Performa Vol 8.no.1

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Performa Vol 8.no.1 as PDF for free.

More details

  • Words: 12,833
  • Pages: 41
Performa (2009) Vol. 8, No.1: 1-8

Integrasi Data Envelopement Analysis dan Fault Tree Analysis untuk Peningkatan Efisiensi Perusahaan Wholesaler: Studi Kasus Yuniaristanto, Ramadhany A.T, dan Wahyudi Sutopo Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis, Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Telp/Fax. (0271) 632110

Abstraksi Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat efisiensi strategi dan mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi ketidak-efisienan strategi pemasaran pada suatu perusahaan Wholesaler. Pendekatan Data Envelopment Analysis digunakan mengukur tingkat efisien pada banyak input dan banyak output dari suatu Strategi Pemasaran. Pendekatan Fault Tree Analysis digunakan untuk mencari penyebab ketidak-efisienan strategi pemasaran. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa nilai efisiensi pada Bagian Tele dan Promo adalah kuran dari satu atau belum efisien. Dari pendekatan Fault Tree Analysis diketahui bahwa faktor artikel produk yang di jual tidak lengkap, paket kemasan terlalu besar, aksi borong pedagang besar, pengiriman Supplier terlambat, pelayanan kurang ramah dan tidak ada delivery menyebabkan rendahnya nilai efisien. Keywords: data envelopment analysis, fault tree analysis, wholesaler, efisiensi, strategi pemasaran

1. Pendahuluan Date Envelopment Analysis (DEA) adalah suatu metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi produktivitas dari suatu unit pengambilan keputusan (unit kerja) yang menggunakan sejumlah input untuk memperoleh suatu output yang ditargetkan (Cooper et. al, 2000). DEA merupakan teknik berbasis linear programming yang dapat menangani banyak input dan output, tidak membutuhkan asumsi hubungan fungsional antara variable input dan output, serta input dan output dapat memiliki satuan yang berbeda (Purwantoro, 2003). Metode DEA banyak digunakan untuk penilaian evaluasi kerja, efisiensi dan produktivitas dan selanjutnya digunakan untuk pengukuran kinerja. Penelitian terdahulu dengan Metode DEA antara lain dilakukan oleh Makmun (2002) dan Abidin (2007) tentang efisiensi suatu perusahaan jasa keuangan; serta Purwantoro (2003) dan Sudaryanto (2006) tentang efisiensi suatu sistem operasi sektor riil. Fault Tree Analysis (FTA) merupakan salah satu alat (tool) untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah (fault event) yang berkontribusi. Penelitian terdahulu dengan Metode FTA antara lain dilakukan oleh Sutopo and Damayanti (2008) tentang perbaikan proses bisnis pasang baru telepon kabel. Pada penelitian ini, integrasi Metode DEA dan FTA akan digunakan untuk mengukur efisiensi strategi pemasaran dan mencari penyebab masalah efisiensi pada suatu perusahaan wholesaler. Perusahaan wholesaler adalah sebuah unit usaha yang membeli dan menjual kembali barang-barang kepada pengusaha (Swastha, 1996). Obyek kajian pada penelitian ini adalah perusahaan wholesaler yang ditujukan untuk para konsumen profesional seperti hotel, restoran, warung, katering, pedagang eceran, rumah sakit, intansi pemerintah serta perusahaan 

Correspondence : [email protected]

2 Performa Vol.8, No. 1

jasa. Artikel produk yang dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: 1) non food, 2) dry food, dan 3) fresh food. Konsumen perusahaan ini dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu: 1) kelompok retail, 2) kelompok horeka (Hotel, Restoran dan Katering), dan 3) kelompok perusahaan jasa. Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan kajian Manajemen Perusahan, Stratei Pemasaran tidak dapat dijalankan dengan baik hal ini dibuktikan dengan hasil penjualan pada rentang Bulan September 200X-Januari 200Y adalah kurang dari 75% dari target. Bagian yang bertanggung-jawab terhadap keberhasilan strategi perusahaan adalah Bagian Customer Development Officer (CDO), Bagian Promo dan Bagian Tele Customer. Ketiga bagian ini mempunyai tugas utama meningkatkan tingkat keaktifan pelanggan dan meningkatkan hasil penjualan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui strategi pemasaran yang telah efisien dan yang belum efisien dan mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi ketidak-efisienan strategi pemasaran tersebut. 2. Metode Penelitian Kajian ini merupakan suatu riset terapan sebagai upaya investigasi yang terorganisir, sistematis, kritis, objektif, dan ilmiah dari suatu masalah strategi pemasaran yang tidak efisien. Prinsip dasar pada bisnis perusahaan wholesaler adalah memberikan penghematan bagi pelanggan karena wholesaler membeli suatu komoditas dalam jumlah besar, memecah-mecah jumlah yang sangat besar tersebut menjadi unit-unit yang lebih kecil dan kemudian menjualannya kembali (Kotler, 2001). Salah satu fungsi dari strategi pemasaran adalah meningkatkan penjualan dan mendatangkan konsumen. Dalam meningkatkan penjualan dan mendatangkan konsumen diperlukan usaha-usaha untuk mengoptimalkan fungsi dari strategi pemasaran. Rendahnya jumlah konsumen aktif dan belum tercapainya target dari strategi pemasaran menandakan belum efisien dalam menggunakan input untuk menghasilkan output.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pemecahan Masalah

Pada penelitian ini akan ditentukan seberapa efisien kegiatan CDO, Promo dan Tele Customer dalam mencapai tujuan yaitu meningkatkan kedatangan konsumen, frekuensi kedatangan dan jumlah belanja sehingga dapat digunakan untuk perbaikan sistem pemasaran.

Yuniaristanto, Ramadhany dan Sutopo - Integrasi Data Envelopement Analysis dan Fault Tree Analysis untuk Peningkatan Efisiensi... 3

Metode Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan untuk menganalisis dan mengukur tingkat efisien dari strategi pemasaran dengan menggunakan banyak input dan banyak output. Pendekatan Fault Tree Analysis (FTA) digunakan untuk mencari akar dari permasalahan dari rendahnya efisiensi. Pada Gambar 1 disajikan Kerangka Pemikiran untuk memecahkan masalah pada penelitian ini. Input dan output diperoleh dari karakteristik sistem yang terdiri dari Rich Picture Diagram, System integritas, Influence diagram. Rich Picture Diagram digunakan untuk menggambarkan situasi sistem secara keseluruhan. System integritas digunakan untuk mendiskripsikan dan mengkelaskan sistem. Influence diagram digunakan untuk menggambarkan hubungan sebab-akibat dalam komponen sistem. Metode DEA merupakan sebuah pendekatan non-parametrik yang pada dasarnya merupakan teknik berbasis linier programming dengan menggunakan fungsi tujuan maksimasi dan fungsi batasan. Dalam penelitian ini, fungsi maksimasi diformulasikan sebagai berikut: 3

Max Z =

 j 1

q jlm u jlm

(1)

Untuk fungsi batasan atau kendala diformulasikan sebagai berikut: 3

2



-

i 1

2



xilm vilm +

 j 1

q jlm u jlm  0  m

xilm vilm = 1  m

vi , u j 

(2) (3)

i 1

dimana :

xilm

: jumlah input i pada wilayah l yang dimaintain oleh UKE m.

vilm

: bobot input i pada wilayah l yang dihasilkan oleh UKE m.

q jlm

: jumlah output j pada wilayah l yang dihasilkan oleh UKE m.

u jlm

: bobot output j pada wilayah l yang dihasilkan oleh UKE m.

i

: input ( m = 1,2 ) dimana angka satu (1) menyatakan jumlah yang dijaga dan angka dua (2) menyatakan frekuensi maintain. : wilayah konsumen ( l = 1,2,3….6 ) : unit kegiatan ekonomi (UKE ) ( m = 1,2,3 ) yang mana angka 1: CDO, angka 2: TELE dan angka 3: PROMO. : Output ( j = 1,2,3 ) yanga mana 1 = kedatangan konsumen; 2 = frekuensi kedatangan; 3 = rata-rata belanja konsumen

l m j

Penelusuran permasalahan dengan FTA pada penelitian ini dilakukan dengan: i. mengelompokkan permasalahan (undesired events); ii. menentukan permasalahan yang akan diselesaikan (top level event); iii. membangun diagram FTA; dan iv. menentukan akar permasalahan (basic events). 3. Hasil dan Pembahasan Dari hasil karakteristik sistem menggunakan rich picture diagram, sistem integritas dan influence diagram maka dapat di tentukan atribut input dan output yang akan digunakan dalam perhitungan. Variabel input terdiri dari data konsumen pada Bagian Tele, CDO dan Promo serta data frekuensi aktivitas dari staf pada Bagian Tele, CDO dan Promo. Variabel output yang akan

4 Performa Vol.8, No. 1

diukur terdiri dari tiga komponen yaitu tingkat kedatangan konsumen, frekuensi kedatangan dari konsumen Tele, CDO dan Promo serta rata-rata belanja dari konsumen tersebut. 3.1. Hasil perhitungan DEA Hasil perhitungan dengan metode DEA akan diperoleh nilai efisien dari strategi pemasaran yang beragam. Penelitian efisiensi secara keseluruhan dari masing-masing UKE dilakukan pada bulan September 200x-Januari 200y. Pada Tabel 1 disajikan hasil efisiensi pada setiap unit kegiatan ekonomi (UKE) yang diteliti. Tabel 1. Hasil perhitungan efisiensi bulan September 200x-Januari 200y Wilayah (l = 1 s/d 6) 1

2

3

4

5

6

UKE (m=1 s/d 3) 1=CDO 2=TELE 3=PROMO 1=CDO 2=TELE 3=PROMO 1=CDO 2=TELE 3=PROMO 1=CDO 2=TELE 3=PROMO 1=CDO 2=TELE 3=PROMO 1=CDO 2=TELE 3=PROMO

Tingkat Efisiensi Sept 0,989 0,744 0,675 1,000 0,753 0,695 1,000 0,711 0,657 1,000 0,804 0,819 1,000 0,748 0,622 1,000 0,797 0,590

Okt 0,992 0,853 0,815 1,000 0,845 0,854 1,000 0,825 0,736 1,000 0,830 0,666 1,000 0,898 0,814 1,000 0,877 0,854

Nov 1,000 0,813 0,692 1,000 0,829 0,657 1,000 0,802 0,748 1,000 0,743 0,701 1,000 0,776 0,558 1,000 0,808 0,681

Des 1,000 0,962 0,968 1,000 0,964 0,982 1,000 0,938 1,000 1,000 0,936 0,971 1,000 0,982 0,963 1,000 0,962 0,982

Jan. 1,000 0,721 0,575 1,000 0,664 0,593 1,000 0,610 0,574 1,000 0,689 0,507 1,000 0,602 0,350 1,000 0,689 0,516

Berdasarkan hasil uji efisiensi dengan program DEA terdapat UKE yang telah mencapai efisien dan terdapat pula yang tidak efisien. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa CDO mencapai rata-rata nilai efisien dengan nilai objective function adalah 1 (nilai efisiensi = 100 %). Sedangkan Tele dan Promo mempunyai nilai objective function kurang dari 1 (nilai efisiensi < 100%). 3.2. Hasil perhitungan Fault Tree Analysis Tahap Fault Tree Analysis digunakan untuk mengetahui adanya kejadian dan atau kombinasi kejadian dalam sistem pemasaran yang menyebabkan tidak efisien. Berdasarkan pembuatan FTA maka didapat beberapa penyebab mengapa terjadi tidak efisien dari pada strategi pemasaran yang disebut basic event. Basic event tersebut harus segera diperbaiki untuk meningkatkan nilai efisien. Berdasarkan hasil perhitungan efisiensi pada Tabel 1 maka kedatangan konsumen, frekuensi kedatangan, dan jumlah belanja dari konsumen mempengaruhi tingkat efisiensi dari UKE. Langkah penyusunan diagram kesalahan dilakukan untuk mengetahui dan mencari keberadaan event atau kombinasi event yang dapat mengakibatkan munculnya sistem pemasaran yang tidak efisien dan aktif konsumen sedikit. Diagram pohon kesalahan berasal dari

Yuniaristanto, Ramadhany dan Sutopo - Integrasi Data Envelopement Analysis dan Fault Tree Analysis untuk Peningkatan Efisiensi... 5

permasalahan konsumen yang datang berbelanja. Diagram pohon kesalahan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram pohon kesalahan

Analisa pohon kesalahan diperlukan untuk memperoleh informasi yang jelas dari suatu sistem dan perbaikan-perbaikan apa saja yang harus dilakukan pada sistem. Kode 1 sampai dengan kode 14 pada diagram pohon kesalahan adalah menyatakan hal-hal sebagai berikut: tidak efisien; jumlah belanja turun; frekuensi kedatangan turun; jumlah konsumen yang datang turun; harga mahal; stock habis; konsumen pindah ke pesaing; kecewa; tidak ada delivery; artikel produk yang di jual tidak lengkap; paket kemasan terlalu besar; aksi borong pedagang besar; pengiriman supplier terlambat dan pelayanan kurang ramah. Minimal cut-set merupakan kumpulan basic event dan atau kombinasi yang menyebabkan munculnya top level event jika terjadi bersama-sama. Pada penelitian ini, minimal cut-set merupakan kumpulan penyebab tidak tercapainya nilai efisien pada setiap UKE. Minimal cutset ditentukan berdasarkan diagram pohon kesalahan. Langkah-langkah penentuan cut-set disajikan pada Tabel 2.

