Perkembangan Sistem Informasi Dan Teknologi Secara Umum(nanda).docx

  • Uploaded by: Ricky Ahmad Fahrezi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perkembangan Sistem Informasi Dan Teknologi Secara Umum(nanda).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,368
  • Pages: 6
D. Kapasitas Kerja Fisik Salah satu isu penting dalam fisiologi kerja adalah pemahaman mengenai kapasitas fisik seseorang pada saat bekerja. Dengan pemahaman ini,para praktisi ergonomi dapat mengevaluasi beratringannya beban fisik yang dialami seseorang saat bekerja, serta menentukan langkah-langkah perbaikan kerja apanila diperlukan.dengan mwnggunakan pendekatan fisiologi kerja, kapasitas kerja fisik diartikan sebagai kemampuan maksimal tubuh dalam menghasilkan energi dan merupakan fungsi dari ketersediaan zat-zat gizi serta kemampuan tubuh dalam memperoleh oksigen. Besarnya energi yang dibutuhkan pada saat kerja merupakan jumlah dari energi basal (basal metabolic rate), energi yang diperlukan sekedar untuk hidup, dan energi yang dibutuhkan ketika tengah melakukan pekerjaan tersebut. Peran ergonomi adalah memastikan bahwa energi (metabolic cost) yang dibutuhkan saat seseorang bekerja berada dalam kapasitas fisiologis individu tersebut. 1. Kapasitas Aerobik Maksimal Salah satu indikator penting untung mengevaluasi kapasitas kerja fisik, di antara adalah kapasitas aerobik maksimal. Kapasitas aerobik dikenal pula sebagai daya itu sendiri berarti energi yang tersedia sebagai daya aerobik maksimal, dengan daya itu sendiri berarti energi yang tersedia per unit waktu. Kapasitas aerobik maksimal dapat ditentukan dengan cara mengukur volume oksigen maksimal (VO2 maks) yang dapat dihirup oleh sesorang per satuan waktu. VO2 maks dari seorang individu umumnya dukur dari konsumsi oksigen saat berlari di atas treadmill ditingkatkan secara bertahap dalam wktu yang relatif singkat. Pengujian kapasitas aerob oksigen, digunakan Douglas bag, yaitu suatu wadah untuk mengumpulkan gas yang diembuskan oleh individu yang sedang diukur tersebut. Analisis dilakukan dengan melihat gas yang terkumpulkan dan konsentrasi oksigen dalam wadah tersebut. Secara bersamaan konsumsi oksigen individu tersebut diukur terus-menerus, sampai suatu saat di mana peningkatan kecepatan treadmill tidak berdampak pada peningkatan konsumsi oksigen. Pada saat inilah konsumsi oksigen dari seseorang dianggap paling tinggi dan mencerminkan VO2 maks individu tersebut. VO2 maks terjadi pada saat denyut jantung ,dan ketika telah dicapai sangat mungkin apabila individu masih dapat berlari lebih cepat (intensitas kerja lebih tinggi. Dapat disimpulakan bahwa kasitas kerja seseorang dapat di tentukan melalui VO2 maks yang dimiliki oleh individu tersebut walaupun caranya tak mudah. Kapasitas aerobik maksimum dapat ditentkan dengan 2 metode, yaitu metodee maximal tes dan submaximal test (Astrand et al., 2003). Pada metode maksimal, responden diminta untuk mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai kapasitas aerobik maksimum, sperti VO2 maks dengan treadmill. Metode ini akan menghasilakn gejala kelelahan dan tanda-tanda bahwa usaha pusat kardio-respirasi telah mencapai batasnya, misal menjadi mual, sesak napas yang parah, bahkan sampai pingsan, dan lainnya (Shephard seperti dikutip dalam Iridiastadi,1997). Pada mtode submaksimal, responden tidak dipaksakan untuk mencapai kondisi maksimalnya sehingga dampak kelelahan dan bahayanya lebih rendah, namun kekuatannya pun lebih rendah dibandingkan metode maksimal. Responden harus melakukan paing sedikit tiga beban kerja yang berbeda. Pada pelatihan tradmill, beban kerja yang berbeda di peroleh dengan meningkatkan kemiringan atau kecepatan pada treadmill. Untuk responden dengan kapasitas aerobik yang relatif rendah, kcepatan hingga 4 mph dan kemiringan pada nol persen dapat digunakan untuk pengujian. Pengukuran pada responden dimulai dengan beban kerja yang paling ringan, kemudian beban kerja dinaikkan sampai paling berat. Metode submaksimal ini mengasumsikan bahwa konsumsi oksigen merupakan fungsi linear dari denyut jantung sehingga terdapat hubungan yang menyatakan bahwa denyut jantung maksimum

