Peranan Syekh Yasin Al-fadany Sebagai Penjaga Tradisi Intelektualitas Ulama Dalam Jaringan Ulama Jawi Di Haramayn (ahmad Syairozi)(1).pdf

  • Uploaded by: audy herli
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peranan Syekh Yasin Al-fadany Sebagai Penjaga Tradisi Intelektualitas Ulama Dalam Jaringan Ulama Jawi Di Haramayn (ahmad Syairozi)(1).pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 17,106
  • Pages: 108
PERANAN SYEIKH YASIN AL-FADANY SEBAGAI PENJAGA TRADISI INTELEKTUALITAS ULAMA DALAM JARINGAN ULAMA JAWI DI HARAMAYN (1335 H/ 1915 M – 1410 H/ 1990 M) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh: Ahmad Syairozi NIM: 106022000898

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H./ 2012 M

PEDOMAN TRANSLITERASI

a. Padanan Aksara Huruf Arab ‫ﺍ‬

Huruf Latin

‫ﺏ‬

B

be

‫ﺕ‬

T

te

‫ﺙ‬

Ts

te dan es

‫ﺝ‬

J

je

‫ﺡ‬

H

ha dengan garis di bawah

‫ﺥ‬

Kh

ka dan ha

‫ﺩ‬

D

De

‫ﺫ‬

Dz

de dan zet

‫ﺭ‬

R

Er

‫ﺯ‬

Z

Zet

‫ﺱ‬

S

Es

‫ﺵ‬

Sy

es dan ye

‫ﺹ‬

S

es dengan garis di bawah

‫ﺽ‬

D

de dengan garis di bawah

‫ﻁ‬

T

te dengan garis di bawah

‫ﻅ‬

Z

zet dengan garis di bawah

‫ﻉ‬



koma terbalik diatas hadap kanan

‫ﻍ‬

Gh

ge dan ha

‫ﻑ‬

F

Ef

‫ﻕ‬

Q

Ki

‫ﻙ‬

K

Ka

‫ﻝ‬

L

El

‫ﻡ‬

M

Em

‫ﻥ‬

N

En

‫ﻭ‬

W

We

‫ﻫـ‬

H

Ha

‫ﺀ‬

`

Apostrof

‫ﻱ‬

Y

Ye

Keterangan tidak dilambangkan

v

b. Vokal Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

a

Fathah

i u

Kasra Dammah

Tanda Vokal Latin

Keterangan

ai

a dan i

au

a dan u

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫ـَـﺎ‬

â

a dengan topi di atas

‫ــــِــﻲ‬ ‫ــــُـــﻮ‬

î û

i dengan topi di atas u dengan topi di atas

َ ِ ُ c. Adapun Vokal Rangkap Tanda Vokal Arab

‫َ ﻱ‬ ‫َ و‬ d. Vokal Panjang

vi

ABSTRAK

Ahmad Syairozi Peranan Syeikh Yasin al-Fadany sebagai Penjaga Tradisi Intelektualitas Ulama dalam Jaringan Ulama Jawi di Haramayn (1335 H/1915 M – 1410 H/ 1990 M)

Setelah ditemukannya minyak di Arab Saudi dan diangkatnya Pangeran Faisal ibn Abd al-Azis sebagai raja di Kerajaan Arab Saudi, jaringan ulama di Haramayn mengalami kemunduran. Kemunduran tersebut disebabkan oleh terjadinya perubahan sosial dan kultur masyarakat juga imbas dari kebijakan pemerintah Arab Saudi yang lebih berpihak kepada ulama Wahabi. Perubahan tersebut di antaranya adalah modernisasi sistem pendidikan yang berdampak terjadinya negrinisasi madrasah swasta yang padahal madrasah negeri merupakan pencetak ulung ulama unggulan, ditemukannya minyak yang banyak membawa petro-dollar ke Arab Saudi yang menyebabkan pergeseran sikap dan motivasi anak-anak muda yang lebih berorientasi ke duniaan, keberpihakkannya pemerintah yang lebih kepada ajaran Wahabiyah yang menyebabkan banyak dari ajaranajaran ulama kosmopolit di Haramayn yang di larang oleh pemerintah. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan jaringan ulama di Haramayn cenderung menurun yang akhirnya juga berdampak kepada eksissitas ulama Jawi di Haramayn. Namun kehadiran Syeikh Yasin rupanya telah mempertahankan jaringan ulama kosmopolit tersebut.

Syeikh Yasin al-Fadany merupakan salah satu keturunan putra terbaik bangsa Indonesia. Berawal dari mendapatkan pendidikan agama dari ayah dan pamanya, Syeikh Yasin meneruskan pendidikan hingga melakukan rihlah ilmiyah ke berbagai negara Islam. Ketekunannya dalam dunia keintelektualan akhirnya membawanya ke dalam lingkup jaringan ulama Haramayn yang tidak hanya membawanya menjadi sentral dalam jaringan ulama Haramayn, tetapi juga menjadi seorang revivalis juga salah satu tokoh sentral jaringan ulama internasional. Karena keterkaitannya yang bisa membawanya menjadi salah satu sentral serta menjadikannya seorang penjaga tradisi intelektualitas ulama dalam jaringan ulama Haramayn, penulis merasa tertarik untuk mengetahui biografi dan peranan Syeikh Yasin dalam jaringan ulama tersebut serta jaringan ulama sebelum Syeikh Yasin untuk mengetahui gambaran jaringan ulama sebelumnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori perubahan sosial dan metode pendekatan sejarah sosial intelektual Islam dengan deskriptif-analitis, yaitu menjelaskan proses urutan kejadian dan perkembangan serta menganalisa data dan fakta fenomena sosial dan vii

intelektual Islam. Sedangkan untuk metode pengumpulan data, penulis melakukan pendekatan dimensi historis yang berkaitan dengan peristiwa masa lampau (post facto) serta metode pengumpulan data kajian pustaka (library research). Dari hasil penelitian ini, penulis mendapatkan bukti-bukti bahwa Syeikh Yasin merupakan penghidup kembali ilmu sanad dan pemilik sanad terlengkap; penyebar, pemberi dan ijazah hizb (tarekat Syadziliyah, bahkan juga penyebar tarekat Naqsabandiyah dan tarekat

Alawiyah); seorang santri pengembara dan penghubung antar ulama; penjaga tradisi khazanah intelektualitas ulama terdahulu, yang bahkan kini banyak dilupakan oleh ulama kontemporer. Melihat dari bukti-bukti dan hasil penelitian di atas, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa Syeikh Yasin merupakan seorang sentral jaringan ulama Jawi Haramayn dan juga seorang penjaga tradisi intelektualitas ulama dalam jaringan ulama Jawi kontemporer.

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Shalawat serta salam senantiasa penulis limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw, keluarga, dan para Sahabanya. Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Strata 1 (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan diselesaikannya penulisan skripsi ini, tentunya tidak sedikit kesulitan, hambatan yang penulis hadapi dan rasakan, baik yang menyangkut masalah menejemen pengaturan waktu, teknis pemngumpulan data dan lain sebagainya. Akan tetapi, dengan keteguhan hati dan kemauan untuk berusaha keras serta dorongan dan bantuan yang datang dari berbagai pihak, kesulitan dan hambatan tersebut sedikit demi sedikit dapat teratasi. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa semua ini tidaklah semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri, namun banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, baik yang bersifat moril maupun materil, maka dengan ini sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih atas kerjasamanya dan dorongannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada:

1. Bapak Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag selaku Dekan dan juga Pembimbing yang dengan ikhlas untuk memberikan ilmu dan waktunya untuk membimbing penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. 2. Bapak Drs. H. M. Ma’ruf, MA Misbah selaku Kepala Jurusan dan ibu Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretris Jurusan yang telah membantu administrasi prosedural akademik mulai dari perkuliahan hingga selesainya jenjang S-1 penulis. 3. Bapak Dr. H. Abd. Dhair, MA selaku Pembimbing Akademik dan penguji yang telah mengizinkan penulis untuk mengajukan lingkup penelitian ini dan ix

mengujikannya. Bapak Drs. Saidun Derani, MA selaku Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk pengujian skripsi. 4. Seluruh dosen Program Studi Sejarah Peradaban Islam yang telah banyak berjasa terhadap penulis dalam memberikan motivasi dan bimbingan keilmuannya. 5. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Adab dan Humaniora. 6. Seluruh staf dan pegawai Perpustakaan Adab dan Humaniora dan juga Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Dr. KH. Abdul Muhith Abdul Fattah yang telah membantu lewat kisahnya semasa mengajinya kepada Syeikh Yasin al-Fadany dan juga beberapa sumber lainnya. Keluarga besar (alm) Tuan Guru Syeikh Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary dan Umi Hj. Zakiyah yang telah memberikan beberapa sumber data. 8. Orang tua penulis, Ibunda Drs. Hj. Siti Maryam Masyhud yang telah mendukung penulisan serta membantu dalam pencarian beberapa sumber. Ayahanda (alm) Drs. H. Nahrawi Djunaidi yang banyak meninggalkan sumber data mengenai sanadsanad dan kitab-kitab Syeikh Yasin al-Fadany. 9. Kakanda Ahmad Siddik, S.Pd.I. beserta istri, Kakanda Ahmad Syamsul Arifin, Adinda Nadhiroh, Adinda Musyafa, Adinda Abdul Mughni dan Adinda Muhammad Ma’di Kariba serta Sa’idah Sufiyah yang telah memberikan dukungan agar disegerakannya penulisan ini. 10. Tuan Guru Bunyamin Muhammad dan Habib Abdurrahman ibn Syeikh al-Jufrie yang telah memberikan kesejukan dikala penulis mendapat kebuntuan dan kegelisahan. 11. Teman-teman SPI 2006, teman-teman KKN ‘09, JAS MERAH SPI UIN Ciputat, FKMB (Forum komunikasi Mahasiswa Betawi), LKKNU DKI Jakarta (Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama DKI Jakarta), MT. Al-Ihsan Condet, Komunitas WarNank, Komunitas Kopi Item dan teman-teman lainnya yang ikut memberikan partisipasinya khususnya kepada Husni Mubarak Amir, S.Th.I., Zaini Minan, M.SI., Nabil Jamhari, S.S., Amin Zuhdi, S.Sos., Muhammad (MD), M. Kamaluddin, S.Hum., Dida Nuraida, S.Hum., Noor Halimah, M. S. Rizki, Rizki Muharram, Ashabul Kahfi Safaruddin, Abdillah, Abdul Khalik, Neneng x

Komariah, S.Hum., Andi Gilang R, S.Hum., Imam Baihaqi, S.Pd.I., Ahmad Fathoni, Munawir, Firmansyah, A. Faisal Abidin, M. Arif P., Doni, Syarif Hidayatullah, S.Hum., Azis, S.Hum., Samsul Umar, S.Hum., dan semua yang telah membantu penulis hingga selesainya skripsi ini. Penulis hanya bisa berdoa, semoga amal baik mereka diberikan ganjaran yang setimpal, karena Allah SWT adalah sebaik-baiknya pemberi balasan.

Jakarta, 21 Februari 2012

Penulis

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL.................................................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................. ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. iv PEDOMAN TRANSLITERASI.......................................................................... v ABSTRAK........................................................................................................... vii KATA PENGANTAR......................................................................................... ix DAFTAR ISI........................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xiv

BAB I

PENDAHULUAN................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah........................................................................... 4 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................. 5 D. Tujuan Penelitian............................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian............................................................................. 6 F. Tinjauan Pustaka................................................................................ 7 G. Kerangka Teori................................................................................... 8 H. Metode Penelitian............................................................................. 10 I. Sistematik Penulisan........................................................................ 13

xii

BAB II BIOGRAFI SYEKH YASIN AL-FADANY....................................... 15 A. Riwayat Hidup................................................................................. 15 B. Gelar-Gelar Syekh Yasin Al-Fadany............................................... 20 1. Gelar Abu al-Faidh..................................................................... 20 2. Gelar Alam al-Din...................................................................... 21 3. Gelar Falak al-Hijaz................................................................... 22 4. Gelar Musnid al-Dunia............................................................... 22 C. Guru-Guru Syeikh Yasin Al-Fadany............................................... 24 D. Murid-Murid Syeikh Yasin Al-Fadany............................................ 25 E. Karya-karya Syeikh Yasin Al-Fadany............................................. 26 1. Karya Di Bidang Hadits.............................................................. 27 2. Karya di Bidang Ilmu Fiqh dan Qawaid al-Fiqhiyah................. 27 3. Karya di Bidang Ilmu Falak........................................................ 28 4. Karya di Bidang Ilmu Mantiq, Balaghah, dan Sharaf................ 28 5. Karya di Bidang Ilmu Isnad dan Riwayat................................... 29

BAB III JARINGAN

ULAMA

SEBELUM

SYEIKH

YASIN

AL-

FADANY............................................................................................... 32 A. Komunitas Jawi di Haramayn.......................................................... 34 B. Karakteristik Jaringan Ulama........................................................... 37 C. Mundurnya Wacana Jaringan Ulama Abad ke 20............................ 40

xiii

BAB IV PERANAN SYEKH YASIN AL-FADANY SEBAGAI REVIVALIS DALAM JARINGAN ULAMA (Penghidup Kembali Ilmu Sanad dan Pemilik Sanad Terlengkap, Penyebar Tarekat, Penghubung Antar Ulama, dan Penjaga Tradisi)................................................... 44 A. Penghidup

Kembali

Ilmu

Sanad

dan

Pemilik

Sanad

Terlengkap........................................................................................ 45 B. Penyebar, Pemberi Sanad dan Ijazah Hizb...................................... 46 C. Rihlah Ilmiyah dan Penghubung Antar Ulama................................ 48 D. Penjaga Tradisi Khazanah Intelektualitas Ulama Terdahulu........... 49 E. Pengakuan Ulama Terhadap Keilmuan Syeikh Yasin..................... 51

BAB V KESIMPULAN..................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 55 LAMPIRAN......................................................................................................... 60

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Lampiran I, Foto Diri Syeikh Yasin al-Fadany.................................................... 60

2.

Lampiran II, Foto Syeikh Yasin Dengan Ulama Lainnya.................................... 61

3.

Lampiran III, Ijazah Syeikh Yasin dari al-Mu’ammar ‘Umar Baa Junaid........... 62

4.

Lampiran IV, Ijazah Syeikh Yasin daral-Syeikh al-Mu’ammar Sa’id Yamani.... 64

5.

Lampiran V, Ijazah Syeikh Yasin dari al-Mu’ammar al-Qadhi al-Husain bin ‘Ali ‘Umary al-Shan’any.............................................................................................. 65

6.

Lampiran VI, Sanad Tarekat ‘Alawiyah KH. Abdul Hamid Yang Bersambung Ke Syeikh Yasin......................................................................................................... 68

7.

Lampiran VII, Sanad Hizb Bahr Syeikh Yasin.................................................... 71

8.

Lampiran VIII, Sanad al-Arba’in al-Nawawi KH. M. Zakwan Abdul Hamid Yang Bersambung Ke Syeikh Yasin.............................................................................. 74

9.

Lampiran IX, Sanad Kitab Hadits Sunan al-Tirmidzi.......................................... 75

10.

Lampiran X, Daftar Nama-nama Guru Syeikh Yasin.......................................... 76

11.

Lampiran XI, Daftar Nama-nama Murid Syeikh Yasin....................................... 88

xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Semenjak dikuasainya Haramayn (Makkah dan Madinah) oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi (1932 M), terlebih setelah naiknya Raja Faisal ibn Abd al-Azis,1 kehidupan keilmuan di Haramayn terus mengalami penurunan yang semakin memprihatinkan, yang pada akhirnya membawa dampak terhadap krisis ulama dalam berbagai aspek bidang keilmuan.2 Kemerosotan wacana religiintelektual ulama Jawi dapat dipastikan banyak disebabkan oleh perubahanperubahan ekonomi, politik, dan sosial Arab Saudi yang berlangsung demikian cepat dalam beberapa dasawarsa terakhir.3 Krisis ini pun juga ikut mengenai eksistensi madrasah-madrasah di Haramayn,4 yang pada akhirnya ikut mempengaruhi produktivitas tingkat kelulusan.5 Sehingga, menurut Azyumardi Azra, saat ini ulama Jawi yang menonjol di Haramayn sangatlah sedikit.6 Selain jumlah ulama Jawi yang terus berkurang, kualitas keilmuan ulama ini pun juga ikut mengalami penurunan yang disebabkan berkurangnya 1

Ia (Raja Faisal) melancarkan proses modernisasi yang dipercepat, terutama yang berhubungan dengan infrastruktur ekonomi, aparat pemerintahan, militer dan pendidikan. “Arab Saudi,” dalam Ensiklopedi Indonesia, vol. 1 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, 1980), h. 256. 2 Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Akar Pembaruan Islam Indonesia; Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 144. 3 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h.159. 4 Pada dasarnya madrasah-madrasah di Haramayn bersandarkan ekonomi kepada para donatur-donatur dari berbagai penjuru dunia Islam, dan tidak ingin dibantu oleh pemerintah Saudi karena secara prinsipil berbeda paham (sekte atau mazhab). Lihat Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 156-158. Lihat juga Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani, Gagasan, Fakta, Dan Tantangan, (Bandung: Rosdakarya, 1999), h. 52-55. 5 Ini sangat berbanding terbalik dengan banyaknya madrasah-madrasah sebelum dikuasainya Haramayn oleh Kerajaan Saudi. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama, h. 56-64 6 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 157-158.