Top level event,

Minimal cut-set

Tabel 2. Penentuan minimal cut-set =1 = 2, 3, 4 = ( 10 + 5 + 6 ) + ( 7 + 8 + 9 + 10 ) + ( 9 + 10 ) = ((11 + ( 12 + 13 )) + ((10 ) + ( 14)) + ( 9 + 10 ) = 11 + 12 + 13 +10 + 14 + 9

Berdasarkan minimal cut-set maka basic event yang dapat menyebabkan tidak efisien pada UKE adalah: artikel produk yang di jual tidak lengkap (kode 10); paket kemasan terlalu besar (kode 11); aksi borong pedagang besar (kode 12); pengiriman supplier terlambat (kode 13); pelayanan kurang ramah (kode 14) dan tidak ada layanan delivery (kode 9). Pada Tabel 3 dijelaskan lebih lanjut dari basic event dan KPIs yang dipilih pada model acuan.

6 Performa Vol.8, No. 1

-

Tabel 3. Basic event hasil dari Fault Tree Analysis Basic events Variabel KPI Definisi operasional artikel produk yang di jual - data kebutuhan konsumen - data kebutuhan konsumen yang dapat disediakan oleh perusahaan tidak lengkap - jumlah kemasan, produk dalam paket kemasan terlalu besar - paket kemasan kemasan - permintaan dan pembagian kebutuhan aksi borong pedagang besar - safety stock konsumen - make time dan response - waktu proses pemesanan dan waktu pengiriman supplier time pemenuhan pesanan. terlambat - sikap - keramahan dan kecekatan dalam pelayanan kurang ramah pelayanan - sistem order pengiriman - jarak pengiriman, sistem pembayaran tidak ada delivery dan jumlah belanjaan

3.3. Perbaikan peta proses bisnis Peta proses bisnis digunakan untuk memfokuskan kerja dan dapat juga digunakan untuk memantau kinerja dari UKE. Pada Gambar 3 sampai Gambar 6. disajikan peta proses bisnis untuk UKE CDO, Tele dan Promosi. Kegiatan utama CDO adalah menjalankan proses bisnis untuk nmenggali kebutuhan konsumen kemudian hasilnya serahkan ke bagian pengadaan untuk segera dipenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Setelah kebutuhan dapat dipenuhi maka bagian CDO memberikan kabar kepada konsumen, kemudian konsumen belanja. Dengan peta bisnis tersebut dapat dipantau kinerja dari bagian-bagian yang terkait. Peta proses bisnis CDO dapat disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta proses bisnis CDO

Kegiatan Tele harus selalu mengetahui kebutuhan konsumen terlebih dahulu sebelum melakukan interaksi dengan konsumen, serta menawarkan artikel produk yang dibutuhkan dan harga yang murah. Dengan mengetaui kebutuhan konsumen maka memudahkan dalam membagi kesetiap konsumen. Peta proses bisnis Tele dapat disajikan pada Gambar 4.

Yuniaristanto, Ramadhany dan Sutopo - Integrasi Data Envelopement Analysis dan Fault Tree Analysis untuk Peningkatan Efisiensi... 7

Gambar 4. Peta proses bisnis Tele

Kegiatan promo perlu memperhatikan artikel produk yang dipromosikan, selain itu juga perlu diperhatikan ketersediaan dari produk tersebut. Dalam kegiatan promo, selain produk yang ditawarkan harga sangat berpengaruh. Peta proses bisnis Promo dapat disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta proses bisnis Promo

4. Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa CDO mencapai rata-rata nilai nilai efisiensi sebesar 100%. Sedangkan pada Bagian Tele dan Promo mempunyai rata-rata nilai efisiensi dibawah 100%. Pencarian akar masalah dengan metode FTA diperoleh bahwa artikel produk yang di jual tidak lengkap, paket kemasan terlalu besar, aksi borong pedagang besar, pengiriman Supplier terlambat, pelayanan kurang ramah dan tidak ada fasilitas delivery menyebabkan rendahnya nilai efisien. Untuk perbaikan selanjutnya, ada beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan maupun penelitian selanjutnya yaitu (i) perusahaan dapat mengelaborasi kebutuhan dan melakukan perubahan perbaikan pada strategi pemasaran dengan terlebih dahulu memenuhi kebutuhan konsumen; dan (ii) ketersediaan dari kebutuhan konsumen harus selalu di jaga agar konsumen tidak berpindah ke pesaing.

8 Performa Vol.8, No. 1

Daftar Pustaka Abidin, Z. (2007). Kinerja Efisiensi Pada Bank Umum. Proceeding PESAT. Jakarta, Vol. 2, pp.113-119. Abidin dan Cabanda (2006). Financial and Production Performances of Domestic and Foreign Banks in Indonesia: Pre and Post Financial Crisis. Manajemen Usahawan Indonesia, No. 6. Berman, B. and Evans, J.R. (1995). Retail Management: A Strategic Approach. Prentice Hall Inc, United State of America. Blanchard, B.S. (2004). Logistics Engineering and Management, 6 th Edition Virginia polytechnic Institute and State University, Pearson Education International, Virginia. Cooper, W.W., Seiford, L.M. and Zhu, J. (2000). A unified additive model approach for evaluating inefficiency and congestion with associated measures in DEA. SocioEconomic Planning Sciences, Vol. 34, No. 1. Daellenbach, Hans. G. (1995). System and Decision Making A Management Science Approach. John Wiley & Son Ltd, USA. Kotler, P. (1993). Manajemen Pemasaran: Analisis, perencanaan, implementasi dan pengendalian. Edisi Terjemahan. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Makmun, (2002). Efisiensi Kinerja Asuransi Pemerintah. Jurnal Kajian ekonomi dan keuangan, Vol. 6, No. 1. pp. 81-98. Purwantoro, R.N, (2003). Penerapan DEA Dalam Kasus Pemilikan Produk Inkjet Personal Printer. Usahawan, Vol 10, pp. 36-41. Samosir, A.P. (2005). Analisis Kelayakan Penggabungan Usaha PT. Pelindo I (Persero) dan PT. Pelindo II (Persero). Jurnal Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol 9, No. 4, pp 110142. Sianturi, T.A.P. (2002). Basic Principles on Creating Effective Performance Appraisal System. Jurnal Pemasaran Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, pp 1-23. Sudaryanto, B. (2006). Analisis efisiensi kinerja pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dengan Data Envelopment Analysis (DEA): Studi di Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Empirika, Vol. 19 No. 1, pp. 35-39. Sutopo, W. dan Damayanti, R.W. (2007). Perbaikan Proses Bisnis Pasang Baru Telepon Kabel di Wilayah Pemasangan Baru Surakarta dengan Metode Fault Tree Analysis, PERFORMA, Vol. 6, No. 2. ISSN 1412-8624. Swastha, B. (1996). Azas-Azas Marketing. Edisi ketiga. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Performa (2009) Vol. 8, No.1: 9-13

Rancang Bangun Alat Pemotong Bulu Ayam Untuk Mendukung Pembuatan Produk Shuttle Cock Daerah Pengrajin Serengan Kota Surakarta Lobes Herdiman, Eko Liquiddanu, Taufiq Rochman Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Telp/Fax. (0271) 632110

Abstraksi Salah satu proses produksi shuttle cock yang kritis dalam arti dapat mempengaruhi kualitas produk adalah pada waktu pemotongan bulu ayam. Hal ini dikarenakan bentuk bulu hasil potongan dapat mempengaruhi bentuk cock itu sendiri. Selama ini pemotongan bulu ayam untuk produk cock dilakukan secara manual dengan bantuan alat gunting satu persatu sehingga hasil yang diperoleh sangat lambat dan memiliki bentuk cenderung beragam. karena itu pengusaha industri kecil memerlukan alat bantu pemotong bulu yang dapat digerakkan secara manual. Kegiatan ini mencoba membuat alat potong yang dapat membantu proses pemotongan bulu. Nilai tambah dari alat yang digunakan adalah adanya alat pemanas untuk membantu proses pemotongan bulu. Dengan alat pemanas ini bentuk potongan menjadi lebih rapi, dan dapat memotong tiga hingga lima buah bulu ayam. Kata kunci: ergonomi, shuttle cock

1. Pendahuluan Sejak tahun 1970an daerah Serengan terkenal sebagai penghasil shuttle cock yang murah. Industri ini banyak terdapat di RW 09 Kelurahan Tipes dan RW 08 Kelurahan Serengan , Kecamatan Serengan Kota Surakarta. Saat ini ada sekitar 50 pengrajin shuttle cock yang telah mampu memasarkan sendiri produk shuttle cock-nya karena telah memiliki merk dagang. Dalam memproduksi shuttle cock, para pengrajin melibatkan anggota keluarga dan tetangganya untuk terlibat dalam proses produksi. Mayoritas industri kerajinan shuttle cock di sentra ini berskala kecil, rata-rata memiliki 10 orang karyawan. Tetapi ada juga beberapa UKM yang berskala lebih besar dengan jumlah karyawan mencapai 20-50. Kapasitas produksi masingmasing pengusaha bervariasi mulai dari 200 dosin/minggu hingga 1000 dosin/minggu. Bilamana diperhatikan secara seksama maka salah satu keberhasilan kualitas shuttle cock adalah pada waktu pemotongan bulu ayam, karena bentuk bulu ini akan mempengaruhi bentuk cock itu sendiri. Selama ini pemotongan bulu ayam untuk produk cock dilakukan secara manual dengan bantuan alat gunting satu persatu sehingga hasil yang diperoleh sangat lambat dan memiliki bentuk cenderung beragam. Meskipun daerah Serengan terkenal sebagai sentra industri shuttle cock, kualitas produk yang dihasilkan masih rendah yang tercermin dari harga jual di pasar masih rendah. Dalam pengabdian ini difokuskan pada perbaikan kualitas potongan dengan cara mencoba memberikan alat potong yang diharapkan dapat meningkatkan kecepatan produksi dan menyeragamkan hasil potongan bulu 

Correspondence: [email protected]

