Photovoltaic Power System - Sebuah Studi di Jepang1. Pendahuluan Saat ini kita sudah memasuki abad ke-21. Banyak ‘pekerjaan rumah’ abad sebelumnya yang belum terselesaikan yang menuntut perhatian yang sangat besar. Beberapa ‘pekerjaan rumah’ tidak cukup diselesaikan oleh sebagian orang saja tetapi membutuhkan usaha dari seluruh umat manusia. ‘Pekerjaan-pekerjaan rumah’ yang timbul dan memerlukan pemecahan secara global antara lain masalah konservasi lingkungan dan penyediaan energi. Issue ini akan sangat sentral yang akan mempengaruhi setiap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan diambil. Untuk memecahkan permasalahan ini listrik tenaga surya merupakan salah satu alternatif jawabannya. Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini. Tidak itu saja di negara-negara sedang berkembang seperti India, Mongol promosi pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus dilakukan. Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya atau kami singkat dengan PLTS maka dalam tulisan ini akan dijelaskan secara singkat komponen-komponen yang membentuk PLTS, sistem kelistrikan tenaga surya dan trend teknologi yang ada. Selain dari itu dalam tulisan ini juga akan dijelaskan program pemerintah Jepang dalam rangka mempromosikan PLTS. 2. Solar Module Dalam bagian ini akan dijelaskan secara singkat komponen utama PLTS yaitu solar module. Setelah menjelaskannya, maka dilanjutkan dengan trend kedepan teknologi yang berkaitan dengan solar module. 2.1 Apa itu solar cell? Sebelum membahas sistem pembangkit listrik tenaga surya, pertama-tama akan dijelaskan secara singkat komponen penting dalam sistem ini yang berfungsi sebagai perubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik tenaga
matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell yang besarnya sekitar 10 ~ 15 cm persegi. Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. Seperti terlihat pada gambar 2.1 multicrystalline silicon adalah bahan yang paling banyak dipakai dalam industri solar cell. Multicrystalline dan monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relativ lebih tinggi daripada amorphous silicon. Sedangkan amorphous silicon dipakai karena biaya yang relativ lebih rendah. Selain dari bahan nonorganik diatas dipakai pula molekul-molekul organik walaupun masih dalam tahap penelitian.
Gb. 2.1 Semikonduktor yang dipakai di industri solar cell
Sebagai salah satu ukuran performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai efisiensi 12~15 %. Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %. Amorphous silicon mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan metode-metode baru sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat mencapai 16.0 % sedangkan monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %. Bahkan dalam satu konferensi pada September 2000, perusahaan Sanyo mengumumkan bahwa mereka akan memproduksi solar cell yang mempunyai efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan efisiensi yang terbesar yang pernah dicapai. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil maka
beberapa solar cell harus digabungkan sehingga terbentuklah satuan komponen yang disebut module. Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell adalah dalam bentuk module ini. Pada aplikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu module masih cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan 130 W) maka dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan terbentuklah apa yang disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi. Secara lebih jelas lagi, dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NE-J130A yang mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1m2 untuk menghasilkan listrik sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin dipasang menambah luas area pemasangan. Untuk lebih jelasnya, hirarki module dapat dilihat pada Gb. 2.2.
Gb.2.2 Hirarki module (cell-module-array)
Beberapa contoh module yang diproduksi oleh perusahaan Jepang dapat dilihat dalam Tabel 1 untuk multicrystalline dan Tabel 2 untuk monocrystalline. Dalam kedua tabel ini, opt.voltage adalah tegangan optimal untuk menghasilkan power yang maksimum. Tabel 1 Multicrystalline module
Tabel 2 Monocrystalline module
Industri Type
Contoh array yang dipasang di atap rumah dapat dilihat pada Gb. 2.3. Sistem ini menghasilkan listrik sebesar 4.00 kW. Sedangkan jenis bahan yang dipakai adalah multicrystalline silicon.