1

2

transfer keilmuan akibat dari ketatnya perizinan mengajar di al-Masjid al-Haram dan halaqah seperti yang dialami oleh Syeikh Abd al-Yamani serta Syeikh Ali alSabuny yang diusir dari al-Masjid al-Haram secara halus lewat dicabutnya izin mengajar mereka7 atau al-Sayyid Zein ibn Ibrahim ibn Smith yang akhirnya juga ikut dicabut izin mengajarnya dari kota Makkah. Namun, ada seorang murid Jawi yang pada masa sulit tersebut mampu menunjukkan dedikasinya yang sangat tinggi pada berbagai bidang keilmuan Islam, bahkan karena kegigihannya ia telah menghidupkan kembali cabangcabang ilmu hadits, salah satunya adalah ilmu sanad yang merupakan bagian penting dalam menjelaskan suatu hubungan jaringan antar ulama. Syeikh Yasin al-Fadany (1335 H/1915 M – 1410 H/1990 M) yang mempunyai nama lengkap dan gelar Abu al-Faidh 'Alam al-Din Falak al-Hijaz Musnid al-Dunia al-Syekh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa al-Fadany alMakky al-Hasany al-Syafi'i (selanjutnya akan disebut Syekh Yasin), merupakan salah seorang ulama Jawi kontemporer yang belajar serta mengajar di Haramayn. Hingga wafatnya pada musim haji 1990, Syeikh Yasin adalah rektor (mudir) di Madrasah Darul Ulum al-Diniyah, sebuah madrasah di Makkah yang didirikan pada 1934 oleh Sayyid Muhsin al-Musawwa (w. 1936).8 Kadar keintelektualan Syeikh Yasin tidaklah dapat diragukan lagi. Dalam bidang ilmu hadits, Syeikh Yasin telah disejajarkan dengan Imam Suyuthi.9 Hal ini dikarenakan setelah Imam Suyuthi berhasil menghimpun sanad

7

Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 158 Azyumardi Azra dan Oman Fathurahman, “Jaringan Ulama,” dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 5; Asia Tenggara, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 136. 9 KH. Maimun Zubair mengatakan bahwa Syeikh Syeikh Yasin merupakan Imam Suyuthi pada zamannya. Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al8

3

hadits musalsal dan kitab yang tersebar pada periode sebelumnya dan setelah Imam Suyuthi wafat tersebar kembali, maka Syekh Yasin al-Fadany tampil menghimpunnya kembali walaupun jumlahnya tidak sebanyak pada masa Imam Suyuthi. Seperti

yang

dijelaskan

oleh

Azyumardi

Azra

dan

Oman

Fathurrahman,10 Syeikh Yasin merupakan salah seorang tokoh sentral yang telah memainkan jaringan intelektual ulama, karena usahanya yang sangat besar dalam upaya mempertahankan tradisi-tradisi intelektual ulama-ulama terdahulu dan dalam menghidupkan beberapa ilmu keIslaman yang hampir (bahkan sudah) dilupakan ulama-ulama saat ini. Pengakuan keilmuan Syeikh Yasin pun tidak hanya datang dari muridmuridnya saja, tetapi juga dari ulama-ulama lainnya, seperti dikatakan oleh Abu Sulaiman Mahmud Sa'id bin Muhammad Mamduh al-Syafi'i yang mengutip dari penjelasan al-Allamah al-Muhaddits al-Ushuly al-Sayyid 'Abdullah bin al-Shiddiq al-Ghumary (w. 1993)11 pada musim haji tahun 1401 H bahwa sebelumnya telah kami proklamirkan di hadapan jama’ah, al-Syeikh al-Sayyid Ahmad Rafi'i alThahtawy sebagai Musnid Asar, tapi sekarang al-Syeikh Yasin al-Fadany telah menjadi Musnid Dunia tanpa diperdebatkan lagi.12

Fadany al-Makky dalam Pengajaran Hadits di Nusantara," (Tesis Magister S2 Program Pascasarjana IIQ Jakarta, 2007), h. 124. Hal senada juga dikatakan oleh Sayyid Segaf bin Muhammad al-Sagaff. “Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah” diakses pada September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html. 10 Azyumadi Azra dan Oman Fathurrahman, “Jaringan Ulama,” h. 136. 11 Ia merupakan ulama ahli hadits dan ushul keturunan Maroko. Keluarganya dikenal dengan marga al-Ghumary karena telah menetap di Ghumarah, Maroko. dari keluarganya ini banyak lahir ulama-ulama ahli hadits, seperti Sayyid Muhammad Siddiq al-Ghumary, Sayyid Ahmad al-Ghumary, Sayyid Abdul Azis al-Ghumary dan Sayyid Muhammad Zamzami. 12 Muhammad Zakwan Abdul al-Betawy Hamid, Biografi Singkat Asy-Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany, (Jakarta: T.tp, t.t), h. 3-4.

4

H. M. Abrar Dahlan berkata: “ yang membuat beliau lepas dari sorotan publikasi ialah karena ia (Syeikh Yasin) telah menjadi lambang ulama Saudi yang “bukan Wahabi” yang tersisa di Makkah. Walaupun begitu ia diakui juga oleh ulama Wahabi sebagai ulama yang bersih dan tidak pernah menyerang kaum Wahabi.13 Seorang tokoh agama Nejed dari Ibukota Riyadh (Pusat Paham Wahabi) Jasim bin Sulaiman al-Dausari pada tahun 1406 H pernah berkata14:

‫أﺑﻠﻐﻮا ﻣﻨﻲ ﺳﻼﻣﺎ ﻣﻦ ﺻﺒﺎ ﻧﺠﺪ……ذﻛﯿﺎﻷﺑﻲ اﻟﻔﯿﺾ ﻓﺪاﻧﻲ‬ ‫ﻣﺴﻨﺪ اﻟﻮﻗﺖ ﺑﻌﯿﺪ ﻋﻦ ﻧﺰول……ھﺎﺑﻂ أﻣﺎ ﻟﻤﺎ ﯾﻌﻠﻮ ﻓﺪاﻧﻲ‬ ‫ﻋﻠﻢ اﻟﺪﯾﻦ ﻓﺪاﻧﻲ‬: ‫ﻓﺪى أﺳﺮ اﻟﺮواﯾﺎت ﻓﻠﻮﺗﻨﻄﻖ……ﻟﻘﺎﻟﺖ‬ Dengan latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk mengetahui peranan Syekh Yasin al-Fadany dalam jaringan ulama Timur Tengah dan Indonesia, dalam sebuah karya ilmiah yang penulis beri judul untuk " Peranan Syekh Yasin Al-Fadany Sebagai Penjaga Tradisi Intelektualitas Ulama Dalam Jaringan Ulama Jawi di Haramayn (1335 H/1915 M – 1410 H/1990 M)."

B. Identifikasi Masalah Untuk menghindari kesalah pahaman dalam kajian ini, maka penulis merasa perlu memberikan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Biografi Syekh Yasin al-Fadany

13

Harun Nasution menjelaskan bahwa salah satu ajaran Muhammad Abd al-Wahab (perumus ajaran Wahabi) adalah menanggap setiap yang bid’ah (sesuatu yang baru yang bukan berasal dari al-Qur’an dan Hadits) adalah kesesatan. Lihat Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), h. 17. 14 “Syeikh Yasin al-Fadany Ulama Mekkah.” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html

5

2. Jaringan ulama Timur Tengah dan Nusantara sebelum masa Syeikh Yasin al-Fadany 3. Peranan Syeikh Yasin al-Fadany sebagai penghidup kembali ilmu sanad dan pemilik sanad terlengkap, penyebar tarekat, penghubung antar ulama, dan penjaga tradisi dalam jaringan ulama Timur Tengah dan Indonesia.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.

Pembatasan Masalah Agar tidak meluasnya cakupan pembahasan yang bisa membuat salah

penafsiran serta mengurangi penyimpangan yang mungkin terjadi, penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut: a. Yang dimaksud dengan Syekh Yassin al-Fadany adalah yang mempunyai nama lengkap dan gelar Abu al-Faidh 'Alam al-Din Falak al-Hijaz Musnid al-Dunia al-Syekh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa al-Fadany alMakky al-Hasany al-Syafi'i. Mudir Madrasah Darul Ulum Makkah dan juga seorang pengajar di Masjid al-Haram. b. Yang dimaksud jaringan ulama Jawi di Haramayn sebelum masa Syekh Yasin al-Fadany adalah jaringan ulama Jawi di Haramayn (kota Mekkah dan Madinah) sebelum berperannya Syekh Yasin al-Fadany dalam jaringan keintelektualan tersebut. ini dimulai dari penjelasan mengenai awal kedatangan, penjelasan mengenai komunitas Jawi, karakteristik jaringannya sampai pada mundurnya wacana jaringan ulama abad ke 20. c. Yang dimaksud dengan peranan Syekh Yasin al-Fadany sebagai penjaga tradisi intelektualitas ulama dalam jaringan ulama di Haramayn adalah peran

6

serta kontribusi Syekh Yasin al-Fadany dalam upaya mempertahankan jaringan keintelektualan tersebut.

2.

Perumusan Masalah Dari hasil identifikasi serta pembatasan di atas, penulis akan

mengajukan beberapa pertanyaan yang nantinya akan menjadi rujukan perumusan penulisan skripsi. Adapun rumusan pertanyaan tersebut adalah: a. Siapa Syeikh Yasin al-Fadany ? b. Bagaimana jaringan ulama Timur Tengah – Indonesia sebelum Syeikh Yasin al-Fadany ? c. Bagaimana peran Syeikh Yasin al-Fadany sebagai sebagai penjaga tradisi intelektualitas ulama dalam jaringan ulama Jawi di Haramayn ?

D. Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan: 1.

Untuk mengetahui biografi Syeikh Yasin al-Fadany.

2.

Untuk mengetahui jaringan ulama sebelum Syeikh Yasin al-Fadany.

3.

Untuk mengetahui peran Syeikh Yasin al-Fadany dalam jaringan ulama Jawi di Haramayn.

E. Manfaat Penelitian Mengingat

masih

sedikitnya

penelitian

tentang

sejarah

sosial

intelektual Islam khususnya yang berkaitan dengan jaringan ulama, maka hasil penelitian ini bermanfaat untuk:

7

1. Memberikan informasi dan wawasan tentang sejarah sosial intelektual Islam khususnya tentang jaringan ulama kontemporer kepada mahasiswa maupun masyarakat umum. 2. Penelitian ini diharapkan bisa menambah khazanah intelektual dan melengkapi kepustakaan tentang peran dan kiprah para ulama, untuk selanjutnya dijadikan bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian di masa mendatang.

F. Tinjauan Pustaka Penulis telah melakukan tinjauan pustaka ke beberapa literatur, khususnya

yang

berada

dilingkungan

Universitas

Islam

Negeri

Syarif

Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan umum lainnya. Sejauh pengetahuan penulis telah ada penulis lain yang sudah menulis tentang Syeikh Yasin alFadany. Namun, hal itu hanya sebatas tentang study penyampaian sanad hadits musalsal, seperti yang telah ditulis oleh Muiduddin dengan tesisnya yang berjudul Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al-Fadany AlMakky dalam pengajaran Hadits Di Nusantara: Studi Penyampaian Sanad Hadits Musalsal yang menjelaskan tentang sanad hadits musalsal dan peranan Syeikh Yasin dalam penyampaian sanad hadits musalsal dan juga oleh Ahmad Wafa dalam skripsinya yang berjudul Syekh Muhammad Yasin al-Fadany Musnid Dunia Abad ke-20: Studi Penyampaian Hadits Musalsal Beserta Sanadnya yang juga membicakan mengenai hadits musalsal Syeikh Yasin. Adapun buku Biografi Singkat Asy-Syeikh Muhammad Yasin AlFadany yang disusun oleh Muhammad Zakwan Abdul Hamid al-Betawy yang

8

merupakan murid Syekh Yasin al-Fadany, berisi tentang biografi singkat Syekh Yasin al-Fadany serta guru-guru, nama-nama kitab karya Syekh Yasin al-Fadany, serta juga peran serta kontribusi Syekh Yasin al-Fadany dalam kehidupan sosial keagamaan.15 Selain itu, beberapa karya tulis Azyumardi Azra yang membicarakan tentang jaringan ulama Timur Tengah dan Nusantara serta pasang surutnya seperti Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Akar pembaruan Islam Indonesia, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Indonesia abad 17 (Sebuah Esai Untuk 70 Tahun Prof. Dr. Harun Nasution dalam Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan. Serta hasil karya ilmiahnya Azyumardi Azra dan Oman Fathurrahman yang berjudul Jaringan Ulama yang terdapat dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam volume 5. Berdasarkan dari tinjauan pustaka di atas dan juga perbandingan dengan skripsi yang akan penulis teliti adalah berkisar mengenai peranan Syekh Yasin al-Fadany dalam jaringan ulama Jawi di Haramayn.

G. Kerangka Teori Seperti yang disebutkan oleh Azyumardi Azra, kemerosotan wacana religio-intelektual ulama Jawi (di Haramayn) dapat dipastikan banyak disebabkan oleh perubahan-perubahan ekonomi, politik, dan sosial Arab Saudi yang berlangsung demikian cepat dalam beberapa dasawarsa terakhir.16 Oleh karena itu, untuk menjelaskan penelitian ini, penulis menggunakan teori perubahan sosial 15

Buku tersebut disusun dalam rangka Haul Syekh Yasin al-Fadany ke-2 di Prapanca, Jakarta Selatan. 16 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 159.

9

sebagai landasan kerangka teori untuk membaca fenomena mundurnya jaringan ulama

serta

untuk

melihat

keberperanan

Syeikh

Yasin

dalam

usaha

mempertahankan kultur intelektualitas ulama di jaringan ulama. Ahli ilmu sosial meyakini bahwa masyarakat mana pun pasti mengalami perubahan. Namun, perubahan sosial tersebut tidaklah sama antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya dalam hal keadaan ruang dan waktu.17 Sartono Kartodirjo menjelaskan bahwa dalam perubahan sosial banyak inovasi terjadi sebagai dampak introduksi nilai, sistem, komoditi, teknologi baru.18 Hal ini berarti bahwa perubahan sosial merupakan dampak dari akumulasi perubahan sosial, ekonomi, politik dan kultur. Wilbert

Moore

(w.1987)

mendefinisikan

perubahan

sebagai

perubahan penting dari struktur sosial, dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola prilaku dan interaksi sosial. Moore memasukan ke dalam definisi perubahan sosial berbagai ekspresi mengenai struktur seperti norma, nilai dan fenomena kultural.19 Dengan demikian perubahan sosial bisa diartikan perubahan yang terjadi pada struktur dan fungsi dalam sistem sosial termasuk dalam aspek kebudayaan seperti nilai-nilai, norma-norma, kebiasaan, kepercayaan, tradisi, sikap dan pola tingkah laku dalam masyarakat.20

17

Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Penerjemah Alimandan S.U., (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 4. 18 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 51. 19 Robert H. Lauer, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, h. 4. 20 Wahyu, Perubahan Sosial dan Pembangunan, (Jakarta: Hecca Publishing, 2005), h. 23.

10

H. Metode Penelitian Adapun metode pendekatan penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah metode pendekatan sejarah – sosial - intelektual dengan penjelasan yang bersifat deskriptif-analitis. Sejarah sebagaimana ilmu sosial, mempunyai penceritaan (description) dan penjelasan (explanation). Dalam penceritaannya, sejarah bersifat menuturkan gejala tunggal, sedangkan ilmu sosial menarik hukum umum21. Di lain pihak, ilmu sosial ilmu sosial memperhatikan secara mendasar kejadian-kejadian sosial dengan mendasarkan pada data-data seperti sejarah untuk informasinya.22 Hal ini berarti dalam korelasi sejarah dengan ilmu sosial adalah bahwa ilmu sosial merupakan ilmu yang menjelaskan hukum-hukum atau teori-teori penceritaan sejarah. Sedangkan pemahaman keintelektualan sebagai metode pendekatan penelitian sejarah menyangkut kepada semua fakta yang berasal dari apa yang dihasilkan oleh pemikiran manusia.23 Semua fakta itu merupakan ekspresi dari mental seseorang yang berupa ide, gagasan, kepercayaan, dan sebagainya yang bisa menggerakkan fakta sejarah lainnya.24 Untuk metode pengumpulan data, penulis melakukannya pendekatan dimensi historis yang berkaitan dengan peristiwa masa lampau (post facto) serta metode pengumpulan data kajian pustaka (library research), yaitu mencari sumber dan mengumpulkan data-data mengenai jaringan ulama melalui

21

Kuntowijoyo, Penjelasan Sejarah (Historical Explanation), (Yogyakarta: Tiara Kencana, 2008), h. 7, 117, 118. 22 Hotman M. Siahaan, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1986), h. 46. 23 Sartono Kartidirjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 178. 24 Sartono Kartidirjo, Pendekatan Ilmu Sosial, h. 176-177.