menyebabkan volume oksigen maksimum dan volume oksigen maksimum menghasilkan energi yang maksimumnya pula. Sejumlah penelitian yang mengukur VO2 maks telah dilakukan pada berbagai populasi. Di Indonesia sendiri, penelitian serupa telah dilakukan untuk populasi mahasiswa anggota TNI, dan pekerja industri. Pada 2007, Widyasmara dan Rhmaniar melaporkan data VO2 maks sebesar 2,6 1/menit untuk mahasiwa dan 1,8 1/menit untuk mahasiswi. Untuk anggota TNI, Yadi (2009) melaporkan data VO2 maks sebesar 4,5 1/menit untuk pekerja pria dan 2,3 1/menit untuk pekerja pria dan wanita, di mana para pekerja tersebut merupakan pekerja industri yang mempunyai pengalaman bekerja minimal satu tahun pada bagian produksi (di mana oada bagian ini pekrja banyak melakukan aktifitas fisik, memiliki riwayat kesehatan yang baik, tidak merokok dan memnum alkohol, pada rentang usia 25 tahun, dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak 30 pekerja. Prosedur penelitian yang di gunakan merupakan modifikasi prosedur yang digunakan dalam penelitian Keytel et al, (2005). Penelitian Yuliana terdiri dari 2 tahap, tahap pertama dilakukan untuk mengukur kapasitas aerobik maksimal (VO2 maks) dengan menggunakan metode maximal test, yaitu setiap responden harus berlari di atas treadmill dengan mengerahkan seluruh tenaganya sampai mencapai kelelahan, dengan kecepatan awal untuk responden pekerja pria adalah 7 km/jam dan untuk responden wanita adalah 6 km/jam. Penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengembangkan model persmaan prediksi konsumsi oksigen (VO2 ) dan konsumsi oksigen relatif bobot badan (VO2 ) bagi pekerja industri berdasarkan faktor fiologis denyut jantung, usia, bobot badan dan tinggi badan, dengan menggunakan metode submiaximal test.untuk merekeam, menganalisis, dan menampilkan hasil gas (O2 dan CO2), serta mendeteksi dan menganalisis, dan menamplikan denyut jantung selama enelitian berlangsung (secara real time). Sejumlah faktor dipercaya dapat memengaruhi nila VO2 maks seorang individu termasuk faktor demografi, usia, jenis kelamin, bobot badan,training, nutrisi, penggunaan rokok, serta fakto-faktor lingkungan lainnya. Ada faktor lain jga yang mempengaruhi kapasitas kerja antara lain : kebisingan, ketinggin, serta penggunaan pakaian pelindung diri. Nilain VO2 maks yang dimiliki oleh seorang pekerja juga merupakan indikator dari tingkat kebugaran pekerja yang bersangkutan. Bagi seorang dokter, kebugaran dapat diartikan sebagai fisik sesorang yang tidak memiliki penyakit. Dalam kontes kerja, kebugaran merupakan kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas fisik secara terus-menerus tanpa kelelahan yang berarti. Jadi dapat di pahami bahwa berbagai upaya di perusahaan untuk meningkatkan VO2 maks pekerja merupakan suatu kontribusi positif bagi pekerja. Senam secara teratur, larangan merokok serta leilutsertaan dalam aktivitas-aktifitas fisik lainnya (olahraga, berenang, mendaki gunung dan lain-lain, merupakan hal-hal positif yang harus di dorong oleh pemimpin perusahaan. 2. Evaluasi Beban Kerja Untuk pekerja dengan aktivitas fisik yang cenderung tidk statis evaluasi beban kerja dapat di lakukan dengan menghitung bersarnya energi yang dibutuhkan (energy cost) sat bekrja, krmudian di evaluasi dengan mengacu pada sejumlah paduan (tabel) yang ada. Namuun, pendekatan yang lebih tepat adalah dengan membandingkan energi yang dibutuhkan, relasi terhadap kapasitas (fisiologi0 maksimal dari individu yang bersangkutan. Rasio ini digunakan sebagai indikator untuk menentukan suatu suatu pekerja dapat dikategorikan sebagai keerja rinan, mrnrngah, atau berat. Evaluasi beban kerja dapat dilakukan secara angsung dan

