) Var(Yt) Var(At)

= = =

varians dari produksi total suatu komoditas varians dari hasil/produktivitas varians dari areal tanam 4

(5)

At Yt Cov (At, Yt ) Rt

= = = =

rata-rata areal tanam rata-rata hasil/produktivitas kovarians dari areal-hasil residual

Persamaan (5) menunjukkan bahwa varians total dari produksi dapat dipartisi ke dalam komponen-komponen rata-rata, varians, kovarians areal dan hasil, serta residual. Dengan demikian, persamaan (5) menunjukkan kontribusi rata-rata dan varians areal dan hasil, interaksi antara rata-rata areal dengan hasil, serta kovarians areal-hasil. Hasil dari analisis dekomposisi dapat memberikan basis empiris untuk penyusunan program penelitian, penyuluhan dan kebijakan. 1.

Jika persentase kontribusi At2 Var(Yt) lebih tinggi dibandingkan Yt2 Var(At), maka varians hasil memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap varians produksi total. Hal ini mengindikasikan perlunya usaha untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya variabilitas hasil dari perspektif inovasi teknologi/penelitian, penyuluhan dan kebijakan.

2.

Jika persentase kontribusi Yt2 Var(At) lebih tinggi dibandingkan At2 Var(Yt), maka varians areal tanam memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap varians produksi total atau instabilitas produksi. Hal ini mengindikasikan perlunya usaha untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya variabilitas areal tanam dari perspektif profitabilitas serta kendala-kendala lainnya.

3. Kontribusi yang tinggi dari interaksi antara rata-rata hasil dan rata-rata areal tanam (besaran ketiga pada persamaan 5) dapat timbul sebagian karena adanya peningkatan variabilitas hasil atau variabilitas areal tanam atau keduanya. Namun demikian besaran interaksi ini tidak akan tinggi jika kedua variabel yang berinteraksi tersebut belum berubah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Selama periode 1969-1995, tingkat pertumbuhan rata-rata produksi berbagai jenis sayuran di Indonesia cukup bervariasi, yaitu berkisar antara 7,7% sampai 24,2% per tahun (Tabel 1). Tingkat pertumbuhan rata-rata terendah diperlihatkan oleh jenis sayuran terong, sedangkan tingkat pertumbuhan rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh bawang putih. Sebagian besar jenis sayuran menunjukkan pola pertumbuhan produksi yang bersifat meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, jenis sayuran yang memperlihatkan pola pertumbuhan konstan adalah kubis, bawang daun dan wortel. Hal ini bukan berarti bahwa ketiga jenis sayuran tersebut mengalami stagnasi produksi. Selama periode analisis, produksi total kubis, bawang daun dan wortel meningkat masing-masing 10,0%, 11,6% dan 16,6% per tahun, namun peningkatan tersebut cenderung bersifat konstan dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan produksi rata-rata sayuran pada dasarnya dapat dipilah ke dalam pertumbuhan yang disebabkan oleh peningkatan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Tabel 2 memperlihatkan kontribusi peningkatan dari kedua komponen tersebut terhadap pertumbuhan produksi setiap jenis sayuran yang dianalisis. Pertumbuhan areal tanam rata-rata selama periode 1969-1995 berkisar antara 4,7% sampai 16,3%. Pertumbuhan areal tanam tertinggi diperlihatkan oleh jenis sayuran tomat dan terendah ditunjukkan oleh bawang merah. Pertumbuhan produktivitas rata-rata selama periode 1969-1995 berkisar antara -3,6% sampai 8,3%. Pertumbuhan produktivitas tertinggi diperlihatkan oleh jenis sayuran bawang putih dan terendah ditunjukkan oleh tomat. Dari sisi produktivitas ternyata tiga jenis sayuran, yaitu tomat, bawang daun dan terong menunjukkan pertumbuhan yang negatif. Secara implisit, hal ini mengindikasikan adanya pertumbuhan produktivitas yang cenderung menurun untuk ketiga jenis sayuran tersebut dari tahun ke tahun.