11

perpustakaan, baik perpustakaan yang berada di lingkungan UIN Syarif Hidayatulla Jakarta, perpustakaan umum, dan perpustakaan pribadi serta media internet. Adapun sumber primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Nahj al-Salaamah fi Ijazah al-Shafy Ahmad Salaamah (kitab ini membicarakan tentang ijazah Syeikh Yasin dari guru-gurunya yang di Yaman terutama ijazah-ijazah dari Ahmad Salamah), Tasyrif al-Asma bi Syuyukh alIjazah wa al-Sima’ (kitab ini membicarakan tentang ijazah dan sanad sima’an Syeikh Yasin) ,

al-Fawaid al-Janiyyah, hasyiah al-Mawaahib al-Saniyyah ‘Ala

al-Faraidh al-bahiyyah (kitab ini merupakan kitab fiqh. Namun di dalamnya ada beb penjelasan tersendiri tentang biografi Syeikh Yasin) yang merupakan karya Syeikh Yasin sendiri, Faidh al-Khobyar Wa Kholashoh al-Taqrin; ‘Ala Nahj alTaysir; Syarh Mandzhumah al-Tafsir (dalam kitab ini terdapat bab tersendiri mengenai biografi pengarangnya, yaitu Syeikh al-ZamZamiy; selaku pengarang nazhom, Sayyid Muhsin al-Musawwa; selaku pengarang syarah, Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliky; selaku pengarang hasyiah pertama dan Syeikh Yasin al-Fadany; selaku pengarang hasyiah yang kedua), buku-buku hasil pengamatan C. Snouck Hurgronje (Islam Di Hindia Belanda, Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje V, Ulama Jawa Yang Ada Di Makkah Pada Akhir Abad ke-19). Adapun acuan sumber sekunder dalam penelitian ini adalah Biografi Singkat Asa-Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadany yang disusun oleh Muhammad Zakwan Abdul Hamid al-Batawy, Hizb al-Bahr wa al-Nasr wa sanadhuma alMutahil ila Shohibhuma al-Syeikh ‘Aly bin ‘Abdullah ibn ‘Abd al-Jabbar Abi alHasan al-Syadzily, 591-656 H / 1195-1258 M yang ditulis oleh KH. Abdul Hamid

12

Abdul Halim, tulisan Sayyid Ahmad ibn Sayyid Ahmad Yusuf dalam Faidh alKhobayir Wa Kholashoh al-Taqrin ‘Ala Nahj al-Taysir ; Syarh Mandzhumah alTafsir, tulisan Majid Mas’ud Salim dalam majalah Al-Nadwah yang berjudul “Wunzil al-Isnad Darajah Biwafaatih ‘Alam al-Din al-Fadany,” dan juga sanadsanad Drs. H. Nahrawi Djunaidi (Alm) yang berasal dari KH. Abdul Hamid Abdul Halim yang bersambung ke Syeikh Yasin al-Fadany Sedangkan proses penulisan proposal skripsi ini penulis bagi menjadi empat tahapan, yaitu: 1. Heuristik, yaitu mencari dan mengumpulkan sumber, baik itu sumber primer maupun sumber sekunder. Untuk teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari serta menelaah buku-buku, artikel, dan dokumen yang berkaitan dengan pembahasan yang penulis teliti. Dalam usaha mendapatkan data dengan metode ini, penulis melakukan pencarian sumber ke beberapa perpustakaan, antara lain: Perpustakaan umum dan Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perpustakaan pribadi Dr. KH. Abdul Muhith Abdul Fatah, perpustakaan pribadi Drs. H. Nahrawi Djunaidi, perpustakaan pribadi penulis sendiri serta tempat-tempat lain yang dapat penulis manfaatkan untuk mencari sumbersumber yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini. 2. Kritik, yaitu meneliti atau menganalisa kevalidan informasi dari sekian banyak sumber tertulis. Terhadap sumber data, dilakukan kritik internal dan

13

kritik eksternal. Kritik internal berkenaan dengan otentisitas sumber yang sangat tergantung kepada motivasi, tingkat kemencongan (bias) dan keterbatasan dalam pengamatan. Sedangkan kritik eksternal berkenaan dengan relevansi dan akurasi sumber berkenaan dengan struktur dan pola budaya yang melingkupi peristiwa tersebut. 3. Interpretasi, yaitu menafsirkan fakta-fakta yang saling berhubungan. 4. Penulisan sebagai langkah terakhir dari prosedur penelitian sejarah ini diusahakan agar selalu memperhatikan aspek kronologis. Adapun teknik penulisan skripsi ini disesuaikan dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis dan Disertasi25 yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

I. Sistematika Penulisan Untuk sistematika pembahasan, penulis telah membaginya kedalam lima pokok pembahasan, yaitu: Bab I: Untuk uraian pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, Identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Uraian ini menggambarkan biografi Syekh Yasin al-Fadany. Uraian bab ini dimulai dari riwayat hidup, gelar-gelar, guru-guru, murid-murid, dan karya-karya Syekh Yasin al-Fadany.

25

Hamid Nasuhi dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jakarta: CeQDA, 2007).

14

Bab III: Uraian ini menggambarkan jaringan ulama sebelum berperannya Syekh Yasin al-Fadany. Dimulai dari komunitas Jawi di Haramayn, karakteristik jaringan ulama, dan mundurnya wacana jaringan ulama abad ke 20. Bab IV: Uraian ini menjelaskan peranan Syekh Yasin al-Fadany dalam jaringan ulama Jawi di Haramayn. Dimulai penghidup kembali ilmu sanad dan pemilik sanad terlengkap, penyebar, pemberi sanad dan ijazah hizb, rihlah ilmiyah dan penghubung antar ulama, penjaga tradisi khazanah intelektualitas ulama terdahulu, dan pengakuan ulama terhadap keilmuan Syeikh Yasin. Bab V: Uraian ini merupakan pamungkas dari setiap bab-bab sebelumnya. Bab ini menyimpulkan dan memberikan jawaban pertanyaan dari permasalan yang diangkat.

BAB II BIOGRAFI SYEIKH YASIN AL-FADANY

A. Riwayat Hidup Abu al-Faidh ‘Alam al-Din Falak al-Hijaz Musnid Al-Dunia al-Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany al-Makky al-Hasany al-Syafi’i adalah nama lengkap dan gelar Syeikh Yasin.1 Oleh kalangan ulama dan umat Islam baik di Timur Tengah maupun di Negara-negara Asia Tenggara, beliau dikenal dengan sebutan nama Syeikh Yasin al-Fadany yang dinisbahkan kepada asal daerah orang tua beliau2 (selanjutnya dalam skripsi ini akan disebutkan dengan nama Syeikh Yasin). Syeikh Yasin dilahirkan di Makkah al-Mukarramah pada tahun 1335 H, bertepatan dengan tahun 1915 M.3

1

Terkadang dalam beberapa kitabnya, Syeikh Yasin tidak menyebut secara keseluruhan gelar-gelarnya. Seperti dalam kitab Nahj al-Salamah dan al-Fawaid al-Janiyyah, Syeikh Yasin hanya menulis namanya “Abi al-Faidh Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadany al-Makky. Dan ada juga ulama yang menyebut Syeikh Yasin dengan “Sayyid al-‘Allamah al-Jalil ‘Alam al-Din Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadany al-Indunisy”. Dan masih banyak lagi sebutan-sebutan tertentu kepada Syeikh Yasin. Lihat Abi al-Faidh Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadany al-Makky, al-Fawaid al-Janiyyah, hasyiah al-Mawaahib al-Saniyyah ‘Ala al-Faraidh al-bahiyyah ,(Beirut: Dar al-Basyair al-Islamiyyah, 1411 H/1991 M), h. 6, 9, 10, 13, 15, 17, 19, 20, 21. 2 Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa alFadany al-Makky dalam Pengajaran Hadits di Nusantara," (Tesis Magister S2 Program Pascasarjana IIQ Jakarta, 2007), h. 16. 3 Muhammad Zakwan Abdul al-Betawy Hamid, Biografi Singkat Asy-Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany, (Jakarta: T.tp, t.t), h. 56. Lihat Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 16. Menurut Sayyid Ahmad ibn Sayyid Ahmad Yusuf, Syeikh Yasin al-Fadany dilahirkan di Mekkah al-Mukarramah pada hari selasa 27 Sya’ban 1337 H. Al-Sayyid ‘Alwi bin al-Sayyid ‘Abbas al-Maliky, Faidh al-Khobayir Wa Kholashoh al-Taqrin ‘Ala Nahj al-Taysir ; Syarh Mandzhumah al-Tafsir, (Surabaya: Serikat Bungkul Indah, Tt), h. X. Lihat Muhammad Yasin, alFawaid al-Janiyyah, h. 37. Lihat juga Azyumardi Azra dan Oman Fathurahman “Jaringan Ulama,” dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 5; Asia Tenggara, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 136.

15

16

Dengan latar keluarga ulama, pada mulanya Syeikh Yasin kecil menuntut ilmu pada orang tuanya yang bernama Syeikh Muhammad Isa bin Udek dan pamannya yang bernama Syeikh Mahmud bin Udek dengan membaca alQur’an al-Karim dan fiqh serta menghafal beberapa matan di antaranya: tauhid, fiqh, faraidh, dan musthalah. Pada tahun 1346 H, Syeikh Yasin melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Shalatiyah dan kemudian beliau melanjutkan belajar di Madrasah Darul Ulum al-Diniyah Makkah al-Mukarromah sampai tahun 1353 H, sebuah madrasah di Makkah yang didirikan pada tahun 1934 M oleh Sayyid Muhsin bin Sayyid Ali al-Musawwa (w. 1936). Di samping belajar keagamaan yang bersifat kelembagaan, Syeikh Yasin juga aktif mengikuti forum-forum kajian di Masjid al-Haram dengan sistem halaqoh yang diajarkan oleh Masyayikh al-Zaman. Selain itu juga Syeikh Yasin mulazzamah kepada: 1. Al-‘Alim al-Kabir al-‘Allamah Muhadits al-Haramayn al-Syeikh Umar Hamdan al-Mahrasy. Kepadanya Syeikh Yasin mengambil manfaat ilmu tidak hanya di Madrasah Shalatiyah, tetapi juga mengikuti halaqohhalaqohnya di rumah maupun di Masjid al-Haram. 2. Al-‘Allamah Muhammad Aly bin Husein al-Maliky. 3. Al-‘Allamah al-Faqih al-Syeikh Umar Baajunaid Mufty Syafi’i di Makkah al-Mukarramah. 4. Al-‘Allamah al-Kabir wa al-Faqih al-Syahir al-Syeikh Sa’id Yamany.

17

5. Al-Syeikh Hasan Yamany. 4 Setelah mendapat ijazah yang kuat dari al-Masyaikh al-Kibar, karena merasa tidak cukup dan kurang puas dengan apa yang telah didapatnya, maka Syeikh Yasin pun menimba ilmu lainnya dikediaman guru-guru besar baik yang di Madinah al-Munawwarah, Thaif, Riyadh maupun di kota-kota lainnya. Bahkan Syeikh Yasin pun sempat pergi keluar negeri seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait dan tempat-tempat lainnya. Selain itu, dengan semangatnya dalam menuntut ilmu, Syeikh Yasin senantiasa selalu memonitor ulama-ulama yang datang dari seluruh penjuru dunia ke kota Makkah terutama pada waktu pelaksanaan ibadah haji guna memenuhi panggilan Nabi Ibrahim AS untuk melaksanakan haji. Dengan perantara Masyayikh

al-Hujjaj

beliau

mengunjungi

ulama-ulama

tersebut

untuk

bersilaturahim sekaligus menuntut ilmu serta mendapatkan ijazah. Hal ini telah beliau laksanakan sejak berusia muda, maka tidaklah heran jika beliau mempunyai guru kurang lebih sampai 700 orang.5 Sejak tahun 1356 H beliau mengajar di Madrasah Darul ‘Ulum Makkah al-Mukarromah dan tahun 1359 H menjabat sebagai wakil direktur Madrasah tersebut. Beliau tidak hanya mengajar di Madrasah Darul ‘Ulum saja, tapi beliau juga mengajar di Masjid al-Haram yang bahkan sejak beliau berumur 14 tahun seperti fiqh, hadits, dan lain-lain. 6

4

Ibid., h. 6-8. Ibid., h.11. 6 Syeikh Yasin mengajar di antara pintu Ibrahim dan pintu Wada’ Masjid al-Haram. Muhammad Yasin, al-Fawaid al-Janiyyah, h. 43. 5

18

Pada tanggal 10-06-1369 H, beliau mendapatkan surat rekomendasi dari “Ri’asyah al-Qadha wa al-Mudarrisin” dengan No. 73 untuk mengajar di Masjid al-Haram.7 Karena semangat dan giatnya dalam menuntut ilmu, beliau hampir melupakan sunnah al-hayah dan sunnah al-rasul yaitu melangsungkan pernikahan. Beliau termasuk orang yang telat dalam membina rumah tangga, karena pada usia empat puluhan beliau belum juga menikah.8 Karena beliau belum juga ingin melangsungkan keinginan untuk menikah, orang tua beliau merasa prihatin dan khawatir terhadapnya. Kekhawatiran itu ternyata tidak saja datang dari orang tua beliau, akan tetapi juga dari para Masyayikh dan rekan-rekan beliau sehingga banyak dari mereka yang ingin mengangkat beliau sebagai menantu. Hal itu terjadi bukan karena baliau ingin menghindar dari tanggung jawab keluarga, akan tetapi semata-mata karena telah mendapatkan nikmatnya ilmu. Selain itu ada pepatah arab yang mengatakan “al-ilm maqtu’un baina fakhidzail mar’ati” yang maksudnya menuntut ilmu itu akan terhambat atau terhalang setelah menikah, karena dalam membina rumah tangga itu ada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Karena orang tua beliau mengancam akan membakar seluruh kitabkitab beliau apabila beliau tidak juga menikah, akhirnya kehidupan membujang

7

Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 26. Sayyid Ahmad ibn Sayyid Ahmad Yusuf menyebutkan bahwa surat rekomendasi tersebut bernomor 83. Lihat Sayyid ‘Alwi al-Maliky, Faidh al-Khobayir, h. XI. Lihat juga Muhammad Yasin, al-Fawaid al-Janiyyah, h. 43. 8 Ibid., h. 34.

19

itu pun beliau tinggalkan dikarenakan takut akan durhaka terhadap orang tua beliau. Dalam kehidupan keluarganya, beliau tidak pernah berpangku tangan didalam memenuhi kehidupan keluarga beliau. Keluar masuk pasar, memikul, menjinjing sayur-mayur adalah pekerjaannya sehari-hari, disamping kesibukan mengajar, mengarang dan belajar tanpa mengenal istilah gengsi. Pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 1362 H, Syeikh Yasin mendirikan Madrasah al-Banat tingkat Ibtidaiyah di Syaamiyah Makkah al-Mukarramah.9 Ini dikarenakan perhatian beliau terhadap kaum Hawa yang pada waktu itu tidaklah mudah mendapatkan fasilitas pendidikan dan perlu diketahui bahwa madrasah tersebut merupakan sekolah kaum Hawa yang pertama di Arab Saudi. Selain itu, sekolah tersebut juga merupakan cikal bakal pendidikan kaum Hawa di sana. Pada bulan Rabi’ul Tsani tahun 1377 H, beliau mendirikan sekolah keguruan yang diberi nama dengan “Ma’had al-Mu’alimat.”10 Pada tanggal 27 Dzulhijjah 1410 H yang bertepatan dengan tanggal 20 Juli 1990 M, Syeikh Yasin wafat dalam usianya yang ke-75 dan dikebumikan di pekuburan Ma’la Makkah al-Mukarramah. Beliau meninggalkan 4 orang putra, yaitu Arafat, Fahd, Ridho dan Nidzar.11

9

Ibid., h. 36. Ibid., h. 37. 11 Ibid., h. 38-39. Di dalam majalah al-Nadwah tertulis bahwa Syeikh Yasin meninggal pada Jum’at pagi tanggal 28 Dzulhijjah 1410 H yang bertepatan dengan 20 Juli 1990 M. Majid Mas’ud Salim, “ Wunzil al-Isnad Darajah Biwafaatih ‘Alam al-Din al-Fadany,” Al-Nadwah, 14 Muharram 1411 H. 10

20

B. Gelar-gelar Syeikh Yasin Al-Fadany Merupakan suatu hal biasa bahwa konsekuensi dari aktifitas seseorang yang monumental dibidang tertentu dalam disiplin ilmu apapun biasanya memperoleh suatu penghargaan dan gelar tertentu. Gelar yang diterima oleh setiap orang tidaklah diberikan bukan tanpa dasar tertentu, akan tetapi setiap gelar merupakan tanda serta ciri karakteristik dari setiap keahlian yang ditekuni. Gelar Syeikh Yasin tidaklah sedikit. Gelar yang disematkan kepada beliau adalah gelar yang tentu saja mempunyia hubungan langsung dan sesuai dengan disiplin ilmu yang telah Ia tekuni dan kontribusi dari ilmu tersbut memiliki jangkauan yang sangat mendalam dan sangat luas.

B1. Gelar Abu al-Faidh Gelar Abu al-Faidh ‫( اﺑﻮ اﻟﻔﯿﺾ‬seorang bapak yang ilmunya luas, melimpah atau mengalir)12 sering disebut pada setiap cover dari kitab yang sudah dicetak. Misalnya pada kitab Nahj al-Salamah, al-Maslak al-Jaliy, Waraqat, Asanid al-Fiqhiyah, al-Asanid

al-Makkiyah, Ittihaf al-Bararah, Fawaid al-

Janiyah dan lain-lain. Jika ditelusuri lebih lanjut, meskipun tidak semua tokoh menyebut gelar Abu al-Faidh dalam memberi ijazah, namun terdapat tokoh yang musalsal dan sanadnya berhasil diriwayatakan oleh Syeikh Yasin menyebut penghormatan dengan meletakkan gelar tersebut pada rangkaian gelar Syeikh Yasin, tercatat 12

Dalam kamus, kata al-Faidh bermakna Katsir, yang berarti banyak atau melimpah, meluas, meluber, menjadi poluler. A.W. Munawwir., Kamus al-Munawwir: Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1082.