Gb. 2.3 Contoh Sistim pembangkit listrik tenaga surya (sumber : JPEA)
2.2 Teknologi Module Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa trend berhubungan dengan teknologi module.
1. Building-integrated module Selain dari pencarian bahan-bahan baru untuk meningkatkan efisiensi module yang nantinya akan meningkatkan tenaga listrik dengan luas yang sama, maka trend sekarang adalah memberikan nilai tambah module itu dengan menjadikan module sebagai bagian dari bangunan yang menambah keindahan bangunan tersebut dan menambah kenyamanan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Disamping akan mengurangi biaya karena tidak diperlukan lagi biaya untuk pemasangan atap. Dari segi module sebagai komponen pembangkit listrik tidak ada perubahan dalam performansi yang dituntut. Tetapi dari segi module sebagai bahan bangunan maka diperlukan syarat-syarat tambahan, seperti syarat kekuatan, daya tahan terhadap hujan, angin, petir dan gangguan luar lainnya. Selain itu bagi para arsitektur syarat keindahan arsitektur juga diperlukan. Jepang yang memiliki luas wilayah yang sempit ditambah kondisi yang bergunung-gunung sangat sulit untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya bersekala besar di satu tempat tertentu. Seperti yang telah diungkapkan di atas untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW dibutuhkan luas tanah sebesar 20~30 meter persegi, bisa diperkirakan luas tanah yang dibutuhkan untuk membangun pembangkit listrik berdaya 1 MW. Jepang lebih memproyeksikan program pemasyarakatan listrik tenaga surya yang dipasang di bangunan-bangunan yang telah ada seperti kantor atau perumahan. Atau disebut dengan istilah BIPV (Building Integrated Photovoltaic). Untuk ini pula maka diluncurkan program penelitian dan pengembangan module yang disebut housing roof-integrated PV module dan office and other building-integrated PV module yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan pemroduksi module. Dengan adanya kebijaksanaan pemerintah yang seperti ini ditambah lagi dengan dukungan subsidi yang diberikan maka sekarang tidak hanya perusahaan yang bergerak dibidang elektronik seperti Sanyo, Sharp tetapi perusahaan konstruksi juga sudah mulai menawarkan dan memasarkan module-modulenya. Gambar di bawah ini memperlihatkan contoh module yang dipakai juga sebagai bahan atap bangunan.
Gb. 2.4 Housing roof-integrated module (sumber : JPEA)
2. AC module Seperti yang telah diterangkan diatas module adalah komponen yang merubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik yang dihasilkan adalah dc. Untuk dapat dimanfaatkan lebih banyak lagi biasanya listrik dc ini dirubah menjadi ac. Untuk diubah maka listrik DC dari beberapa module digabungkan dan dikonversikan menjadi AC dengan alat yang disebut power conditioner. Karena menggabungkan listrik dari beberapa module maka sistem pengkabelannnya menjadi rumit dan kapasitas yang dibutuhkan dari power conditionernya pun menjadi besar. Untuk mengatasi persoalan ini, maka sekarang dikembangkan apa yang disebut AC module. Yaitu module yang langsung menghasilkan listrik AC. Secara prinsip tidak ada perubahaan yang terjadi, tetapi secara teknologi diperlukan power conditioner berskala kecil yang dapat dipasang di belakang module. Contoh power conditioner yang sekarang banyak dipasarkan dapat dilihat pada Gb. 2.5 di bawah ini.
Gb. 2.5 Power Conditioner JH40EK
Gb. 2.5 adalah produk dari Sharp yang dapat dihubungkan dengan 8~9 lembar module. Berat dari alat ini adalah sebesar 25 kg.
