Pleidoi Porman Bdg

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pleidoi Porman Bdg as PDF for free.

More details

  • Words: 4,266
  • Pages: 10
PEMBELAAN ( PLEIDOI) Dalam Perkara Pidana Nomor : 521/Pid.B/2008/PN.Bdg DI PENGADILAN NEGERI BANDUNG

Untuk dan atas nama terdakwa :

Nama Tempat/Tgl Lahir Jenis kelamin Kewarganegaraan Tempat tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan

: Ir. PORMAN PANGARIBUAN, MT : P. Siantar / 02 Mei 1964 : Laki - laki : Indonesia : Jl. Sapujagat No. 29 C – 3 RT 03/RW 09, Kel Sukaluyu Kec Cibeunyikaler, Bandung. : Kristen Protestan : Dosen :S–2

Yang didakwa melanggar :

Kesatu

: Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke – 1 KUHP; Atau

Kedua

: Pasal 351 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP; Atau

Ketiga

: Pasal 335 ayat (1) ke – 1 KUHP.

Perkenankan kami yang bertanda tangan dibawah ini : TP. Jose Silitonga SH, David Panggabean, SH dan Ombun Suryono Sidauruk, SH dari LAW OFFICE TP. JOSE SILITONGA, SH & PARTNERS bertindak sebagai Kuasa Hukum berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 15 April 2008 dengan ini menyampaikan Pleidoi/Nota Pembelaan Hukum terhadap Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut :

I.

PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Persidangan yang kami hormati, Terlebih dahulu kami sebagai Kuasa Hukum Terdakwa menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada Majelis Hakim Yang Mulia atas diberikannya kesempatan untuk menyampaikan Pembelaan ini demi kepentingan hukum terdakwa sebagaimana diatur dalam hukum. Kami juga menyampaikan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada Jaksa Penuntut Umum yang telah berusaha untuk membuktikan kesalahan terdakwa sebagaimana Surat Dakwaan dan Surat Tuntutannya, namun demikian kami selaku Kuasa Hukum menyadari sepenuhnya meskipun sama – sama sebagai bagian dari unsur PENEGAK HUKUM masing - masing mempunyai fungsi dan posisi yang berbeda sesuai dengan tugas dan kedudukannya oleh sebab itu apabila mungkin timbul perbedaan pendapat dengan saudara Jaksa Penuntut Umum, kami tidak bermaksud untuk memungkiri kenyataan yang terjadi namun sebagai upaya agar permasalahan dalam perkara ini dapat diletakkan secara proporsional sesuai dengan aturan hukum yang berlaku untuk secara bersama – sama mencari, menggali dan melengkapi serta menemukan kebenaran materil secara obyektif, sehingga terwujudlah kebenaran dan keadilan hukum secara yuridis yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan moral, juga dapat dipertanggung jawabkan kepada bangsa dan negara serta kepada TUHAN Yang Maha Esa. Bahwa dasar tuntutan terhadap Terdakwa Ir. Porman Pangaribuan, MT dalam persidangan ini menurut Saudara Jaksa Penuntut Umum adalah bersalah melakukan Tindak Pidana “turut serta melakukan penganiayaan” sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP dan berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan, kami akan menyajikan apakah Jaksa Penuntut umum dapat membuktikan secara yuridis bahwa Terdakwa bersalah sehingga dituntut dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan perintah terdakwa segera ditahan.. Persidangan yang kami Muliakan, Terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tinginya kembali kami sampaikan kepada Bapak Ketua serta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang telah memeriksa dan mengadili perkara ini secara bijaksana, sabar, teliti dan obyektif sehingga dapat memenuhi rasa keadilan serta menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (Presumption of innocent) dan sampai dengan diajukannya pembelaan ini kami yakin dan percaya asas praduga tidak bersalah masih tetap dijunjung tinggi dalam persidangan dan terdakwa Ir. Porman Pangaribuan, MT masih tetap dianggap tidak bersalah sampai Jaksa penuntut Umum dapat membuktikan kesalahannya secara yuridis materiil dan kami juga percaya bahwa Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini tetap berpegang teguh pada prinsip hukum DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, sehingga putusan yang akan dijatuhkan nanti sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang mengatur bahwa “ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

II.