21

misalnya, al-‘Alamah al-Musnid al-Mu’ammar al-Qadhi al-Husain bin ‘Aly al‘Umary al-Shan’any (1265-1361 H) dalam bentuk penyampaian ijazah yang pertama (Shurah Ijazatihi al-‘Ula)13 kepada Syeikh Yasin menyebut:

‫“ھﺬه اﻷﺟﺎزة ﻣﻨﺎ ﻟﻔﻀﯿﻠﺔ اﻟﺸﯿﺦ اﻟﻌﻼﻣﺔ اﻟﻤﺤﺪث اﺑﻮ اﻟﻔﯿﺾ ﻣﺤﻤﺪ ﯾﺎﺳﯿﻦ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ‬ 14 ”.‫ﻋﯿﺴﻲ اﻟﻔﺎدﻧﻲ اﻟﻤﻜﻲ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ اﻟﻤﺪرس ﺑﺎﻟﺤﺮم‬ Yang berarti "Ijazah ini dari kami untuk Fadhilah al-Syeikh al-'Alamah al-Muhaddits Abu al-Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany alMakky al-Syafi'i seorang guru besar di Masjid al-Haram".

B2. Gelar ‘Alam al-Din Gelar ‘Alam al-Din (berarti “bendera Agama”).15 Tentang siapa orang yang pertama kali memberi gelar ini, sulit untuk menentukannya. Namun kalau merujuk kepada kitab yang ditulis oleh Syeikh Yasin sendiri, Nahj al-Salamah, yang di antaranya dalam kitab tersebut menyebut sebagian besar tokoh-tokoh yang

meriwayatkan

musalsal

dari

berbagai

jalur

periwayatan

dengan

menyebutkan dalam ijazahnya kalimat “’Alam al-Din” di depan nama Syeikh Yasin. Tokoh-tokoh tersebut antara lain adalah: al-Sayyid Zaid bin ‘Aly alDailamy, al-Syeikh Abdullah bin Zaid al-Ma’zaby al-Zubaidy, ‘Abd al-Wasi’ bin Yahya al-Wasyi’i, al-Sayyid Muhammad bin Muhammad Zubarah, al-Imam Yahya Muhammad Hamid al-Din, al-Syeikh Muhammad bin ‘Audh Baa Fadhal 13

Ijazah dari Syeikh al-Husain bin ‘Aly al-‘Umary ada dua tahap. Tahap pertama menyebut Abi Faidh dan tahap kedua bentuk ijazahnya dengan menyebut ‘Alam al-Islam wa alDin. Lihat Abi Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany, Nahj al-Salamah fi Ijazah al-Shafy Ahmad Salamah., (Bairut, Libanon: Dar al-Basyair al-Islamiyah, 1409 H/1989 M), h. 25, 28. 14 Muhammad Yasin, Nahj al-Salamah, h. 25 15 A. W. Munawwir, Kamus Munawwir, h. 966.

22

al-Tarimy, al-Sayyid Ahmad bin ‘Aly al-Kahlany, al-Syeikh ‘Izzy ‘Aly Hadidy, al-Mu’ammar al-Muqry al-Sayyid ‘Aly bin Ahmad al-Sudamy al-Raudhy, alImam Ahmad Yahya Hamid al-Din, al-Sayyid ‘Umar Fasyiq al-Ahdal, al‘Alamah al-‘Izzy Muhammad bin ‘Aly al-Syarafi, al-Sayyid al-Alamah ‘Umar bin Ahmad bin Sumaith Qadhi Zanjibar dan al-Qadhi Muhammad bin Abdullah al‘Umary al-Shan’any.16

B3. Gelar Falak al-Hijaz Gelar Falak al-Hijaz ini menandai terhadap titik puncak dari kemampuan beliau di bidang ilmu falak. Walaupun demikian, gelar tersebut tidaklah dikenal seperti gelar-gelar lainnya oleh kalangan luas. Syeikh Yasin termasuk tokoh yang mahir dibidang ini, pada kesempatan tertentu, Syeikh Yasin mengajak para ulama dan murid-muridnya untuk mempraktekkan langsung ilmu ini. Akan tetapi gelar ini tidaklah berlangsung lama, karena ada beberapa ulama lain yang dapat mengungguli ilmu tersebut.17

B4. Gelar Musnid al-Dunia18 Meskipun gelar-gelar keilmuan telah banyak diberikan kepada Syeikh Yasin, namun keinginan keras beliau untuk menekuni terus berbagai bidang keilmuan terutama ilmu sanad dan periwayatan, menjadikan tokoh yang satu ini 16

Muhammad Yasin, Nahj al-Salamah, h. 79-82, 83-85, 89-92, 97-107, 108-112, 116120, 127-128, 132-137, 145-148, 152-160, 161-163, 208-213, 255-257, 276-279. 17 Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 25. 18 Musnid bermakna orang-orang yang meriwayatkan hadits dengan menyebut sanadnya. Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddeqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits; jilid II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 384.

23

semakin dikenal. Dalam posisi ini, Syeikh Yasin kemudian oleh Muhadtsin digelari “Musnid al-Ashr”, bahkan kemudian beliau digelari ”Musnid al-Dunia” yang merupakan gelar yang sangat langka sekali, bahkan tidak ada yang memiliki gelar tersebut pada zamannya karena tidak ada satu hadits pun yang terdapat dalam kitab-kitab hadits, baik hadits shahih, mutawatir, hasan, dhoif, masyhur, kecuali beliau mempunyai sanadnya sampai kepada Rasulullah saw.19 Abu Sulaiman Mahmud Sa’id bin Muhammad Mamduh al-Syafi’i mengutip penjelasan Fadhilah al-Syeikh al-‘Alim al-‘Allamah al-Muhaddits alUshuly al-Sayyid ‘Abdullah bin al-Shiddiq al-Ghumary pada musim haji tahun 1401 H menjelaskan dihadapan jama’ah bahwa sebelumnya telah kami proklamirkan al-Syeikh al-Sayyid Ahmad Rafi’ al-Thahthawy sebagai Musnid Ashr, tetapi sekarang al-Syeikh Yasin al-Fadany menjadi Musnid Dunia tanpa diperdebatkan lagi.20 Tidak hanya itu, karena gelar Musnid al-Dunia tersebut, bahkan beliau juga digelari “Suyuthiyyu Zamanihi.”21 Hal ini seperti yang telah dikomentari oleh Masyaikh Hadits, bahwa setelah Imam Suyuthi berhasil menghimpun sanad hadits musalsal dan kitab-kitab yang tercecer pada periode sebelumnya dan setelah Imam Suyuthi tercecer kembali, maka Syeikh Yasin ulama yang tampil

19

Ibid., h. 3. Fadhilah al-Syeikh al-‘Alim al-‘Allamah al-Muhaddits al-Ushuly al-Sayyid ‘Abdullah bin al-Shiddiq al-Ghumary berkata pada musim haji tahun 1401 H: “Sebelumnya kami menetapkan bahwa guru kami yang bernama al-Sayyid Ahmad Rofi’ al-Thahthawy adalah “Musnid al-Ashr” tetapi sekarang Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany adalah “Musnid al-Dunia” tanpa diragukan lagi”. Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 3-4. 21 “Mengenang Syeikh Yasin al-Fadany,” artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http://nulibya.wordpress.com/2007/09/11/mengenang-syekh-yasin-al-fadani/nulibya. Lihat Juga “Syeikh Yasin al-Fadany; Imam Suyuthi Abad 20,” Artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http://sangmurobbi.multiply.com/journal/item/4 20

24

menghimpunnya kembali walaupun jumlahnya tidak sebanyak pada masa Imam Suyuthi.

C. Guru-guru Syeikh Yasin Al-Fadany Menurut keterangan Dr. Ali Jum’ah, 22 guru-guru Syeikh Yasin berjumlahnya kurang lebih sekitar 700. Hal senada juga diberitakan oleh KH. Muhammad Zakwan di dalam buku biografi Syeikh Yasin.23 Di dalam kitab Tasrif al-Asma’ bi Syuyuh al-Ijazah wa al-Sima’ juga disebutkan bahwa guru-guru Syeikh Yasin berjumlah sekitar 700 orang yang berasal dari Yaman, Mesir, Syam, serta wilayah Maghrib, Iraq, India dan ASEAN. Namun di dalam kitab tersebut hanya disebutkan 230 orang24 dengan perincian 89 orang yang di Makkah dan Madinah, 60 orang di Yaman, 53 orang di Mesir dan Syam, 42 orang di wilayah Maghrib, Iraq, India dan ASEAN (dengan 13 orang berasal dari Indonesia). Lihat lampiran X. Dalam kitab Al-Fawaidh al-Janiyyah tidak dijelaskan jumlah seluruh guru-guru Syeikh Yasin, kitab tersebut hanya menjelaskan 15 guru Syeikh Yasin serta kitab-kitab yang di pelajari maupun yang dibacakan Syeikh Yasin kepada guru-gurunya yang 15.25

22

Lihat “Syekh Yasin al-Fadani dan Syisyah”, Video di akses pada 15 November 2011 dari http://www.youtube.com/watch?v=rOYBqGb9T4U 23 Muhammad Zakwan, Biografi singkat Asy-Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadany, h. 1024. 24 Musnid al-‘Ashr al-‘Allamah Muhammad Yasin al-Fadany, Tasyrif al-Asma bi Syuyukh al-Ijazah wa al-Sima’, (Kairo: Darr al-Syahab, tt), h. 42. 25 Muhammad Yasin, al-Fawaid al-Janiyyah, h. 37-43.

25

D. Murid-Murid Syeikh Yasin Al-Fadany Menurut data yang telah dihimpun oleh KH. Muhammad Zakwan,26 ia mencatat nama-nama murid Syeikh Yasin yaitu 7 orang di Makkah, dan 99 di Indonesia (38 orang dari DKI Jakarta, 13 orang dari Jawa Barat, 19 orang Jawa Tengah, 11 orang Jawa Timur, 7 orang dari Madura dan Nusa Tenggara Barat, dan 11 orang dari Kalimantan (lihat lampiran XI). Di dalam artikel “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah” hanya menyebutkan 15 orang murid, yaitu: al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Syeikh M. Ali al-Shabuni (Syam), Dr. M. Hasan al-Dimasyqy, Syeikh Ismail Zain al-Yamany, Dr. Ali Jum’ah (Mesir), Syeikh Hasan Qathirji, dan Tuan Guru H. M. Zaini Abdul Ghani (Kalimantan), H. Sayyid Hamid al-Kaff, Dr. Muslim Nasution, H. Ahmad Damanhuri, H. M. Yusuf Hasyim, H. M. Abrar Dahlan, Dr. Sayyid Aqil Husain al-Munawwar, Ust. Sukarnawadi, dan KH. Husnuddu’at. Dari ke-15 murid tersebut, delapan yang telah disebutkan belakangan diizinkan oleh Syeikh Yasin untuk mengajar di Madrasah Darul Ulum Makkah. 27 Hampir dari setiap murid yang telah menuntut ilmu kepada Syeikh Yasin telah menjadi orang-orang yang berhasil seperti Dr. Ali Jum’ah yang telah manjadi dosen di Universitas al-Azhar, Mesir, KH. Maimun Zubari dan KH. Aly Ma’shum yang telah menjadi seorang tokoh keagamaan yang sangat disegani di pentas Nasional, Prof. Dr. KH. Maghfur Utsman yang telah menjadi guru besar di

26

Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 43-47. Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html. “Mengenang Syeikh Yasin al-Fadany,” artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http://nulibya.wordpress.com/2007/09/11/mengenang-syekh-yasin-al-fadani/nulibya 27

26

berbagai Universitas Islam di tingkat Nasional, KH. Zainuddin Poncol yang merupakan tokoh pendiri Nahdatul Watan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

E. Karya-karya Syeikh Yasin Al-Fadany Di dalam biografi Singkat

Syeikh Yasin, dikatakan bahwa karya

Syeikh Yasin tidak kurang berjumlah 100 judul kitab.28 Di antaranya sudah banyak yang dicetak dan disebarluaskan ke lembaga-lembaga pesantren di Makkah sendiri, maupun ke Negara-negara Islam, dan bahkan telah banyak yang menjadi kitab referensi bagi para santri di pesantren-pesantren di Indonesia. Namun, masih terdapat pula tulisan-tulisan Syeikh Yasin yang belum tercetak yang jumlahnya tidak sedikit dalam bentuk makhtuthat atau tulisan tangan yang belum tersusun dengan rapi.29 Dan hingga saat ini karya-karya yang berlum tercetak tersebut masih berada di perpustakaan pribadi Syeikh Yasin di Makkah al-Mukarramah di bawah pengawasan dan pemeliharaan keluarga Syeikh Yasin. Dalam kitab al-Fawaid al-Janiyah, tercatat judul-judul kitab karya Syeikh Yasin sekitar 64 judul.30 Di dalam buku biografi singkat Syeikh Yasin tercatat 74 judul kitab yang disampaikan oleh KH. Muhammad Zakwan Abdul Hamid al-Betawy.31

28

Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 27. Azyumardi Azra dan Oman Fathurahman, “Jaringan Ulama”, h. 136. 30 Disebutkan berjumlah 64 judul kitab dan masih banyaknya kitab-kitab karya Syeikh Yasin yang belum disebutkan dalam kitab tersebut, dimungkinkan karena kitab tersebut telah ada terlebih dahulu dari kitab-kitab selanjutnya yang pada akhirnya kitab-kitab selanjutnya tidak tercatat. Muhammad Yasin, al-Fawaid al-Janiyyah, h. 43-48. 31 Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 28-33. 29

27

Muiduddin di dalam tesisnya juga mengatakan setidaknya ada kurang lebih 100 judul kitab yang telah dikarang oleh Syeikh Yasin, namun ia juga hanya menyebutkan 74 judul kitab saja di dalam tesisnya tersebut.32 Sayyid Ahmad bin Sayyid Ahmad Yusuf hanya menyebutkan 19 Judul kitab.33

E1. Karya di Bidang Hadits Di bidang hadits, tercatat 5 judul kitab yang jumlah jilidnya variatif. Kitab-kitab tersebut sebagian selain merupakan syarah dari kitab-kitab hadits ulama terdahulu, juga merupakan hasil catatan Syeikh Yasin yang Ia himpun dari guru-gurunya. Kitab-kitab tersebut adalah: Al-Durru al-Mandhud, syarah dari kitab hadits Sunan Abi Daud 20 jilid, Fath al-‘Alam, syarah dari kitab Bulugh alMaram 4 jilid, Arba’una Haditsan min Arba’ina Kitaban ‘an Arbaina Syaikhan, Al-Arbauna al-Buldaniyah, dan kitab Arba’una Haditsan Musalsalatan bi alNuhat ila al-Jalal al-Suyuthy.

E2. Karya di Bidang Ilmu Fiqh dan Qawaid al-Fiqhiyah Dalam bidang fiqh dan qawaid al-fiqhiyah, tercatat 9 judul kitab. Kitab-kitab tersebut adalah: Bughyah al-Musytaq, syarah dari kitab Luma’ Abi Ishaq, Hasyiyah ‘ala al-Asybah wa Nadlair fi al-Furu’ al-Fiqhiyah, Tatnim alDukhul Ta’liqat ‘ala Madkhal al-Wusuhl ila ‘Ilmi al-Ushul, Al-Durru al-Nadhi,

32 33

Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 58-63. Lihat Al-Sayyid ‘Alwi, Faidh al-Khobayir, h. XI-XII.

28

Hasyiyah ‘ala Kitab al-Tamhid, Al-Fawaid al-Janiyah, Hasyiyah ‘ala alMawahib al-Saniyah ‘ala al-Qawaid al-Fiqhiyah 2 jilid, Ta’liqat ‘ala Luma’ Abi Ishaq, Idha’at al-Nur al-Lami’, Syarah al-Kawkabi al-Sathi’ Nadhm Jam’u alJawami’, Hasyiyah ‘ala al-Talathuf, syarah al-Ta’aruf, dan kitab Nail al-Ma’mul Hasyiyah ‘ala Lubb al-Ushul wa Syarhuhu Ghayat al-Wushul.

E3. Karya di Bidang Ilmu Falak Walapun Syeikh Yasin dalam ilmu falak telah dapat diungguli oleh ulama lain, namun karya tulis beliau dalam ilmu falak layak untuk diperhitungkan oleh ulama-ulama lain. Karya tulis beliau dalam ilmu falak adalah: Janyuts Tsamar Syarah Manhumat al-Manazil al-Qamar, Al-Mukhtasabar al-Muhadzab fi Iatikhraj al-Aqwat wa al-Qiblat wa al-Tawarikh bi Rub’ al-Mujayyab, AlMawahib al-Jazilah Syarah Tsamarat al-Washilah.