10 Performa Vol.8, No. 1

Gambar 1. Bentuk potongan bahan baku bulu ayam dan dop

. 2. Rumusan Masalah, dan Tujuan Penelitian Teknologi yang digunakan pada industri shuttle cock Serangan umumnya masih tergolong masih sederhana, sehingga mengakibatkan mutu dari produk termasuk rendah. Salah satu penyebab mutu produksi yang rendah adalah bentuk potongan bulu ayam yang tidak seragam. Disamping itu dengan alat yang ada, produksi shuttle cock terasa sangat lambat karena bulu dipotong satu-persatu dan ketika memotong bulu tangan dapat cedera. Tujuan penelitian ini terciptanya alat pemotong bulu ayam yang berguna untuk meningkatkan kualitas jumlah produk shuttle cock yang diproduksi dan meningkatkan kualitas produk shuttle cock yang dihasilkan oleh industri kecil di kelurahan serengan yang bekerjasama dengan perancang produk di laboratorium perencanaan dan perancangan produk (P3) Teknik Industri 3. Target, Sasaran dan Indikator keberhasilan Pengabdian Seperti diketahui dari latar belakang permasalahan , bahwa para pengusaha shuttle cock masih memiliki kendala dalam menjaga mutu atau kualitas potongan bulu ayam agar seragam. Karena itu diperlukan alat bantu pemotong bulu yang dapat digerakan dengan tangan. Dengan alat bantu ini diharapakan bentuk hasil potongan bulu menjadi seragam dan lebih cepat atau jika diukur dengan waktu pengerjaan yang sama maka hasil yang diperloleh akan jauh lebih banyak. Jadi target atau ouput dari program vocer ini adalah:  Adanya alat bantu pemotong bulu ayam untuk pembuatan shuttle cock yang dapat menjaga kepresisian hasil pemotongan bulu ayam  Penyerahan alat pemotong bulu ayam ini ke pengusaha shuttle cock Yang menjadi sasaran program adalah sentra industri (klaster industri) penghasil shuttle cock di Kota Surakarata adalah Kelurahan Serengan, di wilayah Kota Surakarta. Salah satu dari 40 pengrajin shuttle cock yang ada di kelurahan tersebut, adalah milik pengusaha bapak Sarno di Jalan Makam Bergulo RT. 04. RW 08 Kelurahan Serengan kota solo. Indikator Keberhasilan kegiatan pengabdian, adalah alat bantu pemotong bulu ayam untuk pembuatan shuttle cock yang dapat menjaga kepresisian hasil pemotongan bulu ayam 4. Pelaksanaan Kegiatan Untuk menyelesaian masalah mutu bulu hasil pemotongan dan kecepatan pemotongan maka program ini merancang ulang alat pemotong bulu ayam yang aman, cepat dan menghasilkan bentuk bulu yang seragam. Berikut ini rancangan awal alat pemotong bulu ayam yang akan dibuat:

Herdiman, Liquiddanu dan Rochman - Rancang Bangun Alat Pemotong Bulu Ayam Untuk Mendukung Pembuatan Produk Shuttle cock... 11

Gambar 2. Rancangan alat pemotong bulu

Gambar 3. Uji coba pengoperasional alat pemotong bulu

Setelah dibuat alat pemotong, maka sebelum diserahkan ke pengusaha alat ini dilakukan uji coba. Untuk melakukan uji coba, bulu ayam yang sudah siap dipotong diletakkan disamping alat pemotong bulu ayam. Uji coba pengoperasian alat potong bulu ayam melalui beberapa langkah, diantaranya, yaitu: a) Seteker pada diem dihubungkan dengan arus listrik 220 V. Diem dimaksimalkan agar heater cepat memanaskan pisau potong. Setelah pisau potong panas, atur panas pisau potong melalui pengatur panas pada diem.

12 Performa Vol.8, No. 1

b) Buka dies atas, lalu ambil bulu ayam yang siap dipotong, kemudian masukkan bulu ayam kedalam dies bawah dan selanjutnya dies atas ditutup. c) Tekan tuas kebawah yang bertujuan untuk menggerakkan pisau yang dihubungkan oleh batang penghubung. Pisau bergerak secara vertikal dan bolak balik, sehingga bulu ayam dapat dipotong dengan baik. d) Buka dies atas kemudian ambil bulu ayam dari proses pemotongan tersebut. Ujung bulu ayam yang tidak digunakan akan terbuang kebawah landasan alat potong 5. Serah Terima Setelah alat pemotong bulu dirakit dan diuji coba di Lab Perancangan Produk, maka langkah berikutnya adalah penyerahan alat kepengusaha dan pelatihan penggunaan alat. Pada saat serah terima alat, pengusaha merasa bersyukur dan berterima kasih atas bantuan alat dan adanya perhatian perguruan tinggi terhadap pengusaha kecil. Pada saat uji coba oleh pekerja pemotong, mereka tidak mengalami kesulitan. Pengusaha merasakan manfaatnya yaitu pemotongan menjadi lebih cepat , karena dapat memotong bulu ayam hingga 5 (lima) bulu. Hal ini dikarenakan selain menggunakan mata pisau yang tajam juga dengan adanya alat pemanas menghasilkan bentuk bulu yang baik.

Gambar 4. Pelatihan penggunaan alat oleh pekerja di tempat kerja

Gambar 5. Serah terima alat ke pengusaha

6. Monitoring dan Evaluasi Berdasarkan kegiatan yang telah dilaksanakan dan dilakukan monitoring penggunaan alat, ada beberapa hal yang perlu dicatat antara lain:

Herdiman, Liquiddanu dan Rochman - Rancang Bangun Alat Pemotong Bulu Ayam Untuk Mendukung Pembuatan Produk Shuttle cock... 13

a. Setelah diserahterima alat potong ke pengusaha dan digunakan untuk produksi. Ditemukan perlu adanya modifikasi alat, karena pada awalnya alat masih menggunakan tangan sebagai penggerak. Penggunaan tangan untuk menggerakkan alat potong dalam jangka waktu lama menyebabkan tangan mudah lelah dan tidak praktis. Setelah dilakukan diskusi antara peneliti, pengusaha dan pekerja selaku pengguna, maka pihak pengusaha dibantu seorang pekerjanya melakukan modifikasi alat. Modifikasi yang dilakukan pengusaha adalah mengganti meja kerja dengan menambah pedal kaki. Pedal kaki ini terbuat dari sebatang kayu ukuran panjang 30 cm dan lebar 10 cm. Pedal kaki ini diletakkan di meja dengan tumpuan sebuah batang besi ke meja dan pada ujung pedal kaki ini dikaitkan dengan tali plastik atau kain ke ujung pegangan tuan dari alat pemotong bulu. b. Mata pisau yang telah dibuat di lab sistem produksi, setelah digunakan untuk produksi beberapa hari mulai mengalami penurunan ketajaman atau tumpul. Kondisi ini menyebabkan mata pisau harus diasah dengan kikir agar tajam kembali. Pekerjaan ini dapat diganti dengan menggantikan mata pisau dengan alat potong pisau silet yang banyak tersedia dipasar. Untuk itu perlu adanya perubahan rancangan rumah mata pisau agar dapat menampung . Karena itu pada akhir program ini tim perancangan berhasil membuat sebuah rumah mata pisau yang dapat menampung

7. Kesimpulan Dari kegiatan ini dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Alat potong bulu ayam untuk membantu memproduksi komponen shuttle cock telah terbukti dapat beroperasi dan dapat memotong bulu ayam hingga lima bulu ayam. Kualitas hasil potongan memiliki bentuk dan ukuran bulu yang seragam. b. Untuk memudahkan pengoperasian alat potong bulu ini, telah dilakukan modifikasi penggerak kaki dengan cara menambahkan pedal kaki pada meja tempat alat ini diletakkan. c. Agar mata pisau ini selalu tajam dan mampu menghasilkan kualitas potongan bulu yang baik, maka mata pisau diganti dengan mata pisau silet (alat potong kumis/jenggot) yang banyak tersedia dipasar. Untuk keperluan ini telah dilakukan modifikasi rumah tempat mata pisau ini diletakkan. Daftar Pustaka Mitra, Amitava. Fundamental of Quality Control and Improvement. New York: Macmillan Publishing Company, 1993 Nurmianto, Eko. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya, 2004 Rochim, Taufik. Teknik Pengukuran (Metrologi Industri). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981 Sutalaksana, I.Z. dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi Dept. Teknik Industri- ITB, 1979 Walpole, Ronald E. Pengantar Statistika Ed.3 Terjemahan: Bambang Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1988 Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya: Guna Widya 1995 news.bbc.co.uk diakses tanggal 30 Oktober 2006 www.kompas.com diakses pada tanggal 14 November 2006 www.shuttle cock.com diakses pada tanggal 30 Oktober 2006

Performa (2009) Vol. 8, No.1: 14-22

Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara dengan Model Integer Linear Programming (Studi Kasus Kota Surakarta) 

I Wayan Suletra , Eko Liquiddanu, Sigit Bagus Pamungkas Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Telp/Fax. (0271) 632110

Abstract This reserach proposes an integer linear programming model for the allocation of municipal solid waste to the optimal transfer station. This model involves trade-off between two kind of transportation cost, that is transportation cost from village to trasfer station and cost from transfer station to landfill/treatment center. Branch-and-bound method is used to find optimum decision, which transfer station should serve which village. This model is applied to city of Surakarta that consist of 596 village and 62 transfer stations. From analysis we know that this model can reduce total transportation cost per day by 5,38% and balances the accumulated waste in all trasfer station Key words: municipal solid waste, Integer Linear Programming, transfer station, transportation cost.

1. Pendahuluan Sampah merupakan objek yang tidak berguna sehingga harus dibuang agar tidak mengganggu lingkungan. Menurut Bahar (1985: 7-8), sampah yang menumpuk dan dibiarkan begitu saja pada tempat terbuka, menyebabkan rendahnya nilai estetika di kawasan tersebut. Untuk itu, penanganan sampah seperti pembuangan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan dan pemusnahan sampah harus terlayani dengan baik. Penelitian terapan yang berfokus pada manajemen sampah perkotaan (municipal solid waste management) sedang booming saat ini karena permasalahan sampah di kota-kota besar semakin kompleks. Bautista dan Pereira (2006) memodifikasi model dasar set-covering problem untuk menentuan lokasi recycling plant (TPA) terpisah masing-masing untuk sampah gelas, plastik, kertas dan material organik dan diterapkan di metropolitan area of Barcelona. Selanjutnya, Boffey et al. (2008) mengembangkan model multicriteria penentuan lokasi pembuangan sampah dengan empat fungsi tujuan yang semuanya bersifat minimasi. Permasalahan ini diformulasikan dengan network model dan diaplikasikan di district of Algarve, Portugal. Erkut et al.(2008) mengusulkan model location-allocation problem yang berbasis pada multicriteria mix-interger linear programming untuk manajemen sampah perkotaan di Central Macedonia. Ketiga model diatas berfokus pada pemilihan lokasi treatment center (TPA) maupun TPS dan belum mempertimbangkan penugasan (assigment) TPS ke wilayah padahal penentuan TPS mana melayani wilayah mana sangat menentukan total biaya pengangkutan. Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan suatu model untuk mengalokasikan RW ke TPS untuk meminimumkan total biaya transportasi. Total biaya transportasi merupakan fungsi dari 

Corespondence : [email protected]

Suletra, Liquiddanu dan Pamungkas - Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara...15

biaya pengangkutan sampah yang berhubungan dengan jarak untuk sekali pengangkutan baik dengan menggunakan gerobak maupun truk sampah. Gerobak digunakan untuk pengumpulan sampah dari RW ke TPS, sedangkan truk sampah digunakan untuk pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Model yang dikembangkan ini diaplikasikan di kota Surakarta yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, mempunyai luas wilayah 44,04 km2 dan jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah 566.141 jiwa (Dinas Kependudukan dan Capil, 2008). Biaya pengangkutan sampah terdiri dari biaya angkut dari wilayah (RW) ke lokasi TPS dan biaya angkut dari lokasi TPS ke lokasi TPA. Pengalokasian yang tidak tepat akan menyebabkan pembengkakan biaya. Model yang dikembangkan harus dapat mengalokasikan 596 RW ke salah satu dari 62 TPS yang ada di Kota Surakarta. Trade-off biaya pada model terjadi antara biaya angkut dengan gerobak (dari RW ke TPS) dan biaya angkut dengan truk (dari TPS ke TPA). 2. Pemodelan Sampah yang dihasilkan dari wilayah (RW) berasal dari sumber sampah, seperti rumah tangga, pertokoan, fasilitas umum dan perkantoran. Sampah tersebut dibuang langsung ke tempat sampah yang diletakkan di depan rumah (sumber sampah) masing-masing tanpa melalui proses terlebih dahulu. Dari tempat sampah, sampah diambil oleh petugas pengumpul sampah dengan menggunakan gerobak yang kemudian dibuang ke TPS jika muatannya penuh. Sampah yang terkumpul di TPS atau pada container dimuat oleh petugas ke atas truk sampah untuk dibawa ke TPA. Jika muatan sampah sudah memenuhi kapasitas angkut, maka truk sampah akan menuju TPA untuk membongkar muatan sampah. Skema aliran proses yang terjadi dalam pengangkutan sampah dapat dilihat pada Gambar 1.