TANGGAPAN ATAS SURAT DAKWAAN DAN TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM.

Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Persidangan yang kami hormati, Setelah mengikuti jalannya persidangan dan membaca surat dakwaan dan meneliti surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum, maka kami menanggapi kembali sebagai berikut :

Latar Belakang terjadinya perkara dan penentuan hari Minggu tanggal 11 November 2007 sekitar jam 07.30 WIB bertempat di halaman Gereja HKBP Jl. LL. RE Martadinata No. 96 Bandung sebagai tanggal dan tempat terjadinya dugaan tindak pidana. Bahwa berdasarkan keterangan saksi – saksi yang terungkap dipersidangan, peristiwa ini terjadi karena timbulnya SK Ephorus/Pimpinan Pusat HKBP No. 569/L.08/X/2007 tentang Huria Kristen Batak Protestan Ressort Bandung Riau Martadinata (HKBP RBRM) tanggal 14 Oktober 2007 yang pada pokoknya memutuskan dan menetapkan bahwa Huria Kristen Batak Protestan Ressort Bandung (HKBP RB) dan Huria Kristen Batak Protestan Ressort Bandung Riau (HKBP RBR) disatukan begitu saja tanpa memperhatikan aspirasi dari warga jemaat kedua belah pihak. Bahwa sebelum timbulnya SK 569 tersebut, Terdakwa sebagai salah satu Majelis Huria Kristen Batak Protestan Ressort Bandung Riau (HKBP RBR) dan jemaat lainnya telah mempunyai jadwal pemakaian gedung gereja untuk beribadah, demikian pula Pantun Silitonga sebagai salah satu Majelis Huria Kristen Batak Protestan Ressort Bandung (HKBP RB) mempunyai jadwal untuk memakai gedung gereja secara bergiliran/bergantian sebagai tempat beribadah dan hal ini telah berlangsung secara aman sejahtera sejak tahun 1993 s/d tanggal 14 Oktober 2007 karena telah disepakati dan disetujui bersama – sama oleh kedua belah pihak, sampai dengan timbulnya SK 569 yang bermasalah tersebut. Bahwa pada hari Minggu tanggal 11 November 2007 sekitar jam 07.30 WIB bertempat di halaman Gereja HKBP Jl. LL. RE Martadinata No. 96 Bandung sebagai tanggal dan tempat terjadinya dugaan tindak pidana seharusnya adalah jadwal warga jemaat HKBP RBR yang mempergunakan gedung gereja untuk beribadah, tetapi dihalang – halangi dengan berbagai macam cara termasuk mengerahkan ormas yang tidak jelas untuk menjaga gereja oleh pihak HKBP RB termasuk Pantun Silitonga sebagai Majelis yang merangkap tenaga keamanan yang masih berstatus TNI AD aktif karena selalu menjaga gerbang gereja. Bahwa warga jemaat HKBP RBR merobohkan pintu gerbang gereja karena terpaksa untuk menyelamatkan St. RTL. Panggabean yang terjepit diantara pintu gerbang dengan tembok karena pintu gerbang tidak bisa bergerak maju atau mundur lagi akibat telah ditahan oleh warga jemaat HKBP RB dan diujung pintu gerbang telah diganjal dengan kursi sehingga pintu gerbang terpaksa ditarik keluar/dirobohkan untuk menyelamatkan orang yang terjepit tersebut. Bahwa Terdakwa juga tidak langsung masuk kedalam halaman gereja serta langsung memukul korban seperti kesaksian Pantun silitonga dan saksi – saksi lainnya karena harus menyelamatkan salah seorang jemaat yaitu Ny. Rosalia Hartati Pasaribu yang kakinya terperosok kedalam jeruji/sela – sela pintu gerbang yang roboh. Bahwa Terdakwa dalam upayanya untuk melindungi korban dari pemukulan/pengeroyokan sehingga hampir terjatuh akhirnya merangkul (untuk menyelamatkan) serta membawa keluar korban dari dalam halaman untuk keluar guna menghindari pemukulan lebih lanjut dari orang – orang yang kecewa terhadap korban karena tindakan – tindakannya dalam menghalang – halangi jemaat HKBP RBR untuk beribadah dan dalam upaya Terdakwa sebagai sesama Majelis Gereja untuk melindungi saksi korban tersebut terjadilah sekali pemukulan yang dilakukan oleh Sahati M Simamora secara spontan (berkas terpisah) dan Jaksa Penuntut Umum berdasarkan Surat Dakwaan tertanggal 27 Maret 2008 akhirnya membuat kesimpulan pada Surat Tuntutan yang dibacakan pada tanggal 15 Agustus 2008 dan menyatakan Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana “ turut serta melakukan penganiayaan “ melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP dengan tuntutan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan perintah agar terdakwa segera ditahan dalam Rutan Bandung sangat bertentangan dengan prinsip keadilan dan bertentangan dengan fakta hukum yang terungkap dipersidangan. Bahwa dalam proses pembuktian dipersidangan TIDAK terdapat satu orangpun saksi yang menyebutkan secara tegas dan jelas pada hari Minggu tanggal 11 November 2007 sekitar jam 07.30 WIB bertempat di halaman Gereja HKBP Jl. LL. RE Martadinata No. 96 Bandung sebagai tanggal dan tempat terjadinya tindak pidana kecuali saksi korban itu sendiri, padahal banyak orang yang berada ditempat itu saat dugaan tindak pidana terjadi demikian juga pada Vcd rekaman yang diajukan sebagai alat bukti oleh JPU terlihat secara tegas dan jelas terdakwa meraih dan merangkul korban karena hampir jatuh BUKAN untuk turut membantu melakukan perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh Sahati M Simamora.

