Pilar_ibadah_kristen.pdf

  • Uploaded by: remsy Manuputty
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pilar_ibadah_kristen.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 12,267
  • Pages: 42
1|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016

PILAR IBADAH KRISTEN

Teguh Hindarto

Ibadah Kristiani pada awalnya berakar pada Yudaisme. Yesus Sang Mesias adalah seorang Yahudi (Ibr 7:14) dan beribadah secara Yahudi. Demikian pula murid-murid Yesus dan para rasulnya meneruskan tata cara ibadah Yudaisme tersebut. Pilar ibadah Kristiani yang berakar pada Yudaisme meliputi sbb: 1. Ibadah Harian tiga kali sehari (Tefilah Sakharit, Minkhah, Maariv – Kis 3:1; 10:3) 2. Ibadah Pekanan (Sabat – Kis 13:14,27,42,44) 3. Ibadah Bulanan (Rosh kodesh – Kol 2:16-17) 4. Ibadah Tahunan atau Tujuh Hari Raya (Sheva Moedim – Kis 20:16, 1 Kor 16:8) Para ahli liturgi Kristen pun mengakui bahwa beberapa tradisi liturgis dalam gereja Katholik, Orthodox dan Protestan, sebenarnya berakar dari Yudaisme. Pdt.

2|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 Theo Witkamp, Th.D., menjelaskan dalam artikelnya sbb: “Gereja Kristen dimulai sebagai suatu sekte Yahudi. Oleh karena itu, kalau kita ingin tahu tentang asal-usul dan latar belakang ibadah Kristen awal, kita terutama harus memandang kebiasaan-kebiasaan liturgis dan musikal dari agama Yahudi pada Abad Pertama Masehi”1 Rashid Rahman mengatakan, “Praktek ibadah harian gereja awal dilatarbelakangi oleh praktek ibadah harian Yudaisme hingga abad pertama. Latar belakang tersebut dapat berupa kontinuitas, diskontinuitas atau pengembangan dari ibadah Yudaisme”2 Selanjutnya dikatakan, “Gereja awal tidak memiliki pola ibadah tersendiri dan asli. Mereka beribadah bersama dengan umat Yahudi dan kemudian mengambil beberapa ritus Yahudi untuk menjadi pola ibadah harian”3 Dalam perkembangannya, akibat suasana Anti Semit yang berkembang kuat di luar Yerusalem, Gereja dari kalangan non Yahudi (Christianoi, Kis 11:26) mulai melepaskan diri dari lingkungan Yudaisme dan Gereja dari kalangan Yahudi (Netsarim, Notsrim, Nazoraios, Kis 24:5,11). Ketika Gereja non Yahudi berkembang di luar Yerusalem, khususnya di Roma dan seluruh wilayah jajahannya dan berkembang sampai Eropa, maka Gereja mulai mengembangkan liturginya yang melepaskan banyak unsur-unsur dalam Yudaisme dan Keyahudian. Gereja tidak lagi mengenal Tefilah atau ibadah harian. Gereja menggantikan ibadat Sabat menjadi ibadat Minggu. Gereja menggantikan ibadat Sheva Moedim atau Tujuh Hari Raya menjadi Christmass dan Easter. Gereja menggantikan konsep Keesaan Tuhan menjadi Ketritunggalan Tuhan, dll. Apa yang terjadi jika pilar-pilar yang menopang sebuah bangunan dirobohkan? Ketimpangan yang berujung pada kehancuran. Tidak heran jika selama berabad-abad Kekristenan kehilangan kesalehan dan keintiman dalam beribadah kepada Tuhan. Bangun tidur langsung berdoa tanpa mencuci muka dan tangan. Ibadah hanya seminggu sekali. Pergi ke tempat ibadah seperti hendak pergi ke pesta. Tidak mengherankan banyak orang Kristen berpindah agama kepada Islam yang menawarkan kesalehan dan keteraturan dalam beribadah. 1

Mazmur-Mazmur Kekristenan Purba Dalam Konteks Yahudi Abad Pertama, dalam Jurnal Teologi GEMA Duta Wacana, No 48 Tahun 1994, hal 16 2

Ibadah Harian Zaman Patristik, Bintang Fajar, 2000, hal 5

3

Ibid., hal 36

3|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 Padahal sejatinya peribadahan Kristiani yang berakar pada Yudaisme dan yang dilestarikan oleh para rasul jika diperbandingkan dengan peribadahan dalam Islam, tiada jauh berbeda. Bahkan boleh dikatakan Islam hanya meneruskan peribadahan yang Yudaisme dan Kristen awal.

Ibadah Harian (Tefilah) Kisah Rasul 3:1 mengatakan, “Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu pukul tiga petang, naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait Tuhan”. Membaca kalimat ini tanpa mengerti konteks sosial dan religus serta kebudayaan Yahudi dan Yudaisme Abad 1 Ms maka kita akan kehilangan konteks ayat tersebut dan memaknainya di luar konteks sebagaimana kita memahaminya saat ini dimana Kekristenan cenderung beribadah khususnya saat berdoa dengan melipat tangan dan duduk di sebuah kursi atau kamar. Tanpa bermaksud hendak menyalahkan tata ibadah sedemikian, namun apa yang selama ini kita lakukan sedemikian adalah pola tata peribadatan yang datang kemudian dan tidak dikenal di zaman Yesus Sang Mesias. Dan dengan pemahaman sedemikian kita kerap memaknai teks-teks Kitab Suci. Inilah yang saya maksudkan dengan menafsirkan teks Kitab Suci terlepas dari konteksnya. Definisi Doa Dalam bahasa Ibrani, kata doa rata-rata diterjemahkan dengan tefilah. Padanan dalam bahasa Yunaninya adalah proseukhe. Baik tefilah.maupun proseukhe dapat memiliki dua pengertian: Pertama, perkataan spontan seseorang

4|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 kepada Tuhan yang diutarakan dalam ibadah pribadi (2 Sam 7:7, Mzm 141:5, Luk 19:46, Mat 17:21). Kedua, waktu-waktu tertentu dalam berdoa dengan diiringi sikap tubuh yang tertentu (Mzm 55:17, Dan 6:11)

Pola Waktu-Waktu Doa Ibadah dan doa harian mengenal pola-pola waktu dalam beribadah yaitu waktu tiga kali sehari sebagaimana dilakukan oleh Daud, Daniel, Ezra sbb: “Tetapi aku berseru kepada Tuhan dan YHWH akan menyelamatkan akudiwaktu petang, pagi dan tengah hari aku cemas dan menangis; dan Dia mendengar suaraku” (Mzm 55:17-18) “Tetapi aku ini, ya YHWH, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan pada waktu pagi doaku datang kepada-Mu” (Mzm 88:14) “Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka kearah Yerusalem; tiga kali sehari dia berlutut, berdoa serta memuji Tuhannya, seperti yang biasa dilakukannya” (Dan 6:11)

5|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 “Pada waktu korban petang bangkitlah aku dan berhenti menyiksa diriku, lalu aku berlutut dengan pakaianku dan jubahku yang koyak-koyak sambil menadahkan tanganku kepada YHWH Tuhanku” (Ezr 9:5) Sikap Tubuh Saat Berdoa Ibadah dan doa harian bukan hanya berbicara perihal waktu-waktu tertentu, melainkan sikap tubuh atau gesture tertentu dari anggota tubuh yaitu berdiri, bersujud, berlutut, mengangkat kedua belah tangan sebagaimana dikatakan: “Tetapi Abraham masih tetap berdiri dihadapan YHWH” (Kej 18:23) “Sujudlah menyembah kepada YHWH dengan berhiaskan kekudusan…” (Mzm 96:9) “Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut dihadapan YHWH yang menjadikan kita” (Mzm 95:6) “Marilah kita mengangkat tangan dan hati kita kepada Tuhan di Surga” (Rat 3:41) Dengan membaca konteks ibadah dan keagamaan dalam Yudaisme baik pra pembuangan atau paska pembuangan, maka apa yang disaksikan dalam Kisah Rasul 3:1 di awal tulisan ini menjadi jelas bahwa apa yang dilakukan rasul-rasul Yesus Sang Mesias adalah melakukan kebiasaan ibadah harian tiga kali sehari baik yang berpusat di Bait Suci maupun di rumah-rumah. Dalam terang konteks sejarah inilah kita bisa memaknai ayat-ayat lain yang menuliskan hal yang sama perihal waktu-waktu doa dalam Kitab Perjanjian Baru “Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalammalaman ia berdoa kepada Tuhan” (Luk 6:12) “Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu jam kesembilan (jam tiga petang), naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait Tuhan” (Kis 3:1) “Keesokan harinya ketika ketiga orang itu berada dalam perjalanan dan sudah dekat kota Yope, naiklah Petrus keatas rumah untuk berdoa” (Kis 10:9)

6|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 “Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. Dia saleh, serta seisi rumahnya takut akan YHWH dan dia banyak memberi sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Tuhan” (Kis 10:1-2) Demikian pula Yesus Sang Mesias dan para rasul-Nya yang merupakan bagian dari Yudaisme melakukan ibadah harian dengan sikap tubuh tertentu sebagaimana umat sebelumnya, sebagaimana terekam dalam kesaksian Kitab Perjanjian Baru sbb: “Kemudian Dia (Yesus) menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Dia berlutut dan berdoa” (Luk 22:41) “Sesudah mengucapkan kata-kata itu, Paulus berlutut dan berdoa bersama-sama dengan mereka semua” (Kis 20:36) “Dia maju sedikit, merebahkan diri ketanah dan berdoa supaya sekiranya mungkin, saat itu lalu daripada-Nya” (Mrk 14:35) Tefilah Sakharit, Minkhah, Maariv Yudaisme memberi nama-nama ibadah harian tersebut dengan Shakharit, Minha dan Maariv. Adapun Shakharit dimulai sekitar menjelang pagi (pk 05.00pk 11.00). Minha di mulai sekitar tengah hari sampai menjelang petang (pk 12.00-17.00) dan Maariv di mulai dari awal petang sampai malam (pk.18.0023.00). Di setiap waktu tefilah, biasanya mereka mengucapkan Shema, membaca mazmur dengan nyanyian, mengucapkan Shemone Esrei dengan diiringi berbagai postur tubuh yang tertentu. Yudaisme modern biasanya menggunakan Siddur sebagai panduan doa pribadi dan doa-doa pada saat hari raya. Berikut posturpostur doa dalam Yudaisme di Sinagog:

7|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 Rabbi Hayim Ha Levy Donim menjelaskan mengenai postur ibadah di atas sbb: "In most contemporary congregations very few people keep to the tradition of falling prostrate. Sometimes it is only the Prayer leader and the rabbi who does so. In more traditional congregations, however, some worshipers, men and women, will join the Prayer Leader and rabbi in the act of prostrating themselves. In Israeli synagogues, the practice is more widespread than in synagogues elsewhere. Since this is a position that we are unaccustomed to, one who has never done this before might very well demur. But once accomplished, the experience provides such a spiritual uplift that one looks forward to repeating it. Those willing to try this ancient ritual form on the rare occasions that call for it might welcome the following diagrams of the correct procedure" 4 (Dalam banyak sidang jemaat beberapa jemaat memelihara tradisi meniarapkan tubuh. Terkadang posisi ini hanya dilakukan oleh para pemimpin dan rabi. Meskipun demikian, di banyak sidang jemaat tradisional, beberapa penyembah, laki-laki dan perempuan akan bergabung bersama dalam Pemimpin Doa dan rabbi dengan meniarapkan diri mereka sendiri. Di Sinagoge Israel, praktek ini lebih menyebar luas dibandingkan di sinagog manapun. Karena posisi ini tidak biasa seseorang yang belum pernah melakukannya akan sangat merasa sangat berat.. Namun sekali melakukannya, pengalaman ini akan menyediakan peningkatan spiritual yang membuat seseorang mengulangi hal tersebut. Mereka yang berkeinginan untuk mencobai bentuk ritual kuno ini, jarang dapat melakukan dengan baik tanpa melihat diagram dibawah ini). Bernardus Boli Ujan, SVD memberikan ulasan mengenai doa harian Yahudi sbb: “Pada masa Yesus orang Yahudi berdoa menurut ritme yang berbeda. Ritme pertama berdasarkan Ulangan 6:4-7; 11:19. Waktu tidur dan bangun semua orang harus mendaraskan Shema…Teks ini mengungkapkan waktu doa yang sesuai dengan ritme kehidupan manusia (tidur-bangun), tetapi yang cocok juga dengan ritme perubahan alam (siang-malam). Ritme kedua berdasarkan Kitab Daniel 6:11, Ydt 9:1; 12:5-6; 13:13. Dalam teks-teks ini disebut kebiasaan orang Yahudi untuk berdoa tiga kali sehari. Menurut Mazmur 55:17-18, tiga waktu doa itu adalah sore, pagi dan tengah hari…Bagaimana

4

Rabbi Hayim Ha Levy Donim, To Pray As A Jew: A Guide to the Prayer Book & Synagoge Service, Basic Books, 1980,p. xxii

8|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 sekalipun kebiasaan membuat doa tiga kali sehari sudah ada pada zaman Yesus”5. Pelestarian Doa-Doa Harian Dalam Gereja Timur dan Gereja Barat Serta Gereja Reformasi Tulisan-tulisan paska rasuli sampai masa Kontantinus Agung (Abad I-IV M) banyak mengulas eksistensi mengenai ibadah harian berikut varian pemahaman dan pelaksanaannya6. Kitab Didache (50-70 M) menasihatkan para orang Kristen untuk berdoa Bapa Kami tiga kali sehari. Surat pertama Klemens (96-98 M) dari Roma kepada orang Korintus mengenai kewajiban berdoa yang telah ditentukan oleh Tuhan. Surat Plinus kepada Trajanus (112 M) mengenai doa sebelum matahari terbit. Klemens dari Alexandria (150-215 M) menolak pola doa harian Yudaisme dan menggantikan dengan doa sebelum, selama dan sesudah makan dan menjelang tidur serta bangun tidur. Hypolitus (215 M) menambahkan doa harian tiga kali sehari dengan doa tidur, tengah malam dan saat ayam berkokok. Tertulianus (220 M) menyarankan doa harian tiga kali sehari dengan menghadap ke Timur kea rah matahari terbit. Origenes (254 M) menggarisbawahi empat jam doa harian yaitu pagi, siang, malam dan sebelum tidur. Sikap tangan terentang sebagai tanda korban petang serta pembacaan Mazmur 140 sebagai isi doa malam. Siprianus (258 M) melestarikan doa harian Yudaisme. Gereja Orthodox dan Katholik yang berkembang diluar Yerusalem, masih tetap memelihara pola ibadah harian yang diwariskan dari Yudaisme, meskipun dalam corak dan pemahaman teologis yang berbeda. Mereka melakukan doa harian sebagai ekspresi penghayatan terhadap pengalaman Mesias menjelang di salibkan dan bangkit dari kematian. Dalam tradisi gereja Orthodox, seperti Syria dan Mesir, mengenal liturgi doa harian yang disebut Ashabush Sholawat, 7 yang terdiri dari :

5

Bernardus Boli Ujan, SVD., Memahami Ibadat Harian: Doa Tanpa Henti Semua Anggota Gereja, Maumere: Ledalero, 2003, hal 15-16 6

7

Ibid., hal 19-22

Bambang Noorsena, Sekilas Soal Sholat Tujuh Waktu Dalam Gereja Orthodox, dalam PENSYL, No 29/III/1996

9|Buletin IJI Vol 4/Maret 2016 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Sholat Sa‟atul Awwal (Sholat jam pertama, jam 06.00) Sholat Sa‟atuts Tsalits, (Sholat jam ketiga, jam 09.0) Sholat Sa‟atus Sadis, (Sholat jam keenam, jam 12.00) Sholat Sa‟atut Tis‟ah, (Sholat jam kesembilan, jam 15.00) Sholat Ghurub, (Sholat terbenamnya matahari, jam 18.00) Sholat Naum (Sholat malam, jam 19.00) Sholat Satar (Sholat tutup malam, jam 24.00)

Sementara Gereja Katholik di Abad Pertengahan mengenal Liturgia Horarum 8 yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

yang disebut De

Laudes (Doa pagi) Hora Tertia (Doa jam ketiga) Hora Sexta (Doa jam keenam) Hora Nona (Doa jam kesembilan) Verper (Doa senja) Vigil (Doa malam) Copletorium (Doa penutup)

Istilah Liturgia Horarum dalam bahasa Inggris disebut Liturgy of the Hours (Liturgi Waktu). Nama ini mulai dipakai untuk pertama kali pada tahun 1959 dan menjadi populer selama Konsili Vatikan II, khususnya dalam Konstitusi Liturgi. Nama ini memperlihatkan bahwa ibadat ini dijalankan sesuai dengan jam atau waktu tertentu setiap hari yang pada dasarnya mempunyai arti simbolis sepeti terungkap dalam doa-doa yang dipakai dalam ibadat ini9. Disebut Liturgi karena ibadat ini sesungguhnya adalah doa atau kegiatan rohani seluruh umat sebagai Gereja dalam arti sebenarnya. Istilah harian (jam harian) menyatakan bahwa ibadat ini menguduskan waktu, jam siang dan malam. Sebenarnya dalam ibadat ini umat mengalami Tuhan yang tidak kenal waktu, yang abadi dan kudus. Oleh pengalaman berahmat itu manusia dikuduskan dalam waktu, hidup dan karyanya

8

Syeikh Efraim Bar Nabba Bambang Noorsena, Selayang Pandang Tentang Shalat Tujuh Waktu Dalam Kanisah Orthodox Syria, Surabaya, 19 Juni 1998_________________ 9

Op. Cit., Memahami Ibadat Harian: Doa Tanpa Henti Semua, hal 10

10 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 sehari-hari diberkati dan dikuduskan oleh Tuhan, saat atau sejarah hidupnya menjadi saat yang penuh rahmat dan menyelamatkan 10. Dalam perspektif Roma Katholik yang mengacu pada istilah Latin, ada beberapa istilah yang dipergunakan selain Liturgia Horarum yaitu Ofisi Ilahi (Oficium: Kegiatan, Kewajiban), Brevir (Breviarum: Ringkasan, Singkatan), Opus Dei (Karya Tuhan), Pensum Servitutis (Takaran Pelayanan), Horae Canonicae (Jam-jam wajib), Horologion (Jam-jam doa)11. Namun demikian, gereja-gereja Barat secara perlahan-lahan mengabaikan peranan doa harian dengan sikap-sikap tubuh tertentu dan jam-jam tertentu dan menjadikannya sebagai doa yang berkaitan dengan tugas para imam. James F. White menjelaskan kenyataan tersebut sbb: “Di Barat, ibadah umat menghilang dalam beberapa abad, kerugian besar bagi kekristenan. Ibdah umum harian, selain melaksanakan ekaristi, menjadi tradisi rohaniawan dan biarawan yang hamper-hampir ekslusif selama berabad-abad”12 Para reformator tetap mempertahankan doa-doa harian sebagai pembentuk kerohanian umat sekalipun pol penerapannya beragam sebagaimana James F. White menjelaskan: “Para reformator Protestan mengambil langkah-langkah lebih drastic ke pembaruan praktik doa umum harian…reformator-reformator yang beragam itu menemukan berbagai pemecahan berbeda-beda terhadap masalah pemulihan untuk penggunaan popular doa-doa umum harian”13 Di Zurich, Reformator Ulrich Zwingli meresmikan ibadah-iadah harian, yang terutama meliputi pembacaan-pembacaan Kitab Suci dan penafsiran atasnya. Martin Luther bersikap konservatif. Pada tahun 1523 dan 1526 ia mengusulkan untuk balik kembali ke dua ibadah harian: matins (pagi) dan vesper (sore) pada hari-hari peringatan (hari-hari lain selain hari Minggu) yang mencakup 10

Ibid 10

11

Ibid., hal 11-12

12

James F. White, Pengantar Ibadah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia 2005, hal 120

13

Ibid., hal 127-128

11 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 pembacaan Kitab Suci, mazmur-mazmur, madah singkat, nyanyian, Doa Bapa Kami, doa syafaat, pengakuan iman dan doa syafaat. Lutheran Book of Worship yang terbit tahun 1978 menambahkan ke pola Luther dengan Doa Pagi: Matins, Doa Senja: Vespers dan Doa Penutup Hari: Completorium. Demikian pula pengarang Book of Common Prayer, Thomas Cranmer mengkombinasikan Matins, Laudes dan Primary Sarum Breviary bahasa Inggris Abad Pertengahan ke dalam Matins, sedangkan Vespers dan Compline dipadatkan ke dalam Evensag. Doa siang dihilangkan olehnya 14. James F. White memberikan komentar mengenai keberhasilan dan pengaruh Thomas Cranmer pada gereja di Inggris sbb: “Keberhasilan Cranmer tidak dapat diragukan lagi. Memang, ibadah doa pagi dan mlam yang dibuatnya, disamping menyediakan ibadah harian, menjadi ibadah ang digunakan dalam kebaktian setiap hari Minggu dalam Gereja Angikan selama tiga ratus tahun”15 Ibadah Pekanan (Sabat) Sabat, adalah perintah Tuhan YHWH sebagaimana dikatakan dalam Kitab Keluaran 20:8 dikatakan, "Zakor et yom ha shabat le qadsho". Frasa tersebut lebih tepat diterjemahkan, "Ingatlah hari Shabat untuk menguduskannya". Tidak ada kata dan, sehingga terjemahan LAI kurang tepat. The Scriptures menerjemahkannya sbb,"Remember the Shabat day, to set it apart"16. Orang beriman diperintahkan bukan hanya untuk mengingat namun dilanjutkan dengan menguduskan Shabat. Kata "menguduskan" bermakna "dipisahkan". Kemudian dalam Keluaran 20:9 dikatakan pula, "Sheshet yamiym taavod we asyita kal melakteka, we yom ha sheviya, shabat le Yahweh Eloheika". Ada tiga kata yang berhubungan dengan suatu pekerjaan, Avad, Ashah, Malak. Istilah Avad bermakna, bekerja, melayani, hamba, budak. Kata Ibadah, berasal dari kata, Avodah bermakna melayani atau menjadi hamba dari Tuhan. Istilah Ashah bermakna, berbuat, mengerjakan sesuatu dari yang sudah ada Sementara kata 14

Ibid., hal 128-130

15

Ibid., hal 131

16

The Scriptures, Institute Research Scriptures,2000

12 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Melekh bermakna, raja atau berkuasa. Semua aktivitas diatas berkonotasi suatu tindakan rutinitas dalam hidup dalam rangka mendapatkan sesuatu pendapatan hidup. Namun pada hari yang ketujuh, harus dihentikan. Pelaksanaan Sabat Dijelaskan pada Keluaran 20:10, "Lo taasheh kal melaka, Atta ubeneka ubiteka avdeka waamateka ubehemteka wegerka asher bishareka". Orang beriman tidak diperbolehkan bekerja di hari Shabat. Kata bekerja dalam ayat ini diterjemahkan dari kata melakha. Bukan sekedar bekerja biasa namun, "suatu pekerjaan yang bersifat menciptakan atau menguasai terhadap sesuatu"17. Kata ini berhubungan dengan kata melekh (Raja). Yudaisme mengatur mengenai melakha yang tidak boleh dikerjakan, dalam Mishnah Sabat 7:2, yaitu :                     17