Sampah yang terangkut ke TPA ditumpahkan dari atas truk sampah, kemudian didorong, diratakan dan dipadatkan dengan alat-alat berat. Setelah itu, truk pengangkut sampah bergerak lagi menuju TPS untuk memuat sampah dan diangkut ke TPA jika muatannya sudah memenuhi kapasitas angkut. Setelah selesai truk kembali ke pool truk. 2.1 Biaya Pengangkutan Sampah Biaya pengangkutan merupakan fungsi dari biaya pengangkutan sampah yang berhubungan dengan jarak untuk sekali pengangkutan. Biaya sekali angkut dari wilayah (RW) ke lokasi TPS dirumuskan pada persamaan (1), sedangkan biaya angkut dari lokasi TPS ke lokasi TPA dirumuskan pada persamaan (2). c ij  BAS a  d ij .................................................................................. (1)

c j1  BAS b  d j1 .................................................................................. (2)

16 Performa Vol.8, No. 1

dimana,

c ij

= biaya pengangkutan untuk sekali angkut gerobak dari RW ke-i ke lokasi TPS ke-

c j1

j (Rp/gerobak) = biaya pengangkutan untuk sekali angkut truk dari lokasi TPS ke-j ke lokasi TPA

(Rp/truk) BAS a = biaya angkut per meter dengan alat transportasi gerobak (Rp/m/gerobak)

BAS b = biaya angkut per kilometer dengan alat transportasi truk (Rp/km/truk) d ij

= jarak dari RW ke-i ke lokasi TPS ke-j (m)

d j1 = jarak dari TPS ke-j ke lokasi TPA (km) i j

= nomor lokasi wilayah (RW) = nomor lokasi TPS

2.2 Frekuensi Pengangkutan Sampah Frekuensi pengangkutan merupakan banyaknya pengangkutan sampah dari wilayah (RW) ke TPS dengan alat angkut gerobak per hari. Beban setiap gerobak masing-masing wilayah (RW) diasumsikan sama. Perhitungan untuk frekuensi pengangkutan ini menggunakan persamaan (3).

fi 

vi ............................................................................................ (3) k ger

dimana,

fi

= frekuensi angkut per hari dari RW ke-i ke lokasi TPS dengan alat angkut

vi

gerobak (gerobak/hari) = volume sampah dari RW ke-i ke lokasi TPS per hari (liter/hari)

k ger = kapasitas maksimal sekali angkut alat transportasi gerobak i

(liter/gerobak) = nomor lokasi wilayah (RW)

2.3 Fungsi Tujuan Fungsi tujuan pada model yang dikembangkan adalah meminimasi biaya pengangkutan sampah yang terdiri dari biaya angkut dari wilayah (RW) menuju ke lokasi TPS (suku ke-1) dan biaya angkut dari lokasi TPS menuju ke lokasi TPA (suku ke-2). Fungsi tujuan ini didefinisikan dengan persamaan (4).

m 3  m n      TC  c  f  x Minimize   ij i ij    c j1  f j1  xij  .................... (4) 1 j 1 i 1 j 1 i      1

2

2.4 Variabel Keputusan Variabel keputusan yang dicari dalam formulasi matematis pada persamaan (4) adalah:

1 jika sampah dari wilayah (RW) ke - i dialokasikan ke lokasi TPS ke - j, x ij =  0 jika tidak pada model ini setiap RW hanya diberikan tiga alternatif TPS terdekat sebagai pilihan tempat menampung sampah. Melalui proses optimisasi akan dipilih satu TPS yang optimum untuk

Suletra, Liquiddanu dan Pamungkas - Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara...17

setiap RW. Trade-off antara biaya angkut dari RW ke TPS dan biaya angkut dari TPS ke TPA menjamin bahwa masalah ini bukan masalah yang trivial (setiap RW memilih TPS terdekat). 2.5 Batasan-batasan Kriteria-kriteria yang menjadi kendala pada formulasi matematis diatas, adalah sebagai berikut : 1. Setiap lokasi TPS ke-j tidak dapat menerima sampah dari wilayah (RW) melebihi kapasitas yang dapat ditampung m

v i 1

i

x ij  K j

untuk j = 1, 2, 3, ..., n

2. Satu wilayah (RW) hanya dapat membuang sampah pada satu lokasi TPS 3

x

ij

j 1

1

untuk i = 1, 2, 3, ..., m

3. Variabel keputusan, x ij merupakan bilangan biner

xij  0,1

4. Frekuensi pengangkutan sampah dari TPS menuju TPA merupakan bilangan integer dengan pembulatan ke atas

f j1  int . m

v  x i

i 1

dimana, TC

ij

 f j1  k truk

untuk j = 1, 2, 3, ..., n

c ij

= total biaya pengangkutan sampah (Rp/hari) = biaya pengangkutan untuk sekali angkut gerobak dari RW ke-i ke

c j1

lokasi TPS ke-j (Rp/gerobak) = biaya pengangkutan untuk sekali angkut truk dari lokasi TPS ke-j ke

fi

lokasi TPA (Rp/truk) = frekuensi angkut per hari dari RW ke-i ke TPS dengan alat angkut

f j1

gerobak (gerobak/hari) = frekuensi angkut per hari dari TPS ke-j ke TPA dengan alat angkut

x ij

truk (truk/hari) = keputusan mengalokasikan sampah dari RW ke-i ke lokasi TPS ke-j

vi

= volume sampah dari RW ke-i ke lokasi TPS per hari (liter/hari)

Kj

= kapasitas TPS ke-j

k truk = kapasitas sekali angkut alat transportasi truk (liter/truk) i j m n

= = = =

nomor lokasi wilayah (RW) nomor lokasi TPS jumlah wilayah (RW) jumlah lokasi TPS

3. Pengolahan Data Parameter-parameter yang digunakan untuk mengaplikasikan model ini di Kota Surakarta adalah sebagai berikut:

18 Performa Vol.8, No. 1

1. Kapasitas gerobak, k ger = 1 m3 (1 m3 = 1000 liter). 2. Kapasitas truk, ktruk = 8 m3 3. Kapasitas TPS, Kj = 8 m 3 4. Jumlah lokasi TPS, n = 62 5. Jumlah wilayah/RW, m = 596 Volume sampah per hari pada tiap RW dihitung berdasarkan jumlah penduduk dengan ketentuan 3 liter/jiwa/hari berpedoman pada Revisi SNI 03-3242-1994 tentang tata cara pengelolaan sampah di permukiman. Sementara nilai BAS a dan BAS b dihitung dengan mempertimbangkan biaya bahan bakar, upah petugas/sopir, biaya maintenance truk dan gerobak, biaya depresiasi truk dan gerobak sehingga diperoleh nilai sebagai berikut: BAS a = Rp. 3,13 /meter

BAS b = Rp. 4.776,11 /kilometer Selanjutnya, parameter biaya satuan dari RW ke TPS (cij) dan biaya satuan dari TPS ke TPA (cj1) dihitung dari nilai BAS a dan BAS b di atas dengan mempertimbangkan jarak tempuh riil dari RW ke TPS dan jarak tempuh riil TPS ke TPS yang diukur dengan GPS kemudian diolah dengan software ArcGIS. Sebaran lokasi 62 TPS dan satu TPA digambarkan pada gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi TPS dan TPA Sumber: DKP Kota Surakarta, Desember 2008

Keterangan : V0 : pool truk V1-V62 : Tempat Pembuangan Sementara (TPS) V63 : Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Variabel keputusan yang optimal (global), yaitu RW mana membuang sampah ke TPS mana dapat diperoleh dengan metode branch-and-bound dengan bantuan software Lingo 8.0. Dari hasil optimasi didapatkan usulan alokasi sampah wilayah (RW) ke TPS tahun 2009 dengan biaya pengangkutan sampah yang minimum seperti pada Tabel 1.

Suletra, Liquiddanu dan Pamungkas - Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara...19

Tabel 1. Usulan Alokasi Sampah Wilayah (RW) ke TPS tahun 2009 No.

Nama TPS

1

Sampangan Barat

2

Sampangan Timur

3

Silir

4

Semanggi

5

Hadijayan

6

Sadinu

7

Balai Kota

8

Joyotakan

9

Dawung

10

Makam Bergolo

11

Tipes

12

Mugen Lepas

13

Kartopuran

14

Mugono

15

SPSA

16

Panti Waluyo

17

Norowangsan

18

Perum Becak

Wilayah (RW) yang dilayani Pasar kliwon RW : 1, 2, 3, 4 Kedung lumbu RW : 1 Semanggi RW : 16, 17, 19, 20, 21 Sangkrah RW : 8, 9, 10 Semanggi RW : 1, 2, 3, 22 Semanggi RW : 4, 5, 6, 10 Joyosuran RW : 2 Pasar kliwon RW : 12 Semanggi RW : 12, 13, 14, 15, 18 Baluwarti RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 Gajahan RW : 1, 2, 3, 4, 9 Joyosuran RW : 1 Pasar kliwon RW : 6, 7, 8, 9, 10, 11 Danukusuman RW : 2, 3, 4 Keprabon RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6 Setabelan RW : 7, 8, 9 Kampung baru RW : 1, 3, 4, 5 Kauman RW : 1, 3 Kemlayan RW : 1 Kampung baru RW : 6 Kauman RW : 4, 5, 6 Kedung lumbu RW : 2, 4, 5, 6, 8 Pasar kliwon RW : 5 Joyosuran RW : 5, 7, 9, 10, 11, 12 Joyotakan RW : 2, 3, 4, 5, 6 Joyosuran RW : 6 Danukusuman RW : 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 Joyotakan RW : 1 Serengan RW : 11, 14, 15 Serengan RW : 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13 Tipes RW : 10, 11 Panularan RW : 2, 4 Tipes RW : 4, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15 Gajahan RW : 5, 6, 7, 8 Danukusuman RW : 1 Jayengan RW : 9 Kratonan RW : 1, 2, 4, 5, 6 Serengan RW : 1, 2, 3, 4 Tipes RW : 5 Panularan RW : 6, 8 Jayengan RW : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 Kratonan RW : 3 Tipes RW : 1, 3 Sriwedari RW : 2 Kauman RW : 2 Jayengan RW : 1 Kemlayan RW : 2, 3, 4, 5 Manahan RW : 13 Jajar RW : 1 Kerten RW : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 Kerten RW : 1, 13 Pajang RW : 10, 11, 12 Karangasem RW : 1, 2 Pajang RW : 13, 16 Karangasem RW : 3, 5, 6, 9

20 Performa Vol.8, No. 1

Lanjutan Tabel 1. 19 Sondakan Kuburan 20 Sondakan I 21 Pajang Rel 22 Pajang Gentan 23