Bahwa JPU tidak memperhatikan ketentuan pasal 185 ayat 2 dan ayat 6 huruf c KUHAP (sesuai dengan asas unus testis nullus testis satu saksi bukan merupakan saksi dan alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu) dan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terlepas dari Surat dakwaanya dan merupakan tugas dan wewenang serta tanggung jawab Saudara Jaksa Penuntut Umum karena menurut M. Yahya Harahap, SH dalam bukunya PEMBAHASAN PERMASALAHAN DAN PENERAPAN KUHAP Edisi Kedua Hal 346 adalah : fungsi utama surat dakwaan dalam pemeriksaan perkara di sidang pengadilan “menjadi titik tolak landasan pemeriksaan perkara” . Pemeriksaan perkara di sidang pengadilan harus berdasarkan isi surat dakwaan. Atas landasan surat dakwaan inilah ketua sidang memimpin dan mengarahkan jalannya seluruh pemeriksaan baik yang menyangkut pemeriksaan alat bukti maupun yang berkenan dengan alat bukti. Bahwa menurut hemat kami, setelah mencermati surat dakwaan, mengikuti jalannya persidangan dan mendengarkan serta meneliti surat tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum dan proses persidangan lainnya, pembuktian yang dilakukan oleh Jaksa penuntut Umum dalam perkara ini belum memenuhi aturan sebagaimana Pasal 184 KUHAP dan Surat Dakwaan yang tidak bisa dibuktikan tidak layak untuk dijadikan dasar penuntutan karena tidak sah dan batal demi hukum (null and void) sehingga konsekwensi logisnya, surat tuntutan tidak dapat dijadikan dasar untuk membuat putusan dalam perkara ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan penghargaan kepada saudara Jaksa Penuntut Umum, Latar belakang perkara ini perlu kami sampaikan agar Majelis Hakim yang Mulia serta Persidangan yang terhormat dapat mengetahui dengan jelas peristiwa yang sebenarnya terjadi, supaya perkara hukum yang terjadi harus diselesaikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku BUKAN berdasarkan keinginan dan atau tekanan dari pihak – pihak tertentu diluar hukum atau bernuansa kepentingan semata diluar kepentingan PENEGAKAN HUKUM itu sendiri yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. III.

FAKTA DIPERSIDANGAN.

Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Persidangan yang kami hormati, Bahwa fakta – fakta yang terungkap dalam persidangan telah dicatat dalam Berita Acara Persidangan secara cermat dan teliti oleh Saudara Panitera Pengganti, kami beranggapan bahwa fakta – fakta tidak perlu lagi kami ajukan secara rinci dan tersendiri dan sepanjang mengenai fakta – fakta hukum yang terungkap dalam persidangan serta eksepsi kami sebelumnya adalah satu kesatuan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Nota Pembelaan ini, sehingga kebenaran materil yang sebenar - benarnya dapat terungkap dalam persidangan. Kami juga menyampaikan rasa hormat sebesar – besarnya kepada saudara Panitera Pengganti yang telah mencatat segala fakta hukum yang terungkap dalam persidangan sehingga kelak Majelis Hakim dapat menjatuhkan putusan yang berdasarkan hukum, maka kami paparkan kembali keterangan SAKSI – SAKSI DIBAWAH SUMPAH yang pada pokoknya dipersidangan menerangkan hal seperti berikut ini : A.

KETERANGAN SAKSI – SAKSI

Dari keseluruhan saksi – saksi yang didengar keterangannya dibawah sumpah sepanjang mengenai fakta – fakta dipersidangan merupakan bukti hukum yang sesungguhnya sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat 1 KUHAP sehingga tidak dapat dibantah lagi kebenarannya dimana TIDAK ADA SEORANG SAKSI pun yang memberikan keterangan bahwa SAKSI mendengar sendiri, melihat sendiri dan atau mengalami sendiri tentang perkara pidana dalam persidangan ini, KECUALI Pantun Silitonga sendiri yang bersaksi sebagai korban bahwa ia mengalami tindak pidana aquo. Bahwa kesaksian ini sendiri diragukan keterangannya berdasarkan latar belakang perkara juga berdasarkan pengakuan Sahati M Simamora yang mengaku telah memukul korban sekali secara spontan kebagian muka juga berdasarkan asas hukum satu saksi bukan saksi ( unus testis nullus testis). 1. Saksi Pantun Silitonga. Saksi sebagai korban dalam persidangan dibawah sumpah menerangkan sebagai berikut ;

- Beragama Kristen, Menikah 2. Saksi Irvan Simanjuntak -

Beragama Kristen, disumpah A

3. Saksi Rudi Beragama Kristen disumpah 4. Saksi Boaz Oliver Pangaribuan, SH -

Beraga

5. Saksi W. Marpaung -

Agama Kristen

6. Saksi Darius pane -

Beragama Kristen disumpah

7. Saksi Drs. Poltak Pardede 8. Saksi Sahati M Simamora Keterangan Saksi yang meringankan (A decharge). 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. B.

Rostalia Hartati Pasaribu St. RTL Panggabean St. TP Sirait Redly Barumun Silalahi Ferdinand Silalahi Israel Napitupulu Halomoan Silalahi Pirhot Nababan KETERANGAN AHLI

Majelis Hakim yang kami muliakan C.

SURAT

Bahwa dalam persidangan baik oleh Hakim, Jaksa Penuntut Umum maupun Kuasa Hukum terdakwa telah diperlihatkan barang bukti berupa surat dan Vcd liputan kejadian yang berkaitan dengan perkara ini dan kami lampirkan dalam nota pembelaan ini. D.

PETUNJUK

Berdasarkan fakta dipersidangan yaitu keterangan saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti lainnya dapat diperoleh kesimpulan bahwa memang benar pada Minggu tanggal 11 November 2007 sekitar jam 07.30 WIB bertempat di halaman Gereja HKBP Jl. LL. RE Martadinata No. 96 Bandung telah terjadi pemukulan sekali pada bagian muka terhadap Pantun silitonga yang dilakukan oleh Sahati M. simamora dan Terdakwa Porman Pangaribuan berusaha untuk melindungi korban dari pemukulan lebih lanjut dengan cara menarik kebelakang sambil merangkul korban karena hampir terjatuh serta membawa keluar dari kerumunan orang atau pukulan lebih lanjut dan karena itu TIDAK ADA KEKERASAN FISIK atau TURUT SERTA MELAKUKAN PENGANIAYAAN yang dilakukan oleh Terdakwa terhadap saksi korban sebagaimana surat dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum E. KETERANGAN TERDAKWA IV.