Sowing (menabur benih) Plowing (membajak) Reaping (memungut tuaian) Binding sheaves (mengikat berkas) Threshing (mengirik) Winnowing (menampi) Selecting (menyeleksi) Grinding (menggiling) Sifting (mengayak, menampi) Kneading (membuat adonan) Baking (membakar) Shearing wool (mencukur wool) Washing wool (mencuci wool) Beating wool (memukul /menumbuk wool) Dyeing wool (mencelup wool) Spinning (memintal) Weaving (menenun, menganyam) Making two loops (membuat dua potongan) Weaving two threads (menganyam dua benang) Separating two threads (memisahkan dua benang)

Tracey R. Rich, Shabat http://www.jewfaq.org/shabbat.htm

13 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6                   

Tying (mengikat) Untying (membuka) Sewing two stitches (menjahit dua jahitan) Tearing (menyobek) Trapping (menjerat binatang) Slaughtering (menyembelih) Flaying (menguliti) Salting meat (mengasini makanan) Curing hide (merawat kulit) Scraping hide (memarut kulit) Cutting hide up (memotong kulit) Writing two letters (menulis dua surat) Erasing two letters (menghapus dua surat) Building (membangun) Tearing a building down (membongkar bangunan) Extinguishing a fire (memadamkan api) Kindling a fire (mengumpulkan kayu untuk perapian) Hitting with a hammer (memukul dengan palu) Taking an object from the private domain to the public, or transporting an object in the public domain. (menggunakan benda /alat transportasi yang digunakan untuk kepentingan umum) 18

Kategorisasi diatas, menolong kita untuk mengenali berbagai aktivitas yang dikategorikan dengan melakha. Halakha rabinik diatas merupakan penafsiran para rabbi Yahudi untuk menolong umat dalam mengklasifikasikan apa yang tidak boleh dikerjakan. Torah sendiri tidak memberikan kategorisasi yang spesifik. Agar tidak terjebak praktek yang bersifat legalistik (ketaatan pada hukum yang berlebihan, sehingga mengabaikan essensi hukum itu sendiri), kita harus memperhatikan apa yang diajarkan Mesias, "Sabat untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat" (Mrk 2:27). Apa artinya? Sabat hendaklah bukan menjadi beban atau kuk yang memenjarakaan kehidupan orang beriman karena Sabat diperuntukkan bagi manusia untuk beristirahat dan beribadah secara personal dan komunal kepada YHWH. Bahaya melakukan berbagai kategorisasi secara kaku dan mutlak tanpa memperhatikan konteks waktu dan tempat, dapat 18

Ibid.,

14 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 menimbulkan bahaya legalistik. Yudaisme melaksanakan Shabat sejak jum'at sore sampai sabtu sore. Ada tiga kegiatan saat Shabat : shabat erev (Jum'at sore), ibadah shabat di sinagog (Sabtu pagi), havdalah (Sabtu sore). Alasan Teologis Melaksanakan Sabat Dalam Keluaran 20:11 diberikan petunjuk bagaimana melaksanakan Shabat, "Ki sheshet yamiym asya YHWH et ha shamayim we et haaret et hayim we et kal asyer bam wayanakh bayom ha shevii. Al ken berak Yahweh et yom ha shabat wayeqadshehu". Secara gramatikal, Sabat memiliki makna, "ketujuh" dan "berhenti". Dalam Kejadian 2:2 disebutkan, "wa yekal Elohim ba yom ha sheviyi melakto asyer asah wa yishbot ba yom ha sheviyi mikal melakto asyer asah" (dan Tuhan telah menyelesaikan semua yang diperbuat-Nya, pada hari yang ketujuh. Dan berhentilah Dia pada hari yang ketujuh dari semua yang diperbuatnya) Ada hubungan antara kata sheviyi (ketujuh) dan yishbot (beristirahat), yang berakar dari kata shin-bet-taw yang bermakna "menghentikan", "mengakhiri", "beristirahat"19 . Secara essensial, Sabat dihubungkan dengan karya penciptaan YHWH. Ketika YHWH menyelesaikan proses penciptaan langit dan bumi serta isinya, Dia melanjutkan dengan "memberkati" dan "menguduskan" hari ketujuh, dimana Dia mengakhiri proses penciptaan. Dalam Kejadian 2:3 disebutkan, "wa yebarek Elohim et yom ha sheviyi wa yeqadesh otto ki vo shavat mikal melakto asyer bara Elohim la ashot" (maka diberkatilah oleh Tuhan hari yang ketujuh itu dan dikuduskan-Nya, sebab pada hari itu Dia berhenti dari semua yang diperbuat-Nya saat menciptakan). Sabat adalah hari yang diperkenan atau diberkati serta dikuduskan atau dipisahkan secara khusus dari hari-hari yang lain. Yang menarik untuk kita perhatikan, jika pada kata "berhenti", dalam Kejadian 2:2 dan kata "memberkati" serta "menguduskan" dalam Kejadian 2:2 digunakan bentuk kata imperfect (menunjukkan pekerjaan yang belum diselesaikan, sedang berlangsung)20, maka kata "berhenti" dalam Kejadian 2:3 19

20

Ibid.,

Prof. Harvey E. Finley, Ph.D. Biblical Hebrew: A Beginner Manual, Beacon Hill Press of Kansas City, 1982, p.75

15 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 digunakan bentuk perfect yang bermakna, "menunjuk pada suatu kejadian yang sudah dikerjakan,lengkap"21. Hal ini bermakna bahwa YHWH Sang Pencipta telah menyelesaikan pekerjaan penciptaan tersebut dalam perspektif historis. Hari ini YHWH tidak menciptakan apapun. Hari ini, YHWH bertanggung jawab (mengawasi, mengatur, mengontrol) proses regenerasi (kelahiran) dan bukan kreasi (penciptaan) pada mahluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Pengkajian Kejadian 2:2-3 memberikan petunjuk pada kita bahwa Sabat bukan semata-mata ibadah yang secara ekslusif dihubungkan dengan keberadaan orang Yahudi atau Bangsa Israel kuno. Sabat merupakan pola Sang Pencipta yang ditetapkan sebagai hari peringatan untuk perhentian dan menghormati hari yang diberkati serta dikuduskan oleh-Nya. Kelak, ketika YHWH memilih suatu bangsa untuk menjadi saksi dan terang Firman-Nya, yaitu Israel, maka YHWH berbicara melalui Musa, bahwa Sabat dihubungkan sebagai proses peringatan terhadap pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir (Ul 5:12, 15). Kitab TaNaKh memberikan kesaksian bagaimana YHWH memberikan petunjuk teknis dalam memelihara Sabat, melalui kehidupan Bangsa Israel, sebagai prototype bangsa non Yahudi. Dalam petunjukpetunjuk ini, ada yang bersifat situasional (bergantung pada konteks setempat) namun ada pula yang bersifat eternal (tidak berubah). Sifat situasional dikarenakan kondisi alam kehidupan dan bentuk komunitas sosial Bangsa Israel pada waktu itu. Beberapa petunjuk teknis memelihara Sabat dalam Kitab TaNaKh adalah sbb: Petunjuk Yang Bersifat Situasional Bekerja di hari sabat mendapat hukuman mati. Dalam Bilangan 15:32-36, disebutkan ada seorang lelaki yang mengumpulkan kayu api pada hari Sabat (Bil 15:32), lalu dipergoki oleh sesamanya. Orang ini lalu dibawa kepada Musa dan Harun serta orang-orang Israel (Bil 15:33). Selanjutnya dia dimasukkan dalam tahanan karena belum ada keputusan mengenai bentuk hukuman yang tepat [Bil 15:34]. YHWH akhirnya menetapkan bentuk hukuman mati bagi orang tersebut (Bil 15:35). Akhirnya, orang itupun dilontari batu hingga mati (Bil 15:36).

21

Ibid.,

16 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Pernyataan bentuk hukuman mati di sebutkan juga dalam Nehemia 10:31 dan Yeremia 17:21. Mempersembahkan korban bakaran. Dalam Bilangan 28:9-10, diperintahkan agar setiap jatuh Sabat, harus mempersembahkan dua ekor domba berumur setahun yang tidak bercela dan dua persepuluh efa tepung yang terbaik sebagai korban sajian (Bil 28:9). Petunjuk Yang Bersifat Universal Hari perhentian penuh dan ibadah. "Hari itu harus menjadi Sabat, hari perhentian penuh bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya" (Im 16:31) Hari pertemuan kudus. "Enam hari lamanya boleh dilakukan pekerjaan, tetapi pada hari yang ketujuh, haruslah ada Sabat, hari perhentian penuh, yakni hari pertemuan kudus..."(Im 22:3) Kesempatan untuk sirkulasi tanah. "Enam tahun lamanya kamu harus menaburi dan mengumpulkan hasil tanah itu, tetapi pada tahun ketujuh haruslah ada bagi tanah itu, suatu Sabat, masa perhentian penuh, suatu Sabat bagi YHWH. Ladangmu janganlah kau taburi dan kebun anggurmu janganlah kau rantingi" (Im 25:3-4) Mengapa hukuman mati dan mempersembahkan korban dikategorikan petunjuk yang bersifat situasional? Sebenarnya, inti dari Bilangan 15:32-36, Nehemia 10:31 serta Yeremia 17:21, mengisyaratkan bahwa melanggar Sabat membawa konsekwensi berupa hukuman. Makna hukuman adalah mendisiplin atau membuat jera serta memberi contoh agar yang lain tidak meniru perbuatan yang serupa. Bentuk hukuman mati, adalah bentuk yang terikat situasi pada zaman itu. Bentuk hukuman ini dilakukan bagi kasus pelanggaran berat. Jauh sebelum Torah diturunkan di Sinai sekitar tahun 1444 SM 22, telah berdiri Kerajaan Babilonia dengan rajanya bernama Hammurapi (1792-1750 SM). Dalam penemuan di Susa tahun 1902 Ms, didapatkan beberapa batu tulis yang 22

Irving L. Jensen, Jensen‟s Survey of the Old Testament, Chicago: Moody Press, 1978, p. 91

17 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 menggambarkan bentuk peraturan yang disusun Hammurapi sebanyak 282 aturan yang diilhami oleh penyembahan pada dewa Marduk. Dalam Codex Hammurapi ditemukan banyak kasus pelanggaran huklum yang dapat dikenakan hukuman mati23. Codex Hammurapi memberikan suatu wawasan bagi pembaca Kitab Suci, mengenai hukum yang berlaku periode adanya hukum Musa 24. Beberapa bentuk hukuman mati dalam Codex Hammurapi dihubungan dengan beberapa kasus pelanggaran al., (1) Seseorang yang kedapatan mencuri perabotan istana, akan mengalami kematian. Hal tersebut terjadi karena perabotan istana lebih suci dibandingkan kehidupan itu sendiri (2) Pembeli barang curian akan mengalami hukuman mati setimpal seperti pencuri (3) Seorang wanita yang dituduh melakukan perzinahan, diperintahkan untuk menceburkan dirinya kedalam sungai (4) Seorang wanita yaang meninggalkan rumahnya, berkeluyuran dan memandang rendah suaminya, diperintahkan untuk masuk kedalam air sungai (5) Seorang yang berdusta dan menolak orang tuanya, lidahnya akan dipotong (6) Seorang ibu yang menyebabkan anaknya mati, akan dipotong buah dadanya 25. Jika membandingkan bentuk hukuman mati di zaman Hammurapi dan Musa, nampaknya ada kesamaan. The New Bible Dictionary menyimpulkan bahwa Hukum Musa lebih menghargai kemanusiaan. Berikut keterangan selengkapnya: "In other cases the offences are the same but the penalty differs, the Hebrew being seemingly the more consistently humane”26. Dikarenakan hukuman mati adalah bentuk hukuman yang terikat konteks zamannya, maka bentuk hukuman mati bersifat fleksibel dan bukan satu-satunya hukum mutlak jika terjadi pelanggaran Sabat. Hukuman terhadap pelanggaran Sabat diatur sistem yang Teokratis, dimana YHWH sebagai Raja dan Tuhan yang memerintah Israel pada waktu itu yang 23

The New Bible Dictionary, (Wheaton, Illinois: Tyndale House Publishers, Inc.) 1962

24

Dake‟s Annotated Reference Bible, Dake Bible Sales, 1992, p. 44

25

Ibid.