Mangkuyudan I

24

Mangkuyudan II

25

Mangkuyudan III

26

Brengosan

27

Samsat

28

Pramuka

29

Kreteg Bang

30

Sambeng

31

Tirtonadi

32

Depok

33

Dr. Yeni

34 35

Manahan Jam SSS

36

Sumber BK

37

Minapadi

38

Bonoloyo

39

Ngemplak

40

BKIA

41

Hotel DS

42

Marconi

43

Turisari

44

Ringin Semar

Sondakan RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 15 Sondakan RW : 9, 10, 11, 12, 13, 14 Pajang RW : 5, 6, 7, 8, 14 Pajang RW : 1, 2, 3, 4 Bumi RW : 5, 6 Panularan RW : 1 Penumping RW : 4, 5 Purwosari RW : 1 Purwosari RW : 2, 4, 8 Bumi RW : 1, 2, 3, 4, 7 Purwosari RW : 3, 5, 6, 7 Purwosari RW : 9, 10, 11, 12, 13, 14 Sondakan RW : 1 Jajar RW : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 Karangasem RW : 4 Ketelan RW : 7, 8 Mangkubumen RW : 12, 13, 14 Punggawan RW : 5 Timuran RW : 1, 2, 3, 4, 5 Sriwedari RW : 4 Mangkubumen RW : 3, 7 Punggawan RW : 2, 3, 4, 6 Gilingan RW : 1, 2, 3, 4, 7 Manahan RW : 1 Mangkubumen RW : 1, 2, 8 Gilingan RW : 5, 13, 14, 15 Nusukan RW : 18, 19 Manahan RW : 4, 5, 6, 7, 8 Manahan RW : 2, 3 Nusukan RW : 6, 7, 8, 10 Sumber RW : 2, 3, 4 Sumber RW : 5, 6, 7, 8, 12 Manahan RW : 10, 11, 12 Banyuanyar RW : 4, 5, 6, 9, 12 Sumber RW : 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17 Kadipiro RW : 16, 17 Nusukan RW : 1, 2, 3, 4, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 Kadipiro RW : 4, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 22, 23, 24, 25, 26 Gilingan RW : 17 Kadipiro RW : 18, 19, 20 Nusukan RW : 20, 21, 22, 24 Gilingan RW : 12 Setabelan RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6 Kepatihan Kulon RW : 1, 2 Kestalan RW : 1 Ketelan RW : 4, 5, 6, 9 Gilingan RW : 6, 8, 9, 10, 11 Kestalan RW : 2, 3, 4, 5, 6 Ketelan RW : 1, 2, 3 Punggawan RW : 1 Manahan RW : 9 Mangkubumen RW : 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11 Penumping RW : 1 Gilingan RW : 16, 18, 19, 20 Jebres RW : 1, 2, 3, 4, 30 Tegalharjo RW : 2, 3, 4, 5, 6

Suletra, Liquiddanu dan Pamungkas - Optimasi Pengalokasian Sampah Wilayah Ke Tempat Pembuangan Sementara...21

Lanjutan Tabel 1. 45

RC

46 47 48

UNS Cargo UNS Jurug

49

Sariwarna

50

Jurnasan

51

Nlipakan

52

Tanggul

53

Batoar

54

PT. King

55

Mojosongo

56

Kerkop

57

Panti Kosala

58

Silir Baru

59

Sondakan II

60

Ken Dedes

61

Sriwedari

62

Komplang

63

TPA Putri Cempo

Jebres RW : 28, 29, 32 Mojosongo RW : 2, 7, 8, 9, 35 Jebres RW : 5, 6, 9, 10, 11, 12, 23, 24, 25, 26, 27, 28 Jebres RW : 17, 18, 19, 20, 21, 22 Jebres RW : 14, 15, 16, 36 Jagalan RW : 8, 9, 10, 11, 12 Jebres RW : 7, 8, 13 Pucangsawit RW : 2, 3, 11, 14, 15 Pucangsawit RW : 1, 9, 10 Jagalan RW : 14, 15 Pucangsawit RW : 4, 5, 6, 7, 8, 12, 13 Sewu RW : 1, 2, 3, 5, 6 Gandekan RW : 1, 3, 9 Jagalan RW : 13 Sewu RW : 4, 7, 8, 9 Sangkrah RW : 1, 2, 6, 7, 11, 12, 13 Jagalan RW : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 Purwodiningratan RW : 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 Kepatihan wetan RW : 1, 2 Kepatihan kulon RW : 3 Purwodiningratan RW : 2, 3 Sudiroprajan RW : 6, 7, 8, 9 Kampung baru RW : 2 Kadipiro RW : 21, 27 Mojosongo RW : 12, 13, 14, 15, 20, 21, 22, 23, 27, 31, 32 Gandekan RW : 2, 4, 5, 6, 7, 8 Purwodiningratan RW : 1 Sudiroprajan RW : 1, 2, 3, 4, 5 Kedung lumbu RW : 3, 7 Sangkrah RW : 3, 4, 5 Gilingan RW : 21 Nusukan RW : 23 Jebres RW : 31, 33, 34, 35 Mojosongo RW : 1, 3, 4, 5, 6 Tegalharjo RW : 1 Joyosuran RW : 3, 4, 8 Semanggi RW : 7, 8, 9, 11, 23 Joyosuran RW : 9 Laweyan RW : 1, 2, 3 Pajang RW : 9, 15 Karangasem RW : 7, 8 Panularan RW : 3, 5, 7 Penumping RW : 2, 3, 6 Sriwedari RW : 1, 3, 5, 6 Kemlayan RW : 6 Tipes RW : 2 Banyuanyar RW : 1, 2, 3, 7, 8, 10, 11 Kadipiro RW : 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9 Nusukan RW : 5 Sumber RW : 1 Mojosongo RW : 10, 11, 16, 17, 18, 19, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 33, 34

22 Performa Vol.8, No. 1

Dari hasil running optimasi software Lingo 8.0 di atas, didapatkan total biaya pengangkutan sampah dari rumah tangga (wilayah/RW) sampai TPA sebesar Rp. 18.080.030,00/hari. Sementara kebijakan alokasi sekarang yang berdasarkan kelurahan menghasilkan biaya Rp. 19.107.310,53/hari. 4. Kesimpulan Dan Saran Model alokasi sampah dari wilayah (RW) ke TPS di kota Surakarta dengan menggunakan integer linear programming mampu meminimasi biaya pengangkutan sampah menjadi sebesar Rp. 18.080.030,00/hari dari biaya pengangkutan sampah sekarang sebesar Rp. 19.107.310,53/hari dengan penghematan sebesar Rp. 1.027.280,53/hari atau 5,38%. Selain itu, dengan model ini, beban sampah setiap TPS menjadi lebih merata dan tidak melebihi kapasitasnya dengan rata-rata persentase utilitas sebesar 84,19% dengan simpangan baku 22% sementara sistem sekarang memiliki simpangan baku 59% (sangat tidak merata beban setiap TPS). Penelitian ini berasumsi bahwa truk mengangkut sampah dari satu TPS langsung menuju TPA dan akan kembali lagi ke TPS tersebut jika sampah masih tersisa tanpa singgah ke TPS lain. Untuk penelitian lebih lanjut dapat dikembangkan model yang mengintegrasikan penentuan alokasi dan routing pengangkutannya sehingga biaya pengangkutan dapat lebih diminimumkan lagi.

Daftar Pustaka Bahar, Yul H. (1985). Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta : PT. Waca Utama Pramesti. Bautista, J. and Pereira, J. (2006). Modeling the problem of locating collection areas for urban waste management: an application to the metropolitan area of Barcelona. Omega, 34, 617-629. Boffey, T.B., Mesa, J.A. and Rodrigues, J.I. (2008). Locating a low-level waste disposal site. Computers&Operations Research, 35, 701-716. BSN. (2005). “Revisi SNI 03-3242-1994.” Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional. Dinas Kependudukan dan Capil. (2008). Laporan Monografi Dinamis Kota Surakarta. Surakarta : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. DKP. (2008). Laporan Pekerjaan Inventarisasi Timbulan Sampah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2008. Surakarta : Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Erkut, E., Karagiannidis, A., Perkoulidis, G. and Tjandra, S.A. (2008). A multicriteria facility location model for municipal solid waste management in North Greece. European Journal of Operational Research, 187,1402 – 1421. Winston, W.L. (2004). Operation Research:application and algorithms, 4th edition. Brooks/cole-Thomson Learning, Belmont, California.

Performa (2009) Vol. 8, No.1: 23-33

Perancangan Program Aplikasi untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan Berdasarkan Model Revised NIOSH Lifting Equation Henri Winandar, Irwan Iftadi, dan Lobes Herdiman Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No.36 Surakarta telp. 57126 fax.532110

Abstrak Pekerjaan pengangkatan merupakan salah satu penyebab utama low back pain. Kompensasi ekonomi yang diberikan perusahaan dalam penanganan low back pain sangat besar. Salah satu model analisis pekerjaan pengangkatan yang banyak digunakan yaitu model Revised NIOSH Lifting Equation. Tujuan dari model Revised NIOSH Lifting Equation adalah mengurangi resiko kecelakaan kerja akibat pekerjaan pengangkatan. Model ini rumit sehingga memerlukan ketelitian tinggi dalam perhitungan manual, khususnya untuk kasus multi task. Program aplikasi untuk model tersebut sudah tersedia tetapi bersifat komersial. Adapun program aplikasi gratis memiliki fitur kurang lengkap. Perancangan program aplikasi menggunakan pendekatan berorientasi objek dengan bahasa permodelan UML. Perancangan user interface program aplikasi berdasarkan diagram UML. Rancangan human model dibuat untuk memodelkan input data berupa hand location dan asymetric angle. Tahap akhir penelitian yaitu menterjemahkan perancangan ke dalam bahasa pemograman. Hasil penelitian yaitu program aplikasi yang mendukung penuh analisis model Revised NIOSH Lifting Equation baik kasus single task maupun kasus multi task. Program aplikasi mampu memodelkan data input berupa hand location dan asymetric angle. Program aplikasi dapat mencetak laporan dengan standar publikasi NIOSH. Disamping itu terdapat beberapa fitur lain, seperti error message berupa pesan kesalahan apabila terjadi kesalahan input data dan help file yang dapat digunakan oleh pengguna untuk mempelajari program aplikasi. Kata Kunci : low back pain, Revised NIOSH Lifting Equation, program aplikasi

1. Pendahuluan Low back pain merupakan fenomena umum yang terjadi dalam dunia kesehatan dan keselamatan kerja serta mengeluarkan banyak biaya dalam penanganannya [6]. Penyebab utama dari low back pain yaitu pekerjaan pengangkatan secara manual. Pengangkatan dengan kondisi membungkuk adalah posisi pengangkatan yang sering digunakan, mekanisme punggung sebagai pengungkit dan pinggul sebagai titik tumpu. Pada aktifitas mengangkat, batang tubuh membungkuk ke depan dan sejumlah kekuatan tarikan harus dihasilkan untuk memelihara keseimbangan sehingga membebani kolom spinal pekerja [1]. Tempat yang paling terkena dampak dari pekerjaan pengangkatan yaitu pada tulang belakang bagian L5/S1 [3]. Penyebab lain low back pain adalah mengangkat beban yang terlalu berat atau pekerjaan pengangkatan yang berulang dengan frekuensi yang tidak mampu ditoleransi oleh tubuh pekerja. Berdasarkan dari hasil review beragam literatur NIOSH merekomendasikan kriteria mengenai kapasitas maksimal pekerja dalam pekerjan pengangkatan. NIOSH menggunakan kriteria yang dihasilkan untuk membuat formulasi baru mengenai analisis pekerjaan pengangkatan dengan memperhatikan keempat aspek tersebut dan formulasi tersebut dinamakan 

Corespondence : [email protected]

24 Performa Vol.8, No. 1

Revised NIOSH Lifting Equation. Tujuan dari Revised NIOSH Lifting Equation adalah untuk melindungi atau mengurangi resiko kecelakaan kerja yang akan dialami pekerja dalam melakukan aktivitas pekerjaan pengangkatan [6]. Program aplikasi sering membantu manusia dalam membantu memecahkan berbagai masalah dengan cepat dan tepat. Adapun beberapa produk program aplikasi untuk analisis pekerjaan pengangkatan dengan model Revised NIOSH Lifting Equation baik komersial maupun non komersial. Diharapkan dengan penelitian ini mampu menghasilkan suatu program aplikasi yang mampu melakukan analisis pekerjaan pengangkatan berdasarkan model Revised NIOSH Lifting Equation dengan fitur yang lengkap. 2. Metodologi Penelitian