PEMBAHASAN DAN ANALISA YURIDIS

Majelis Hakim yang kami muliakan, Jaksa Penuntut umum yang kami hormati, Persidangan yang terhormat, Setelah memaparkan fakta – fakta yang terungkap pada persidangan diatas, kami sebagai Kuasa Hukum Terdakwa hendak melakukan analisa atas fakta yang terbukti secara sah dan meyakinkan dalam persidangan yang akan bermuara pada jawaban apakah benar Terdakwa Ir. Porman Pangaribuan, MT telah terbukti dalam dakwaan sebagaimana dalam surat Tuntutannya, jaksa Penuntut Umum telah membuat kesimpulan yang menyatakan Terdakwa telah telah bersalah tanpa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 351ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP dan menuntut hukuman selama 6 (enam) bulan dan perintah agar terdakwa segera ditahan. Bahwa dalam Surat Tuntutannya Saudara Jaksa penuntut Umum menyatakan terdakwa turut serta melakukan penganiayaan pada hari Minggu tanggal 11 November 2007 sekitar jam 07.30 WIB bertempat di halaman Gereja HKBP Jl. LL. RE Martadinata No. 96 Bandung. Bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materil yaitu uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan seharusnya batal demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void ) sesuai aturan dalam pasal 143 ayat 3 KUHAP dan tidak bisa dijadikan dasar untuk memutuskan perkara/vonnis. Berdasarkan pemeriksaan saksi – saksi dan bukti – bukti yang terungkap dalam persidangan sebagaimana diatur dalam KUHAP dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.

2.

3.

Bahwa TIDAK ada seorang saksipun baik yang diajukan korban, Penyidik, Jaksa Penuntut Umum yang menerangkan telah terjadi tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan tanggal 11 November 2007 yang dilakukan terdakwa terhadap korban sebagaimana dakwaan dan tuntutan Saudara Jaksa Penuntut Umum. Bahwa berdasarkan keterangan saksi – saksi memang terjadi perselisihan antara pihak korban sebagai jemaat HKBP RB dan terdakwa sebagai jemaat HKBP RBR tentang pemakaian gedung gereja untuk beribadah TETAPI terdakwa TIDAK PERNAH melakukan pemukulan dan atau turut serta melakukan penganiayaan sebagaimana surat dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Bahwa memang benar terdakwa merangkul korban karena hampir terjatuh akibat dorong – dorongan antara jemaat – jemaat pihak RBR dan RB dan pada saat itu Sahati M Simamora memukul korban sekali pada bagian muka.

4.

5. 6. 7.

8.

9.

10.

Bahwa pintu gerbang gereja roboh dalam usaha warga jemaat HKBP RBR untuk menyelamatkan St. RTL Panggabean yang terjepit pintu gerbang akibat dari perbuatan jemaat HKBP RB yang menutup pintu gerbang serta mengganjal ujungnya dengan kursi, bukan untuk menyerbu masuk kedalam gereja seperti yang didakwakan. Bahwa tidak benar Terdakwa langsung masuk kehalaman gereja, berteriak serbu serta langsung memukul korban, karena pada kenyataannya saat itu Ny. Rosalia Hartati Pasaribu kakinya terjepit jeruji pintu gerbang dan terdakwa berusaha untuk menolongnya. Bahwa saksi Boaz Oliver Pangaribuan tidak layak untuk diajukan sebagai saksi karena statusnya saat itu sebagai Pengacara dari pihak RBR (konflik kepentingan) dimana proses hukumnya sedang berjalan. Bahwa terdakwa diduga turut serta melakukan penganiayaan hanya berdasarkan kesaksian korban saja (bandingkan dengan pasal 189 ayat 4 KUHAP : keterangan atau pengakuan TERDAKWA SAJA tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain) apalagi hanya sebatas kesaksian satu orang saksi yang menjadi korban. Bahwa Jaksa Penuntut Umum memang melupakan asas hukum yang menjadi prinsip dasar pembuktian yaitu satu saksi tidak merupakan saksi (unus testis nullus testis) apalagi yang bersaksi adalah korban itu sendiri bahkan dilain pihak menyatakan terdakwa menyampaikan keterangan secara berbelit – belit dan tidak mengakui perbuatan yang didakwakan sehingga menjadi alasan untuk memberatkan terdakwa dalam tuntutannya. Bahwa Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini mencoba untuk membuktikan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan tanpa merinci secara cermat dan jelas mengenai perbuatan terdakwa terhadap saksi korban dan semata - mata hanya berdasarkan kesaksian korban dan Visum Et Repertum saja tanpa ada upaya untuk membuktikan kebenaran materil yang terungkap dalam persidangan. Bahwa apabila terdakwa sampai dinyatakan bersalah hanya karena merangkul korban untuk menolong atau menghindarkannya dari pemukulan/penganiayaan orang – orang lain semua ini kami serahkan kepada hati nurani serta kebijaksanaan Majelis Hakim dengan segala talenta yuridis serta kekuasaan untuk menghakiminya.