tidak langsung. Pengukuran secara langsung dilakukan dengan menggunakan colorometric chambe, sedangkat pengukuran secara tidak langsug dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen per menit yang mempresentasikan proses metabolisme, dapat pula mengukur dengan denyut jantung yang sebenarnya berhubungan linear dengan konsunsi dengan konsumsi oksigen. Pada prinsipnya, evaluasi ergonomi dilakukan untuk memastikan bahwa beban kerja tidak melebihi batas kemampuan yang dimiliki oleh seorang pekerja. Kelelahan akan terjadi jika beban kerja sebesar 30-40% dari kapasitas kerja, si dampiing akibat pekerjaan statis yang dilakukan dalam jangka waktu yang tidak singkat. Pada pekerja dengan beban berlebihan, evaluasi fisiologi perlu dilakukan untuk mengetahui seperti apa perbaikan kerja yang efektif dan layak di terapkan di tempat kerja. 3. Konsumsi Oksigen Pengukuran energi yang dibutuhkan sat seseorang bekerja umumnya dilakukan secara tidak langsung (indirect colorimery) melalui pengukuran jumlah oksigen yang dikonsumsi per satuan waktu (liter/menit). Hal ini dimungkinkan, namun dengan asumsi bahwa rata-rata sekitar 4,8- 5 kkal energi dapat dihasilkan oleh setiap liter oksigen yang digunakan dalam proses metabolisme zat gizi (Kroemer et al.,2001). Dengan demikian, energi saat bekerja dapat dihitung dengn cara mengukur oksigen yang dikonsumsi oleh seorang individu saat melakukan pekerjaan yang bersangkutan. Perbandingan peningkatan konsumsi oksigen pada saat kerja relatif terhadap konsumsi okesigen saat istirahat merupakan indeks beban fisiologi yang dialami seseorang akibat pekerjaan yang dilakukannya. Sebagai contoh, anggapan seorang pekerja pria melakukan aktivitas pmesinan dalam posisi berdiri, di samping itu pekerja tersebut harus pula sesekali mengangkat dan menurunkan benda kerja ke atas palet. Jika konsumsi oksigen rat-rata pekerja tersebut adalah 0,6 liter/menit, maka jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut adalah sekitar 3 kkal/menit. Untuk 8 jam kerja, total energi yang dibutuhkan adalah 1440 kkal. Energi yang dibutuhkan di luar jam kerja (tidur, bersanti, dan lain-lain) dapat diperkirakan ,maka dapat dihitung kebutuhan energi selama satu hari. Untuk analisis lebih jauh, angka ini dapat dibandingkan dengan diet pekerja tersebut ( jumlah kevukupan yang masuk melalu makanan dan minuman) untuk mrnmukan kecukupan gizi dari pekerja yang bersangkutan. Nilai absolut kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas dan pekerjaan telah banyak diteliti di berbagai negara. Berdiri sambil mengerjakan pekerjaan yang relatif ringan membutuhkan energi sebesar 0,95 kkal/menit, sedangkan berjalan dengan kecepatan 3 km/jam pda permukaan yang tidak kasar membutuhkan energi 2,6 kkal/menit. Dalam sehari, rat-rata energy cost seseorang mahasiswa pria adalah sebesar 2,930 kkal, relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan oleh seorang oleh seorang pekerja tambang (3,660 kkal/hari). Pekerjaan yang di anggap “berat” akan membutuhkan sel=kitar 7,5 kkal/menit, sementara suatu aktivitas fisik dapat dikatakan “sangat berat” jika energi yang dibutuhkan mencapai 12,5 kkal atau lebih.