Gambar 1. Metodologi Penelitian

Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 25

Adapun tahapan yang dilakukan dalam penelitian, sebagai berikut: i. Studi Pendahuluan. Studi pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui segala sesuatu tentang analisis pekerjaan pengangkatan dari berbagai jenis model dan aplikasi umum yang biasa digunakan untuk melakukan analisis pekerjaan pengangkatan. ii. Perumusan Masalah. Merumuskan permasalahan yang diangkat dalam penelitian secara ringkas, jelas, dan fokus sebagai sebuah pertanyaan yang harus dapat dijawab dengan hasil penelitian. iii. Tujuan Penelitian. Dalam tahapan ini ditentukan tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian sebagai jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan pada tahapan sebelumnya. iv. Studi Literatur. Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan penunjang materi untuk membuat penelitian ini. v. Studi Materi. Tahapan ini dilakukan sebagai persiapan untuk pengumpulan data berupa materi analisis pekerjaan pengangkatan dari berbagai sumber. vi. Pengumpulan Data. Tahapan ini merupakan inti dalam penelitian yaitu mengumpulkan semua data yang terkait terdiri dari 2 tahapan, yaitu penjelasan model serta alur logika model analisis pekerjaan sesuai dengan model Revised NIOSH Lifting Equation. vii. Pengolahan Data. Tahapan pengolahan data dilakukan setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul untuk kemudian diolah lebih lanjut. Ada empat tahap pengolahan data yaitu permodelan sistem, perancangan human model, perancangan user interface dan tahap programming and debugging. viii. Analisis dan Interpretasi Hasil. Tahapan analisis yaitu mengevaluasi aplikasi dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan. ix. Kesimpulan dan Saran. Tahapan terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan serta mengemukakan saran dan penelitian lanjutan. 3. Hasil dan Perancangan 3.1. Model Revised NIOSH Lifting Equation Model Revised NIOSH Lifting Equation merupakan model analisis pekerjaan pengangkatan yang memerlukan berbagai data pendukung untuk dihitung dalam persamaanpersamaan dalam model. Model Revised NIOSH Lifting Equation adalah sebuah alat bantu penghitungan yang digunakan untuk mengetahui tekanan fisik dari pengangkatan manual dengan dua tangan. Sebagaimana alat penghitungan yang lain, aplikasi dari persamaan ini terbatas pada kondisi yang telah dirancang oleh NIOSH. Persamaan ini dirancang untuk kondisi pengangkatan yang spesifik yang erat kaitannya pada segi biomekanika, fisiologi kerja, dan asumsi psikologis serta data yang telah teridentifikasi Gambar 2. merupakan alur logika model Revised NIOSH Lifting Equation secara umum. Adapun keterangan yang lebih spesifik dapat dijelaskan, sebagai berikut: 1. Pemilihan task Model Revised NIOSH Lifting Equation adalah suatu alat untuk mengakses tekanan fisik akibat pekerjaan pengangkatan manual, sama seperti kebanyakan alat lain, aplikasi nyatanya sangat terbatas pada kondisi yang telah dirancang. Analisis bergantung pada pilihan pekerjaan yang dianalisis yaitu single task atau multi task dan significant control yang diperlukan pada pekerjaan pengangkatan.

26 Performa Vol.8, No. 1

Gambar 2. Alur logika model Revised NIOSH Lifting Equation

2. Pengumpulan data Variabel dari suatu pekerjaan yang akan dianalisis harus diukur secara hati-hati dan dicatat dalam format yang telah ditentukan. Data yang diperlukan setiap task, sebagai berikut: a. Berat objek yang diangkat b. Hand location c. Asymetric angle (A) d. Frekuensi (F) e. Durasi pengangkatan f. Coupling (C)

Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 27

3. Perhitungan Faktor Pengali Faktor pengali merupakan komponen penting untuk penghitungan RWL. Rumus dan besaran faktor pengali menggunakan desain kriteria dari model biomekanik, fisiologi dan psikofisik. Adapun langkah perhitungan faktor pengali, sebagai berikut: a. Horizontal Multiplier (HM) b. Vertical Multiplier (VM) c. Distance Multiplier (DM) d. Asymetric Multiplier (AM) e. Frequency Multiplier (FM) f. Coupling Multiplier (CM) 4. Perhitungan untuk Single Task Ada dua prosedur utama untuk analisis pekerjaan pengangkatan dengan kategori single task yaitu menghitung RWL dan Lifting Index untuk kemudian dianalisis. Adapun penjelasannya, sebagai berikut: a. Menghitung RWL b. Menghitung Lifting Index. Lifting Index merupakan output dalam analisis pekerjaan pengangkatan menggunakan model Revised NIOSH Lifting Equation. Lifting Index yang aman adalah kurang atau sama dengan 1. 5. Perhitungan untuk Multi Task Ada lima prosedur untuk analisis pekerjaan pengangkatan dengan kategori multi task, sebagai berikut: a. Menghitung Frequency Independent Recommended Weight Limit (FIRWL) b. Menghitung Single Task Recommended Weight Limit (STRWL) c. Menghitung Frequency Independent Lifting Index (FILI) d. Menghitung Single Task Lifting Index (STLI) e. Menghitung Composite Lifting Index (CLI) 6. Standar NIOSH untuk Model Revised NIOSH Lifting Equation NIOSH memberikan standar bahwa apabila nilai LI atau CLI lebih besar dari 1 maka pekerjaan pengangkatan beresiko mengakibatkan kecelakaan kerja pada bagian punggung. LI kurang dari 1 secara tidak langsung berarti pekerja memiliki Disc Compresion Force pada L5/S1 kurang dari 3.4 kN, dengan Energi Expenditur diantara 2.28 kcal/min – 3.18 kcal/min [1]. 3.2.

Permodelan Sistem Langkah awal pengembangan program aplikasi, terlebih dahulu harus memodelkan program aplikasi ke dalam bahasa permodelan software. Dalam penelitian ini digunakan permodelan berorientasi objek dengan bahasa permodelan UML 2.0. Dalam permodelan berorientasi objek suatu software dibedakan menjadi 2 macam yaitu monolithic sistem dan distributed sistem, dalam penelitian ini program aplikasi yang akan dibuat hanya akan bekerja untuk satu komputer atau monolithic [5]. Untuk sistem monolithic maka view yang dipakai dalam permodelan terbatas pada dua view yaitu use case view dan desain view. Use case view dalam UML 2 direpresantasikan oleh use case diagram dan desain view direpresentasikan oleh class diagram dan sequence diagram [4].

28 Performa Vol.8, No. 1

3.3.

Use Case Diagram Dalam pembuatan use case diagram, hal pertama yang dilakukan yaitu mengidentifikasi actor [4]. Dalam aplikasi direncanakan tidak ada pembedaan actor, actor hanya satu jenis yaitu pengguna aplikasi.

Gambar 3. Use case diagram program aplikasi

Use case diagram menjelaskan requirement suatu program aplikasi. Dari gambar 4.2. dapat dijelaskan bahwa user dapat langsung melakukan dua hal dari aplikasi yaitu melakukan analisis pekerjaan atau membuka fitur help. Untuk melakukan analisis pekerjaan pengangkatan maka dibutuhkan perantara yaitu untuk pemilihan klasifikasi pekerjaan yaitu single task atau multi task. Spesifikasi selanjutnya yaitu user membutuhkan fitur input data, eksekusi hasil, pembuatan laporan dan penyimpanan file. 3.4.

Class Diagram Class Diagram berfungsi sebagai representasi dari sebuah struktur perangkat lunak [4]. Dari class diagram dapat diketahui bagaimana program akan berjalan dan spesifikasi user interface dari sebuah program aplikasi. Class diagram merupakan struktur atau arsitektur dari sebuah program aplikasi. Perancangan class diagram harus sesuai dengan use case diagram. Class diagram dari program aplikasi disusun berdasarkan alur logika perhitungan model Revised NIOSH Lifitng Equation ditambah dengan beberapa fitur tambahan guna mendukung program aplikasi. Class diagram pada gambar 4., menunjukkan strusktur program aplikasi yang terdiri dari beberapa class yang saling berhubungan.

Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 29

Gambar 4. Class diagram program aplikasi

3.5.

Sequence Diagram Sequence diagram merupakan bagian dari diagram interaksi dalam UML 2.0, fungsi utama dari sequence diagram yaitu untuk memperlihatkan perilaku objek dalam suatu kasus [4]. Dari sequence diagram dapat menunjukkkan kolaborasi antar objek dalam sistem. Sequence diagram pada gambar 5. menunjukkan bagaimana interaksi objek pada waktu melakukan analisis suatu pekerjaan pengangkatan. Ada 4 objek yang berperan dalam analisis pekerjaan pengangkatan yang diwakili oleh 4 class yaitu main, klasifikasi, single task dan multi task.

Gambar 5. Sequence diagram program aplikasi

30 Performa Vol.8, No. 1

3.6.

Database Aplikasi membutuhkan database sebagai storage file yang berguna untuk keperluan report dan saving output aplikasi. Adapun pembuatan database menggunakan Microsoft Access 2003. Karena fungsi database hanya sebagai storage file maka tidak diperlukan rancangan khusus dan komponen database yang dibutuhkan dibuat berdasarkan class diagram aplikasi. Dari class diagram dapat dilihat bahwa terdapat dua klasifikasi data yaitu data single task dan data multi task sehingga database dibagi menjadi dua tabel data. 3.7.

Perancangan Human Model Human model digunakan untuk memodelkan posisi postur manusia dari data input ke dalam bentuk gambar model manusia. Model manusia yang digunakan yaitu model manusia basemale.blend yang diperoleh dari www.katorlegaz.com dan diolah dengan aplikasi Blender 3D. Untuk kemudian file hasil render yaitu file picture dengan ekstensi .jpg diaplikasikan ke Visual Basic 6. Dalam program aplikasi, human model digunakan untuk memodelkan posisi horizontal location (H) dan vertical location (V) serta asymmetric angle (A) dari suatu pekerjaan pengangkatan.

Gambar 6. Human model dengan Blender 3D

3.8.

User Interface Program Aplikasi User interface program aplikasi dibuat berdasarkan diagram UML serta memperhatikan alur logika model Revised NIOSH Lifting Equation. Adapun bahasa pemograman yang digunakan berupa bahasa BASIC dengan aplikasi Microsoft Visual Basic 6.

Gambar 7. User interface form utama dan klasifikasi form program aplikasi

Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 31

Dalam program aplikasi terdiri dari 4 form utama yaitu main form, klasifikasi form, single task form dan multi task form. Adapun langkah dalam analisis pekerjaan pengangkatan melalui program aplikasi terdiri dari 4 langkah utama yaitu membuka program aplikasi, memasukkan data, eksekusi hasil dan membuat laporan. User tinggal memasukkan data yang diperlukan untuk keperluan analisis pekerjaan pengangkatan setelah terlebih dahulu menentukan klasifikasi pekerjaan pengangkatan yang akan dianalisis. Ada dua pilihan yang disediakan oleh program aplikasi dalam melakukan input data yaitu secara manual dan membuka file database yang disediakan.

Gambar 8. User interface input program aplikasi

Program aplikasi akan menghitung berdasarkan model dengan output berupa hasil analisis berupa RWL dan Lifting Index. Disamping itu program aplikasi mampu memodelkan posisi hand location dan asymetric angle dari input data yang dimasukkan secara real time. Output program aplikasi ada dua yaitu hasil analisis yang dikeluarkan dalam output form dalam program aplikasi dan report file dalam format standar yang dapat langsung dicetak. Output Aplikasi merupakan keluaran dari aplikasi, tetapi masih berada dalam form input. Output aplikasi berupa hasil perhitungan dan analisis dalam bentuk text serta human model. Output aplikasi disesuaikan dengan input aplikasi yang ada yaitu akan ada 2 output aplikasi dengan klasifikasi task yang dilakukan yaitu single task dan multi task.

Gambar 9. User interface output program aplikasi

32 Performa Vol.8, No. 1

Output report merupakan keluaran aplikasi tetapi berbentuk report form yang telah terformat dan langsung dapat dicetak.

Gambar 10. User interface output report program aplikasi

Report form disamping berfungsi sebagai laporan hasil analisis program aplikasi dalam bentuk print out juga sebagai tool dokumentasi karena terdapat fitur save dalam berbagai format file yang sudah tertanam didalamnya. Dalam Visual Basic 6 format file yang didukung yaitu .html dan .txt [2]. Penggunaan report form memerlukan komponen data environment yang otomatis memerlukan file database. Untuk itu dibuat file database dimana memuat keseluruhan input dan output program aplikasi untuk digunakan dalam data environment. 4. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian, sebagai berikut: a. Hasil perancangan adalah program aplikasi untuk analisis pekerjaan pengangkatan berdasarkan model Revised NIOSH Lifting Equation. Progam aplikasi terdiri dari form-form yang berisi kode pemrograman, rancangan human model, rancangan report dan rancangan sistem pendukung user. b. Penyusunan form dan proses menggunakan perancangan berorientasi objek dengan bahasa permodelan yang digunakan UML 2. c. Rancangan human model berupa posisi postur manusia yang mewakili input data berupa hand location dan asymetric angle. d. Rancangan report digunakan untuk keperluan dokumentasi pengguna berupa laporan yang telah terformat sesuai dengan publikasi NIOSH. e. Rancangan sistem pendukung user berupa error message dan help file.

