Take Home Exam – Ujian Tengah Semester Prof. Dr. J. Basuki, M.Psi
Perencanaan APBD dengan Strategic Plan Waskito Adhi 09.NPM.021 Kondisi APBD Sebagai instrumen kebijakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menduduki posisi sentral dalam pembangunan daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menentukan besaran pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan, ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pengawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja (PPE-FE UGM, 2005). Idealnya, APBD merupakan perwujudan aspirasi dan keinginan masyarakat mengenai pembangunan di daerah, APBD merupakan sarana manajemen keuangan daerah yang menjadi bagian dari manajemen keuangan negara. Hal ini mengandung makna bahwa semua tahapan fungsi manajemen keuangan daerah, yang dimulai dari fungsi perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan kegiatan dan fungsi pengawasan, sebaiknya bersifat terbuka bagi masyarakat umum. Dengan demikian, tuntutan dan kebutuhan publik menjadi bagian yang terintegrasi dalam APBD. Hal tersebut juga dapat menunjukkan bahwa nilai-nilai administrasi yang antara lain pelayanan, rasionalitas, efektif dan efisien dapat terbuka dan terwujud. Pada kenyataannya, nilai-nilai administrasi belum sepenuhnya dapat diwujudkan pada implementasi APBD. Bahkan, APBD belum dapat dikelola secara efektif dan efisien, serta belum berorientasi pada pemenuhan kebutuhan publik dasar atau pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semesteran (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), semester I tahun 2008, atas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2007, pada 22 LKPD provinsi, 202 LKPD kabupaten, dan 55 LKPD Pemerintah Kota, menyajikan temuan pemeriksaan dengan nilai sebesar Rp110,61 triliun terdiri dari temuantemuan administrasi, temuan-temuan ketidakefektivan, temuan mengenai indikasi kerugian, temuan-temuan kekurangan penerimaan, dan temuan ketidakhematan/pemborosan. Temuan atas ketidakefektivan/tidak dimanfaatkan adalah dengan nilai sebesar Rp6,51 triliun, dengan nilai temuan terbesar terjadi pada Provinsi Jawa Timur dengan nilai sebesar Rp1,17 triliun, antara lain berupa pembentukan dana cadangan dan belanja modal yang tidak jelas peruntukannya. Selain itu, terdapat temuan indikasi kerugian daerah dengan nilai sebesar Rp868,80 miliar dan Total temuan kekurangan penerimaan yang ditemukan adalah dengan nilai sebesar Rp703,93 miliar. Temuan pemborosan/ketidakhematan adalah dengan nilai sebesar Rp531,65 miliar, dengan nilai temuan terbesar terjadi pada Provinsi Jawa Timur dengan nilai sebesar Rp111,57 miliar antara lain berupa pemberian bantuan keuangan yang tidak sesuai ketentuan dan realisasi bantuan sosial yang tidak sesuai peruntukannya. Selain itu terdapat temuan atas tidak
1 dari 4
Take Home Exam – Ujian Tengah Semester Prof. Dr. J. Basuki, M.Psi
dimanfaatkan/ketidakefektifan dengan nilai sebesar Rp141,11 miliar, dengan temuan terbesar terjadi pada Kabupaten Sleman dengan nilai sebesar Rp32,47 miliar, yang antara lain belanja bantuan sosial dan bantuan keuangan dengan nilai sebesar Rp2,74 miliar diberikan kepada unit kerja pemda dan realisasi bantuan dengan nilai sebesar Rp29,73 miliar belum dipertanggungjawabkan. Peran APBD Terkait kondisi tersebut, APBD terkesan hanya sebagai sarana penampung pendapatan dan instrumen legal dalam rangka menghabiskan sumber daya daerah selama satu tahun. Semangat otonomi daerah yaitu arah pembangunan yang lebih didekatkan pada masyarakat daerah tidak terwujud. Secara garis besar terjadinya kondisi tersebut disebabkan karena: 1. Rendahnya tingkat partisipasi publik Di satu sisi, Pemerintah Daerah belum menemukan suatu metode yang dapat menjaring partisipasi publik secara efektif. Di sisi lain, sebagian masyarakat masih mempunyai anggapan bahwa APBD adalah persoalan elit yang tidak perlu diketahui masyarakat. 2. Kurang berorientasi pada tujuan jangka panjang Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk turut serta memberikan rangsangan (stimulus) dalam perekonomian apabila kondisi ekonomi sedang mengalami kelesuan. Hal ini dapat dilakukan apabila APBD dikelola secara benar. Akan tetapi, Pemerintah Daerah tampaknya kurang memahami hal tersebut. Terdapat banyak kasus dimana kebijakan Pemerintah Daerah tidak mempunyai tujuan menggerakkan perekonomian daerah. Misalnya dalam menentukan anggaran pembangunan, banyak proyek Pemerintah Daerah yang tidak memiliki dampak berantai (multiplier effect) bagi perekonomian. Di daerah miskin, pembangunan (fisik dan nonfisik) tidak berjalan dengan baik