Pernyataan Sikap Majelis Desa Pakraman (MDP) Bali terhadap Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) Pornografi dalam RUAPP dirumuskan sebagai ”substansi dalam media atau alat komunikasi, yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika”. Pornoaksi dirumuskan sebagai ”perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika di muka umum”. (Pasal 1 RUU APP). Pornografi dan pornoaksi bukan saja dilarang oleh RUU APP, melainkan juga diancam hukuman yang relatif berat bagi yang melanggarnya. Hukuman denda yang diancamkan bervariasi mulai Rp. 100.000.000, sampai Rp. 3.000.000.000. RUU APP tentu mempunyai ukuran atau parameter tersendiri dalam menentukan substansi dalam media atau alat komunikasi yang dianggap mengandung muatan pornografi. Demikian pula halnya dengan perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan dan/atau erotika di muka umum, sehingga dapat disebut pornoaksi. Parameter yang digunakan, tentunya sesuai dengan keadaan sosial budaya mereka yang tergabung dalam tim RUU APP. Sebenarnya adat dan hukum adat Bali juga mengenal sikap dan perbuatan semacam pornografi dan pronoaksi seperti yang dimaksud dalam RUU APP. Dalam hal-hal tertentu, sikap dan perbuatan itu adakalanya ”dilarang” dan kadang-kadang hanya ”tidak dikehendaki”. Kapan suatu sikap dan perbuatan dianggap ”dilarang” dan kapan dia hanya ”tidak dikehendaki”? Adat dan hukum adat Bali mempunyai parameter tersendiri, sesuai dengan sosial budaya Bali yang dijiwai agama Hindu. Parameter yang digunakan oleh mereka yang tergabung dalam tim RUU APP dalam merumuskan sikap dan perbuatan yang dianggap pornografi dan pronoaksi, tidak mungkin ”disesuaikan” dengan keadaan sosial budaya Bali yang dijiwai agama Hindu. Demikian pula sebaliknya, parameter yang digunakan oleh adat dan hukum adat Bali dalam menentukan sikap dan perbuatan yang ”dilarang” dan ”tidak dikehendaki”, tidak mungkin ”disesuaikan” dengan parameter yang digunakan oleh tim RUAPP dalam merumuskan sikap dan perbuatan yang dianggap pornografi dan pronoaksi. Majelis Desa Pakraman (MDP) Bali sadar betul akan hal ini. Itu sebabnya MDP Bali tidak berambisi untuk memberlakukan sikap dan perbuatan yang dianggap mengandung unsur pornografi dan pornoaksi menurut parameter adat dan hukum adat Bali yang dijiwai agama Hindu, berlaku secara nasional. Itu pula sebabnya kenapa MDP Bali BERTERIAK dan MENOLAK RUU APP disahkan menjadi Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, karena tidak sesuai dengan sosial budaya Bali yang dijiwai agama Hindu.