26

Loc.Cit.

18 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 didelegasikan melalui Musa dan tua-tua Israel. Disaat ini, dimana sistem Teokrasi tidak menjadi sistem yang dominan, maka bentuk hukuman mati tidak mengikat untuk diterapkan bagi pelanggar Sabat. Demikian pula dengan mempersembahkan korban. Korban adalah bentuk ibadah pra Mesias, yang menunjuk pada Anak Domba yang dikorbankan, sekali dan untuk selamanya, yaitu Yesus Sang Mesias (Ibr 10:1-4,10). Yesus telah dikorbankan/dipersembahkan sekali dan untuk selama-lamanya, maka kita tidak perlu mempersembahkan korban hewan kembali. Sistem ibadah korban adalah pola ibadah Imamat Lewi yang dipusatkan di Bait Tuhan, namun sistem Imamat Melkitsedek bukan ditandai dengan persembahan korban. Sistem Imamat Melkitsedek membaharui dan menyempurnakan sistem Imamat Lewi (Ibr 7:11-12, 19). Essensi Bilangan 29:91- adalah bahwa setiap jatuh Sabat, persembahkanlah sesuatu kepada YHWH (baik pujian, ucapan syukur, doa-doa, harta, dll). Ayat-Ayat Yang Keliru Diterjemahkan Dan Keliru Ditafsirkan Terjemahan yang buruk dan asumsi teologis yang keliru mengenai makna kedatangan Mesias, mengakibatkan pemahaman yang keliru terhadap aspek Torah, yaitu Sabat. Berikut ayat yang keliru diterjemahkan dan keliru ditafsirkan sehingga menghasilkan pemahaman yang keliru. Keliru diterjemahkan Pertama, Dalam Yohanes 5:18, menurut terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, sbb: "dengan demikian Dia membatalkan Sabat". Dalam Yohanes 5:118, dikisahkan bahwa Yesus menyembuhkan seorang yang lumpuh selama tiga puluh delapan taahun saat berada di kolam Betesda pada hari Sabat (Yoh 5:5-9). Orang Yahudi marah karena Yesus menyembuhkan orang di hari Sabat (Yoh 5:16). Namun komentar Yohanes yang disalin dalam teks Greek berbunyi, "...luen ton sabbaton", banyak diartikan, "dia meniadakan Sabat". Kata "Luo" memiliki beragam makna sbb : 1. untie, loose from ropes or straps (Mk 1:7) 2. set free, release from condition or circumstance (Lk 13:16) 3. destroy, to ruin by tearing or breaking (Ac 27:41; Eph 2:14)

19 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 4. dismiss, disperse (Ac 13:43) 5. transgress, failing to conform to a law or regulation (Mt 5:19; Jn 5:18) 6. permit, allow, exercise authority (Mt 16:19; 1Jn 4:3) 7. do away with, remove, eliminate (Ac 2:24) 8. put an end to, cause to come to an end (1Jn 3:8)27 Kata Luo, dapat juga diartikan "mengijinkan" (permit) dan "melaksanakan kekuasaan" (exercise authority). Dalam Orthodox Jewish Brit Chadasha diterjemahkan: "Because of this, therefore, those of Yehudah were seeking all the more to kill Rebbe, Melech HaMoshiach, because not only was he not Shomer Shabbos, but also Rebbe was saying that his own Av was Hashem, thereby making himself equal with Elohim (Yochanan 1:1)”28. Kalimat “he not shomer Shabbos” bermakna, “Dia tidak memelihara Sabat”. DR. James Trimm dalam terjemahannya yang bersumber dari naskah Ibrani Aramaik, menerjemahkan sbb : “…because he has loosed the Shabath”. Dalam catatan kaki kata “loosed”, beliau memberi keterangan bahwa kata tersebut merupakan idiom Yahudi yang bermakna “mengijinkan” (Ber. 5b;6b, San. 28a, b.Hag 3b)29. Konteks kalimat dalam Yohanes 5:18 bukan dalam pengertian bahwa Yesus membatalkan atau meniadakan Sabat, namun Yesus mengijinkan terjadinya terapeutik (penyembuhan) dihari Sabat, sehingga membawa konsekwensi melanggar aturan diseputar Sabat. Segolongan para rabbi memandang peristiwa terapeutik tersebut telah melanggar Sabat namun bagi Yesus, menolong orang (menyembuhkan) tidaklah melanggar Sabat dikarenakan tidak masuk dalam kategori “melaka” atau “avad” maupun “asha”. Bahkan terapeutik tidak masuk dalam kategori yang disebutkan sebagai pelanggaran Sabat yang tertulis dalam Misnah Sabat 7:2 sebagaimana telah disinggung sebelumnya.

27

Swanson, James, A Dictionary of Biblical Languages With Semantic Domains: Greek (New Testament), (Oak Harbor, WA: Logos Research Systems, Inc.) 1997. 28

29

New York: Artist for Israel International , 1996 www.beittikvahsynagogues.org

The Hebraic Root Version New Testament, Society for the Advancement of Nazarene Judaism, 2001, p.211

20 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Kedua, dalam Kisah Rasul 20:7, diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, sbb : "Pada hari pertama minggu itu,...". terjemahan ini mengesankan bahwa sakramen Perjamuan Kudus dilaksanakan tiap-tiap hari minggu. Dalam naskah Yunani dituliskan, "en de te mia ton sabbaton sunegmenon hemon klasai arton Paulos dielegeto hautois". Dalam naskah Yunani saja tertulis kata 'sabat', mengapa dalam terjemahan Indonesia tidak tertulis? Teks diatas selayaknya diterjemahkan “Pada hari pertama usai Sabat itu…”. Kata “en de te mia” , menurut DR. David Stern, menunjuk pada Motsaei Shabat atau Departure of the Shabat (Sabat sore/ sabtu sore)13. Selanjutnya beliau menjelaskan, “pertemuan sabtu malam akan lebih tepat bersamaan dengan perayaan Sabat Yahudi, dimana semangat Sabat terkadang dilaksanakan pada sabtu sore setelah upacara Sabat selesai, yang dilaksanakan sesudah matahari tenggelam ketika menjelang gelap, dimana saat yang cukup untuk melihat tiga bintang dilangit”30 Dalam Ortodox Jewish Brit Chadasha, diterjemahkan: “And on Yom Rishon, when we met for a firen tish (it was Motzoei Shabbos when there was a Melaveh Malkeh communal meal), Rav Sha'ul was saying a shiur to them, since he would have to depart early the next day and was having to extend the message until chatzot halailah”. Kata Yom Rishon artinya hari yang pertama setelah melewati Sabat yang jatuh sekitar pukul 19.00 sampai malam. Perhitungan hari menurut orang-orang Yahudi, dimulai bukan pada saat matahari terbit, melainkan saat matahari mulai tenggelam. Dalam buku Passover: A Memorial for All Time disebutkan: “Thus it is clear that Biblical days begin at evening with the setting of the sun and not at sunrise as in ancient Egypt” (Telah jelas dikatakan bahwa hari menurut Kitab Suci dimulai saat matahari terbenam dan bukan saat matahari terbit, seperti di Mesir)31. TaNaKh menjelaskan mengenai pergantian hari dalam Kejadian 1:5b,8b,13, Ulangan 23:10-11, Imamat 11:24-25; 22:6-7, Imamat 23:32. Maka pertemuan yang diadakan Paul sebenarnya dalam rangka penutupan Sabat yang diakhiri pukul 19.00. Sebelumnya telah dimulai suatu pertemuan. Lalu dilanjutkan sampai malam. Ini bukan pertemuan istimewa yang menggantikan Sabat sebagaimana 30 31

Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1992, p.299 Yahweh’s New Covenant Assembly, 1992, p.11

21 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 anggapan Kekristenan pada umumnya. DR. David Stern melanjutkan memberi komentar: “A Saturday night meeting would continue to God oriented spirit of Shabat, rather than require the believers to shift their concern from workday matters, as would be the case on Sunday night”32. Konteks Kisah Rasul 20:7 membicarakan mengenai persinggahan Paul dari kegiatan pelayanan di Makedonia, Siria, Filipi dan Troas (Kis 20:1-6). Usai ibadah Sabat di Troas, Paul berbincang-bincang sampai larut malam, sebelum keesokkan harinya berangkat ke Asos, Metilene, Khios, Miletus, Efesus, sebelum kembali ke Yerusalem (Kis 20:13-16). Kata “dielegeto” yang dihubungkan dengan ucapan Paul bukan berkategori kotbah namun setara dengan “berdiskusi”, “berdebat”, “berbicara” (Mrk 9:34, Kis 17:2, Kis 17:17). Ketiga, dalam 1 Korintus 16:2 dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia: “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing-sesuai dengan apa yang kamu peroleh-menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu diadakan kalau aku datang”. Dalam naskah Yunani tertulis, “kai humeis poiesate kata mian sabbaton ekastos humon par eautoi titheto”. Ayat inipun menggunakan frasa serupa sebagaimana dalam Kisah Rasul 20:7, “kata mian Sabbaton” yang lebih tepat diterjemahkan “sabat sore” atau “hari pertama dari sabat itu”. Konteks 1 Korintus 16:2 tidak memberikan indikasi suatu pertemuan ibadah yang khusus layaknya dilakukan oleh gereja Kristen dimanapun. Perikop ini sedang membicarakan penggalangan dana bagi orang Yahudi di yerusalem dengan pola seperti jemaat di Galatia (1 Kor 16:1). Paul yang mengorganisir pertemuan pengumpulan dana ini. Pengumpulan dana tersebut sangat efektif dilaksanakan setelah ibadah sabat sore saat orangorang berkumpul (1 Kor 16:2). Hasil pengumpulan akan dikirim ke Yerusalem (1 Kor 16:3). Keempat, Dalam Wahyu 1:10 terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan, “Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh …”. Naskah Yunani menuliskan, “egenomen en pneumati en te kuriake hemere..”. Kata te kuriake hanya muncul satu kali dalam 1 Korintus 11:20, yaitu tentang “jamuan Tuhan” (Yun: kuriakon deipnon). Ayat ini tidak berbicara mengenai hari pertama sebagai ibadah. Yechiel Lichtenstein menyatakan bahwa pada Abad 2 Ms., Irreneus 32