Majelis Hakim Yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Persidangan yang kami muliakan Berdasarkan kepada dakwaan sebagaimana tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa yang dianggap bersalah turut serta melakukan penganiayaan dalam tuntutannya terdapat 2 (dua) persoalan hukum dalam perkara ini yaitu : 1. 2.

Apakah terdakwa Ir. Porman Pangaribuan, MT bersalah turut serta melakukan penganiayaan sehingga layak untuk dituntut pidana penjara selama 6 (enam) bulan tahanan dengan perintah segera masuk oleh saudara Jaksa Penuntut Umum Apakah upaya terdakwa yang sebenarnya untuk melindungi Pantun Silitonga sebagai korban dari pemukulan dalam perkara ini pantas dan layak untuk dihukum penjara selama 6 (enam) bulan.

Terhadap persoalan hukum diatas, saudara Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa terdakwa dengan dakwaan gabungan yaitu : Kesatu

: Pasal 170 ayat (1) dan ayat (2) ke – 1 KUHP; Atau

Kedua

: Pasal 351 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP; Atau

Ketiga

: Pasal 335 ayat (1) ke – 1 KUHP.

Majelis Hakim Yang kami Muliakan Saudara Jaksa Penuntut Umum yang Terhormat, Bahwa dalam tuntutannya tanggal 15 Agustus 2008 saudara Jaksa Penuntut Umum telah membuat kesimpulan Terdakwa bersalah turut serta melakukan penganiayaan menurut kaca mata hukum saudara Jaksa Penuntut Umum padahal secara jelas telah keliru dan tidak benar serta terlalu dipaksakan. Bahwa unsur – unsur yang terdapat dalam pasal pidana yang didakwakan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Barang siapa; 2. Dengan sengaja melakukan penganiayaan; 3. Mereka yang melakukan, menyuruh lakukan dan turut serta melakukan perbuatan. Untuk menyatakan bahwa dakwaan atas pasal 351 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP terbukti, maka semua unsure – unsure tersebut diatas harus terbukti dan cara untuk membuktikannya harus sesuai dengan Undang – Undang bukan dengan cara merekayasa dan atau memaksakan kepentingan pihak – pihak tertentu saja tanpa memperhatikan rasa keadilan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam hal ini perkenankanlah kami untuk menguraikan terlebih dahulu unsure – unsure deliknya yang dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. 1.

Unsur barang siapa.

Bahwa mengenai unsur barang siapa ini tidak perlu diuraikan lebih jauh lagi, karena unsur pasal ini sudah dapat diketahui secara jelas oleh hukum yaitu siapa saja termasuk terdakwa sebagaimana surat dakwaan dan tuntutan saudara Jaksa penuntut Umum. 2.

Unsur dengan sengaja melakukan perbuatan;

Bahwa menurut doktrin hukum sengaja (opzet) terbagi atas 3 bagian yaitu : 1. 2. 3.