5

Tabel 1 Pertumbuhan produksi rata-rata dan pola pertumbuhan beberapa komoditas sayuran berdasarkan persamaan regresi log Xt = log B + gt + kt2 + log Ut untuk periode 1969-1995 (The average growth of production and the pattern of production growth for some vegetable crops based on the regression equation log Xt = log B + gt + kt2 + log Ut, covering the period of 1969-1995) Komoditas

g

k

(Commodities)

Kentang (Potato) Tomat (Tomato) Kubis (Cabbage) Cabai (Hot Pepper) Bawang Merah (Shallot) Bawang Putih (Garlic) Bawang Daun (Bunching onion) Petsai (Chinese cabbage) Wortel (Carrot) Buncis (Kidney bean) Mentimun (Cucumber) Terong (Eggplant) Lobak (Chinese radish)

0,062973

0,00093541

(p=0,998)

(p=0,907)

0,079685

0,00086386

(p=1,000)

(p=0,968)

0,100140

-0,00010446

(p=1,000)

(p=0,419)

-0,071266

0,00416780

(p=0,000)

(p=1,000)

0,011022

0,00178380

(p=0,735)

(p=0,997)

-0,038072

0,00519360

(p=0,186)

(p=0,999)

0,115930

-0,00049299

(p=1,000)

(p=0,186)

0,057259

0,00106370

(p=0,999)

(p=0,964)

0,166000

-0,00099596

(p=1,000)

(p=0,177)

0,028739

0,00223210

(p=0,909)

(p=0,997)

-0,013876

0,00238210

(p=0,263)

(p=0,998)

0,013089

0,00119340

(p=0,846)

(p=0,994)

-0,119640

0,00537200

(p=0,002)

(p=1,000)

Pertumbuhan Produksi Rata-rata

Pola Pertumbuhan Produksi

(The average growth of production)

(The pattern of production growth)

0,11348514

meningkat

0,12633344

meningkat

0,10014000

konstan

0,15379520

meningkat

0,10734720

meningkat

0,24238240

meningkat

0,11593000

konstan

0,11469880

meningkat

0,16600000

konstan

0,14927240

meningkat

0,11475740

meningkat

0,07753260

meningkat

0,17044800

meningkat

Keterangan (Remarks): (-) Angka di dalam kurung adalah probabilitas untuk menolak g atau k sama dengan nol (Figures in parantheses are the probabilities for rejecting g or k equals to zero) konstan = constant ; meningkat = increasing

Perbandingan antara kontribusi areal tanam dan produktivitas terhadap pertumbuhan produksi dapat memberikan informasi mengenai faktor dominan pendorong pertumbuhan. Tabel 2 menunjukkan bahwa sumber dominan yang menyebabkan peningkatan produksi sebagian besar sayuran (kentang, tomat, kubis, cabai, bawang putih, bawang daun, wortel, buncis, terong dan lobak) selama periode 19691995 adalah peningkatan areal tanam. Peningkatan produktivitas ternyata merupakan sumber dominan hanya bagi pertumbuhan produksi bawang merah, petsai dan mentimun. Hal ini mengimplikasikan bahwa secara umum, peningkatan/pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia cenderung lebih didorong oleh adanya insentif kebijakan pemerintah melalui pemberian subsidi terhadap harga masukan dan harga luaran, maupun penyediaan infrastruktur yang menunjang operasionalisasi kebijakan harga tersebut di lapangan. Sementara itu, peranan inovasi teknologi dalam memacu pertumbuhan produksi selama periode analisis ternyata relatif kecil.