Dua trend diatas adalah lebih pada pemberian nilai tambah module agar pemanfaatannya lebih luas lagi. Disamping dua hal tadi untuk mendukung perkembangan agar makin memasyarakatnya
Gb. 2.6 Contoh biaya produksi (sumber : PVTEC)
pembangkit listrik tenaga surya maka dicari metode-metode baru untuk menurunkan biaya per watt listrik yang dihasilkan. Seperti terlihat dalam Gb. 2.6 bahwa biaya material tidak megalami penurunan yang berarti walaupun jumlah produksinya makin bertambah. Dengan melihat akan makin bertambahnya pemasangan pembangkit listrik jenis ini sedangkan umur dari module itu hanya berkisar 20 sampai 30 tahun, saat ini juga sedang diteliti dan dikembangkan module yang mudah untuk didaur ulang. Disamping juga dicari metode untuk mendaur ulangnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek terhadap lingkungan. 3. Sistem Kelistrikan Tenaga Surya Dalam bagian ini akan dibahas tentang sistem kelistrikan tenaga surya. Sebelumnya akan dijelaskan beberapa istilah yang muncul disini. Pertama adalah power conditioner. Power conditioner telah dijelaskan secara sangat singkat di atas, di sini akan diterangkan sedikit lebih detail. Inti dari alat ini adalah inverter. Yaitu komponen listrik yang berfungsi sebagai perubah listrik dc menjadi listrik ac. Power conditioner selain berfungsi untuk menghasilkan listrik ac yang bersih juga mengkontrol agar tegangan keluarannya berada dalam batas tegangan yang diperbolehkan. Beberapa fungsi lain power conditioner dapat
disimpulkan sebagai berikut : “sebagai switch yang mengontrol dimulainya dan dihentikannya kerja sistem.” Mendeteksi islanding Islanding adalah kondisi ketika terjadi pemutusan aliran listrik pada jaringan distribusi yang dimiliki oleh perusahaan listrik sedangkan PLTS tetap bekerja. Hal ini terjadi misalnya apabila timbul kerusakan pada jaringan distribusi listrik. Bila ini terjadi akan membahayakan pekerja yang akan memperbaiki kerusakankerusakan yang ada. Disini power conditioner berfungsi untuk mendeteksi terjadinya islanding dan dengan segera menghentikan kerja PLTS. Pengontrol maksimum tenaga listrik Tenaga listrik yang dihasilkan oleh solar panel tergantung pada suhu udara dan kuatnya cahaya. Pada suatu nilai suhu dan kuatnya cahaya, hubungan antara tenaga,tegangan dan arus listrik yang dihasilkan oleh solar panel digambarkan pada Gb. 3.1
Gb. 3.1 Karakteristik listrik solar panel
Seperti terlihat pada gambar ini pada tegangan sekitar 200 V tenaga listrik yang dihasilkan maksimum. Pada suhu dan kuatnya cahaya yang lain tenaga maksimum yang dihasilkannya pun akan berbeda. Pada saat beroperasi listrik yang dihasilkan oleh PLTS tidak selalu berada dalam kondisi maksimum, maka diperlukan alat untuk mempertahankan agar PLTS memproduksi listrik secara maksimum. Disini fungsi dari power conditioner adalah bagaimana mengontrol agar tenaga listrik yang diproduksi menjadi maksimum. Hal ini disebut dengan istilah MPPT (Maximum Power Point Tracking).
Kedua adalah load. Yaitu bagian yang mengkonsumsi listrik yang ada. Load ini dibagi 2 yaitu dc load dan ac load. dc load apabila listrik yang dikonsumsi adalah listrik dc. Sedangkan ac load apabila listrik yang dikonsumsi adalah listrik ac. Ketiga adalah battery. Battery berfungsi sebagai alat untuk menyimpan listrik. Listrik yang disimpan di sini adalah listrik dc. Setelah menerangkan tiga istilah yang akan dipakai dalam menerangkan SKTS, maka sekarang akan dijelaskan sistemnya. Secara garis besar sistem kelistrikan tenaga surya dapat dibagi menjadi 2 : Sistem Terintegrasi Sistem ini dapat diterangkan secara visual pada Gb.3.1. Seperti terlihat pada gambar ini, listrik yang dihasilkan oleh array dirubah menjadi listrik ac melalui power conditioner, lalu dialirkan ke ac load. AC load di sini dapat berupa listrik yang diperlukan di perumahan atau kantor.
Gb. 3.1 Sistim Terintegrasi
Yang menjadi ciri utama dari sistem ini adalah dihubungkannya ac load ke jaringan distribusi listrik yang dimiliki oleh perusahaan listrik. Jadi apabila listrik yang dihasilkan oleh solar panel cukup banyak melebihi yang dibutuhkan oleh ac load maka listrik tersebut dapat dialirkan ke jaringan distribusi yang ada. Sebaliknya apabila listrik yang dihasilkan solar panel sedikit kurang dari kebutuhan ac load maka kekurangan itu dapat diambil dari listrik yang dihasilkan perusahaan listrik. Hal ini di banyak negara-negara industri maju secara peraturan telah memungkinkan. Keuntungan dari sistem ini adalah tidak diperlukan lagi battery. Biaya battery dapat dikurangi. Selain dari itu bagi rumah atau kantor yang memasang solar panel, mereka akan mendapatkan keuntungan dengan penjualan listrik.