E4. Karya di Bidang Ilmu Mantiq, Balaghah, dan Sharaf Dalam bidang ilmu mantiq, balaghah dan sharaf, beliau menghasilkan 7 buah judul kitab. Saat ini, dari informasi yang penulis dapatkan, kitab-kitab beliau dalam bidang ini banyak menjadi panduan dan referensi di negara-negara Islam maupun pesantren-pesantren di Indonesia. Karya-karya kitab tersebut adalah: Manhal al-Ifadah, Hasyiyah ‘ala Risalah al-Bahtsi wa al-Munadharah Lithasy Kubry Zadah, Risalah fi al-Mantiq, Husn al-Shiyaghah, Syarhu min alKitabi

Durus al-Balaghah, Ithaf al-Khillan fi ‘Ilm al-Bayan, Al-Risalah al-

29

Bayaniyah ‘ala Thariqah al-Sual wa al-Jawab, Bulghah al-Musytaq fi ‘Ilm alIsytiqaq, Tasynif al-Sami’ fi al-‘Ilm al-Wadhi.

E5. Karya di Bidang Ilmu Isnad dan Riwayat Musnid al-Dunia merupakan sebuah penghargaan tertinggi Syeikh Yasin dalam ilmu isnad, hal ini sangatlah dimaklumi mengingat karya-karya Syeikh Yasin serta kekhususan yang beliau berikan dalam ilmu ini serta segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu tersesbut. Karya-karya Syeikh Yasin pun dianggap karya yang paling monumental di abad ke-20 ini, sehingga hingga saat ini belum ada seorang ulama pun yang dapat mengungguli Syeikh Yasin baik itu dibidang keintelektualan maupun dalam karya tulis mengenai ilmu isnad. Tidak kurang 50 judul kitab yang telah beliau tulis, karya-karya Syeikh Yasin dalam bidang ini antara lain: Mathamah al-Wijdan fi Asanid al-Syeikh Umar Hamdan 3 jilid, Ithaf al-Ikhwn bi al-Ikhtisahar Mathamah al-Wijdan, Tanwair al-Bashirah bi Thuruq al-Isnad al-Asyahirah, Faidh al-Rahman fi Asanid al-Syeikh Khalifah bin Hamad Aly Nabhan, Al-Qawi al-Jamil bi Ijazah al-Sayyid Ibrahim bin ‘Aqil, Faidh al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid al-Sayyid Muhsin, Al-Maslak al-Jaliy fi Asanid al-Syeikh Muhammad Aly, Al-Washl al-Raty fi Tarjamah wa Asanid alSyihab Ahmad al-Mukhallalaty, Asanid Ahmad bin Hajar al-Haitamy al-Makky Al-Irsyad al-Sawiyah fi Asanid al-Kutub al-Nahwiyah wa al-Syarifah, Al-Ujalah fi al-Ahadits al-Musalsalah, Asm al-Ghayat fi Asanid al-Syeikh Ibrahim alKhizamy fi al-Qira’at, Asanid fi al-Kutub al-Haditsiyah al-Sab’ah, Al-‘Iqd alFarid min Jawahir al-Asanid, Ithaf al-Bararah bi Asanid al-kutub al-‘Asyrah, Al-

30

Riyadh al-Nadhirah fi Asanid al-Kutub al-Haditsiyah al-‘Asyrah, Ithaf alMustafid fi Ghurrar al-Asanid, Qurrah al-‘Ain fi Asanid ‘Alam al-Haramain, Ithaf al-Ulik Himam al-‘Aliyah fi al-Kalam ‘ala al-Hadits al-Musalsal alAwwaliyah, Waraqat fi Majmu’at al-Musalsalat wa al-Awail wa al-Asanid al‘Aliyah, Al-Durru al-Farid min Durar al-Asanid, Bughyah al-Murid min ‘Ulum al-Asanid 5 jilid, Al-Muqtathaf min Ithaf al-Akaabir bi Marwiyah al-Abd alQadir, Ikhtishar Riyadh al-Ahl al-Jannah min Atsar al-Ahl al-Sunnah, Faidh alIlah al-‘Aly fi Asanid Abd al-Baqy al-Ba’iy al-Hambaly, Al-Salasil al-Mukhtarah bi Ijazah al-Muarrikh al-Sayyid Muhammad Zabarah, Tidzkar al-Mashafi bi Ijazah al-Fakhry Abdullah al-Jarafy, Dzail Tidzkar al-Mashafy, Al-Nakhah alMiskiyah fi Asanid al-Makkiyah, Fath al-Rab al-Mahid fima li Asysyaqy min Faraid al-Ijazati wa al-Asanid, Silsilah al-Washlah Majmu’ah Mukhtarah min alMusalsalat, Al-Kawakib al-Darady bi Ijazati Mahmud Sa’id al-Qahiry, Faidh alMubdi bi Ijazati al-Syeikh Muhammad ‘Iwadh Manqasy al-Zabidy, Al-Faidh alRahmany bi Ijazati al-‘Allamah Muhammad Taqy al-Utsmany, Nihayah alMathlab Ta’liq ‘ala Sadd al-Arab, Al-Durru al-Nadhir Risalatu Ta’liiqin ‘ala Tsabat al-Amir, Al-Raudh al-Nadhir fi Majmu’ah al-Ijazah bi Tsabat al-Amir, Al‘Ujalah al-Makkiyah ‘ala al-Awail al-Sumbuliyah, Al-Nafkhah al-Miskiyah fi Asanid ila al-Awail al-Sumbuliyah, Waraqat ‘ala al-Awail al-Ajluniyah, Ithaf alBahits al-Sary bi Asanid ila al-Wajib Kuzbary, Ta’liqat ‘ala Kifayah al-Mustafid li al-Turmusy, Ta’liq al-Jami’ al-Hawy fi al-Marwiyat al-Syarqawy, Bughyah alHadhir wa al-Bad, Qurrah al-‘Ain fi Ijazah al-Ustadzain 6 jilid, Al-Mawahib alJazilah wa al’Uqut al-Jamilah fi Ijazaty al-Syeikh Abi Yahya Zakaria Abdullah

31

Billah 12 jilid, Nail al-Amany fi Ijazah Yahya bin Abdurrazaq Ghawtsany 3 jilid, ‘Uqud al-Lujain fi Ijazah al-Syeikh Ismail Utsman Zein 12 jilid, Sawabigh al-Aid bi Ijazah al-Syeikh Abdullah Zaid, Nafkhah al-Shondal fi Asanid Abdurrahman bin Sulaiman al-Ahdal 3 jilid.

BAB III JARINGAN ULAMA SEBELUM SYEIKH YASIN AL-FADANY

Semenjak membaiknya kondisi sosial politik dan lingkungan di Haramayn abad ke-16, jumlah Muslim yang datang dari berbagai penjuru dunia terus semakin mengalami kemajuan. Tetapi, jelas tidak semua mereka yang datang ke Tanah Suci merupakan ulama atau penuntut ilmu. Kebanyakan mereka, pada kenyataannya adalah jamaah haji biasa, yang ingin memenuhi kewajiban berhaji. Mereka ini biasanya kembali ke negeri asal mereka setelah melaksanakan ibadah haji di Makkah dan mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Nabi di Madinah. Namun demikian, terdapat sejumlah Muslim yang datang ke Haramayn tidak hanya untuk menunaikan haji, tetapi juga guna memenuhi tujuantujuan lain seperti memperoleh ilmu atau mengabdikan diri melayani tempattempat suci. Sebagian bahkan datang untuk berdagang. Mereka ini berpindah, apakah pemanen atau sementara, ke wilayah Tanah Suci. Mengutip pendapat Voll dalam Jaringan Ulamanya Azra tentang tipe imigran Asia Selatan di Haramayn dalam abad ke-17 dan ke-18, menurutnya ada tiga model atau kategori mengenai para pendatang atau imigran dan tujuan mereka.1 Tipe pertama adalah mereka yang disebut Voll sebagai little imigrants; yakni, orang-orang yang datang dan bermukim di Haramayn, dengan diam-diam 1

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Akar Pembaruan Islam Indonesia; Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 71.

32

33

terserap dalam kehidupan sosial keagamaan setempat. Dapat dengan aman diasumsikan, imigran jenis ini mulanya datang untuk menunaikan haji, tetapi belakangan – apakah karena ingin melayani tempat-tempat suci atau karena tidak punya biaya pulang – memutuskan menetap di Haramayn. Mereka ini hidup sebagai penduduk biasa, dan tidak harus merupakan ulama. Kebanyakan mereka biasanya tidak terekam dalam kamus biografi. Tetapi terdapat sejumlah pengecualian, seperti Sa’id bin Yusuf al-Hindi, seorang farrasy, pembentang tikar di al-Masjid al-Nabawi, atau Rayhan al-Hindi yang mengabdikan diri melayani tempat-tempat suci; dia mewakafkan hampir seluruh hartanya untuk membangun sarana-sarana umum di Madinah. Tidak ada indikasi bahwa mereka merupakan ulama yang memainkan peranan dalam jaringan ulama.2 Tipe kedua adalah grand immigrants. Berbeda dengan imigran jenis pertama, grand immigrants adalah ulama par excellence. Kebanyakan imigran kategori ini telah mempunyai dasar yang baik dalam kehidupan Islam. Sebagian mereka sangat ‘alim dan terkenal apakah di negara asal mereka atau di pusat-pusat keilmuan lain. Karenanya, ketika sampai di Haramayn, mereka telah qualified untuk ambil bagian dalam diskursus intelektual kosmopolitan. Dalam banyak kasus, mereka memainkan peran aktif tidak hanya dalam pengajaran, tetapi juga dalam menyodorkan gagasan-gagasan baru. Berkat kealiman dan kesalehan mereka, grand immigrants mampu menarik penuntut ilmu dari berbagai penjuru Dunia Muslim. Tidak sulit menemukan sebagian mereka yang mampu mencapai keterkemukaan tidak hanya dalam diskursus religio- intelektual, tetapi juga dalam

2

Ibid., h. 71-72.

34

kancah sosial-politik. Seperti kita lihat nanti, adalah kelompok imigran ini yang merupakan inti jaringan ulama internasional di Haramayn. Tipe ketiga adalah ulama dan murid pengembara, yang menetap di Makkah dan Madinah dalama perjalanan panjang mereka menuntut ilmu. Mereka umumnya datang ke Haramayn untuk menunaikan haji dan sekaligus meningkatkan ilmu. Biasanya mereka memperpanjang masa mukim mereka di Tanah Suci, dan pada umumnya belajar dengan sejumlah guru yang berbeda. Ketika merasa bahwa mereka telah mempunyai ilmu yang memadai dan telah memperoleh otorisasi untuk mengajar (ijazah) dari guru-guru mereka, mereka kemudian kembali ke negeri asal masing-masing, yang biasanya terletak di pinggiran Dunia Muslim. Mereka ini membawa ilmu, gagasan, dan metode yang dipelajari di Haramayn. Dengan begitu mereka menjadi transmiter utama tradisi keagamaan pusat-pusat keilmuan di Timur-Tengah ke berbagai bagian Dunia Muslim.3

A. Komunitas Jawi di Haramayn Hubungan antara kaum Muslimin di kawasan Melayu-Indonesia dan Timur Tengah telah terjalin sejak masa-masa awal Islam. Hamka memberi penjelasan bahwa Islam masuk ke negeri-negeri Melayu, termasuk Indonesia, sejak abad pertama Hijriah atau sekitar abad ke-7 M. Para pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan Anak Benua India yang mendatangi Kepulauan Nusantara tidak

3

Ibid., h. 72-73.

35

hanya berdagang, tetapi dalam batas tertentu juga menyebarkan Islam kepada penduduk setempat. Orang-orang Arab sendiri, yang terkenal sebagai para pedagang, sudah lama mengenal negeri-negeri Melayu, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Muangthai (Thailand), dan wilayah-wilayah sekitarnya. Mereka mengenal negerinegeri tersebut sebagai wilayah-wilayah yang kaya akan rempah-rempah.4 Semenjak abad ke-17, hubungan di antara Islam di Nusantara dengan Timur Tengah semakin hangat khususnya yang bersifat keagamaan dan keilmuan,5 meski juga terdapat hubungan politik antara beberapa kerajaan Muslim Nusantara, misalnya hubungan Dinasti Utsmani dengan beberapa kerajaan di Nusantara seperti Kerajaan Aceh dan Banten. Jika hubungan keagamaan dan keilmuan ini dalam masa belakangan mendorong munculnya semacam kesadaran politik, khususnya vis-a-vis imperialisme Eropa, itu merupakan konsekuensi dari meningkatnya kesadaran tentang “identitas Islam”. Sejak dibukanya terusan Suez pada tahun 1869, setiap tahun ribuan kaum muslimin Indonesia (Hindia Belanda) menunaikan ibadah haji ke Makkah.6 Bahkan pada awal-awal abad ke-20, kaum Muslimin yang menunaikan haji menjadi kontingen terbesar di Makkah dan Madinah. Perlu diketahui, kaum Muslimin yang berhaji pada waktu itu tidak semata-mata didorong untuk menunaikan rukun Islam yang kelima saja, tetapi juga dalam rangka menuntut ilmu di Haramayn. Oleh karena itu tidaklah mengherankan setelah selesainya

4

HAR. Gibb, Ibn Batuta’s Travels in Asia and Africa, (Broodway House, 1957), h. 367. C. Snouck Hurgronje, Islam Di Hindia Belanda, cet ke-2, penerjemah: S. Gunawan, (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1983), h. 13. 6 H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1984), h. 3. 5

36

kegiatan ibadah haji, hanya separuh lebih dari jama’ah yang langsung kembali ke Tanah Air. Berdasarkan pengalaman Snouck Hurgronje (w. 1936) di kota Mekkah. Ternyata telah ada suatu komunitas para santri dan guru yang berasal dari Nusantara. Hal ini sesuai dengan tulisan-tulisan Al-Qusasy yang telah memanggil beberapa Muridnya yang berasal dari Timur Jauh dengan sebutan Ashab Al-Jawyyin (saudara-saudara kita dari Jawa, yang bermakna saudarasaudara kita dari Nusantara).7 Berdasarkan pemberitaan C. Snouck H, setidaknya telah ada beberapa Murid atau Santri dari Jawa yang telah menjadi guru sentral di Makkah seperti: Syeikh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H/1897 M) dan Syeikh Ahmad Khatib alFadany. Seperti yang telah dijelaskan C. Snouck H dalam suratnya orang-orang Jawi, dalam hal ini adalah orang-orang dari Nusantara, di Makkah dikenal sebagai orang-orang yang saleh, meskipun di antara mereka ada yang tidak memiliki pengetahuan agama yang mendalam.8 Mereka pada umumnya pergi haji sematamata untuk tujuan yang suci, yakni beribadah. Orang-orang Jawi di Makkah juga dikenal sebagai orang-orang jujur dan ikhlas.9 Maka tidaklah mengherankan banyak para pedagang Arab yang

7

Sebelum abad ke-20, Istilah “Jawi” mengacu kepada masyarakat kepulauan Nusantara ( atau masyarakat rumpun Melanesia/Melayu). Namun setelah merdeka dan terbentuknya negaranegara di Nusantara, istilah Jawi sudah mulai jarang digunakan tetapi sudah mengacu langsung ke daerah atau negara. 8 C. Snouck Hurgronje, Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje V, h. 3, 53, Lihat juga Dr. Karel A. SteenBrink, Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1984), h. 246. 9 Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam, h. 247.

37

bergitu sangat mempercayai orang-orang Jawi tersebut ketika mereka meminjam barang yang bahkan komunitas lain tidaklah semudah orang-orang Jawi tersebut. Tidak hanya itu, orang-orang Jawi juga dikenal sebagai orang giat dalam menuntut ilmu, hal ini dapat terlihat dengan kian banyaknya para santri yang pergi menuntut ilmu ke Makkah dan juga dengan kian banyaknya ulama Jawi

yang

makin

terkenal

baik

secara

kesalehan

maupun

kadar

keintelektualannya. Setiap tahun di antara mereka yang melakukan perjalanan ke Mekkah,10 terdapat sejumlah pemuda yang menetap lama di kota suci itu untuk menuntut ilmu pengetahuan Islam di bawah pimpinan guru-guru bangsa Arab yang kenamaan. Banyak di antara pelajar-pelajar itu kemudian pulang ke tanah air sebagai ahli kitab dan mereka ganti bertindak sebagai guru; dan madrasahmadrasah mereka merupakan pusat penyebaran pengaruh pelajaran hukum Islam dalam keseluruhan ke dalam bidang pendidikan dikalangan yang lebih luas.11 Berdasar dari pergi haji dan menuntut ilmunya, akhirnya banyak dari mereka yang menetap di Haramayn. Hal ini sangatlah beralasan mengingat Haramayn merupakan pusat keagamaan serta keilmuan Islam pada masa tersebut juga dengan banyaknya dalil-dalil yang menyebutkan keistimewaan Haramayn.

B. Karakteristik Jaringan Ulama Keadaan spiritual Islam pada akhir abad pertengahan, secara umum, ditandai dengan ketegangan antara Islam yang lebih berorientasi pada syariah dan

10

Menurut data jumlah jamaah haji tahun 1876-1886, tercatat 34.343 calon haji berangkat ke Mekkah, sedangkan yang kembali hanya 27.932 orang. Ini termasuk haji yang meniggal dan haji yang bermukim langsung di Mekkah. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam, h. 252. 11 Hugronje, Islam Di Hindia Belanda, h. 28.