Ibid., Jewish New Testament Commentary, p.299

22 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 pernah menyebutkan adanya tradisi bahwa hari kedatangan Mesias bukan pada hari minggu namun pada hari pertama saat perayaan Seder Paskah17. Nampaknya, kata te kuriake hemera lebih menunjuk pada yom YHWH dalam Yoel 2:31. Dalam naskah Septuaginta, yom YHWH diterjemahkan hemeran kuriou (hari Tuhan). Konteks Wahyu 1:10 tidak berbicara mengenai hari peribadahan yang tertentu melainkan berbicara mengenai penyingkapan mengenai Akhir Zaman yang harus diberitahukan pada jemaat (Why 1:1-3). Keliru ditafsirkan Dalam Markus 2:23-27, terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia berbunyi, "Anak Manusia Tuhan atas hari sabat". Pernyataan ini ditafsirkan bahwa Yesus berkuasa untuk mengubah hari sabat menjadi hari minggu. Jika kita telaah secara seksama, peristiwa yang dilaporkan dalam perikop diatas menceritakan teguran Yesus terhadap penafsiran orang-orang Yahudi yang keliru mengenai sabat. Ketika murid Yesus berjalan diladang, beberapa murid-Nya memetik bulir gandum (Mrk 2:1). Tindakan "memetik bulir gandum" dikategorikan bekerja oleh orang-orang Yahudi, sehingga mereka mencela para murid dan dianggap telah melanggar sabat (Mrk 2:24). Karena itu, Yesus memberikan kutipan kisah dalam TaNaKh, dimana peristiwa tersebut digunakan sebagai analogi terhadap apa yang dilakukan murid-Nya (Mrk 2:25-26). Yesus mengingatkan orang-orang Yahudi yang mencela agar tidak terjebak pada 'legalisme' (ketaatan pada hukum secara berlebihan) dengan mengatakan bahwa hari sabat ditetapkan baagi manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. Dengan istilah lain, hukum untuk manusia dan bukan manusia menghamba pada hukum (Mrk 2:27). "memetik bulir gandum" dalam perjalanan tidak termasuk dalam "melaka" namun hanya pekerjaan biasa dan tidak termasuk melanggar sabat. Demikian pula dalam Markus 3:1-6. Saat Yesus beribadah di hari Sabat, Dia menjumpai ada orang yang tangannya lumpuh sebelah (Mrk 3:1). Yesus bertanya pada hadirin, manakah yang benar, berbuat baik dihari sabat atau berbuat jahat? (Mrk 3:4). Karena tidak ada yang menjawab, Yesus akhirnya menyembuhkan orang tersebut (Mrk 3:5). Tindakan Yesus menimbulkan misinterpretasi diantara orang Yahudi (Mrk 3:6). Inti kejadian ini hendak mengatakan bahwa di hari sabat diperbolehkan menolong orang. Proses Terapeutik (penyembuhan) tidak termasuk kategori "melaka" yang rutin.

23 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Asal Usul Ibadah Minggu Sebagaimana telah diuraikan dalam kajian sebelumnya, bahwa Pengikut Jalan Tuhan baik dari golongan Yahudi, yang lazim disebut Sekte Netsarim maupun dari golongan non Yahudi, yang lazim disebut Kristen, tetap beribadah pada hari sabat dan bersekutu di sinagog. Namun sejak Abad ke-2 Ms, muncul suatu kesadaran baru bahwa Yesus yang bangkit dari kematian, pada hari pertama minggu itu, dimaknai sebagai suatu bentuk hari beribadah Kekristenan non Yahudi, yang setara dengan sabat Yahudi. Gejala ini semakin memuncak saat Kekristenan menjadi agama negara dibawah pengaruh kaisar Konstantin. Pada tahun 321, dia mengeluarkan ketetapan yang disebut Edik Milano sbb: "pada saat hari Matahari yang diagungkan, biarlah para pegawai pemerintah dan rakyat beristirahat di kota-kota dan hendaklah semua toko-toko ditutup. Namun demikian, di kota dimana masyarakat sibuk dalam pertanian, dibebaskan dan diijinkan untuk melanjutkan kegiatannya; sebab hal itu hanya dapat dilaksanakan pada hari itu dan tidak dapat pada hari lain untuk menebar benih atau menanam anggur. Dengan mengabaikan waktu yang tepat untuk bekerja, maka rahmaat surgawi akan hilang".33 Harry R. Boer memberi komentar terhdap keputusan dalam Edik Milano sbb: “It is noteworthy that Constantine did not relate his legiaslation to Christian practice or to the Fourth Commandement. He designated Sunday by its traditional pagan name, the Day of the Sun, not the Shabath or the Day of the Lord. Pagans could therefore accept it. Christians gave the natural sun a new meaning by thinking of Christ the Sun of Rigteousness"34(Patut dicatat baahwasanya Konstantin menghubungkan ketetapannya, tidak berhubungan dengan ibadah Kristen atau Hukum yang keempat dari Sepuluh Hukum. Dia menghubungkan hari Minggu melalui nama kekafiran yang secara tradisional disebut Hari Matahari, bukan Hari Sabat atau Hari Tuhan. Orang-orang kafir selanjutnya dapat menerima hari itu. Orang-orang Kristen memberikan tabiat matahari dengan makna baru dengan menghubungkan Mesias sebagai Matahari Kebenaran). 33

Harry R. Boer, A Short History of the Early Church, Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1986, p. 143 34

Ibid.,

24 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Fakta sejarah diatas membuka cakrawala pemahaman kita mengenai asal-usul peribadatan Hari Minggu (Sunday Worship), yaitu penamaan Kristiani dan unsurunsur Kristiani dari hari perayaan kekafiran yang diperuntukan bagi Dewa Matahari, yang secara politis ditetapkan oleh Kaisar Konstantin dalam Edik Milano tahun 321 Ms. Kini, ibadah Minggu telah meluas diseluruh dunia dan menjadi bagian dari kehidupan spiritual kekristenan, yang dihubungkan dengan kebangkitan Yesus dari kematian, setelah terkubur dalam bumi selama tiga hari tiga malam. Pertanyaannya bagi kita, apakah Yesus pernah mengatakan atau menetapkan bahwa kebangkitan-Nya pada hari pertama menjadi landasan perubahan terhadap Sabat yang ditetapkan Bapa-Nya? Apakah para rasul generasi pertama seperti Paul, Petrus, Yohanes, Yakobus pernah menetapkan hari pertama sebagai hari ibadah yang menggantikan Sabat? Jika kedua pertanyaan diatas dijawab Tidak!, maka tidak ada alasan signifikan dan firmaniah bagi Konstantin untuk merubah hari Sabat menjadi hari Minggu. Samuele Bacchiocchi mengatakan: "The Roman Sabbath fast was instituted solely to obliterate the real Sabbath day, discourage anyone from keeping it, further denigrate the despised Jews and take over from the Jews the position of the sole representation of God on earth. It is also clear from this writing that Sunday was already being observed as the day of worship in Rome which means the Western churches. Sources tell us the church of Orient at Milan and in Africa wouldn't follow the Roman lead in fasting on the Sabbath because of their veneration for that day"35(Hari puasa Sabat orang-orang Roma, ditetapkan hanya semata-mata untuk membuang hari Sabat yang sebenarnya, merendahkan siapapun yang memeliharanya selanjutnya menghina orang-orang Yahudi yang dipandang rendah dan mengambil dari orang-orang Yahudi, suatu tempat yang mewakili kehadiran Tuhan di bumi ini. Adalah jelas bahwa dari tulisan ini bahwa Hari Minggu telah dipelihara di Roma, yang dimaksud adalah Gereja Barat. Berbagai sumber mengatakan bahwa Gereja Timur di Milan dan Afrika tidak merayakan hari yang dimuliakan itu).

35

Robert & Remy Koch, Christianity: New Religion or Sect Biblical Judaism? , Palm Beach Gardens, Florida: A Messenger Media Publication, p.216, mengutip Samuele Bacchiocchi, From Sabbath to Sunday, Rome: The Pontifical Gregorian University Press, 1977, p.194

25 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Persoalannya adalah, apakah kita harus mengganti ibadah Minggu menjadi Sabtu? Itu tergantung komitmen dan pemahaman kita masing-masing dalam mengaplikasikan kajian teks dan sejarah. Saya tidak anti terhadap ibadah Hari Minggu jika itu dihubungkan dengan suatu perayaan Gereja atas kemenangan Yesus Sang Mesias yang bangkit dari maut. Namun disatu sisi, tidak perlu mengatakan bahwa Shabat telah diganti menjadi Hari Minggu, karena pernyataan seperti itu tidak mendapatkan dukungan apapun dalam teks Perjanjian Baru. Adapun mereka yang mengambil keputusan untuk mengubah hari peribadatan menjadi Sabtu adalah baik namun tidak perlu menghakimi ibadah Hari Minggu sebagai ekspresi penyembahan berhala atau ibadah kepada dewa Matahari, karena tidak ada satupun dari orang kristen yang memahami ibadah Minggu sebagai bagian dari ibadah kafir tersebut. Kekristenan berakar pada Yudaisme dan ekspresi-ekspresi SemitikHebraiknya. Ibadah Shabat adalah ibadah yang tetap relevan untuk dilaksanakan keluarga-keluarga Kristiani. Roh Shabat adalah ibadah komunal keluarga. Shabat menghangatkan hubungan antara anggota-anggota keluarga. Shabat mempererat komunikasi satu sama lain. Shabat mengokohkan fundasi keimanan. Ditengahtengah roh zaman yang meekankan individualisme,materialisme, narsisme, hedonisme, Shabat efektif mengontrol anggota-anggota keluarga melalui pengkajian firman dan diskusi diantara anggota-anggota keluarga, sehingga berbagai roh zaman yang cenderung merusak dapat dieliminir. Ibadah Bulanan (Rosh Kodesh) Diperlukan sekitar 29,5 hari bagi Bulan untuk mengelilingi bumi. Selama mengorbit, Bulan nampak berubah dari posisi tidak bercahaya penuh (bulan baru), separuh bercahaya (posisi bulan sabit semakin bertambah) hingga sepenuhnya bercahaya (bulan penuh) kemudian kembali separuh bercahaya (posisi bulan sabit semakin bertambah) hingga kembali ke posisi tidak bercahaya penuh (bulan baru). Fase bulan tersebut dinamai “Lunasi” (Lunation). Saat pertama bulan sabit bertambah nampak, itu merupakan penanda awal dari penanggalan Yahudi yang disebut Rosh Kodesh (Awal Bulan). 12 khodashim (bulan) menyusun shanah atau tahun (Namun demikian, dikarenakan 12 X 29,5 hari setara dengan 354 hari dan tahun matahari terdiri dari 365 hari, maka bulan