Gb. 3.2 Contoh Sistim di Rumah (sumber : Sharp Co.Ltd)
Persoalan yang dihadapi sekarang adalah soal teknis. Karena terhubung dengan sistem distribusi, maka masalah keselamatan menjadi perhatian yang utama. Dan salah satu dari pemecahannya adalah membuat power conditioner yang mampu mendeteksi apabila terjadi kecelakaan dan mampu mengkontrol tegangan apabila terjadi perubahan tegangan di AC load dan beberapa soal teknis yang lain. Di banyak negara industri maju seperti Australia, Belanda, Amerika, Jepang, Jerman dll sistem terintegrasi adalah yang banyak diambil. Karena sudah tersedianya jaringan distribusi listrik. Sebagai sebuah contoh sistem pembangkit listrik di rumah dapat dilihat pada Gb.3.2. Pada gambar ini, (1) adalah solar panel; (2) adalah power conditioner ; (3) adalah alat pendistribusi listrik ; (4) adalah alat pengukur banyaknya listrik yang dijual atau dibeli. Sistem Independensi Selain sistem terintegrasi yang diterangkan di atas terdapat pula sistem independensi yang merupakan sistem yang selama ini banyak dipakai. Seperti terlihat dalam gambar di bawah ini sistem independensi dapat dibagi lagi yaitu yang dihubungkan dengan dc load dan yang dihubungkan dengan ac load. Hal ini dapat dilihat dalam Gb. 3.3 (a) dan (b). Contoh dari sistem yang dihubungkan dengan dc load adalah pembangkit listrik untuk peralatan komunikasi. Misalnya peralatan komunikasi yang dipasang di pegunungan. Sedangkan yang dihubungakan dengan ac load adalah sistim pembangkit listrik untuk pulau-pulau yang terpencil.
Gb. 3.3 Sistim Independensi
Dalam sistem ini, battery memainkan peranan yang sangat vital. Bila ada kelebihan listrik yang dihasilkan, misalnya pada siang hari, listrik ini disimpan di battery. Dan pada malam hari listrik yang disimpan ini dialirkan ke load. Sistem seperti ini banyak dipakai di negara-negara berkembang seperti contoh pada Gb. 3.4. Gb. 3.4 adalah sebuah contoh proyek di Mongol. Yaitu proyek pemasangan pembangkit listrik untuk keperluan rumah sakit dan lampu penerangan. Dalam gambar ini terlihat PLTS dikombinasikan dengan pembangkit listrik tenaga angin. Kapasitas terpasang PLTS adalah 3.4 kW sedangkan dari tenaga angin 1.8 kW. 4. Program Pengembangan PLTS di Jepang Pada bagian ini akan dijelaskan secara singkat program pengembangan PLTS di Jepang. Proposal penelitian dan pengembangan PLTS di Jepang pertama kali diajukan ke pemerintah pada tahun 1973. Dan mulai pelaksanaannya pada tahun 1974 dengan diluncurkannya satu proyek besar yang disebut “Sunshine Project”. Inti dari proyek ini adalah melakukan penelitian dan pengembangan energi-energi dari sumber yang dapat diperbaharui. Proyek ini diluncurkan satu tahun setelah terjadinya “oil crisis” yang pertama. Dimana Jepang merasakan akibat dari ketergantungan yang besar selama ini terhadap minyak bumi yang diimpor dari negara-negara Timur Tengah.
Gb. 3.4 Contoh PLTS di Mongol (sumber: JPEA)
Tujuan dari penelitian dan pengembangan PLTS dalam proyek ini adalah mencari konsep baru PLTS yang cocok dengan kondisi Jepang. Seperti diketahui bahwa Jepang adalah negara yang berpegunungan sehingga sulit mencari tanah datar yang luas di satu tempat. Kalaupun ada, karena luas negara yang kecil, harga tanah sangat tinggi. Selain dari kekurangan tersebut, ada satu keuntungan yang dimiliki yaitu bahwa Jepang telah memiliki sistem jaringan kelistrikan di seluruh tempat tinggal penduduk. Dengan kondisi seperti ini dari awal sudah ditargetkan untuk mengembangkan PLTS yang terhubungkan dengan sistem jaringan kelistrikan yang ada. Dan PLTS yang dikembangkan adalah untuk pemasangan di perumahan atau di gedung-gedung atau yang disebut dengan BIPV. Dengan proyek seperti ini bisa dikatakan sekarang Jepang menjadi negara yang paling maju dalam pengembangan BIPV. Langkah-langkah penting dalam pemasyarakatan PLTS dapat disimpulkan dalam Tabel 3 di bawah ini. Dari tabel ini terlihat bahwa perubahan besar dalam peraturan terjadi pada tahun 1990. Kemudian pada tahun 1993 dengan dimungkinkannya PLTS bersekala kecil sekalipun untuk mengalirkan listriknya ke jaringan distribusi yang dimiliki perusahaan listrik. Pada Desember 1994, pemerintah mentargetkan pemasangan PLTS yang berkapasitas sebesar 400 MW sampai tahun 2000 dan 4600 MW sampai tahun 2010. Yang terakhir direvisi menjadi 5000 MW pada tahun 1998. Pada tahun 1994 diluncurkan program yang disebut “PV System Monitor Program”. Yaitu program pemberian subsidi bagi rumah yang akan memasang PLTS. Program ini direalisasikan oleh NEF (New Energy Foundation). Pada
tahun 1993 diluncurkan program pemberian subsidi yang disebut dengan “Field Test Project”. Yang pelaksanaan dilakukan oleh NEDO. Pemberian subsidi ini diperuntukkan bagi fasilitas-fasilitas umum yang akan memasang PLTS dengan kapasitas 10 kW sampai dengan 220 kW. Program ini pada tahun 1998 diarahkan untuk penggunaan di perusahaan-perusahaan.