38

sufisme. Sejak abad-abad IV/X, V/XI, dan selanjutnya di kalangan tarekat muncul doktrin baru yang secara umum banyak pertentangan, baik dengan Islam ortodoks maupun dengan praktek sufi pada masa-masa lebih awal.12 Semenjak abad ke-13 Mekkah dan Madinah telah mengalami kebangkitan intelektual yang membawa kedua kota tersebut menjadi salah satu pusat terpenting religio-intellectual discourse Islam, 13 hal inilah yang membawa kedua kota tersebut mengalami rekonsiliasi syariah dan sufisme.14 Konflik yang panjang antara kedua dimensi Islam ini pada masa lampau, kini menjadi tidak relevan di Haramayn. Selain itu, pandangan dunia sufisme yang dulu bersifat eskapis sehingga mengabaikan dunia, kini diganti dengan persepsi yang positif terhadap dunia.15 Pembaruan (tajdid, renewal) tampaknya mengalami paradigma yang dominan dalam wacana intelektual keagamaan yang dikembangkan jaringan ulama ini. Tema sentral yang menuntut aktivitas dan pemikiran jaringan adalah “kembali kepada Al-Qur’an dan hadits”. Dalam konteks ini, Mekkah dan Madinah yang pada abad-abad awal Islam menjadi pusat terpenting studi Al-Qur’an dan hadits – tetapi kemudian merosot – sejak abad ke-9 H/15 M kembali menunjukkan kekuatannya dalam bidang-bidang ini.16 Hal lainnya yang menonjol dalam jaringan ulama kosmopolit lainnya yaitu kebebasan dalam mengikuti berbagai tradisi pemikiran dan aliran Islam yang

12

Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 123. 13 Ibid, h. 144. Lihat Azyumardi Azra. Jaringan Ulama, h. 116. 14 Ibid, h. 146. 15 Ibid, h. 147 16 Ibid, h. 146.

39

berbeda, baik dalam bidang teologi, fikih maupun tasawuf. Keempat mazhab fikih beraliran Sunni – Syafi’i, Hanafi, Hambali, dan Maliki – dengan bebas mendirikan dan mengembangkan halaqah dan madrasah masing-masing. Selain itu, seorang murid penganut mazhab Syafi’i boleh saja belajar kepada Syeikh mazhab Hanafi.17 Begitu juga dalam kepengikutan kepada tasawuf. Seorang syeikh dan muridnya bisa mengikuti tarekat sufi yang berbeda. Bahkan, kepengikutan tasawuf tidak terbatas pada satu tarekat tertentu.18 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, inti dari jaringan ulama adalah lingkaran ulama yang populer sehingga menjadi titik sentral bagi ajang para ulama lain baik itu ulama Haramayn itu sendiri maupun ulama-ulama dari wilayah lain untuk berinteraksi secara akademisi. Pola hubungan mereka dalam jaringan ini pun, seperti yang telah jelaskan Azra dalam Jaringan Ulama, pada abad ke-19 masih kepada pola hubungan guru-murid. Memang pola hubugan guru-murid tersebut sangat menghubungankan hubungan antara guru dengan murid atau murid dengan guru tersebut lebih mendalam. Selain itu ijazah dari seorang ulama juga merupakan sesuatu yang ikut mempengaruhi intensitas ketinggian seorang ulama, seperti halnya Isnad dalam ilmu hadits, ijazah tersebut merupakan suatu pengakuan hubungan murid oleh guru yang terus menghubungkan hubungan murid tersebut terus sampai pada hubungan terakhir. 17 18

Ibid, h. 147. Ibid, h. 147.

40

Pengaruh haji pada jaringan ini pun sangat besar terutama ketika terjadi haji akbar karena bisa dikatakan haji merupakan ajang pertemuan tahunan yang terbesar. Bahkan tidak jarang banyak ulama Makkah yang menyediakan tempat untuk para ulama dari tempat lain pada waktu haji hanya karena ingin mendapatkan suatu disiplin ilmu tertentu atau hanya ingin agar mendapatkan sanad ataupun ijazah pengakuan ulama lain. Begitu juga dengan ulama-ulama yang sedang melaksanakan haji, mereka tidak akan menyia-yiakan even pertemuan akbar tahunan tersebut. Banyak dari mereka yang berusaha untuk menemui para ulama karismatik Makkah untuk mendapatkan tambahan ilmu keIslaman, pengakuan sebagai murid ataupun sekedar hanya mendapatkan “berkah” dari ulama karismatik tersebut.

C. Mundurnya Wacana Jaringan Ulama Abad ke 20 Sejak

dikuasainya

Haramayn

oleh

Dinasti

Su’udiyah

yang

mendasarkan dasar pemerintahannya pada mazhab Wahabi dan pemerintah Saudi juga adanya kontrol yang lebih ketat terhadap pemikiran dan praktek-praktek keagamaan masyarakat luas agar sesuai dengan doktrin Wahabiyah, kekuatan dalam jaringan ulama satu persatu semakin rapuh. Bahkan kehidupan Madrasah yang pada saat sebelumnya merupakan salah satu dasar dari jaringan ulama saat ini telah digantikan oleh sekolah-sekolah negeri yang dibiayai oleh kerajaan yang karena ketatnya regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang akhirnya madrasah-madrasah yang beraliran Suni banyak yang harus gulung tikar seperti halnya yang dialami oleh madrasah-madrasah yang didirikan oleh ulama

41

Indonesia (seperti yang dialamai oleh Madrasah Dar al-Ulum al-Diniyyah dan juga Madrasah Indonesia Islamiyah).19 Dengan alasan sentralisasi dan proses modernisasi pendidikan, madrasah-madrasah swasta dinegerikan, kurikulum distandarisasikan, guru-guru diharuskan memenuhi kualifikasi formal yang ditentukan, dan sebagainya. Akibatnya, madrasah-madrasah tradisional yang selama ini banyak melahirkan banyak ulama, kehilangan identitas dan integrasinya. Sebaliknya, madrasahmadrasah dan universitas negeri belum mampu melahirkan ulama, khususnya dalam pengertian bagian terbesar masyarakat Dunia Melayu. Lebih jelasnya, lulusan universitas, seperti Ummul-Qura (Mekkah) atau Universitas Islam Madinah, jika kembali ke Nusantara lebih dipandang sebagai sarjana atau intelektual Muslim ketimbang ulama.20 Karena banyak madrasah dan juga halaqoh yang ditutup, banyak para santri yang pada akhirnya beralih ke Mesir ataupun Yaman, padahal madrasah memiliki peran penting dalam kebangkitan pengajaran dan keilmuan di Haramayn, hal ini mengingat karena Haramayn bukan hanya tempat untuk melaksanakan haji semata, akan tetapi juga sebagai kancah tempat tertinggi dalam pembelajaran agama. Selain madrasah-madrasah Suni yang terpaksa tutup, halaqoh-halaqoh di Masjid al-Haram pun juga satu persatu dengan paksa ditutup oleh pemerintah.

19

Azyumardi Azra, Menuju Masyarkat Madani, Gagasan, Fakta, Dan Tantangan, (Bandung: Rosdakarya, 1999), h. 52-55. 20 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 159.

42

Hal ini disebabkan karena banyak pengajaran yang telah diajarkan para ulama yang dianggap berbahaya bagi keutuhan pemerintahan Wahabi.21 Selain itu, pengetatan perizinan di al-Masjid al-Haram juga menimbulkan korban di kalangan ulama Jawi. Dalam dekade 1970-an beberapa ulama Jawi, termasuk Syeik Yasin, mengajar di al-Masjid al-Haram. kini satusatunya masih bertahan yang memiliki halaqah dan mengajar di mesjid ini tinggal Syeikh Abd al-Karim al-Banjari.22 Seperti apa yang telah dilakukan oleh Abdullah ibn Sulaiman ibn Munik, ulama wahabi dari Riyadh, ia merupakan salah satu penentang keras berbagai kegiatan apapun yang telah dilakukan oleh Sunni, ia juga selalu menyerang ulama Sunni dan juga menyerukan agar pemerintah Kerajaan untuk mengawasi dan menutup setiap kegiatan ulama Suni terutama halaqoh-halaqoh di sekitar Masjid al-Haram. Kemunduran eksistensi madrasah-madrasah Suni dan juga halaqohhalaqoh Masjid al-Haram jelas merupakan ikut bertanggung jawab terhadap kemunduran kegiatan keilmuan di Haramayn yang akhirnya ikut berimbas terhadap perkembangan jaringan ulama. Kini jumlah murid-murid Jawi sangat jauh berkurang dibandingkan masa-masa sebelumnya bahkan saat ini cenderung tenggelam di bawah jaringan keilmuan ulama-ulama Yaman ataupun Universitas al-Azhar Mesir. Sejak pertengahan abad ke-17 sampai setidaknya awal abad ke-19, adalah ulama Haramayn – baik Jawi maupun non-Jawi – yang menjadi sumber 21 22

Ibid., h. 49-51. Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 158.

43

otoritas ulama Indonesia. Ulama semacam Abd al-Ra’uf al-Singkeli (w. 1105 H/1693 M), Muhammad Nafis al-Banjari (w. 1812 M), Nawawi al-Bantani (w. 1314 H/1897 M), Mahfuzh al-Termasi (w. 1338 H/1920 M) sampai Ahmad Khatib al-Minangkabawi (w. 1334 H/1916 M), memperoleh otoritas – baik dalam tasawuf maupun ilmu-ilmu agama lain – dari ulama di Mekkah dan Madinah23. Jika dalam abad-abad lampau, Mekkah dan Madinah merupakan pusat jaringan ulama kosmopolit yang terlibat dalam pengembangan pemikiran Islam dalam suasana yang sangat bebas dan terbuka, kini yang terjadi justru sebaliknya. Setiap gerak dan pemikiran ulama, khususnya mukimin dan keturunan asing, diawasi dengan ketat24.

23 24

Azyumardi Azra, Menuju Masyarkat Madani, h. 50. Ibid, h.50.

BAB IV PERANAN SYEIKH YASIN AL-FADANY SEBAGAI PENJAGA INTELEKTUALITAS ULAMA DALAM JARINGAN ULAMA (Penghidup Kembali Ilmu Sanad dan Pemilik Sanad Terlengkap, Penyebar Tarekat, Penghubung Antar Ulama, dan Penjaga Tradisi)

Keterkaitan seorang ulama dalam jaringa ulama bukan hanya sebatas hubungan satu ulama dengan ulama lainnya, tetapi juga bagaimana ia juga ikut berkontribusi dalam perluasan dan juga menjaga agar jaringan tersebut tetap eksis. Sepeti yang dijelaskan oleh Azyumardi Azra dalam buku jaringan ulama, ia menjelaskan bahwa jaringan ini bukan hanya berkaitan dengan hubungan gurumurid, guru dengan guru, atau pun murid dengan murid tetapi juga menyangkut penyebaran dan pengembangan khazanah keilmuan Islam, hal ini pun bisa dilihat dari penyebaran sanad seorang guru yang menyebar ke murid-muridnya dan dari dari murid-murid tersebut juga tersebar ke murid-muridnya. Sebagai seorang yang masuk dalam kancah jaringan ulama, Syeikh Yasin pun juga ikut berkontribusi dalam hal-hal tersebut, hal ini bisa dipastikan dengan ditemukan dan dihidupkanya kembali ilmu sanad olehnya yang bahkan ia pun disebut-sebut sebagai pemilik sanad hadits terlengkap, keterkaitannya dalam dunia tarekat pun ikut menuntutnya untuk menyebarkannya, dan kegiatan rihlah ilmiyah yang ia lakukan yang bukan hanya sebatas mencari atau pun menyebarkan setiap ilmu yang ia miliki, tetapi juga agar terjadi sebuah pola hubungan yang khusus terhadap ulama yang ia temui. Selain itu, Syeikh Yasin

44

45

pun ikut melestarikan dan menyebarkan khazanah tradisi ulama-ulama salaf terdahulu, yang bahkan saat ini sangatlah jarang dilakukan oleh ulama-ulama masa kini.

A. Penghidup Kembali Ilmu Sanad dan Pemilik Sanad Terlengkap Sanad menurut bahasa adalah sesuatu yang kita bersandar kepadanya, baik tembok ataupun selainnya.1 Izzuddin ibnu Jama’ah dan Ath Thibi mengatakan bahwa sanad itu ialah menerangkan jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadits.2 Imam Suyuthi mengatakan dalam Alfiyahnya “sanad adalah menerangkan tentang jalan yang menyampaikan kita kepada matan.”3 Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu sanad adalah ilmu yang menjelaskan jalannya matan atau bisa juga disebut ilmu yang menjelaskan silsilah para perawi yang meriwayatkan matan (isi hadits). Ilmu sanad dalam hadits memiliki peranan yang sangat besar, yaitu menjaga keabsahan suatu hadits, apakah suatu hadits itu memang bersandar kepada Nabi SAW atau para Sahabat hal itu ditentukan oleh sanadnya. Pada zaman Imam Suyuthi semua sanad hadits yang memang benar adanya telah berhasil dihimpun oleh Imam Suyuthi. Namun setelah sepeninggal Imam Suyuthi, sanad-sanad tersebut kembali tercecer dan barulah pada abad ke20 Syeikh Yasin tampil ke depan untuk kembali menghimpun sanad-sanad hadits yang walaupun dari segi jumlah tidaklah sebanyak dengan apa yang telah

1

Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddeqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits; Jilid I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 42. 2 Ibid, h. 42. 3 Ibid, h. 42-43.

46

dihimpun oleh Imam Suyuthi. Maka tidaklah mengherankan banyak ulama yang menyebut Syeikh Yasin sebagai Suyuthiyyu Zamanihi.4 Selain itu, Syeikh Yasin sendiri mempunyai seluruh sanad-sanad hadits baik itu hadits shahih, dhoif maupun hasan sampai ke Rasulullah saw. Tidak hanya sanad hadits saja yang ia punya, bahkan ia mempunyai sanad-sanad seluruh kitab kuning yang telah ia kaji sampai kepada pengarangnya dan juga sanad-sanad tarekat yang ia telah bernaung di dalamnya sampai kepada pendirinya.5

B. Penyebar, Pemberi Sanad dan Ijazah Hizb6 Dalam silsilahnya, berbeda dengan sanad tarekat syadziliyah lainnya di Indonesia, sanad yang bersambung dengan Syeikh Yasin dalam tarekat Syadziliyah berasal dari Abi al-‘Azzaim Madi bin Sulthon Khodim al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadzily (lihat lampiran VII).7 4

Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa alFadany al-Makky dalam Pengajaran Hadits di Nusantara," (Tesis Magister S2 Program Pascasarjana IIQ Jakarta, 2007), h. 124. 5 Lihat Azyumardi Azra dan Oman Fathurahman, “Jaringan Ulama,” dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 5; Asia Tenggara, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 136. 6 Hizb merupakan salah satu bentuk amaliyah (amalan) zikir dalam tarekat Syadziliyah. 7 Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Sanad Hizb al-Bahr wa Saaira Hazaib al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadziliy, (Prapanca, Jakarta). Lihat Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Hizb al-Bahr wa al-Nasr wa sanadhuma al-Mutsahil ila Shohibhuma al-Syeikh ‘Aly bin ‘Abdullah ibn ‘Abd al-Jabbar Abi al-Hasan al-Syadzily, 591-656 H / 1195-1258 M, (Jakarta; t.p, t.t), h. 4-5. Dalam buku “Mengenal Dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia” disebutkan bahwa silsilah tarekat Syadziliyah di Indonesia berasal dari silsilah Abi al-‘Abbas Syihabuddin Ahmad bin ‘Umar al-Mursi (silsilah kedua setelah Abi al-Hasan al-Syadzili). Prof. DR. H. Moh. Ardani, Tarekat Syadziliyah, terkenal Dengan Variazi Hizb-nya, Dalam Dr. Hj. Sri Mulyati, M.A., ed, Mengenal Dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 79. Lihat Juga, Ahmad Syafi’i Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama Di Jawa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 299-301. Lihat juga, Syaifuddin Zuhri, “Tarekat Syadziliyah, Perkembangan dan Ajarannya Di Kudus,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007 M/ 1428 H), h. 41-42. Lihat juga, Muhammad Juni, “ Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah Di

47

Dalam setiap kesempatan ulama dan thulab banyak berdatangan ke kediaman Syeikh Yasin untuk meminta ijazah hizb, setelah itu mereka mengelompok melakukan dzikir masing-masing menurut berdasarkan ijazah dan tingkatan yang mereka terima. Dari para ulama dan thulab yang telah diijazahkan ini banyak pula yang telah mendapatkan izin untuk mengamalkan dan menyebarkan di kampung halaman mereka masing-masing. Sampai saat ini telah banyak pondok pesantren dan Majlis-majlis talim yang telah mengamalkan hizb yang sanadnya bersambung ke Syeikh Yasin, seperti Pondok Pesantren al-Kholidin Jakarta, Darul Ma’arif Jakarta, Majlis Ta’lim al-Anshoriyah Kebon Jeruk, Yayasan Daarut Taqwa Jakarta, Pondok Pesantren Darut Tafsir dan Darul Kholidin di Bogor, yang tidak lain pimpinanpimpinan pondok pesantren tersebut merupakan murid-murid Syeikh Yasin sendiri dan juga murid dari murid-murid Syeikh Yasin. Untuk tarekat Sadziliyah ini merupakan tarekat yang sangat masyur terdengar di Indonesia. Akan tetapi bukan hanya tarekat Sadziliyah saja yang menaungi Syeikh Yasin, ada beberapa tarekat lain pula yang sanadnya bersambung kepada Syeikh Yasin di antaranya adalah thariqoh ‘Alawiyah8 (lihat Lampiran VI) dan juga tarekat Naqsyabandiyah.9