26 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 extra (Adar Sheni) ditambahkan kepada kalender Ibrani setiap dua atu tiga tahun dalam rangka menjaga kesejajaran antara waktu matahari dan kalender bulan. Rosh Khodesh dan Kalender Yahudi Karena lama waktu kalender Ibrani adalah 29 atau 30 hari, maka Rosh Khodesh dapat terjadi sebanyak dua kali: Pertama, jika bulan beredar selama 29 hari, maka Rosh Khodesh dilaksanakan pada hari pertama di permulaan bulan baru. Kedua, jika bulan beredar selama 30 hari, maka Rosh Khodesh dilaksanakan pada hari terakhir sebagaimana pada hari pertama di permulaan bulan baru. Pelayanan Shabat sebelum bulan baru disebut Shabat Mevarkhim atau “Shabat yang memberkati bulan”. Setelah selesai pembacaan Torah kemudian pemimpin mengangkat gulungan Torah mengucapkan berkat untuk bulan yang baik kemudian mengumumkan mengenai datangnya hari minggu ketika bulan baru dimulai. Catatan, bahwa Shabat Mevarkhim tidak dilaksanakan selama bulan Elul (Untuk mengumumkan permulaan bulan Tishri), karena keseluruhan bulan Elul merupakan periode shelikhot dan persiapan menjelang Rosh ha Shanah serta hari-hari raya lainnya. Pada hari dimana Rosh Khodesh tiba (pada minggu tersebut) maka doa harian dilayankan termasuk bagian dari Musaf (tambahan) termasuk bagian dari Hallel (bacaan yang terambil dari Mazmur), dengan tambahan Shemoneh Eshre (korban extra yang dibawa ke Bait Suci untuk Rosh Kodesh) serta bacaan tambahan dari Torah (Bilangan 28:11-15). Sejarah Rosh Khodesh Menurut tradisi Rabinik, bahwa perintah yang paling utama diberikan kepada keturunan Israel sesaat setelahterbebas dari Mesir adalah menguduskan Bulan Baru (Kel 12:1-2), dengan cara demikian menyebabkan bangsa yang masih muda tersebut memisahkan dirinya dari tradisi dewa matahari dari bangsa Mesir (penyembahan pada dewa Ra) dan melihat kepada bulan dengan makna yang baru sebagai saat dan waktu perhitungan. Munculnya bulan – dari gelap menuju cahaya - merupakan gambaran keselamatan dari Tuhan bagi Bangsa Yahudi dan bagi pembebasan diri kita dari

27 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 kegelapan menuju terang. Catatan, bahwa kata Ibrani untuk bulan adalah khodesh dari kata khadash yang bermakna “baru”. Di masa Talmudik, penandaan dimulainya Bulan Baru ditentukan dengan cara melakukan pengamatan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi mata. Segera setelah bulan terlihat semakin bertambah sabit, Sanhendrin (Majelis Tinggi Rabinik) di Yishrael diberitahu dan Rosh Khodesh segera diumumkan (sistem ini kemudian dibuang dan menyepakati kalender yang ditetapkan Hillel II {360 M} yang dipergunakan hingga kini). Hari setelah bulan baru dipandang sebagai perayaan, diramaikan dengan peniupan shofar dan diperingati dengan pertemuan-pertemuan serta korban-korban. Mengetahui dengan pasti kapan saat Rosh Khodesh, penting untuk menetapkan Moedim atau waktu-waktu yang ditetapkan YHWH. Kenyataannya seluruh kalender Yahudi didasarkan pada pemahaman kapan Rosh Khodesh dimulai karena tanpa pemahaman akan hal ini maka akan menimbulkan penetapan hari raya menjadi tidak diketahui. Selama masa penganiayaan (oleh orang Yunani Syria), orang-orang Yahudi dilarang memperingati Bulan Baru sebagaimana Shabat dalam rangka memelihara mereka terhdap ketaatannya pada Tuhan. Ibadah Tahunan/Hari Raya (Moedim) Di Sinai YHWH memberikan Torah. Dalam Torah, YHWH menetapkan Moedim (waktu-waktu yang tetap) atau hari-hari raya yang berjumlah tujuh (sheva moedim). Ketujuh perayaan tersebut adalah (Imamat 23:1-44) sbb: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Pesakh (14 Nisan) Ha Matsah (15 Nisan) Sfirat ha Omer (menghitung omer setelah shabat moedim) Shavuot (hari kelimapuluh setelah menghitung omer) Yom Truah /Rosh ha Shanah (1 Tishri) Yom Kippur (10 Tishri) Sukkot (15-21 Tishri)

Rasul Paul berkata dalam Kolose 1:15-16 sbb: “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Mesias”. Ayat ini bukan larangan agar orang Kristen melaksanakan perayaan yang ditetapkan oleh

28 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 YHWH di Sinai namun perihal larangan agar jemaat Mesias non Yahudi jangan membiarkan diri mereka dihakimi oleh beberapa kelompok mazhab Yahudi yang menekankan praktek legalistik dalam pelaksanaan Torah yang dipaksakan terhadap jemaat non Yahudi sebagaimana DR. David Stern menjelaskan sbb: “But here it appears that Gentile Judaizers, perhaps like those in Corinth who put themselves „in subjection to a legalistic perversion of the Torah (1 C 9:20b&N), have set up arbitrary rules (Shaul brings examples at v.21) about when and how to eat and drink, in order to „take ...captive‟(v.8) their fellow Collosian”36 (Namun di sini nampaknya orang-orang non Yahudi yang di yahudisasi, seperti di Korintus yang meletakkan pada diri mereka dalam ketaatan kepada pelaksanaan Torah yang legalistik (1 Kor 9:20) harus membebaskan diri dari aturan-aturan dangkal (Shaul memberikan contoh pada ayat 21) mengenai kapan dan bagaimana makan dan minum agar menjadikan... tawanan). Pernyataan Rasul Paul memberikan pemahaman bahwa perayaan yang ditetapkan YHWH di Sinai merupakan bayangan yang wujud nyatanya adalah Mesias. Barney Kasdan memberikan penjelasan mengenai relevansi Tujuh Hari Raya bagi kehidupan iman pengikut Mesias sbb: “The Feast of the Lord or the biblical holy days, teach us about the nature of God and his plan for mankind...in short, all of the Feast of the Lord were given to Israel and to grafted-in believer to teach, in practical way, more about God and his plan for the world ”37 (Hari Raya YHWH atau Hari Raya Biblikal mengajar kita mengenai sifat Tuhan dan rencana-Nya bagi umat manusia...singkatnya semua Hari Raya YHWH telah diberikan bagi Israel dan orang beriman yang ditempelkan untuk belajar dalam cara yang sederhanan mengenai Tuhan dan rencananya bagi dunia). Oleh karenanya kita harus memahami dengan seksama bagaimana Mesias menggenapi berbagai aspek dan unsur dalam Tujuh Hari Raya yang ditetapkan YHWH. Pesakh Perayaan ini menunjuk pada peringatan terluputnya nenek moyang Israel dari tulah YHWH melalui olesan darah di tiap palang pintu orang Israel (Im 23:5). 36

37

DR. David Stern, Jewish New Testament Commentary, Clarksville: JNTP 1992, P.610

Barney Kasdan, God‟s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays, Lederer Books 1993, p.vi

29 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Dalam Perjanjian Baru, Pesakh menunjuk pada pengorbanan Mesias di kayu salib. Yesus menghubungkan roti tidak beragi dalam Pesakh dan anggur pada tubuhnya yang akan dikorbankan dan darahnya yang akan dicurahkan bagi penebusan atas kutuk dosa yaitu maut sebagaimana dikatakan:“Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu” (Luk 22:19-20). Rasul Paul menegaskan kembali makna Pesakh dan pengorbanan Yesus di kayu salib dengan mengatakan demikian:“Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Mesias” (2 Kor 5:17). Mengenai Seder Pesakh yang juga dilaksanakan oleh Yesus Sang Mesias menjelang penderitaan dan kewafatannya, dapat membaca artikel saya berjudul Seder Pesakh dan Perjamuan Malam Terakhir38 Ha Matsah Perayaan ini menunjuk pada nenek moyang Israel yang memakan roti tidak beragi selama perjalanan menuju Laut Teberau. Pelaksanaan makan roti tidak beragi selama satu minggu (Im 23:6-8). Dalam Perjanjian Baru menunjuk penguburan Yesus selama tiga hari tiga malam di rahim bumi. Rasul Paul menjadikan perayaan Roti Tidak Beragi sebagai refleksi jemaat Kristen untuk membuang berbagai kejahatan dan kefasikan dalam hidup sebagaimana dikatakan:“Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1 Kor 5:8) Sfirat ha Omer Perayaan ini menunjuk hari raya panen Bangsa Israel setelah memasuki tanah Kanaan. Tiap jatuh panen mempersembahkan buah sulung panen dan menghitung omer (Im 23:9-14). Ada perbedaan pendapat diantara mazhab agama Yahudi di 38

Teguh Hindarto, Seder Pesakh dan Perjamuan Malam Terakhir http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/03/perjamuan-malam-terakhir-dan-seder.html

30 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 zaman Mesias sampai sekarang mengenai kapan ditetapkannya perayaan Buah Sulung (sfirat ha omer/bikurim). Perbedaan tersebut dikarenakan perintah YHWH yang menimbulkan multitafsir dalam Imamat 23:9-11 sbb:“YHWH berfirman kepada Musa: "Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu sampai ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, dan kamu menuai hasilnya, maka kamu harus membawa seberkas hasil pertama (bikurim) dari penuaianmu kepada imam. dan imam itu haruslah mengunjukkan berkas itu di hadapan YHWH, supaya YHWH berkenan akan kamu. Imam harus mengunjukkannya pada hari sesudah sabat itu”. Mazhab Farisi memaknai kalimat “sesudah Sabat itu” sebagai sabat moed atau sabat hari raya, sehingga setiap saat jatuh perayaan Roti Tidak Beragi pada Tgl 15 Nisan itu adalah saatnya sabat moed maka sehari setelah itu yaitu Tgl 16 Nisan dimulailah perayaan Buah Sulung dan menghitung omer sampai hari kelima puluh. Sementara itu mazhab Saduki memaknai kalimat “sesudah Sabat itu” sebagai hari sesudah hari sabtu yaitu hari minggu. Oleh karenanya penentuan kapan saat perayaan Shavuot atau Pentakosta akan terjadi selisih selama satu minggu antara mazhab Farisi dan mazhab Saduki karena penetapan perayaan Shavuot dimulai dengan menghitung omer (berkas gandum) sampai hari kelima puluh dimulai sejak perayaan Buah Sulung. Dalam Perjanjian Baru perayaan ini menunjuk pada kebangkitan Yesus dari maut. Peristiwa kebangkitan Yesus Sang Mesias dari alam maut terjadi pada hari minggu (sekitar sabtu malam dan kubur kosong ditemukan minggu pagi) dan ini sangat cocok dengan perayaan Buah Sulung berdasarkan perhitungan mazhab Saduki yang menetapkan jatuhnya Buah Sulung pada hari minggu. Rasul Paul menghubungkan kebangkitan Yesus dari kematian dengan perayaan Buah Sulung dengan mengatakan demikian: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Kor 15:20) “Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Mesias sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya” (1 Kor 15:23)

31 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 “Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu” (Kol 1:18) Namun demikian, jika kita mengikuti perhitungan mazhab Saduki, tiap tahun saat merayakan Buah Sulung tidak selalu bertindih tepat tiga hari tiga malam dengan peristiwa kebangkitan Mesias dari alam maut karena sistem penanggalan akan bergeser. Contoh: Tahun 2011 ini Pesakh Tgl 14 Nisan jatuh pada Tgl 17 April Kalender Gregorian yang jatuh pada hari Minggu. Karena berpedoman bahwa penetapan Buah Sulung menunggu hari sesudah sabtu, maka pada hari Minggu Tgl 24 April kita merayakan Buah Sulung sekaligus kebangkitan Yesus dari alam maut. Sekalipun ada selisih satu minggu, namun yang menjadi pedoman kita adalah hari Minggu setelah jatuh Pesakh. Sementara itu jika kita mengikuti nalar mazhab Farisi, maka perayaan Buah Sulung selalu akan dilaksanakan Tgl 16 Nisan setiap tahun sekalipun tidak jatuh pada hari Minggu. Namun maknanya tidak akan bertindih tepat dengan hari kebangkitan Yesus dari alam maut yang sudah terhitung hari Minggu atau hari pertama. Shavuot Perayaan ini menunjuk pada pesta panen hari kelima puluh setelah menghitung buah sulung. Dalam tradisi Yahudi dihubungkan pula dengan turunnya Torah di Sinai. Perayaan Shavuot dinamakan juga Pentakosta. Istilah ini merujuk pada Kitab Septuaginta (terjemahan TaNaKh: Torah, Neviim, Kethuvim dalam bahasa Yunani pada Abad III Ms yang disponsori oleh Kaisar Ptolemaus Philadhelphus) yang menerjemahkan kata “lima puluh hari” dalam Imamat 23:16 di atas dengan kata Yunani Pentekonta. Kitab Kisah Rasul 2:1 salinan berbahasa Yunani mengadopsi istilah Pentekostes dari Kitab Septuaginta. Jadi ketika kita merayakan Hari Raya Pentakosta kita harus mengembalikan maknanya pada konteks perayaan Ibrani yaitu Yom Shavuot. Mayoritas Kekristenan menganggap Perayaan Pentakosta sebagai perayaan pencurahan Roh Kudus, suatu hari raya baru yang terpisah dari hari-hari raya Yahudi. Yang benar adalah peristiwa pencurahan Roh Kudus terjadi bersamaan dengan perayaan Yom Shavuot atau Pentakosta.