Tabel 3 Promosi PLTS di Jepang
Detail dari proyek nasional penelitian dan pengembangan PLTS di Jepang serta dana yang disediakan dapat dilihat dalam Gb. 4.1. Pada Gb. 4.1 hanya ditampilkan penelitian dan pengembangan bahan, tetapi dana-dana ini juga termasuk penelitian sistem kelistrikan secara keseluruhan
Gb. 4.1 Proyek PLTS Jepang (sumber : PVTEC)
Sedangkan pada pelaksanaannya dapat dirangkumkan dalam Gb. 4.2.
Gb. 4.2 Bagan Pelaksana Proyek PLTS Jepang (sumber : PVTEC 2000)
Pada Gb. 4.2 terlihat bahwa coordinator program-program nasional Jepang adalah MITI dalam hal ini adalah ANRE dan AIST. ANRE bertugas untuk memasyarakatkan PLTS sedangkan AIST bertanggung jawab terhadap penelitian dan pengembangan PLTS. Program utama penelitian dan pengembangan PLTS adalah ‘New Sunshine Programme’ yang meliputi pengembangan teknologi pemroduksi cell dengan biaya rendah, BIPV module, peningkatan efisiensi dll. Di bawah program ‘New Sunshine’ ini AIST melalui beberapa lembaga penelitian di bawahnya melakukan penelitian dan pengembangan. Untuk menggandeng lembaga penelitian lainnya maka sebagian pelaksanaannya dilimpahkan ke NEDO melalui sistim subsidi. Dari NEDO ini subsidi untuk penelitian dan pengembangan diberikan ke perusahaan misalnya CRIEPI (Central Research
Institute of Electric Power Industry) atau lembaga penelitian negara pada departemen yang lainnya. Untuk mengikutsertakan universitas, perusahaan komersial, dan lembaga penelitian asing dibentuk PVTEC. Melalui PVTEC ini kerja sama penelitian dilakukan. Sedangkan untuk memasyarakatkan PLTS ANRE memberikan subsidi ke NEF. 5. Penutup Di atas telah dijelaskan secara singkat pembangkit listrik tenaga surya. Yang diawali dengan penjelasan komponen-komponen yang mendukung dihasilkannya tenaga listrik. Kemudian dijelaskan juga sistem kelistrikan tenaga surya. Dan terakhir diperkenalkan usaha-usaha pemerintah Jepang untuk memasyarakatkan PLTS. Selain dari BIPV yaitu module yang dipasang di perumahan atau bangunan bangunan, sekarang juga telah dibahas kemungkinan pemasangan PLTS berkapasitas sangat besar di satu wilayah tertentu. Hal ini dimungkinkan misalnya pemasangan di negara-negara yang memiliki padang pasir. Kemungkinan ini sekarang dibahas oleh IEA PVPS/Task 8 (International Energy AgencyPhotoVoltaic Power System). Di masa yang akan datang pemasangan PLTS akan terus berkembang terutama di negara-negara industri maju.
Daftar Pustaka • • • •
Halim, Abdul, Dr. 2001. Photovoltaic Power System : Harapan dan Kenyataan. DIMENSI Warta Sains Dan Teknologi. ISTECS (Institute for Science and Technology Studies Chapter Japan). JPEA Sharp Co.Ltd PVTEC