Kabupaten Bekasi (1993-2003),” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 M/ 1429 H), h. 70-71. Bandingkan juga dengan, Ahmad Nur Khalid, Hizb al-Bahr wa Hizb al-Nasr wa al-Fatihah li al-Imam Abi al-Hasan al-Syadily, (Ciputat: t.p, 2010), h.25-26. 8 Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Al-Ratiban wa al-Thariqah al-‘Alawiyah, (Prapanca, Jakarta). 9 Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html

48

C. Rihlah Ilmiyah dan Penghubung Antar Ulama Dalam dunia keintelektualan Islam, Rihlah ilmiyah atau bisa juga disebut dengan perjalanan untuk menuntut ilmu merupakan salah satu tradisi yang sudah melekat erat yang biasa dilakukan oleh para pelajar Muslim untuk mencari seorang guru yang memang sudah dikenal dalam karir keilmuannya10. Tradisi rihlah ilmiyah ini bahkan secara historis juga telah dilakukan oleh para Sahabat Nsbi sepeninggal Nabi Muhammad saw untuk mengumpulkan dan merekam hadits.11 Setelah mendapatkan ijazah dari al-Masyaikh al-Kibar, maka Syeikh Yasin mulai mengadakan rihlah ilmiyah ke berbagai kota lainnya seperti Madinah al-Munawwarah, Thaif, Riyadh dan kota-kota lainnya.12 Setelah selesai menuntaskan pengembaraanny di dalam negeri, Syeikh Yasin kemudian memulai rihlah ilmiyah ke berbagai negara seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait, India dan Indonesia. Dalam setiap perjalannya Syeikh Yasin tidaklah hanya sekedar mencari ilmu semata, tetapi juga dalam rangka mengamalkan dan menyebarkan ilmu-ilmu yang telah ia dapatkan. Maka tidaklah mengherankan ketika ia datang ke suatu tempat, dipinta atau tidak ia pasti akan memberikan ijazah dan sanad yang telah ia punya sesuai dengan kadar ilmu ulama yang menerima. Khusus perjalanan ke Indonesia, sering Syeikh Yasin lakukan pada saat menjadi tamu undangan negara guna menghadiri Musabaqoh Tilawatil 10

Lihat Lilik Mursito, “Tradisi Rihlah Ilmiah,” artikel diakses pada 5 November 2010 dari http://www.anwafi.co.cc/2010/07/tradisi-rihlah-ilmiyah.html 11 Azyumardi Azra dan Oman Fathurahman, “Jaringan Ulama”, h. 105. 12 Muhammad Zakwan Abdul al-Betawy Hamid, Biografi Singkat Asy-Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany, (Jakarta: T.tp, t.t), h. 9.

49

Qur’an (MTQ). Ajang ini Syeikh Yasin manfaatkan guna melakukan rihlah ilmiyah dan menyampaikan sanad hadits dan kitab.13 Juga Syeikh Yasin berkunjung ke pesantren-pesantren di hampir seluruh pelosok Indonesia seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Madura, Nusa Tenggara Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.14 Dalam kunjungannya senantiasa selalu dipadati oleh para ulama dan santri serta masyarakat yang antusias akan kunjungan Syeikh Yasin guna memperoleh sanad, Ijazah, keberkahan dan do’a dari seorang ulama besar. Selain rihlah ilmiyah, Syeikh Yasin melalui murid-muridnya juga selalu rutin mengundang para ulama dari berbagai negara yang menunaikan ibadah haji untuk ke kediamannya, kemudian Syeikh Yasin mengundang Masyaikh kota Makkah beserta Tholabah untuk saling berdiskusi mengenai halhal yang bersifat keagamaan, di samping untuk memperkuat ukhuwah islamiyah. 15 Jika ternyata ada sebagian ulama yang terlewatkan atau tidak bertemu, maka beliau melakukan interaksi melalui surat menyurat.16

D. Penjaga Tradisi Khazanah Intelektualitas Ulama Terdahulu Sudah selayaknya ulama sebagai pewaris keilmuan para Nabi, Sahabat, Thabi’in, dan seterusnya, terus menjaga tradisi-tradisi yang mengikut di dalam keilmuan tersebut. Hal itulah yang juga terus dilakukan oleh Syeikh Yasin hingga

13

Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 116. Ibid, h. 116 15 Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 27. 16 Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 115. 14

50

akhir hidupnya yang walaupun banyak pula dari ulama yang lainnya sudah melupakannya. Syeikh Yasin sebagai penjaga tradisi ulama terus berusaha melestarikan dan atas apa yang telah dilakukan oleh ulama-ulama salaf terdahulu. Hal ini didasarkan agar tidak adanya penyimpangan dan kepunahan dalam tradisi tersebut. Seperti dalam kasus pengijazahan berbagai macam hadits musalsal,17 Syeikh Yasin selalu menirukan atas apa yang telah dilakukan ulama terdahulu sesuai dengan perbuatan, waktu, dan keadaan ulama tersebut mengijazahkan Syeikh Yasin. Contoh yang sesuai dengan perbuatan misalnya dalam pengijazahan al-Musalsal bi al-Musyabakah al-Maghribiyah.18 Contoh yang sesuai dengan waktu misalnya pada al-Musalsal bi al-Sama’ bi Yaum al-Ied.19 Contoh lainnya dalam ilmu falak juga pernah dipraktekkan Syeikh Yasin20, hal ini mengingat Syeikh Yasin juga pernah menyandang gelar Falak alHijaz.

17

Hadits musalsal adalah hadits yang berterus-menerus para perawinya sehingga sampai kepada Rasulullah saw Ketika meriwayatkannya berkeadaan serupa atau bersifat serupa atau memakai perkataan yang serupa. Hasbi Ash-Shiddeqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits; jilid I, h. 326. Atau suatu hadits dimana para perawinya saling mengikuti sifat atau keadaan perawi atau riwayat satu sama lain. Dr. Mahmud Thahhan, Intisari Ilmu Hadits, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 204. 18 Musalsal ini adalah musalsal yang menitikberatkan pada perbuatan perawi, dalam arti, seorang perawi ketika meriwayatkan hadits ini dibarengi dengan praktik saling mengenggam antara kedua tangan perawi dengan yang menerima hadits tersebut. Al-musalsal bi al-Musyabakah al-Maghribiyah populer di kalangan ulama dengan istilah tasybik. Dalam prakteknya, ini berbeda dengan salaman pada umumnya, ini dilakukan dengan cara kedua tangan posisinya adalah semua jari-jari bertemu meyela satu sama lain dengan tergenggam keduanya. Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 94. 19 Hadits musalsal ini diriwayatkan dan diijazahkan hanya pada waktu hari raya ‘Ied (Ied al-Fitri maupun Ied al-Adha), tepatnya setelah shalat Ied dan tidak dilaksanakan di lain waktu. Lihat Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 101-104. 20 Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 26.

51

E. Pengakuan Ulama Terhadap Keilmuan Syeikh Yasin Terdapat beberapa pengakuan para ulama kepada Syeikh Yasin yang memang hal ini ditujukan karena kealiman serta luasnya ilmu yang telah beliau miliki yang bahkan olehnya banyak dari guru-guru Syeikh Yasin sendiri yang berbalik menuntut ilmu kepada Syeikh Yasin sendiri. Karena saking banyaknya pujian tersebut, penulis akan menyebutkan beberapa saja. 1. Al-Syeikh Muhammad Zakaria bin Muhammad Yahya al-Madany. Syeikh Zakaria merupakan seorang ulama yang mempunyai prinsip yang keras. Apabila ia telah meyakini akan sesuatu, maka ia akan memegang teguh apa yang telah ia yakini. Akan tetapi setelah Syeikh Zakaria membaca sebuah karya Syeikh Yasin (kitab Fawaidh al-Janiyah), Syeikh Zakaria terpengaruh oleh karya muridnya tersebut dan mengakui akan keunggulan keilmuan Syeikh Yasin.21 2. Al-Syeikh Abu Sulaiman Mahmud Sa’id bin Muhammad Mamduh al-Syafi’i dan Fadhilah al-Syeikh al-‘Alim al-Allamah al-Muhaddits al-Ushuly alSayyid ‘Abd Allah bin al-Shiddiq al-Ghumary. Syeikh Abu Sulaiman mengutip perkataan Sayyid Abdullah bin al-Shiddiq al-Ghumary pada waktu musim haji tahun 1401 H: “Sebelumnya kami menetapkan bahwa guru kami yang bernama al-Sayyid Ahmad al-Rofi’ Rafi’ al-Thahthawy adalah ‘Musnid al-Ashr’, tetapi sekarang Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany adalah ‘Musnid al-Dunia’ tanpa diragukan lagi.”22

21

Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html 22 Muhammad Zakwan, Biografi Singkat, h. 3-4.

52

3. Al-Sayyid Abdul Aziz al-Qumari. Menurutnya Syeikh Yasin merupakan suatu kebanggaan ulama Haramain dan sebagai Muhaddits.23 4. Dr. Abdul Wahhab bin Abu Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummu al-Qura). Didalam kitab ‫أدﻟ ﺔ ﻋ ﺎﻟﻢ اﻟﺠﻮاھ ﺮ اﻟﺜﻤﯿﻨ ﺔ ﻓ ﻲ ﺑﯿ ﺎن‬

‫ اﻟﻤﺪﯾﻨ ﺔ‬dikatakan: “Syeikh Yasin adalah Muhaddits, Faqih, Mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu ulama Masjid al-Haram.24 5. Al-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal salah seorang mufti di Negara Yaman pernah membuat sebuah syair yang dikhususkan untuk memuji Syaikh Yasin Al-Fadani, dalam salah satu bait syairnya dia berkata: ‫أﻧﺖ ﻓﻲ اﻟﻌﻠﻢ واﻟﻤﻌﺎﻧﻲ ﻓﺮﯾﺪ…… وﺑﻌﻘﺪ اﻟﻔﺨﺎر أﻧﺖ اﻟﻮﺣﻲ‬ "Engkau tiada taranya dari segi ilmu dan ma`any, di antara banyak kejayaan yang dibangun orang, kaulah satu-satunya yang jaya".25 6. Al-Habib Assayyid Segaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syiir untuk memuji beliau, berikut saya nukilkan dua bait saja yang bunyinya sebagai berikut:26

‫ﯿﻦ ﯾ ﺎ درك ﷲ‬

‫وﻣﻔﺘﯿﮭ ﺎ ﻗﺎﺿ ﯿﮭﺎ أﻧ ﺖ اﻟﻘ ﺮى أم……رﺟﻞ ﻣﻦ ﯾﺎﺳ‬

‫ﯾﺤ ﺪﯾﮭﺎ اﻷﻟﺒ ﺎب أﺛﻠ ﺞ ﻣﺎ ﯾ ﺪاك…… ﻛﺘﺒ ﺎ ﻟﻘ ﺪ وﻣﻮﺿ ﻮع ﻓ ﻦ ﻛ ﻞ ﻓ ﻲ‬ 23

“Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah” diakses pada September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html 24 “Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah.” Lihat juga Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, h. 156. 25 “Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah” diakses pada September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html 26 “Syeikh Yasin al-padany ulama Mekkah.”

53

7. KH. Maimun Zubeir. Kiyai Maimun merupakan salah satu murid Syeikh Yasin yang menjadi tokoh agama dipentas nasional. Menurut penuturannya pada waktu haul Syeikh Yasin ke-18 dan KH. Abdul Hamid Abdul Halim ke5 di Prapanca, Jakarta, Syeikh Yasin adalah mujaddid abad ke-20, karena Syeikh Yasin dalam menetapkan suatu hukum disesuaikan dengan zaman sekarang tanpa meniggalkan kaidah yang telah ditetapkan oleh ulama terdahulu. Selain itu menurutnya Syeikh Yasin sejajar dengan Imam Suyuthi.27 Dan masih banyak lagi pengakuan-pengakuan para ulama terhadap terhadap ketinggian keilmuan Syeikh Yasin. Hal ini dapat pula dilihat dalam setiap pemberian ijazah guru-gurunya terhadapnya dan juga dari luasnya penggunaan karya-karya Syeikh Yasin baik itu di tingkat pesantren maupun Universitas. Dan juga tidak ketinggalan dari pengamalan-pengamalan dalam tingkatan berbagai thariqoh yang sanadnya telah bersambung kepada Syeikh Yasin. Selain itu, untuk mengenang jasa Syeikh Yasin, beberapa murid-murid Syeikh Yasin selalu rutin melaksanakan haul Syeikh Yasin seperti yang terjadi di Banjarmasin setiap akhir bulan Dzulhijjah dan di Jakarta, tepatnya di Prapanca, setiap hari minggu terakhir bulan Muharram.

27

Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 124.

BAB V KESIMPULAN

Dari hasil pemaparan pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa Abu al-Faidh 'Alam al-Din Falak al-Hijaz Musnid al-Dunia al-Syekh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany al-Makky al-Hasany al-Syafi'i atau yang biasa di sebut Syeikh Yasin al-Fadany merupakan seorang penjaga intelektualitas ulama dalam jaringan ulama Jawi kontemporer. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukan dan dihidupkannya kembali ilmu sanad olehnya, yang bahkan ia sendiri merupakan pemilik sanad terlengkap, baik sanad dalam hadits maupun sanad kitab-kitab ulama salafi. Syeikh Yasin pun juga seorang penyebar tarekat (Syadziliyah, ‘Alawiyah, dan Naqsabandiyah). Syeikh Yasin juga sering melakukan rihlah ilmiyah yang terkadang lewat rihlah ilmiyahnya Syeikh Yasin menjalin hubungan dengan seorang ulama lebih intern. Selain itu, Syeikh Yasin bisa dikatakan sebagai seorang penjaga tradisi ulama-ulama salaf, yang terkadang tradisi-tradisi tersebut telah banyak dilupakan oleh generasi ulama-ulama kontemporer, seperti tradisi falaqiyah, pengijazahan untuk pemberian otoritas keilmuan, tradisi rihlah ilmiyah, dan tradisi penyampaian hadits dengan sanadnya.

54

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Primer Buku Al-Fadany, Musnid al-‘Ashr al-‘Allamah Muhammad Yasin. Tasyrif al-Asma bi Syuyukh al-Ijazah wa al-Sima’. Kairo: Darr al-Syahab, tt. Al-Makky, Abi al-Faidh Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadany al-Makky. Nahj alSalaamah fi Ijazah al-Shafy Ahmad Salaamah. Beirut: Dar al-Basyair alIslamiyah, 1409 H/1989 M. -----. Al-Fawaid al-Janiyyah, hasyiah al-Mawaahib al-Saniyyah ‘Ala al-Faraidh albahiyyah. Beirut: Dar al-Basyair al-Islamiyyah, 1411 H/1991 M. Al-Maliky, Al-Sayyid ‘Alwi bin al-Sayyid ‘Abbas. Faidh al-Khobyar Wa Kholashoh al-Taqrin; ‘Ala Nahj al-Taysir; Syarh Mandzhumah al-Tafsir. Surabaya: Serikat Bungkul Indah, t.t. Hurgronje, C. Snouck. Islam Di Hindia Belanda, cet ke-2. Terjemah S. Gunawan. Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1983. -----. Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje V. Jakarta: INIS, 1996. S. Hurgronje. “Ulama Jawa Yang Ada Di Makkah Pada Akhir Abad ke-19.” Dalam Ahmad Ibrahim, ed. Islam di Asia Tenggara: Perspektif Sejarah. Jakarta: LP3ES, 1989.

55

56

Artikel Majid Mas’ud Salim. “Wunzil al-Isnad Darajah Biwafaatih ‘Alam al-Din alFadany.” Al-Nadwah, 14 Muharram 1411 H.

Sumber Sekunder Buku Al-Betawy, Muhammad Zakwan Abdul Hamid. Biografi singkat Asy-Syeikh Muhammad Yasin Al-Fadany. Jakarta: T.tp, t.t. Al-Daary, Abdul Hamid Abdul Halim. Hizb al-Bahr wa al-Nasr wa sanadhuma alMutahil ila Shohibhuma al-Syeikh ‘Aly bin ‘Abdullah ibn ‘Abd al-Jabbar Abi al-Hasan al-Syadzily, 591-656 H / 1195-1258 M. Jakarta; T.tp, t.t. Amin, Samsul Munir. Sayyid Ulama Hijaz, Biografi Syaikh Nawawi Al-Bantani. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011. “Arab Saudi.” Dalam Ensiklopedi Indonesia, vol. 1. Jakarta: PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, 1980: h. 253-256. Ash-Shiddeqy, T. M. Hasbi, Prof. Dr. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits; jilid I. Jakarta: Bulan Bintang. 1981. -----. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits; jilid II. Jakarta: Bulan Bintang. 1981. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Akar Pembaruan Islam Indoneisa; Edisi Revisi. Jakarta: Kencana, 2007.