32 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Yom Shavuot adalah pesta panen, yaitu panen gandum. Tiap tahun, orangorang Yahudi perantauan harus mudik untuk merayakan tiga hari raya utama yaitu Ha Matsah (Roti Tidak Beragi), Shavuot (Pentakosta) dan Sukkot (Pondok Daun) sebagaimana dikatakan: “Tiga kali setahun setiap orang laki-laki di antaramu harus menghadap hadirat YHWH, Tuhanmu, ke tempat yang akan dipilih-Nya, yakni pada hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun. Janganlah ia menghadap hadirat YHWH dengan tangan hampa, tetapi masing-masing dengan sekedar persembahan, sesuai dengan berkat yang diberikan kepadamu oleh YHWH Tuhanmu.". Oleh karenanya Kisah Rasul 2: 5 melaporkan bahwa ada banyak orang Yahudi dari berbagai wilayah perantuan berkumpul menyaksikan peristiwa pencurahan roh yang dialami muridmurid Yesus Sang Mesias sebagaimana dikatakan,”Waktu itu di Yerusalem diam orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit”, demikian juga dalam ayat 8-10 dikatakan, “Bagaimana mungkin kita masingmasing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita:kita orang Partia, Media, Elam, penduduk Mesopotamia, Yudea dan Kapa dokia, Pontus dan Asia, Frigia dan Pamfilia, Mesir dan daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, pendatangpendatang dari Roma…” Yom Shavuot dalam Perjanjian Baru menunjuk pada peristiwa pencurahan Roh Kudus kepada para murid Yesus Sang Mesias untuk tugas pekabaran Injil sebagaimana dikatakan:“Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Kis 2:1-4) Yom Truah Perayaan ini menunjuk pada peniupan shofar (tanduk domba yang panjang) sebagai penanda tahun baru sipil Ibrani dan juga peringatan penghakiman YHWH. Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada kedatangan Mesias yang kedua sebagai Hakim Yang Adil. Barney Kasdan dalam bukunya berjudul God‟s

33 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays39 memberikan penjelasan mengenai Rosh ha Shanah sbb: Tujuan hari raya ini diungkapkan dengan satu kata yaitu “pengumpulan kembali”. Karena hari raya ini mengajak semua orang Israel untuk kembali kepada iman yang murni kepada Tuhan. Rosh ha Shanah mewakili hari pertobatan. Ini adalah hari dimana Bangsa Israel mengambil persediaan kondisi spiritual mereka dan membuat perubahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tahun baru yang akan datang akan berkenan pada Tuhan. Selama bulan Elul atau Tishri memiliki makna spiritual yang mendalam bagi orang Israel. Para rabbi menekankan bahwa dari tangal 1 Tishri sampai tgl 10 Tishri (jatuhnya Yom Kippur) merupakan hari persiapan rohani yang khusus. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa selama bulan Elul atau Tishri, Musa naik ke Bukit Sinai untuk memperoleh Loh Torah yang kedua dan dia turun pada saat Yom Kippur (Pirke De Rabbi Eliezer 46). Dalam sinagog-sinagog, shofar (terompet dari tanduk domba) dibunyikan setiap hari untuk memberi peringatan orang beriman bahwa waktu untuk pertobatan telah tiba. Banyak kaum Orthodox Yahudi (Orthodox Jew) melakukan ritual penyucian diri dengan melakukan baptisan air (tevilah mikveh) untuk melambangkan pembersihan hati. Karena hari ini dipahami sebagai hari pertobatan maka suasana perayaan diliputi oleh suasana penyesalan diri, namun demikian selalu dengan sebuah harapan adanya pengampunan dosa oleh Tuhan. Dalam keluarga-keluarga tradisional Yahudi, petang hari saat jatuh Rosh ha Shanah dimulai dengan pesta perayaan makan malam dengan banyak hidangan khas (customary dishes,Ing). Setiap sinagog menghentikan aktivitas pelayanan petang hari saat jatuh Rosh ha Shanah namun keesokkan harinya akan dihabiskan dengan ibadah. Selain dikaitkan dengan tema pertobatan, hari raya ini dihubungkan juga dengan tema prophetik atau peristiwa yang akan datang. Banyak literatur para rabbi Yahudi menghubungkan Rosh ha Shanah dengan hari pengumpulan orang Israel dan orang-orang yang sudah mati dan Mesias akan menjadi perantara pengumpulan tersebut sebagaimana dituliskan dalam salah satu literatur Abad VIII Ms sbb: “Mesias Putra Dawid, Eli-Yah dan Zerubavel – damai atas merekaakan turun di Bukit Zaitun. Dan Mesias akan memerintahkan Eli-Yah meniup 39

Ibid, p. 64-67

34 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 shofar. Cahaya enam hari Penciptaan akan kembali dan terlihat, cahaya bulan akan seterang matahari, dan Tuhan akan mengirim kesembuhan sepenuhnya atas semua orang Israel yang sakit. Tiupan Eli-Yah yang kedua akan menyebabkan orang mati bangkit. Mereka akan bangkit dari dalam debu dan mengenali sesama mereka, suami dan istri mereka, ayah, anak, saudara dengan saudara. Seua akan datang kepada Mesias dari keempat pencuru bumi, dari timur dan barat, dari utara dan selatan. Anak-anak Israel akan terbang pada sayap burungrajawali menghampiri Mesias…” (Ma’ashe Daniel). Seluruh detail dari Rosh ha Shanah menjadi lebih bermakna apabila kita hubungkan dengan pelayanan Yesus Sang Mesias dan Kitab Perjanjian Baru. Banyaknya bukti dalam Kitab Perjanjian Baru, menuntun pada kenyataan bahwa Mesias lahir pada musim semi dan bukan pada musim dingin (Desember). Jika ini tepat maka kita dapat memperkirakan saat mana Yesus memulai pelayanannya. Sebagaimana dicatat dalam Lukas 3:23, Yesus berusia sekitar 30 tahun saat memulai pelayanannya, sehingga kita dapat meletakkan saat baptisan dan kotbah pertamanya pada musim semi tahun itu. Dengan mempertimbangkan kesamaan tema pada perayaan Rosh ha Shanah, tidakkah mengejutkan kita bahwa Yesus dibaptis pada saat musim semi tahun itu yang jatuh pada Bulan Elul atau Tishri (Mat 3:13-17)? Mungkinkah ada kesamaan saat Yesus digoda shatan di padang gurun selama empat puluh hari empat puluh malam (Mat 4:1-11)? Dan apakah pesan pertama Mesias setelah empat puluh hari penggodaan di padang gurun? Bukankah seruan, “Bertobatlah dari segala dosamu kepada Tuhan, karena Kerajaan Tuhan sudah dekat!” Waktu terbaik mana lagi yang tepat bagi Mesias untuk memulai pelayanannya di bumi selain saat tahun baru yang memiliki makna spiritual, yaitu Rosh ha Shanah? Bukti-bukti sejarah ini menunjukkan bahwa bulan Elul atau Tishri merupakan waktu yang sempurna bagi persiapan untuk menyampaikan pesan agung rohani yang akan datang bagi Israel yaitu: Kembali pada Tuhan karena Mesias telah datang. Rasul Paul pun menghubungkan karakteristik Rosh ha Shanah untuk menggambarkan pengangkatan orang yang percaya kepada Mesias di awan-awan sebagaimana dikatakan dalam 1 Tesalonika 4:16-18 sbb: “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Tuha)

35 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 berbunyi, maka Junjungan Agung sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Mesias akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Junjungan Agung di angkasa. Demikianlah kita akan selamalamanya bersama-sama dengan Junjungan Agung. Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini”. Yom Kippur Perayaan ini menunjuk pada pendamaian dosa-dosa kolektif Bangsa Israel terhadap YHWH dengan penyembelihan hewan setahun sekali. Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada karya Yesus sebagai korban pendamaian sejati. Barney Kasdan dalam bukunya berjudul God‟s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays40 memberikan penjelasan mengenai Yom Kippur sbb: Berdasarkan Imamat 16, ritual Yom Kippur berpusat pada persembahan dua korban kambing. Yang satu dinamai dengan Khatat yang akan disembelih sebagai lampang penghapusan dosa Israel. Sementara kambing yang satu diberi nama Azazel. Kambing ini tidak disembelih namun dibuang ke hutan dan ditandai kain merah kesumba. Kambing ini sebagai lambang dosa Israel yang dibuang. Ritual di atas merupakan ketetapan Tuhan yang agung, yaitu mengenai penebusan dan pengampunan melalui korban pengganti. Karena Rosh ha Shanah dan Yom Kippur berdekatan dalam berjarak sepuluh hari, maka perayaan Yom Kippur menjadi sangat penting. Apa yang telah dimulai pada bulan Tishri sebagai evaluasi diri dan pertobatan maka pada hari kesepuluh digenapi dengan penebusan dan pengampunan. Sejak Bait Suci (Bet ha Miqdash) di Yerusalem hancur pada tahun 70 Ms. Maka muncul kebingungan diantara para rabbi, mengenai bagaimana pelaksanaan korban Yom Kippur yang berpusat di Bait Suci. Pada perkembangannya para rabbi membuat korban pengganti melalui Tseloshah Taw atau “TIGA T” yaitu: Tefilah (doa), Tsedaqah (perbuatan baik, derma) dan Teshuvah (pertobatan). Nama lain yang diberikan untuk perayaan Yom Kippur adalah Yomim Nora‟im (hari yang khidmat) karena merupakan perluasan Rosh ha Shanah. Pada hari ini orang-orang Yahudi tradisional melakukan doa, puasa dan pengampunan 40