Kebutuhan energi untuk setiap kalsifikasi pekerja (Kroemer et al., 2001, p.117 Klasifikasi Pekerjaan Total Energi Ekspenditur Denyut Jantung (kj/menit) (denyut/menit) (kkal/menit) Ringan 10 2,5 Kurang lebih 90 Sedang 20 5 90-100 Berat 30 7,5 100-120 Sangat Berat 40 10 120-140 Ekstrem Berat 50 12,5 140-160 Besarnya beban fisiologi seseorang pekerja dapat pula dievaluasi dengan cara mengukur konsumsi oksigen saat pekerja yang bersangkutan tengah melakukan pekerjaannya, kemudian membandingkan dengan VO2 maks pekerja tersebut. Rasio ini merupakan ukuran objektif beban kerja yang dialami oleh pekerja tersebut. Pendektanan ini dianggap lebih tepat bila dikonsumsi oksigen tersebut dibandingkan dengan penggunaan nilai absolut kebutuhan maks, salah satunya disebabkan oleh perbedaan kelompok otot yang aktif saat pengukuran dilakukan. Uji dengan treadmill dapat menghentikan VO2 maks yang lebih besar (sekitar 7%). Jika dibandingkan uji dengan ergocycle. Selain itu VO2 maks dapat pula lebih tinggi sekitar 5-11 % apabila penguji dilakukan pada treadmill yang landai. Penelitian yang dilakukan oleh Iridiastadi dan Aghazaden (2006), menggambarkan perbedaan antara VO2 maksyang diperoleh meluli treadmill dibandingkan dengan yang diperoleh dari (simulasi) kerja yang sesungguhnya. Hasil penelitian ini lebih jauh menyarankan penggunaan batas kapasitas kerja fisiologi (8 jam kerja) sebesar sekitar 25% dari nilai VO2 maks yang diperoleh melalui treadmill.

4. Denyut Jantung Evaluasi beban fisiologi yang di alalami oleh seorang pekerja dapat pula dilakukan dengan mengukur denyut jantung. Pendekatan ini dapat ini dapat dilakukan mengingat bahwa semakin berat kerja fisik seseorang, semakin berat pula kerja jantung yang diindifikasikan oleh kenaikan denyut jantung. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa kenaikan denyut jantung semata-mata disebabkan oleh peningkatan intensitas kerja fisik. Untuk pekerja industri, Brouha (1960) menyarankan agar denyut jantung tidak melebihi 110-155 bpm. Peneitian Brouha dilakukan dengan mengukur temperatur badan dan denyut nadi selama masa pemulihan (istirahat) setelah suatu siklus kerj ataupun waktu-waktu tertentu selama bekerja dengan tujuan untuk melihat apakah pemuihan cukup atau apakah beban kerja berlebihan. Klasifikasi Pekerjaan Denyut Jantung/menit Ringan 90 Agak ringan 100 Berat 120 Sangat berat 140 Amat sangat berat 160 Saat tubuh bekerja lebih keras, sejumlah respons fisiologi akan secara bersama-sama meningkat, termasuk denyut jantung maupun konsumsi oksigen, hal ini dapat dipahami mengingatkan bahwa kerja yang lebih kerja yang lebih keras membutuhkan lebih banyak