Winandar, Iftadi dan Herdiman - Perancangan Program Aplikasi Untuk Analisis Pekerjaan Pengangkatan... 33

Daftar Pustaka [1] Blanton, Douglas. (2004). Effects of Increased Body Mass on Biomechanical Stresses Affecting Worker Safety and Health during Static Lifting Tasks, Master Thesis. University Of Cincinnati. Cincinnati. [2] Bradley, Julia Case. (1999). Programming in Visual Basic, version 6.0. Irwin/McGrawHill. Boston [3] Chaffin D.B, Andersson G.B.J, Martin B.J. (1999). Occupational Biomechanics, Third Edition. John Wiley & Sons. New York [4] Fowler, Martin. (2003). UML Distilled: A Brief Guide to the Standard Object Modeling Language, Third Edition. Addison Wesley. Boston. [5] Ojo Adegboyega, Elsa Estevez. (2005). Object Oriented Analysis and Design with UML Training Course. Diakses 14 Februari 2008, dari http://www.emacao.gov.mo/ documents/18/01/report19.pdf [6] Waters, Thomas R. (1994). Applications Manual for The Revised NIOSH Equation. Diakses 23 April 2008, dari http://www.cdc.gov/niosh/94-110.html.

Performa (2009) Vol. 8, No.1: 34-41

Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi 

Eko Liquiddanu , Wakhid Ahmad Jauhari dan Yaning Tri Hapsari Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Telp/Fax. (0271) 632110

Abstract Plasa Telkom Solo is a service place belonging to Telkom which is provided to serve Telkom customer with nine service servers. Those nine services servers can handle new setting and mutation, complains, information, and cash payment and non cash payment. Queue in the scale of customer service is important to be considered because the long queue will make the customer uncomfortable. The queue happens because the need of service is bigger than the capacity of service. Therefore, the customer cannot be served immediately because the busy service. This research is conducted to analyze the queue system to find the best number of the server and service system in Plasa Telkom Solo. This research uses simulation method to find the best solution for the company to decide the number of the servers. The simulation model is used because this model can give solution if analytic model is failed to do that. Analytic model cannot be used in this research since in Plasa Telkom Solo there are four kinds of service with different approximate time service. Based on the research, the best numbers of server is seven. Meanwhile, the service system model are combining service 1 (new setting and mutation) and service 2 (complain) with the number of server 5 and service 3 (information) combines with service 4 (cash payment and non cash payment) with number of server is 2. This model can reduce the queue time for 21,7325 minutes (before the simulation) to be 17,8694 minutes (after simulation). The time difference is 3.8631 minutes with utilization 0,8996 (89,96%) or 458,796 minutes (7,65 hours) per day and the free time for the server is 0,1004 (10,04%) atau 51,2040 minutes (0,85 hours) per day, in which per day there is 8,5 work time. Key Words: Server, service kind, queues time, server free time, simulation, model.

1. Pendahuluan Suatu proses antrian (queueing process) adalah suatu proses yang berhubungan dengan kedatangan seorang pelanggan pada suatu fasilitas pelayanan, kemudian menunggu dalam suatu baris (antrian) jika semua pelayannya sibuk, dan akhirnya meninggalkan fasilitas tersebut. Sebuah sistem antrian adalah suatu himpunan pelanggan, pelayan dan suatu aturan yang mengatur kedatangan pada pelanggan dan pemrosesan masalahnya (Bronson dan Wospakrik 1993: 308). Antrian terjadi karena kebutuhan akan layanan melebihi kemampuan (kapasitas) pelayanan atau fasilitas layanan, sehingga pengguna fasilitas (pelanggan) yang tiba tidak bisa segera mendapat layanan disebabkan kesibukan layanan. Penelitian ini menggunakan metode simulasi untuk memberikan solusi bagi pihak perusahaan dalam menentukan jumlah server. Model simulasi digunakan karena simulasi dapat memberi solusi jika model analitik gagal melakukannya. Model analitik tidak dapat digunakan dalam penelitian ini karena di Plasa Telkom terdapat empat jenis pelayanan dengan rata-rata waktu pelayanan yang berbeda-beda yaitu pasang baru dan mutasi (jenis pelayanan 1),



Correspondence : [email protected]

Liquiddanu, Jauhari dan Hapsari - Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi... 35

penanganan keluhan/komplain (jenis pelayanan 2), informasi (jenis pelayanan 3), dan pembayaran tunai dan non tunai (jenis pelayanan 4). Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimanakah menentukan model pelayanan di Plasa Telkom Solo agar diperoleh hasil model pelayanan yang optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan jumlah server dan menentukan model sistem pelayanan yang optimal. Adapun batasan masalah yang digunakan adalah: 1. Penelitian dilakukan pada tanggal tersibuk yaitu pada tanggal 19 dan 20 dimana banyak terjadi antrian. 2. Permasalahan yang diambil hanya pada sistem antrian dan hanya mengamati 7 server yang melayani pengguna jasa Telkom. 2. Metodologi Penelitian Langkah-langkah kerangka pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Metodologi Penelitian

3. Hasil dan Pembahasan Pengolahan data dilakukan pada waktu pelayanan (WP), waktu antar kedatangan (WAK), dan waktu antri (WA), dengan hasil sebagai berikut:

36 Performa Vol.8, No. 1

Tabel 1. Mean dan Standar Deviasi (SD) WP dan WAK WP (Menit) Mean SD 26,39 0,33 22,49 8,57 19,36 0,34 1,88 0,41

Jenis Pelayanan 1 2 3 4

WAK (Menit) Mean SD 7,17 8,92 24,74 28,12 14,28 15,83 13,24 18,61

Tabel 2. Mean dan Standar Deviasi (SD) WA WA (Menit) Mean SD 26,31 19,81 17,16 17,34 43,47 21,73

Jenis Pelayanan 1,3,4 2 Jumlah Rata-Rata

Tabel 3. Jenis Distribusi WAK dan WP Jenis Pelayanan 1 2 3 4

Distribusi WAK WP Poisson Normal Poisson Normal Poisson Normal Poisson Normal

3.1 Pembuatan Model Simulasi 3.1.1 Karakteristik Sistem Plasa Telkom mempunyai 9 server, dari 9 server tersebut terdapat satu server yang melayani pengguna jasa Telkomsel, satu server yang digunakan untuk input data Telkom, dan ada 7 server yang melayani pengguna jasa Telkom. Untuk penelitian ini hanya mengamati 7 server yang melayani pengguna jasa Telkom dan ketujuh server tersebut aktif. Untuk jenis pelayanan 1, 3, dan 4 dilayani S1, S2, S3, S4, S6, dan S7, sedangkan untuk jenis pelayanan 2 dilayani S9. Layout dari Plasa Telkom Solo dijelaskan pada Gambar 2.

S8

S5

S4

S3

S2

S1

S6 K5

S7

K4 K6

K3

K2 K1

S9 M

Gambar 2. Layout Plasa Telkom Solo

Keterangan: S = server K = kursi M = mesin antrian

S1-S4 dan S6-S9 = server Telkom S5 = server Telkomsel S8 = server khusus input data Telkom

Setiap pelanggan yang datang mengambil nomer antrian lewat mesin antrian yang tersedia di dekat pintu masuk. Kemudian pelanggan menunggu nomer antriannya dipanggil. Selama mengantri pelanggan duduk di kursi yang telah disediakan yang dapat menampung 29 pelanggan. Setelah nomer antriannya dipanggil maka pelanggan akan dilayani oleh server

Liquiddanu, Jauhari dan Hapsari - Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi... 37

hingga selesai dilayani dan keluar dari Plasa. Jam kerja Plasa Telkom dari Senin sampai Kamis dimulai pukul 08.00 – 16.30, Jumat dimulai pukul 08.00 – 16.00, dan pada hari Sabtu dimulai pukul 08.00 - 12.00. Pukul 11.30 server mulai istirahat, dimana setiap satu jam dua orang server istirahat. Jam sibuk Plasa Telkom yaitu pada tanggal 19 dan 20. 3.1.2 Pembuatan Model Simulasi Siklus Data Flow Diagram (DFD) dari model simulasi yang dibuat dapat dilihat pada Gambar 3. Create 1, create 2, create 3, dan create 4 menjelaskan waktu antar kedatangan jenis pelayanan 1, 2, 3, dan 4 sesuai dengan distribusi waktu antar kedatangannya. Assign 1, assign 2, assign 3, dan assign 4 menjelaskan waktu pelayanan jenis pelayanan 1, 2, 3, dan 4. Pelayanan 1, 3, 4 menjelaskan proses pelayanan jenis 1, 3, dan 4 sesuai dengan distribusi waktu pelayanannya. Pelayanan 2 menjelaskan proses pelayanan jenis 2 sesuai dengan distribusi waktu pelayanannya. Record 1 menjelaskan jumlah pelanggan yang telah selesai dilayani untuk jenis pelayanan 1, 3, dan 4. Record 2 menjelaskan jumlah pelanggan yang telah selesai dilayani untuk jenis pelayanan 2. Keluar menjelaskan bahwa pelanggan telah selesai dilayani dan keluar dari sistem. Create 1

Assign 1

0

Assign 3

Pelayanan Jenis 1.3.4

0 Create 3

Record 1

0 0 Create 4

0

Assign 4

0 Create 2

Pelayanan Jenis 2

Assign 2

Keluar

0 Record 2

0 0

Gambar 3. DFD Sistem Pelayanan Plasa Telkom

3.2 Jumlah Replikasi Hasil simulasi dengan 20 replikasi dapat dilihat pada Tabel 4. Didapatkan mean-nya 154,2 pelanggan yang keluar dari sistem dan standar deviasinya 3,9. Karena standar deviasi yang dihasilkan mempunyai nilai yang kecil maka tidak perlu dilakukan perhitungan untuk menentukan jumlah replikasi yang diperlukan. Tabel 4. Simulasi Dengan 20 Replikasi Replikasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Number Out 157 154 160 156 159 153 148 148 156 153

Replikasi 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Mean SD

Number Out 153 148 157 159 153 156 147 155 158 154 3084 154,2 3,9

38 Performa Vol.8, No. 1

3.3 Uji Ragam Untuk membandingkan keragaman antara data nyata yang didapatkan dari lokasi penelitian dan hasil dari running model simulasi maka dilakukan uji ragam, sebagai berikut: Misalkan:

 12 = ragam populasi yang didapatkan dari lokasi penelitian  22 = ragam populasi yang didapatkan dari running model simulasi

Dimana:

n1 = 2 data n2 = 20 replikasi

S1 = 10,6 S2 = 3,9

1. H0:  12   22 2. H1:  12   22 3. α = 0,10 4. Wilayah kritis:  v1 = n1 – 1 = 2 - 1 = 1  v2 = n2 – 1 = 20 – 1 =19  f  / 2 (v1 , v 2 ) = f0,05(1,19) = 4,38 

f1 / 2 (v1 , v 2 ) 

1 1 = f0,95(1,19) = = 0,004 f 0, 05 (19,1) f  / 2 (v 2 , v1 )

H0 ditolak bila f < 0,004 atau f > 4,38 5. Perhitungan:



S12 = 10,62 = 112,5, S 22 = 3,92 = 15,4



f=



S12 112,5 = = 7,3 15,4 S 22

6. Keputusan: tolak H0 dan terima H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua ragam populasi dari model simulasi dengan data yang didapatkan dari lokasi penelitian tidak sama. 3.4 Validasi Model Untuk menguji validasi model maka dilakukan uji hipotesis nilai tengah yaitu dengan membandingkan rata-rata pelanggan yang telah dilayani hasil dari running model simulasi dengan rata-rata pelanggan yang telah dilayani pada data nyata yang didapatkan dari lokasi penelitian. Berikut hasil perhitungan dalam uji hipotesa. Misalkan: µ 1 = rata-rata yang didapatkan dari lokasi penelitian µ 2 = rata-rata yang didapatkan dari running model simulasi Dimana: n1 = 2 data 1. 2. 3. 4.