Sengaja sebagai tujuan Sengaja sebagai kepastian Sengaja sebagai kemungkinan.

Dalam unsure kesengajaan berarti willens en weitens; memang menghendaki perbuatan yang didakwa dan mengerti serta menginsafi akibat perbuatannya tersebut. Dalam perkara aquo, Sahati M Simamora telah mengakui memukul Pantun Silitonga sekali pada bagian muka secara spontan karena emosi semata. Bahwa terdakwa mengakui telah merangkul Pantun silitonga karena hampir terjatuh serta untuk melindunginya dari pemukulan/penganiayaan lebih lanjut dari orang – orang yang berkerumun disekitarnya. Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan ternyata tidak ada unsure kesengajaan yang dilakukan terdakwa terhadap Pantun Silitonga untuk melakukan perbuatan yang melawan hukum seperti penganiayaan, baik kesengajaan sebagai tujuan, sebagai kepastian ataupun sebagai kemungkinan. Sebagai pedoman : -

-

-

Putusan tanggal 17 April 1978 Reg Nomor. K/Kr/1977 MA membebaskan terdakwa dengan alasan “ Pengadilan telah mendasarkan putusannya semata – mata atas keterangan seorang saksi saja, padahal para terdakwa mungkir. Sedang keterangan saksi – saksi yang lain tidak memberi petunjuk atas keterbuktian kejahatan yang didakwakan”. Putusan tanggal 15 Agustus 1983 Reg Nomor 298 K/Pid/1982 MA membebaskan terdakwa dengan alasan “ Kesalahan para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, karena tidak ada seorang saksi dibawah sumpah maupun alat bukti lain yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa……” Putusan tanggal 17 april 1978 Reg Nomor 28 K/Kr/1977 MA menegaskan “ Keterangan saksi satu saja, sedang terdakwa memungkiri kejahatan yang dituduhkan kepadanya dan keterangan saksi – saksi lainnya tidak memberi petunjuk terhadap kejahatan yang dituduhkan, belum dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa”.

Terbukti berdasarkan hukum dan uraian – uraian tersebut diatas in casu tidak terdapat fakta – fakta hukum yang menyatakan telah terjadi tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan oleh terdakwa terhadap korban, terbatas hanya usaha terdakwa saja yang berupaya untuk melindungi korban, sehingga unsure ini tidak terpenuhi sekaligus membuktikan tidak ada tindak pidana turut serta melakukan penganiayaan yang dilakukan oleh terdakwa sehingga timbul konsekwensi hukum yang logis yaitu surat dakwaan batal demi hukum dan tidak dapat dijadikan dasar penuntutan untuk memutuskan perkara ini. 3.

Unsur mereka yang melakukan, menyuruh lakukan dan turut serta melakukan kejahatan.

Bahwa menurut JPU terdakwa bersalah turut serta melakukan penganiayaan tanpa memperhatikan fakta – fakta yang terungkap dipersidangan berdasarkan pembuktian secara hukum. Berdasarkan penjelasan R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang – undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar – komentarnya lengkap Pasal demi pasal halaman 73 diterangkan sebagai berikut: a. Orang yang melakukan (pleger): seorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana. b. Orang yang menyuruh lakukan (doen plegen): harus ada seorang atau lebih yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang lain, namun demikian ia dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana. c. Orang yang turut melakukan (medepleger): bersama- sama melakukan peristiwa pidana. Memang apabila semua unsure ini terpenuhi, maka kepada terdakwa dapat dimintai pertanggung jawabannya. Namun apa yang disampaikan oleh JPU dalam pembuktian ini sama sekali tidak dapat membuktikan unsure ini telah terpenuhi. Hal ini dikarenakan terdakwa tidak pernah melakukan, menyuruh melakukan apalagi turut melakukan perbuatan sehingga unsure ini tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena yang dimaksud dengan turut melakukan sebagaimana tuntutan JPU adalah bersama – sama melakukan peristiwa pidana yang dalam pelaksanaannya menunjukkan kerjasama secara fisik yang didasarkan atas kesadaran bahwa mereka mengetahui bekerja sama. Turut serta artinya harus ada kerjasama yang diinsafi (bewuste samenwerking) yang sempurna dan erat, dan harus ada pelaksanaan secara bersama- sama (gezamenlijke uitvoring) dan kedua hal ini tidak dapat dibuktikan oleh JPU dalam persidangan. 4.