energi. Energi ini dapat disediakan apabila oksigen (dan nutrisi0 untuk proses metabolisme tersedia dalam jumlah yang cukup. Hal ini terkait dengan kemampuan jantung dalam meningkatan jumlah aliran darah ke otot yang memrlukan. Peningkatan intensitas kerja dalam batas tertentu cenderung meningkatkan konsumsi oksigen dan denyut jntung secara simultan dengan hubungan yang bersifat linear. Hubungan antara denyut jantung dan konsumsi oksigen dapat diteliti di laboratprium, dan dapat dikembangkan suatu persamaan untuk menggambarkan hubungn tersebut. Dengan menggunakan persamaan tersebut, konsumsi oksigen untuk seseorang yang tengah melakukan suatu pekerjaan dapat diperkiraan (dan lebih jauh dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan energi). Apabila data VO2 maks untuk seorang individu (atau populasi terstentu) tersedia evaluasi beban kerja dapat dilakukan dengan membandingkan konsumsi O2 terhadap nila VO2 maks dari pekerjaan (populisi) yang bersangkutan. Pendekatan ini merupakan suatu cara yang lebih tepat dalam mengevaluasi beban kerja. Namun, pengembangan persamaan tersebut membutuhkan proses pengukuran yang kompleks. Denyut jantung juga merupakan suatu respons fisiologi yang relatif sensitif terhadap hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan intensitas kerja fisik. Sebagai contoh, stres lingkungan kerja dapat meningkatkan denyut jantung walupun tidak ada peningkatan intensitas kerja. Dengan demikian, pendekatan ini tidak disarankan untuk pekerjaan di mana kontribusi non-fisik dapat memberi pengaruh cukup besar. Pendekatan ini juga tidak tepat untuk mengevaluasi beban kerja dengan intensitas kerj sangat tinggi, mendekati kapasitas fisik seseorang. Pada keadaan seperti ini, variabilitas denyut jantung kapasitas fisik sesorang. Pada keadan seperti ini, variabelitas denyut jantung cenderung cukup tiggi. Nmun, demikian penukuran denyut jantung seringkali merupakan pilihan yang terbaik mempertibangkan keudahan dalam pengukurannya, serta sifatnya yang dapat mengintegrasi seluruh aspek stres baik dari pekerjaan maupun lingkungan tempat lingkungan tempat pekerjaan tersebut dilakukan 5. Penilaian Subjektif Penilaian atas beban kerja dapat pula dilakukan dengan memanfaat persepsi seseorang atas beban yang dirasakan oleh tubuh pada saat melakukan pekerjaan. Manusia pada dasarnya memiliki kamampuan untuk menilai besarnya usaha yang dilakukan sebagai fungsi dari intensitas kerja. Dengan memanfaat psychaphysks, dapat dikembangkan suatu model matematis yang memperlihatkan hubungan suatu stimulus fisik (intensias kerja0 dengan sensasi psikologis yang dirasakan oleh seorang individu. Dengn memanfaatkan model seperti seperti ini, berat atau ringannya suatu aktivitas fisik dapat dievaluasi dengan cara memperoleh masukan berupa nilai (rating)dari pekerja yang bersangkutan. Borg pada 1960 mengembangkan suatu skala yang disebut sebagai RPE (ranting of perceived exection), yang dapat digunakan untuk menilai seberapa besar usaha yang dikeluarkan oleh seseorang dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Skala ini terdiri atas sejumlah angka (atara 6-20), yang mempresentasikan besarnya usaha kerja. Angka-angka pada slkala ini bila dikalikan dengan 10, akan mencermintkan denyut jantung per menit. Skala ini kemudian diperbaiki dengan rentang nilai antara 0-10 (atau lebih) dan diakui bersifat sebagai skala rasio (Borg, 1990). Skala ini dapat pula digunakan oleh pekerja dalam menilai tingkat ketidaknyamanan atau rasa nyeri yang muncul karena fisik yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan.

Skala RPE (Kroemer, 2001, p:11.1) Deskripsi Tidak ada usaha sama sekali Amat sangat ringan Sangat ringan Ringan Agak berataga Berat sangat berat Amat sangat berat Usaha maksimal

Skala 6 7,5 9 11 13 15 17 19 20

Sakala 0 0,5 1 3 5 7 10

Skala CR-10 (Kroemer, 2001, p:11.1) Deskripsi Tidak ada usaha sama sekali Amat sangat lemah Sangat lemah Moderat Kuat Sangat kuat Amat sangat kuat

Dalam praktiknya, skala Borg ini dapat digunakanuntuk menlai upaya fisik yang bersifat keseluruhan (whole body ), atupun intensif atau ketidaknyamanan yang bersifat lokal (bagian tunuh tertentu). Skala ini telah digunakan di banyak penelitian yang mengevalusi beban kerja fisik. Namun, penggunaan skala ini sebagai satu-satunya indikator beben kerja tidaklah disarankan. Di samping itu, perlu diperhatikan bahwa penggunaan bahasa inggris pada skala tersebut mungkin tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh pekerja Indonesia, sehingga tentunya dapat menghasilkan infformasi bersifat biasa.

Related Documents


More Documents from ""