karena APBD hanya cukup untuk membiayai anggaran rutin. Sebaliknya, di daerah kaya yang memiliki APBD surplus, juga menghadapi kesulitan menentukan prioritas pembangunan. Dalam upaya pencapaian good governance, APBD merupakan suatu strategi bagi pimpinan daerah sebagai pendorong pencapaian visi dan misi daerah. Menurut Fredric L. Laughlin dan Robert C. Andringa dalam ”Developing Principles and Policies for An Effective Board”, 2007, Good Governance adalah esensi dari misi yang jelas dengan implementasi yang efektif. Implementasi yang efektif tidak hanya dapat diukur dengan ukuran moneter tetapi lebih kepada peningkatan mutu hidup masyarakat dan peningkatan pelayanan Pemerintah. Perencanaan APBD APBD pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, DPRD dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing Daerah, serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang
2 dari 4
Take Home Exam – Ujian Tengah Semester Prof. Dr. J. Basuki, M.Psi
transparan, berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas public (PPE-FE UGM, 2005). Dengan demikian APBD harus dirancang untuk mengarahkan alokasi dana yang membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan kepuasan publik (public satisfaction) sebagai wujud pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik, sehingga pembagunan daerah yang efektif dan efisien dapat dicapai. Herrington J. Bryce (1987) memberikan penegasan bahwa pemerintah sebagai organisasi non profit haruslah membuat perencanaan sekaligus menetapkan tujuan yang dapat dicapai serta strategi yang dapat membawa kesuksesan pencapaian misi organisasi. Herrington (1987) kemudian menjabarkan 9 langkah perencanaan stratejik dalam rangka pencapaian tujuan jangka pendek, yaitu: 1. Identify needs 2. Define its mission 3. Evaluate its capabilities 4. Assess its external environment
5. Set objectives 6. Select strategies 7. Design program 8. Determine a budget
9. Evaluate performance Strategi APBD Pemenuhan pelayanan guna pencapaian kepuasan publik di semua lapisan masyarakat tentunya tidaklah mudah. Pelayanan yang rasional tentunya dijadikan sebagai prinsip utama kegiatan pemerintahan daerah di segala bidang, sehingga aspek keadilan tidak dikesampingkan. Menjaring aspirasi masyarakat menjadi tiang utama perencanaan APBD dalam hal pemenuhan kebutuhan dan kepuasan pelayanan dalam masyarakat yang komplek. DPRD sebagai perwakilan rakyat di daerah harus mampu memanfaatkan masa reses semester I untuk berkomunikasi dengan konstituennya untuk menentukan kebutuhan, mendifinisikan misi, mengevaluasi kemampuan dan potensi daerah, menilai lingkungan eksternal yang mempengaruhi, dan menentukan strategi. Strategi yang telah ditentukan akan dibahas bersama dengan Pemerintah daerah untuk mengidentifikasi specific gap. Penyelesaian specific gap menjadi target utama jangka pendek anggaran. Definisi specific gap menurut Bryce (1987) adalah perbedaan antara apa yang sedang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut. Sebagai contoh, Pemerintah daerah telah membangun Puskesmas-puskesmas di daerah terpencil dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat di daerah tersebut, namun tujuan tersebut sulit terwujud karena tenaga kesehatan hanya datang sebulan sekali, terkendala jarak yang jauh dari
3 dari 4
Take Home Exam – Ujian Tengah Semester Prof. Dr. J. Basuki, M.Psi
perkotaan. Kendala tersebut merupakan specific gap yang harus diatasi sebagai misi jangka pendek Pemerintah Daerah melalui APBD. Bagan Alur Strategic Plan
Mengidentifikasi kebutuhan dalam masyarakat (specific gap)
Target : Meniadakan specific gap
Anggaran Kegiatan
Strategi Anggaran: Menggunakan pendekatan manajemen strategi – analisis SWOT
Program Kegiatan
Penilaian : -Internal strenght -Internal weakness -External Opportunities -Environmental Threats
Strategi Kegiatan : Offensif Skala Prioritas Kerja sama Dialihkan ke pihak ketiga
Impelementasi
Referensi Departemen Dalam Negeri, 2006, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Universitas Gadjah Mada (PPE-FE-UGM), 2005, Modul Pelatihan “Strenghthening Core Local Government Competencies.” Badan Pemeriksa Keuangan, 2008, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2008. http://www.bpk.go.id/web/?page_id=940
Laughlin, Fredric L. Andringa, Robert C, 2007, ”Good Governance For Non Profits – Developing Principles and Policies for An Effective Board”, Amacom, USA. Bryce, Herrington J, 1987, “Financial an strategic Management for Non Profit Organization”,Prentice Hall, New Jersey. http://www.pdfcoke.com/doc/2908473, Modul 2, Manajemen Keuangan Daerah.
4 dari 4