Alasan pembenar atau alasan pemaaf.

Bahwa menurut JPU tidak ada alasan pembenar atau pemaaf dalam dakwaan ini, dan kami tidak sependapat karena dakwaan tersebut tidak memenuhi ajaran materil dalam konsep perbuatan melawan hukum. Bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan perbuatan pidana (melawan hukum) bila perbuatan tersebut mempunyaoi kesalahan. Hal ini sesuai dengan asas hukum pidana bahwa seseorang tidak dapat dipidana tanpa ada kesalahan (geen straf zonder schuld). Bahwa kesalahan harus memenuhi unsure sebagai berikut : a. b. c. d.

Melawan hukum. Dapat dipertanggung jawabkan. Mempunyai kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. Tidak ada alasan pemaaf.

Bahwa putusan MA RI No. 42K/KR/1965 tanggal 8 januari 1966 menyatakan, bahwa suatu perbuatan yang merupakan tindak pidana tidak dapat dipidana apabila perbuatan tersebut adalah social adequate (bermanfaat bagi masyarakat) dan perbuatan terdakwa untuk melindungi korban dari pemukulan adalah suatu perbuatan yang mulia dan patut dihargai bukan mendakwa dengan tuntutan turut serta melakukan penganiayaan

V.

KESIMPULAN DAN PERMOHONAN

Majelis hakim yang kami muliakan, Jaksa penuntut Umum yang kami hormati, Hadrin persidangan yang terhormat, Kami telah menyajikan pembahasan secara yuridis materil tentang pasal yang didakwakan yang menunjukkan bahwa memang benar menurut hukum yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah karena tidak memenuhi unsur sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam pasal 351 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP karena itu terdakwa harus dibebaskan atau setidak – tidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum sesuai dengan pasal 191 KUHAP. Dengan mengutip pendapat Herman Manaheim dalam bukunya “ criminal justice and social reconstruction “ yang menyatakan “………the complexity and variety of problem…..require and ever growing amount of case operation “ ( karena problem yang sangat kompleks dan bermacam – macam yang membutuhkan tindakan yang lebih teliti, terutama dengan bukti maka kita harus berani untuk menerima kenyataan hukum untuk menolak kesimpulan yang hanya berdasarkan bukti – bukti yang sumir dan tidak lengkap ). Bahwa apabila jaksa penuntut umum menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penganiayan secara sumir dan tidak lengkap yang hanya berdasarkan kepentingan sepihak diluar kepentingan hukum itu sendiri, maka nasib terdakwa kami serahkan kepada Majelis Hakim Yang Mulia. Bahwa ada pepatah hukum yang mengatakan “ lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah di dalam penjara, daripada menghukum/memasukkan 1 (satu) orang yang tidak bersalah kedalam penjara…..!!” Berdasarkan segala uraian tersebut diatas, kami mohon dengan kerendahan hati demi tegaknya hukum dan keadilan berdasarkan KETUHANAN YANG MAHA ESA agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan untuk memutuskan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.

Menyatakan terdakwa Ir. Porman Pangaribuan, MT tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Membebaskan atau setidak – tidaknya melepaskan terdakwa dari semua dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Memulihkan hak terdakwa dalam segala kemampuan, kedudukan serta harkat martabatnya. Membebankan biaya perkara kepada Negara. Atau : Apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil – adilnya (ex aequo et bono).

Demikian Nota pembelaan ini dibacakan dan diserahkan dalam persidangan pada hari Senin tanggal 8 September 2008. Hormat kami, Kuasanya,

Related Documents

Pleidoi Porman Bdg
April 2020 1
Bdg-promo_092008
October 2019 8
Is_dsl&bdg
November 2019 8
Indie Bdg
May 2020 16
Cv Complete Bdg
June 2020 5