1
URGENSI Di tengah kehidupan bangsa dan negara yang kini sedang dalam keadaan serba sulit dengan masalah-masalah yang sangat strategis dan mendasar, pembahasan RUU APP ini menjadi tidak begitu urgent. Pemaksaan RUU APP menjadi UU dan pemberlakuannya di kemudian hari tidak mustahil justru bakal memicu munculnya perasaan tidak mempercayai antarkomponen bangsa dalam wadah NKRI. Terlebih lagi, tidak adanya UU Antipornografi dan Pornoaksi tidak akan mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum bagi aparat penegak hukum dan ataupun komponen anak bangsa ini untuk melakukan upaya hukum. Ini karena Indonesia sudah memiliki perangkat maupun produk hukum yang lebih daripada cukup buat melakukan upaya hukum terhadap pornografi maupun pornoaksi. Untuk itu, kami Majelis Utama Desa Pakraman (MDP) Bali memberikan solusi sebagai berikut. SOLUSI 1.Mendesak DPR RI untuk mengutamakan dan menyegerakan pembahasan RUU KUHP baru, sehingga bisa menjadi payung umum bagi setiap produk hukum lain di Indonesia yag memberikan sanksi pidana, termasuk pornografi dan pornoaksi. 2. Mengoptimalkan penegakan hukum dengan perangkat hukum yang selama ini sudah ada dan tetap berlaku yang juga mengatur perihal antipornografi dan pornoaksi, seperti: a.KUHP b.UU Pokok Pers c.UU Perfilman Nasional d.UU Penyiaran e.UU Kekerasan dalam Rumah Tangga f.UU Perlindungan Anak 3. Mengoptimalkan peran dan fungsi Badan/Dewan/Komisi terkait yang secara resmi diamanatkan, dibentuk, diberi wewenang oleh KUHP dan ataupun UU tersebut pada butir 2 untuk mengontrol dan ataupun menindak dengan penegakan hukum tegas setiap pelanggaran susila maupun kesopanan yang dikategorikan pornografi dan pornoaksi. Badan/Dewan/Komisi dimaksud, antara lain: a. Kepolisian RI (sesuai KUHP); b. Dewan Pers (sesuai UU Pokok Pers); c. Badan Sensor Film Nasional (sesuai UU Perfilman Nasional) d. Komisi Penyiaran Indonesia (sesuai UU Penyiaran)
2
e. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (sesuai UU Perlindungan Anak). Pengoptimalan peran dan fungsi Badan/Dewan/Komisi sebagaimana dimaksud dalam butir 3 tersebut bagi kami sudah lebih daripada cukup dibandingkan dengan membentuk lembaga baru, semisal Badan Antiponografi dan Pornoaksi sebagaimana dicantumkan dalam RUU Antipornografi dan Pornoaksi, yang sangat rentan dimanfaatkan oleh para pihak dan ataupun kelompok sebagai ”polisi moral” yang justru berpotensi besar dijadikan alat untuk menghakimi secara sepihak pihak-pihak dan ataupun kelompok lain yang tidak disukai dan ataupun dijadikan target sasaran. Pengoptimalan peran dan fungsi Badan/Dewan/Komisi sebagaimana dimaksud butir 3 tersebut juga menjadi urgent, bahkan mutlak, mengingat lembaga-lembaga ini diamanatkan secara resmi dan sah dalam UU yang merupakan hasil resmi dan sah DPR RI sebagai lembaga tinggi negara. Pengabaian peran dan fungsi lembaga-lembaga ini, logikanya, juga berarti mengabaikan produk resmi dan sah DPR RI sendiri.
PENUTUP Demikian sikap resmi kami sebagai rakyat Bali terhadap RUU Antipornografi dan Pornoaksi yang kini sedang dibahas di DPR RI. Sikap resmi ini diputuskan secara bulat dan aklamasi dalam Pasamuhan Agung I Majelis Utama Desa Pakraman [MDP] Bali pada tanggal 02 Maret 2006 pukul 22.15 Wita Bersama ini pula kami Majelis Desa Pakraman Bali yang mewadahi 1.430 Desa Pakraman seluruh Bali mengajak segenap komponen anak bangsa Indonesia untuk tetap saling menghargai dan menjunjung tinggi keragaman sosio-budaya dan religius di antara kita, karena keragaman tidak hanya indah tapi juga adalah keniscayaan semesta yang memang sengaja diciptakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Mahaesa justru untuk memberikan kesadaran dan pemaknaan bagi eksistensi kehidupan kita di bumi. Kitab suci Weda menyuratkan jelas kita sebagai wasudewa kotum bhakam, bahwa segenap makhluk hidup sesungguhnyalah menjadi satu keluarga Ibu Bumi. Denpasar, 02 Maret 2006 Majelis Utama Desa Pakraman (MDP) Bali, Drs. Agung Arnawa, MBA., MM. Plh. Bandesa Agung
3