x1 = 152,5

n2 = 20 replikasi x 2 = 154,2 H0: µ 1 - µ 2 = 0 H1: µ 1 - µ 2 ≠ 0 α = 0,10 Wilayah kritis: t’ < -3,078 dan t’ > 3,078

v

S1 = 10,6 S2 = 3,9

[( S12 / n1 )  ( S 22 / n2 )]2 [(10,6 2 / 2)  (3,9 2 / 20)]2 = 1,03  ( S12 / n1 ) 2 ( S 22 / n2 ) 2 (10,6 2 / 2) 2 (3,9 2 / 20) 2   2 1 20  1 n1  1 n2  1

5. Perhitungan:

Liquiddanu, Jauhari dan Hapsari - Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi... 39

t' 

x1  x 2 ( S / n1 )  ( S / n2 ) 2 1

2 2



152,5  154,2 (10,6 2 / 2)  (3,9 2 / 20)

= 0,23

6. Keputusan : terima H0 dan tolak H1, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata pelanggan yang telah dilayani hasil dari model simulasi dengan rata-rata pelanggan yang telah dilayani pada data yang didapatkan dari lokasi penelitian sama. 3.5 Running Program Ada tiga cara membangkitkan model sehingga didapatkan alternatif model simulasi. Tiga cara (kelompok alternatif model) membangkitkan alternatif model adalah sebagai berikut:  Kelompok alternatif model I: membagi menurut jenis pelayanannya untuk dilayani sejumlah server tanpa menambah jumlah server yang ada. Kelompok alternatif model ini menggabungkan jenis pelayanan yang memiliki waktu pelayanan tinggi dan yang memiliki waktu pelayanan rendah atau menggabungkan jenis pelayanan yang memiliki waktu antar kedatangan tinggi dan waktu antar kedatangan rendah dengan kombinasi jumlah server yang berbeda.  Kelompok alternatif model II: menggabung beberapa jenis pelayanan untuk dilayani sejumlah server tanpa menambah jumlah server yang ada. Kelompok alternatif model ini dibuat dengan menggabungkan jenis pelayanan yang memiliki waktu pelayanan rendah dan jenis pelayanan yang memiliki waktu pelayanan tinggi atau menggabungkan jenis pelayanan yang memiliki waktu antar kedatangan rendah dan jenis pelayanan yang memiliki waktu antar kedatangan tinggi dengan kombinasi jumlah server yang berbeda.  Kelompok alternatif model III: menambah jumlah server untuk jenis pelayanan tertentu, baik dengan membagi menurut jenis pelayanannya atau menggabung beberapa jenis pelayanan. Pembuatan kelompok alternatif model ini adalah kombinasi dari kelompok alternatif I dan II dengan menambah jumlah server. Hasil running semua alternatif model dapat dilihat pada Tabel 5. Alternatif model 1 - 3 adalah kelompok alternatif model I, alternatif model 4 - 13 adalah kelompok alternatif model II, dan alternatif model 14 - 20 adalah kelompok alternatif model III. Tabel 5. Hasil Running Semua Alternatif Model No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Alternatif Rata-Rata WA (Menit) Model 1 66,8623 2 61,0282 3 55,9940 4 17,8694 5 33,0021 6 20,8299 7 28,2843 8 22,0338 9 27,2964 10 18,5003 11 17,3324 12 39,9537 13 27,0930 14 14,1090 15 8,5230 16 9,0237 17 5,8215 18 17,8993 19 13,8062 20 4,1908

Rata-Rata W. Menganggur Server (Menit) 168,7590 133,2375 135,3795 51,2040 97,1040 95,8800 47,4045 48,6285 28,2540 222,2835 62,2710 46,4355 152,6600 106,2840 71,3745 109,8285 126,0720 148,0020 180,8843 200,8763

W. Mengganggur Server (1-Utilization) 0,3309 0,2613 0,2655 0,1004 0,1904 0,1880 0,0930 0,0954 0,0554 0,4359 0,1221 0,0911 0,2993 0,2084 0,1400 0,2154 0,2472 0,2902 0,3547 0,3939

Jenis Pelayanan (Jumlah Server) 1 (2), 2 (2), 3 (2), 4(1) 1 (2), 2 (1), 3 (3), 4(1) 1 (3), 2 (1), 3 (2), 4(1) 1+2 (5), 3+4 (2) 1+2 (4), 3+4 (3) 1+3 (5), 2+4 (2) 1+3 (6), 2+4 (1) 1+4 (4), 2+3 (3) 1+4 (5), 2+3 (2) 1+2+3 (6), 4 (1) 1+2+4 (5), 3 (2) 1+2+4 (6), 3 (1) 1 (4), 2+3 (2), 4(1) 1+2 (5), 3+4 (3) 1+2 (6), 3+4 (2) 1+3 (6), 2+4 (2) 1+2 (6), 3+4 (3) 1 (4), 2 (1), 3 (4), 4(1) 1 (4), 2 (2), 3 (4), 4(1) 1 (5), 2 (2), 3 (5), 4(1)

Total Server 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 8 8 8 9 10 11 13

40 Performa Vol.8, No. 1

3.6 Analisis 3.6.1 Analisis Pemilihan Alternatif Model Simulasi Pemilihan alternatif model dilakukan dengan membandingkan lama mengantri pelanggan dan waktu menganggur server untuk semua alternatif model. Alternatif model I memiliki waktu antri yang sangat tinggi dibanding alternatif model lainnya sehingga kurang baik untuk dipilih. Alternatif model III memiliki waktu antri yang rendah namun waktu menganggur server sangat tinggi, sehingga alternatif model III juga kurang baik untuk dipilih. Alternatif model II cukup baik untuk dipilih karena waktu antri dan waktu menganggur server tidak terlalu tinggi. Selain itu, juga karena tidak perlu menambah jumlah server. Kelompok alternatif model yang dipilih adalah kelompok alternatif model II, yaitu alternatif model 4. Waktu antrinya adalah 17,8694 menit dan waktu menganggur server-nya 51,2040 menit. Penggabungan jenis pelayanan 1 yang memiliki waktu antar kedatangan rendah dan jenis pelayanan 2 yang memiliki waktu antar kedatangan tinggi menyebabkan waktu antri dan waktu menganggur server rendah. Selain itu penggabungan jenis pelayanan 3 yang memiliki waktu pelayanan tinggi dan jenis pelayanan 4 yang memiliki waktu pelayanan rendah juga menyebabkan waktu antri dan waktu server menganggur rendah. 3.6.2 Analisis Perbandingan Sebelum Simulasi dan Setelah Simulasi Berdasarkan hasil sebelum simulasi, jenis pelayanan 1, 3, dan 4 digabung dengan jumlah server 6 dan jenis pelayanan 4 dilayani 1 server. Penggabungan jenis pelayanan 1, 3, dan 4 kurang tepat karena selisih waktu pelayanannya sangat besar. Untuk jenis pelayanan 1 waktu pelayanannya 26,4 menit, jenis pelayanan 3 waktu pelayanannya 19,4 menit, dan jenis pelayanan 4 waktu pelayanannya 1,9 menit. Selisih waktu pelayanan untuk jenis pelayanan 1 dan 4 adalah 24,52 menit dan untuk jenis pelayanan 3 dan 4 adalah 17,49 menit. Selain itu, pada hasil sebelum simulasi jenis pelayanan 2 yang hanya dilayani 1 server memiliki waktu pelayanan (22,5 menit) dan waktu antar kedatangan (24,5 menit) cukup besar sehingga antriannya tidak terlalu panjang. Waktu pelayanan yang tinggi dan waktu antar kedatangan yang rendah menyebabkan adanya antrian. Antrian yang lama dapat menyebabkan perusahaan kehilangan pelanggan. Berdasarkan hasil setelah simulasi, alternatif model yang dipilih yaitu alternatif model 4, yaitu menggabungkan jenis pelayanan 1 dan 2 dengan jumlah server 5 dan jenis pelayanan 3 dan 4 dengan jumlah server 2. Jenis pelayanan 1 memiliki waktu antar kedatangan (7,17 menit) lebih kecil dari waktu antar kedatangan jenis pelayanan 2 (24,17 menit) sehingga penggabungan ini menyebabkan waktu antri rendah. Penggabungan jenis pelayanan 3 yang memiliki waktu pelayanan tinggi (19,36 menit) dan jenis pelayanan 4 yang memiliki waktu pelayanan rendah (1,88 menit) juga dapat mengurangi waktu antri dan waktu menganggur server. Tabel 6 menjelaskan perbandingan hasil sebelum simulasi dan alternatif simulasi yang dipilih. Tabel 6. Perbandingan Hasil Sebelum Simulasi dan Alternatif Model Yang Dipilih WA (Menit) Jenis Pelayanan (Jumlah Server)

Sebelum Simulasi 21,7325 1+3+4 (6) 4 (1)

Alternatif Model Yang Dipilih 17,8694 1+2 (5) 3+4 (2)

Berdasarkan hasil sebelum simulasi didapatkan waktu antri 21,7325 menit dan waktu antri alternatif model yang dipilih adalah 17,8694 menit. Selisih waktu antrinya adalah 3,8631 menit. Berarti alternatif model 4 dapat mengurangi waktu antri sebesar 3,8631 menit dengan waktu menganggur server 51,2040 menit (0,1004 atau 10,04%). Gambar 4 menjelaskan perbandingan waktu antri sebelum simulasi dengan hasil alternatif model yang dipilih.

Liquiddanu, Jauhari dan Hapsari - Analisis Sistem Antrian di Plasa Telkom Solo dengan Metode Simulasi... 41

Perbandingan WA Sebelum Sim ulasi Dan Alternatif Model Yang Dipilih

WA (Menit)

25 20 15

Series1

10 5 0 Sebelum Simulasi

Alternatif Model yang Dipilih

Gambar 4. Grafik Perbandingan Waktu Antri Sebelum Simulasi dan Alternatif Model yang Dipilih

4. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: a. Jumlah server yang tepat berdasarkan hasil simulasi adalah 7 server, sehingga perusahaan tidak perlu menambah jumlah server yang ada. b. Model sistem pelayanan yang tepat berdasarkan hasil simulasi adalah alternatif model 4 yaitu menggabungkan jenis pelayanan 1 (pasang baru dan mutasi) dan jenis pelayanan 2 (keluhan/komplain) dengan jumlah server 5 dan jenis pelayanan 3 (informasi) dan jenis pelayanan 4 (pembayaran tunai dan non tunai) dengan jumlah server 2. Model ini dapat mengurangi waktu antri dari 21,7 menit (sebelum simulasi) menjadi 17,9 menit (setelah simulasi). Selisih waktu antrinya adalah 3,9 menit dengan utilization 0,90 (90%) atau 458,8 menit (7,65 jam) per hari dan waktu menganggur server-nya sebesar 0,10 (10%) atau 51,2 menit (0,85 jam) per hari, dimana per hari terdapat 8,5 jam kerja.

Daftar Pustaka Bronson, R. dan Wospakrik, H. J. 1993. Teori Dan Soal-Soal Operation Research. Jakarta: Erlangga. Hardiyatmo, A. 2007. Usulan Perancangan Sistem Antrian Dan Jumlah Kasir Swalayan Luwes Dengan Metode Simulasi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik Dan Sains. Erlangga: Jakarta. Kelton, W. D., Sadowski, R. P., and Sturrock, D. T. 2004. Simulation With Arena 3nd ed. Singapore: McGraw-Hill. Subagyo, P., Asri, M., dan Handoko, T. H. 1983. Dasar-dasar Operation Research. Yogyakarta: PT BPFE. Siswanto. 2006. Operation Research. Jilid 2. Erlangga: Jakarta. Suletra, I W. 2007. Modul Kuliah Simulasi Sistem. Surakarta: Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Related Documents

Performa Vol 8.no.1
June 2020 2
Eave Performa
June 2020 11
Performa Invoice
November 2019 25