Ibid., p. 77-86

36 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 atas dosa-dosanya selama setahun. Orang-orang Yahudi meyakini bahwa saat Yom Kippur berakhir pada petang hari, Tuhan telah mengadili dan memberikan pengampunan. Dan doa-doa yang dinaikkan berisikan permohonan agar orangorang Yahudi tertulis dalam buku kehidupan. Selain Kol Nidrey juga Neilah atau penutupan pintu gerbang. Kemudian shofar ditiup sebagai lambang bahwa nasib seseorang telah dimeteraikan pada tahun yang akan datang. Yang menarik untuk dikaji, dalam Lukas 4:16-22 dilaporkan bahwa Yesus Sang Mesias membaca Yesaya 61 di Sinagog dan menghubungkan ayat tersebut dengan diri-Nya. Beberapa literatur rabinik mempercayai bahwa saat Mesias datang, Mesias akan mengucapkan perkataan dalam Yesaya 6141. Kenyataan ini mendorong pada kesimpulan bahwa Mesias akan datang pada saat perayaan Yom Kippur dalam Tahun Yobel yang terakhir untuk memberikan pembebasan pada orang-orang Yahudi sebagaimana dikatakan dalam Talmud Sanhedrin 97b sbb: “Dunia akan berakhir tidak kurang dari 85 Yobel dan diakhir Yobel, Mesias Putra Dawid akan datang”. Unsur penting lainnya adalah bahwa dalam sinagoge Abad Pertama Masehi, Yesaya 61 tidak dibaca di sinagog selama Yom Kippur melainkan berhenti sampai di Yesaya 58 karena orang Yahudi memiliki pola pembacaan tiga lapis setiap tahunnya. Maka ketika Mesias membaca Yesaya 61 di sinagog dia hendak menegaskan kemesiasan dirinya. Bukan hanya itu, Yesus pun hendak menyatakan bahwa peristiwa pembacaan Yesaya 61 terjadi saat perayaan Yom Kippur. Yesus menggunakan kata-kata yang tepat pada waktu yang tepat untuk menyatakan siapa diri-Nya. Sukkot Perayaan ini menunjuk pada puncak perayaan dari tujuh hari raya. Sukkot merupakan peringatan atas penyertaan YHWH di padang gurun. YHWH hadir di tengah-tengah Yishrael melalui Mishkan (Kemah Suci) di mana Shekinah YHWH berada di dalamnya. Bangsa Israel tinggal di pondok-pondok kayu sambil merayakan panen buah-buahan. Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada saat mana “Kerajaan Seribu Tahun Damai” dan juga “Langit Baru dan Bumi Baru” di mana YHWH memerintah bersama Yesus Sang Mesias. Barney Kasdan dalam bukunya 41

Lexicon oleh Rabbi David Kimchi sebagaimana dikutip dari buku A Manual of Christian Evidences for Jewish People, Vol 2, p.76

37 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 berjudul God‟s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays42 memberikan beberapa penjelasan mengenai Sukkot sehingga membantu bagi kita untuk menghayati makna yang terkandung di dalamnya. Nama lain yang diberikan untuk Perayaan Sukkot adalah Zman Shimkhatenu (Waktu Sukacita), mengapa? Secara historis, Sukkot bagi orang Yahudi menunjuk dua hal yaitu pesta panen buah-buahan sebagaimana digambarkan dalam Imamat 23 dan yang kedua sebagai tanda peringatan bahwa YHWH berkemah bersama leluhur Israel di padang gurun selama empat puluh tahun. YHWH hadir di Kemah Suci (Mishkan) dan suku-suku Yisrael tinggal dalam kemah-kemah. Menariknya, Mesias pun merayakan ini dan menghubungkan peristiwa pencurahan air di Bait Suci kepada diri-Nya, saat Dia berkata dalam Yohanes 7:37-39 sbb: “Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan”. Ritual Shimkha Bet ha Shoevah (Sukacita Rumah Pencurahan Air) menunjuk pada Mesias dan Yesus berkata kepada yang hadir bahwa diri-Nya adalah Mesias dengan menghubungkan ritual tersebut kepada diri-Nya. Pada hari yang ke delapan akan dilaksanakan pertemuan kudus sebagaimana diperintahkan dalam Imamat 23:36, “Tujuh hari lamanya kamu harus mempersembahkan korban api-apian kepada YHWH, dan pada hari yang kedelapan kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan mempersembahkan korban api-apian kepada YHWH. Itulah hari raya perkumpulan, janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan berat. Pertemuan pada hari kedelapan ini dinamakan Shemini Atseret. Kata shemona artinya “delapan”. Pada hari kedelapan lazim diadakan upacara Brit Millah atau “sunat”. Menariknya, Mesias pun melaksanakan ritual tersebut saat dia berusia delapan hari sebagaimana dikatakan dalam Lukas 2:21 sbb, “Dan ketika genap delapan 42

Ibid., P. 91-104

38 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 hari dan Dia harus disunatkan, Dia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Dia dikandung ibu-Nya”. Demikianlah Rasul Paul memberikan makna teologis peristiwa ini dalam Roma 15:8 sbb, “Yang aku maksudkan ialah, bahwa oleh karena kebenaran Tuhan, Mesias telah menjadi pelayan orang-orang bersunat untuk mengokohkan janji yang telah diberikanNya kepada nenek moyang kita,…”. Pada hari kedelapan ini, dirayakan dengan baik di rumah maupun sinagog dengan meriah. Ditandai dengan pengucapan birkat atas unsur-unsur panen yang meliputi Lulav (ranting palem), Etrog (citrun), Hadas (semak berbunga putih), Arava (semacam pohon-pohonan). Unsur-unsur tadi akan digerakkan ke masing-masing penjuru mata angin sebagai simbol kemahahadiran Tuhan di seluruh dunia dan lambang sukacita panen. “Keempat Jenis” unsur-unsur tanaman tadi diperluas maknanya oleh para rabbi sbb: Etrog yang memiliki rasa manis dan beraroma harum melambangkan orang yang memiliki pengetahuan akan Torah dan memiliki perbuatan baik. Lulav yang merupakan bagian dari pohon palem, memili rasa manis namun tidak beraroma wangi. Ini melambangkan orang yang memiliki pengetahuan Torah namun tidak memiliki perbuatan baik. Sementara Hadas tidak memiliki rasa manis namun beraroma wangi. Ini tipe orang yang yang memiliki perbuatan baik namun tanpa pengetahuan Torah. Akhirnya, Arava, tidak bercita rasa manis dan tidak beraroma wangi. Tipe orang yang tidak memiliki pengetahuan maupun perbuatan. Pada hari yang kesembilan, sebagai tambahan ada Simkhat Torah yaitu perayaan sukacita diberikannya Torah di Sinai. Pada hari ini dirayakan dengan menari di Sinagoga saat gulungan Torah dikeluarkan untuk dibacakan. Perayaan Sukkot pun dihubungkan dengan kelahiran Sang Juruslamat. Dalam Yohanes 1 ayat 14 dikatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Sepintas ayat ini hanya memberikan informasi kepada kita mengenai hakikat Mesias sebagai Sang Firman YHWH yang menjadi manusia. Dan ayat ini menjadi kredo dasar atau pengakuan akan Keilahian Mesias sebagai Sang Firman YHWH. Namun mari kita perhatikan satu kata dalam ayat 14 yaitu kata yang diterjemahkan dengan “diam”. Kata Yunani eskenosen dari kata kerja skenoo yang artinya “membentangkan kemah”. Kata ini diterjemahkan dalam Hebrew New Testament, yaitu terjemahan dalam bahasa Ibrani modern untuk komunitas

39 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Yahudi, dengan kata yishkon dari kata shakan yang artinya “kemah”. Kata “Pondok Daun” dalam Imamat 23:42 dalam bahasa Ibrani disebut dengan sukkot dan oleh Septuaginta, terjemahan TaNaKh dalam bahasa Yunani pada Abad III sM, diterjemahkan dengan skenais dari kata skenoo. Berdasarkan kajian kata dan bahasa di atas, maka Yohanes 1:14 dapat dibaca, “Firman itu telah menjadi manusia, dan berkemah di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Apa arti penting kata “berkemah” pada ayat 14? Pertama, Yohanes hendak memberikan pesan tersembunyi bahwa Yesus Sang Mesias lahir pada saat orang Yahudi merayakan sukkot atau heorte skenon. Data ini diperkuat bahwa pada hari kedelapan, Yesus di sunat di Bait Suci. Tradisi penyunatan tidak harus jatuh pada saat Shemini Atseret (hari kedelapan Sukkot) namun Lukas 2:21 pasti terkait Shemini Atseret, jika memang benar terbukti bahwa Mesias lahir pada saat orang Yahudi merayakan Sukkot. Hal ini senada dengan kesaksian dalam Lukas 2:11, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Mesias, Junjungan Agung, di kota Daud”. Kapan persisnya yang dimaksud hari ini? Apakah pernyataan ini hanya merupakan pernyataan konotatif atau justru bersifat historis? Peristiwa yang benar-benar pernah terjadi? Perkataan hari ini bukan ungkapan konotatif melainkaan bersifat historis. Kata “hari ini” menunjuk pada konteks ruang dan waktu bahwa Mesias sebagai tanda keselamatan bagi dunia telah lahir, yaitu pada bulan Tishri saat orang-orang Yahudi merayakan Sukkot. Kedua, bahwa Sang Firman menjadi manusia dan berkemah di antara manusia memberikan makna teologis yang mendalam bahwa YHWH telah melawat manusia, berdiam diantara manusia, menyatakan kemuliaan-Nya ditengah-tengah manusia. Dan Mesias akan menyatakan diri-Nya kembali dan berkemah di bumi untuk mengadili bangsabangsa sebagaimana dikatakan dalam Wahyu 21:1-3 sbb, “Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Tuhan, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Tuhan ada di tengah-tengah manusia dan Dia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Tuhan mereka”.

40 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Demikianlah penjelasan singkat perihal Tujuh Hari Raya yang ditetapkan YHWH di Sinai dan korelasinya dengan karya Mesias. Dengan merayakan tujuh hari raya YHWH tersebut kita menghayati karya YHWH di dalam Yesus Sang Mesias dalam dinamika sejarah hidup Bangsa Yisrael. Serentak dalam konteks kekinian, kita bersama-sama berefleksi atas karya YHWH di dalam Yesus Sang Mesias, dalam kehidupan spiritual dan moral kita sebagai orang beriman. Sementara secara profetis, kita menantikan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang yang menunjukkan tindakan YHWH di dalam Yesus Sang Mesias yang melakukan intervensi dan perubahan dalam sejarah kehidupan manusia.

41 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6

INDONESIAN JUDEOCHRISTIANITY INSTITUTE Indonesian Judeochristianity Institute (IJI) adalah organisasi yang didirikan dengan maksud dan tujuan sbb: 1. Menghadirkan Kekristenan dengan corak Semitik Yudaik sebagai akar historisnya. Corak Semitik Yudaik tersebut dijabarkan dalam Pokok Keimanan (Akidah/Emunah) dan Tata Peribadatan (Ibadah/Avodah) serta Perilaku Hidup (Akhlaq/Halakah) 2. Mengisi kesenjangan materi terkait Yudaisme sebagai akar Kekristenan awal, dalam berbagai kajian dan kurikulum Teologi 3. Melakukan berbagai kajian kritis dan teologis terhadap Kitab Suci dengan pola pikir Ibrani 4. Menghadirkan penafsiran baru terhadap Torah dan relevansinya terhadap Kekristenan masa kini 5. Melakukan kajian-kajian mengenai hubungan Kekristenan awal dengan kebudayaan Semitik 6. Memperkokoh Teologi Judeochristianity 7. Membantu pemerintah dalam pembangunan mental dan spiritual bangsa dalam rangka pembinaan manusia Indonesia seutuhnya

42 | B u l e t i n I J I V o l 4 / M a r e t 2 0 1 6 Sebelumnya organisasi ini bernama Forum Studi Mesianika (FSM). Berdasarkan rapat anggota yang diselenggarakan pada tanggal 29 Juli 2012 lalu, maka Forum Studi Mesianika (FSM) berganti nama menjadi Indonesian Judeochristianity Institute (IJI). Salah satu usaha untuk mencapai beberapa tujuan di atas diantaranya adalah menerbitkan buletin berkala sebagai wujud komunikasi dan pembelajaran anggota IJI.

Indonesian Judeochristianity Institute (IJI) Email: [email protected] Website: www.messianic-indonesia.com (www.hrti.co.za) Facebook:Messianic Indonesia (Indonesian Judeochristianity Institute) Donasi dan Informasi: 081327274269

More Documents from "remsy Manuputty"