6

Tabel 2 Rata-rata pertumbuhan produksi, areal tanam, produktivitas dan faktor dominan sumber pertumbuhan produksi beberapa komoditas sayuran, 1969-1995 (The average growth of production, planted area, yield and the dominant source of growth for some vegetable crops, 1969-1995) Komoditas

Pertumbuhan Produksi Rata-rata

Pertumbuhan Areal Tanam Rata-rata

Pertumbuhan Produktivitas Ratarata

Faktor Dominan Sumber Pertumbuhan

(Commodities)

(The average growth of production)

(The average growth of planted area)

(The average growth of yield)

(Dominant source of growth)

0,11348514

0,09709964

0,0163855

areal tanam

0,12633344

0,16251000

-0,0361766

areal tanam

0,10014000

0,09892000

0,0012200

areal tanam

0,15379520

0,10355000

0,0502452

areal tanam

0,10734720

0,04711700

0,0602302

produktivitas

0,24238240

0,15949950

0,0828829

areal tanam

0,11593000

0,13761000

-0,0216800

areal tanam

0,11469880

0,05699600

0,0577028

produktivitas

0,16600000

0,12993000

0,0360700

areal tanam

0,14927240

0,08566600

0,0636064

areal tanam

0,11475740

0,05301000

0,0617474

produktivitas

0,07753260

0,11090000

-0,0333674

areal tanam

0,17044800

0,09257060

0,0778774

areal tanam

Kentang (Potato) Tomat (Tomato) Kubis (Cabbage) Cabai (Hot Pepper) Bawang Merah (Shallot) Bawang Putih (Garlic) Bawang Daun (Bunching onion) Petsai (Chinese cabbage) Wortel (Carrot) Buncis (Kidney bean) Mentimun (Cucumber) Terong (Eggplant) Lobak (Chinese radish)

Keterangan (Remarks): areal tanam = planted area; produktivitas = yield

Insentif untuk meningkatkan produksi dapat diakibatkan oleh intervensi pemerintah dalam bentuk perbaikan infrastruktur dan/atau pemberian subsidi. Dalam jangka pendek dan menengah, perbaikan dan penyediaan infrastruktur masih perlu terus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Kebijakan ini dapat menekan tingkat resiko tidak saja di sisi produksi, tetapi juga di sisi pemasaran komoditas sayuran yang memiliki karakteristik mudah rusak. Sementara itu, kebijakan untuk mendorong pertumbuhan produksi melalui pemberian subsidi harga masukan atau luaran, pada dasarnya merupakan salah satu bentuk kebijakan yang bersifat protektif (Adiyoga dan Soetiarso, 1997). Dalam konteks perdagangan bebas, kebijakan tersebut secara tidak langsung akan mengurangi daya saing komoditas sayuran, tidak saja di pasar internasional, tetapi juga di pasar domestik. Subsidi harga sebenarnya memiliki justifikasi yang kuat jika dilaksanakan pada tahap awal pengembangan untuk memperkenalkan komoditas baru atau inovasi teknologi yang telah terbukti menguntungkan. Setelah inovasi tersebut mulai berkembang dan produsen dapat merasakan manfaatnya, pemberian subsidi ini secara bertahap perlu dikurangi dan akhirnya dihentikan. Hasil analisis pertumbuhan produksi sayuran selama periode 1969-1995 juga mengimplikasi-

7

kan perlunya strategi pendekatan pengembangan yang lebih memberikan penekanan pada peningkatan akselerasi pertumbuhan produksi sayuran berbasis inovasi teknologi. Metode dekomposisi pada dasarnya menunjukkan bahwa varians total produksi dapat dipartisi ke dalam komponen rata-rata, varians, dan kovarians areal tanam dan produktivitas, serta residual. Untuk keperluan analisis, hanya komponen At2 Var(Yt) dan komponen Yt2 Var(At) dari persamaan (5) yang diperbandingkan. Pada tabel 3, kedua komponen tersebut diperlihatkan pada kolom kontribusi komponen rata-rata areal dan varians hasil serta kolom kontribusi komponen rata-rata hasil dan varians areal tanam. Data areal tanam dan produksi total selama periode 1969-1995 menunjukkan bahwa komoditas cabai, buncis, mentimun dan lobak memiliki kovarians areal tanam-produktivitas yang bernilai negatif. Kovarians ini sebenarnya adalah salah satu ukuran asosiasi linier dari peubah X dan Y. Kovarians akan bernilai negatif jika pada saat yang sama peubah X berada di atas nilai rata-ratanya, sedangkan peubah Y berada di bawah nilai rata-ratanya, atau sebaliknya (Pindyck & Rubinfeld, 1981). Dalam kasus cabai, buncis, mentimun dan lobak, pada saat t, besaran areal tanam ternyata berada di atas nilai rata-ratanya, sedangkan besaran produktivitas berada di bawah nilai rata-ratanya, atau sebaliknya. Konsekuensi dari adanya kovarians negatif tersebut adalah terbentuknya besaran kontribusi pada kolom kontribusi komponen rata-rata areal dan varians hasil atau kolom kontribusi komponen rata-rata hasil dan varians areal tanam yang lebih besar dari 100%. Walaupun besaran-besaran ini sukar diinterpretasikan, namun masih tetap dapat diperbandingkan untuk keperluan analisis. Tabel 3 Dekomposisi varians produksi total beberapa komoditas sayuran berdasarkan identitas Var(Q) = At2 Var(Yt) + Yt2 Var(At) + 2 At Yt Cov (At, Yt ) - Cov (At, Yt )2 + Rt (Decomposition of total production variance for some vegetable crops based on the identity Var(Q) = At2 Var(Yt) + Yt2 Var (At) + 2 At Yt Cov (At, Yt ) - Cov (At, Yt )2 + Rt, 1969-1995). Komoditas

Kentang (Potato) Tomat (Tomato) Kubis (Cabbage) Cabai (Hot Pepper) Bawang Merah (Shallot) Bawang Putih (Garlic) Bawang Daun (Bunching onion) Petsai (Chinese cabbage) Wortel (Carrot) Buncis (Kidney bean) Mentimun (Cucumber) Terong (Eggplant) Lobak (Chinese radish)

Kontribusi komponen rata-rata areal dan varians hasil (The average of planted area and yield variance contribution) (%)

Kontribusi komponen rata-rata hasil dan varians areal tanam

Kontribusi komponen rata-rata areal dan hasil serta kovarians areal-hasil

(The average of yield and planted area variance contribution) (%)

(The average of planted area-yield and covari-ance of planted area-yield contribution) (%)

(Residual contribution)

13, 8

29, 9

34, 9

21, 4

24, 8

47, 1

13, 1

15, 0

13, 6

33, 8

35, 3

17, 3

109, 8

119, 8

- 94, 6

- 35, 0

24, 6

24, 6

37, 3

13, 5

8, 2

41, 7

30, 7

19, 4

11, 4

34, 9

30, 8

22, 9

7, 0

44, 6

29, 8

18, 6

13, 8

50, 2

17, 2

18, 8

29, 6

80, 7

- 15, 2

4, 9

43, 2

323, 9

- 76, 2

- 190, 9

17, 5

31, 1

34, 9

16, 5

98, 7

113, 3

- 87, 5

- 24, 5

8

Kontribusi komponen residual

(%)

Tabel 3 menunjukkan bahwa kecuali untuk komoditas bawang merah, besaran pada kolom kontribusi komponen rata-rata hasil dan varians areal tanam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan besaran pada kolom kontribusi komponen rata-rata areal dan varians hasil. Untuk bawang merah, varians areal tanam dan varians produktivitas ternyata menunjukkan kontribusi yang relatif sama terhadap varians produksinya. Sedangkan untuk komoditas sayuran lainnya, varians areal tanam menunjukkan kontribusi yang lebih besar terhadap varians produksi total, dibandingkan dengan varians produktivitasnya. Dengan kata lain, ketidak-stabilan produksi sayuran ternyata secara umum lebih dipengaruhi oleh adanya variabilitas areal tanam. Berbagai faktor, misalnya profitabilitas sayuran relatif terhadap komoditas pangan lain, kendala ketersediaan lahan siap tanam secara kontinyu, kendala musim (iklim dan cuaca), akan berpengaruh terhadap realisasi areal tanam. Variabilitas areal tanam juga diduga merupakan manisfetasi dari respon produsen terhadap harga sayuran yang bersifat fluktuatif.

KESIMPULAN 1. Tingkat pertumbuhan rata-rata produksi sayuran dalam periode 1969-1995 berkisar antara 7,7% (terendah--terong) sampai 24,2% (tertinggi--bawang putih). Produksi kentang, tomat, cabai, bawang merah, bawang putih, petsai, buncis, mentimun, terong dan lobak memperlihatkan pola pertumbuhan yang bersifat meningkat dari tahun ke tahun. Sedangkan kubis, bawang daun dan wortel menunjukkan pola pertumbuhan produksi yang konstan. 2. Faktor dominan sumber pertumbuhan produksi kentang, tomat, kubis, cabai, bawang putih, bawang daun, wortel, buncis, terong dan lobak adalah peningkatan areal tanam dari tahun ke tahun. Sementara itu, peningkatan produktivitas merupakan faktor dominan pertumbuhan produksi bawang merah, petsai dan mentimun. Indikator ini memberikan gambaran perlunya strategi pendekatan pengembangan yang lebih memberikan penekanan pada peningkatan akselerasi pertumbuhan produksi sayuran berbasis peningkatan produktivitas atau inovasi teknologi. 3. Variabilitas areal tanam menunjukkan kontribusi yang lebih tinggi terhadap ketidak-stabilan produksi sayuran selama periode 1969-1995, dibandingkan dengan variabilitas produktivitas. Hal ini mengindikasikan masih dominannya pengaruh berbagai faktor, misalnya profitabilitas sayuran relatif terhadap komoditas pangan lain, kendala ketersediaan lahan siap tanam secara kontinyu, kendala musim (iklim dan cuaca), dan respon produsen terhadap harga sayuran yang bersifat fluktuatif terhadap realisasi areal tanam.

PUSTAKA Adiyoga, W. dan T. A. Soetiarso. 1997. Keunggulan komparatif dan insentif ekonomi usahatani bawang merah. J. Hort., 7(1): 614-621. Anderson, J., P. B. R. Hazell, and L. T. Evans. 1987. Variability of cereal yields -- Sources of change and implications for agricultural research and policy. Food Policy, 12(3): 199-212. Hazell, P. B. R. 1984. Sources of increased instability in Indian and US cereal production. Amer. J. of Agr. Econ., 66(2): 302-311. Hazell, P. B. R. 1985. Sources of increased instability in world cereal production since the 1960’s. J. of Agr. Econ., 36(2): 145-159. Johl, S. S. 1985. Gains of the green revolution: How they have been shared in the Punjab. J. of Development Studies, 11(4): 178-189.

9

Pasandaran, E. dan P. U. Hadi. 1994. Prospek komoditi hortikultura di Indonesia dalam kerangka pembangunan ekonomi. Makalah disampaikan pada Penyusunan Prioritas dan Desain Penelitian Hortikultura, Solok, 17-19 November 1994. Pearse, A. 1981. Technology and peasant production: Reflections on a global study. Development and Change, 8(2): 125-159. Pindyck, R. S. and D. L. Rubinfeld. 1981. Econometric models and economic forecast. McGraw-Hill International Book Company, Tokyo, Japan. Rao, C. H. 1975. Technological change and distribution of gains in Indian agriculture. Quar. J. of Internat. Agr., 24(3): 201-211. Sen, S. R. 1967. Growth and instability in Indian agriculture. Indian J. of Agr. Econ., 30(1): 98-116. Singh, A. J. and D. Byerlee. 1990. Relative variability in wheat yields across countries and over time. J. of Agr. Econ., 41(1): 21-32. van Lieshout, O. 1992. Consumption of fresh vegetables in Indonesia. Internal Communication No. 48, Project ATA-395/LEHRI. Webster, J. P. G. and N. T. Williams. 1988. Changes in cereal production and yield variability on farms in South East England. J. of Agr. Econ., 39(3): 324-336.

10

Related Documents