57

-----. Menuju Masyarakat Madani, Gagasan, Fakta, Dan Tantangan. Bandung: Rosdakarya, 1999. -----. Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan. Bandung: Rosdakarya, 2006. Azra, Azyumardi dan Fathurahman, Oman. "Jaringan Ulama," Dalam Taufik Abdullah, ed. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam 5: Asia Tenggara, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002. Hamid, Hj. Bahjah. Hizb al-Nashr. Jakarta: Yayasan Daarut Taqwa, t.t. HAR. Gibb. Ibn Batuta’s Travels in Asia and Africa. England: Broodway House, 1957. Khalid, Ahmad Nur. Hizb al-Bahr wa Hizb al-Nasr wa al-Fatihah li al-Imam Abi alHasan al-Syadzily. Ciputat: t.p, 2010. Karodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992. Kuntowijoyo. Penjelasan Sejarah (Historical Explanation). Yogyakarta: Tiara Kencana, 2008. Lauer, Robert H. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Penerjemah Alimandan S.U. Jakarta: Rineka Cipta, 1993. Mas’ud, Abdurrahman. Intelektual Pesantren. Yogyakarta: LKIS, 2004. Mufid, Ahmad Syafi’i. “Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, Kebangkitan Agama Di Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.

58

Muiduddin. "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa alFadany al-Makky dalam Pengajaran Hadits di Nusantara." Tesis Magister, Program Pascasarjana IIQ. Jakarta: 2007. Mulyati, Sri, Dr. Hj. MA, ed. Mengenal Dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2005. Munawwir, A.W. Kamus al-Munawwir: Arab Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997. Nasuhi, Hamid, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: CeQDA, 2007. Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. 2001. Siahaan. Hotman M. Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1986. Steenbrink, Dr. Karel A. Beberapa Aspek Tentang Islam Di Indonesia Abad Ke-19. Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Suminto, H. Aqib. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES, 1984. Thahhan, Mahmud, Dr. Intisari Ilmu Hadits. Malang: UIN-Malang Press. 2007. Wafa, Ahmad. "Syekh Muhammad Yasin al-Fadany Musnid Dunia abad ke-20: Studi Penyampaian Hadits Musalsal Beserta Sanadnya." Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: 2007.

59

Media Online Lilik Mursito. “Tradisi Rihlah Ilmiah.” Artikel diakses pada 5 November 2010 dari http://www.anwafi.co.cc/2010/07/tradisi-rihlah-ilmiyah.html “Mengenang Syekh Yasin al-Fadani.” Artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http://nulibya.wordpress.com/2007/09/11/mengenang-syekh-yasin-alfadani/nulibya “Syekh Yasin al-Fadany; Imam Suyuthy Abad 20.” Artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http://sangmurobbi.multiply.com/journal/item/4 “Syekh Yasin al-Padani Ulama Mekkah.” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari

http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-

mekkah.html

Manuskrip Al-Batawi, Muhammad Zakwan Abdul Hamid. Sanad Kitab al-Arba’in Li al-Imam al-Nawawi. Prapanca, Jakarta. Al-Daary, Abdul Hamid Abdul Halim. Al-Ratiban Wa al-Thariqah al-‘Alawiyyah. Prapanca, Jakarta. -----. Sanad Hizb al-Bahr Wa Saaira Hazaib al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadziliy. Prapanca, Jakarta. -----. Jaami’ al-Sunan Li al-Hafiz al-Tairmidzi. Prapanca, Jakarta.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran I

Syeikh Yasin Al-Fadany

60

61

Lampiran II

Syeikh Yasin (tampak tengah) sedang bersama ulama lainnya.

62

Lampiran III Ijazah Syeikh Yasin dari al-Syeikh al-Mu’ammar ‘Umar Baa Junaid1

1

Abi Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany, Nahj al-Salamah fi Ijazah al-Shafy Ahmad Salamah., (Bairut, Libanon: Dar al-Basyair al-Islamiyah, 1409 H/1989 M), h. 78.

63

64

Lampiran IV Ijazah Syeikh Yasin dari al-Syeikh al-Mu’ammar Sa’id Yamani2

2

Ibid, h. 11.

65

Lampiran V Ijazah Syeikh Yasin dari al-Mu’ammar al-Qadhi al-Husain bin ‘Ali al‘Umary al-Shan’any3

3

Ibid, h. 25-27.

66

67

68

Lampiran VI Sanad Tarekat ‘Alawiyah KH. Abdul Hamid Yang Bersambung Ke Syeikh Yasin4

1. Al-Syeikh Abdul Hamid bin Abdul Halim al-Darry, dari gurunya 4

Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Al-Ratiban wa al-Thariqah al-‘Alawiyah, (Prapanca, Jakarta).

69

2. Al-Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany 3. Al-Sayyid ‘Idrus bin Salim al-Barr, dari ayahnya 4. Al-Sayyid Salim bin ‘Idrus al-Barr dan al-Sayyid Husain bin Muhammad alHabsy mufti Makkah dan al-Habib al-Qotb Ahmad bin Hasan al-Atthas dan al-Habib Muhammad bin ‘Abdullah bin Sahal al-Arba’ah, keduanya dari 5. Al-Habib Fadil bin ‘Alawi Maula al-Duwailah, dari ayahnya 6. Al-‘Allamah al-Habib ‘Alawi, dari gurunya 7. Al-Habib Syeikh bin Muhammad al-Ja’fary, dari gurunya 8. Al-Habib Hasan bin ‘Abdullah al-Haddad, dari ayahnya 9. Al-Habib ‘Abdullah al-Haddad, dari 10. Al-Habib ‘Umar bin ‘Abdurrahman al-Atthas, dari 11. Al-Habib Husain bin Abi Bakar bin Salim, dari Ayahnya 12. Al-Syeikh Abi Bakar bin Salim, dari 13. Al-Habib ‘Umar baa Syaiban, dari 14. Al-Habib Abi Bakar bin ‘Abdullah al-‘Idrus, dari ayahnya 15. Al-Habib ‘Abdullah al-‘Idrus, dari 16. Al-Habib Abi Bakar al-Sukron, dari ayahnya 17. Al-Habib ‘Abdurrahman al-Saqqafie, dari ayahnya 18. Al-Habib Muhammad Maula al-Duwailah, dari ayahnya 19. Al-Habib ‘Ali , dari ayahnya 20. Al-Ustaz al-A’dzom al-Faqih al-Muqoddam, dari ayahnya 21. Al-Habib ‘Ali, dari ayahnya 22. Al-Habib Muhammad Shahib Murabbath, dari ayahnya

70

23. Al-Habib ‘Ali Khali’ Qasm, dari ayahnya 24. Al-Habib ‘Ali, dari ayahnya 25. Al-Habib Muhammad, dari ayahnya 26. Al-Habib ‘Alawi, dari ayahnya 27. Al-Habib ‘Abdullah, dari ayahnya 28. Al-Habib Ahmad al-Muhajir Ilaullah, dari ayahnya 29. Al-Habib ‘Isa al-Naqib, dari ayahnya 30. Al-Habib Muhammad, dari ayahnya 31. Al-Habib ‘Ali al-‘Aridy, dari ayahnya 32. Al-Habib Ja’far al-Shaddiq, dari ayahnya 33. Al-Habib Muhammad al-Baqir, dari ayahnya 34. Al-Habib ‘Ali Zainal ‘Abidin, dari ayah dan pamanya 35. Sayyidina al-Husein, dan Sayyidina al-Hasan, keduanya dari ayahnya 36. Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib, dari 37. Sayyidina Rasulillah Muhammad bin ‘Abdullah SAW.

71

Lampiran VII Sanad Hizb Bahr Syeikh Yasin5

5

Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Sanad Hizb al-Bahr wa Saaira Hazaib al-Syeikh Abi al-Hasan al-Syadziliy, (Prapanca, Jakarta). Lihat juga Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Hizb al-Bahr wa al-Nasr wa sanadhuma al-Mutsahil ila Shohibhuma al-Syeikh ‘Aly bin ‘Abdullah ibn ‘Abd al-Jabbar Abi al-Hasan al-Syadzily, 591-656 H / 1195-1258 M, (Jakarta; t.p, t.t), h. 4-5.

72

1.

Al-Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany al-Makky

2.

Al-‘Alamah al-Muqry al-Shalih al-Shahab Ahmad bin ‘Abdullah alMukhallaty al-Syami al-Makky, dari gurunya

3.

Al-Syeikh ‘Abbas bin Ja’far bin Shiddiq mufti mazhab Hanafi di Makkah, dari pamannya

4.

Al-‘Alamah al-Syeikh Yahya bin ‘Abbas bin Shiddiq al-Makky, dari gurunya

5.

Syeikh ‘Abdul Malik bin ‘Abd al-Mun’im

al-Qala’i al-Makky, dari

kakeknya 6.

Al’Alamah al-Syeikh Muhammad Taj al-Din ‘Abd al-Muhsin bin Salim alQala’i qodi Makkah dan Al-‘Alamah al-Syeikh ‘Abd al-Qodir bin Abi Bakar al-Shiddiqiy mufti mazhab Hanafi di Makkah, keduanya dari

7.

Al-‘Alamah al-Muhaddis al-Shahab Ahmad bin Muhammad al-Nakhly alMakky, dari gurunya

8.

Al-Syeikh ‘Isa bin Muhammad al-Tsa’alaby, dari

9.

Abi al-Sholah ‘Aly bin ‘Abd al-Wahid al-Anshory, dari

10. Abi al-‘Abbas Ahmad al-Muqry , dari pamannya 11. Sa’id bin Ahmad al-Muqry, dari 12. Abi ‘Abd Allah Muhammad bin Muhammad bin ‘Abd al-Jalil al-Tunisy, dari ayahnya 13. Abi al-Fadl Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Marzuq al-Hafid, dari 14. Abi al-Tiib bin ‘Ilwan al-Tunisy, dari

73

15. Abi al-Hasan Muhammad bin Ahmad al-Batrany, dari ayahnya 16. Abi al-‘Azaim Mady bin Sulton Khodim

al-Syeikh Abi al-Hasan al-

Syazily, dari 17. Al-Syeikh Abi al-Hasan ‘Aly bin ‘Abdullah bin ‘Abd al-Jabbar al-Syazily.

74

Lampiran VIII Sanad Kitab al-Arba’in al-Nawawi KH. M. Zakwan Abdul Hamid yang Bersambung Ke Syeikh Yasin al-Fadany6

6

Muhammad Zakwan Abdul Hamid al-Batawy, Sanad Kitab al-Arba’in Li al-Imam alNawawi, (Prapanca, Jakarta).

75

Lampiran IX Sanad Kitab Hadits Sunan al-Tirmidzi7

7

Abdul Hamid Abdul Halim al-Daary, Jaami’ al-Sunan Li al-Hafiz al-Tirmidzi, (Prapanca, Jakarta).

76

Lampiran X Daftar Nama-Nama Guru Syeikh Yasin al-Fadany8

Guru-guru Syekh Yasin di Makkah dan Madinah : 1. Al-Syeikh Ibrahim bin Daud al-Fathany al-Makky. 2. Al-Syeikh Ibrahim bin Musa al-Khizamy. 3. Al-Sayyid Abu Bakar bin Salim al-Bar. 4. Al-Syarif Ahmad bin Abu Bakar al-Fasy al-Makky. 5. Al-Sayyid Ahmad bin Abd Allah bin Shadaqah Dahlan al-Makky. 6. Al-Muqry Ahmad bin Abd Allah al-Makhallalaty al-Makky. 7. Al-Qadhi Ahmad bin Abd Allah Nadhirin al-Makky. 8. Al-Sayyid Muhammad Amin bin Muhammad Kutby al-Makky. 9. Al-Syeikh Ahmad bin Muhammad Manshur al-Makky. 10. Al-Syeikh Muhammad bin Mudlhir al-Adawy. 11. Al-Sayyid Ahmad bin Yasin al-Khiyary. 12. Al-Syeikh Ahmad bin Yusuf bin Muhammad Sa’in Gusti. 13. Al-Syeikh Muhammad Ahyad bin Muhammad Idris al-Bogory al-Makky. 14. Al-Syeikhah Amatullah binti ‘Abd Ghani bin Abi Sa’id Ahmad bin Abdul Aziz bin ‘Isa al-‘Amariyah al-Dahlawiyah al-Madaniyah. 15. Al-Syeikh Muhammad Amin bin Aly al-Makky.

8

Abi al-Faidh Muhammad Yasin bin ‘Isa al-Fadany al-Makky, al-Fawaid al-Janiyyah, hasyiah al-Mawaahib al-Saniyyah ‘Ala al-Faraidh al-bahiyyah ,(Beirut: Dar al-Basyair alIslamiyyah, 1411 H/1991 M), h. 37-43. Muhammad Zakwan Abdul al-Betawy Hamid, Biografi Singkat Asy-Syeikh Muhammad Yasin al-Fadany, (Jakarta: T.tp, t.t), h. 11-24. Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-Fadany al-Makky dalam Pengajaran Hadits di Nusantara," (Tesis Magister S2 Program Pascasarjana IIQ Jakarta, 2007), h. 24-52.

77

16. Al-Syeikh Muhammad Amin bin Muhammad Suwaid al-Dimasyqy. 17. Al-Syeikh Hasan bin Sa’id Yamany. 18. Al-Syeikh Hasan bin Muhammad al-Masysyath al-Makky. 19. Al-Muhaddits Husain Ahmad bin Habib Allah al-Madany. 20. Al-Syeikh Husain bin Abd al-Ghani al-Palembany al-Makky. 21. Al-Syeikh Khalifah bin Hamad al-Nabhany al-Makky. 22. Al-Syeikh Raden bin Muhammad Sulaiman Ambon al-Makky. 23. Al-Syeikh Zubair Filfilan bin Ahmad Ismail. 24. Al-Syeikh Muhammad Zakaria bin Muhammad Yahya al-Madany. 25. Sayyid Zaky bin Ahmad al-Barzanjy al-Makky. 26. Al-Syeikh Sa’id bin Muhammad Yamany al-Makky. 27. Al-Syeikh Muhammad Sulthan al-Ma’shumy. 28. Al-Syeikh Shahih bin Muhammad al-Kalantany al-Makky. 29. Al-Sayyid Muhsin bin Aly al-Musawwa al-Palembany al-Makky. 30. Al-Syeikh Muhammad bin Hamzah al-Mishry al-Makky. 31. Al-Sayyid Muhammad al-Marzuqy bin Abd al-Rahman al-Makky. 32. Al-Syeikh Mahmud bin Udek al-Fadany. 33. Al-Syeikh Muhyiddin bin Shabbir al-Bukhary. 34. Al-Syeikh Mukhtar bin Utsman Makhdum al-Bukhary al-Makky. 35. Al-Syeikh Muhammad Abd al-Baqy bin Mala Aly al-Ayyubi al-Laknawy. 36. Al-Syeikh Abd al-Rahman bin Karim Bakhsy al-Hindy. 37. Al-Syeikh Abd Allah bin Muhammad Ghazy al-Hindy al-Makky. 38. Syeikh Abd Allah bin Muhammad Niyaz al-Bukhary al-Makky.

78

39. Al-Sayyid Abd Muhsin bin Muhammad Amin al-Madany. 40. Al-Syeikh Ubaidillah bin Islam al-Sindy al-Makky. 41. Al-Syeikh Muhammad Arabi bin al-Tabany al-Jazairy al-Makky. 42. Al-Syeikh ‘Ishmatullah bin Sa’id al-Firghany al-Hanafy. 43. Al-Syeikh Muhammad Aly bin Husain bin Ibrahim al-Maliky al-Makky. 44. Al-Sayyid Alawy bin Abbas al-Maliky al-Makky. 45. Al-Syeikh Umar bin Abu Bakar Ba Junaid al-Makky. 46. Al-Syeikh Umar bin Husein Dagestany al-Makky al-Syafi’i. 47. Al-Syeikh Umar bin Hamdan al-Mahrasyi al-Madany. 48. Al-Sayyid ‘Aidrus bin Salim al-Bar al-Makky. 49. Al-Syeikh Muhammad Isa bin Udek al-Fadany. 50. Al-Sayyid Hasyim bin Abdullah Syatho al-Makky. 51. Al-Sayyid Abu Bakar bin Ahmad bin Husein al-Habsyie. 52. Al-Sayyid Abu Bakar bin Said bin Salim Baa Busail al-Makky. 53. Al-Syeikh Abu Bakar bin Muhammad ‘Arif Khaqir al-Makky. 54. Al-Sayyid Ahmad bin Muhammad al-Sanusy. 55. Al-Syeikh al-Kyai Bakir bin Muhammad Nur al-Jogjawi al-Makky. 56. Al-Syeikh Bahauddin bin Abdullah al-Afgany. 57. Al-Syeikh Muhammad Bahjat bin Bahauddin al-Biethar al-Makky. 58. Al- Muhammad Jamal bin Abd al-Mu’in al-Tha’ifie. 59. Al-Sayyid Husein bin Musthafa al-Madany. 60. Al-Syeikh Khalid bin Utsman al-Mikhlafy. 61. Al-Syeikh Muhammad Sa’id al-Daftartar al-Madany.

79

62. Al-Syeikh Sa’in bin Mulla Muhammad al-Khurdy. 63. Al-Sayyid Shaleh bin Abu Bakar Syatha al-Makky. 64. Al-Sayyid Muhammad Shaleh bin Aly al-Makky. 65. Al-Syeikh Shaleh bin al-Fudhail al-Madany. 66. Al-Sayyid Thahir bin Mas’ud al-Dabbag. 67. Al-Syeikh Muhammad al-Thayyib bin Muhammad al-Marakisyie al-Makky. 68. Al-Sayyid Muhammad bin Muhsin al-‘Atthas al-Makky. 69. Al-Mu’ammar al-Syeikh Ibrahim Abdillah Yarsyah. 70. Al-Syeikh Mahmud bin Rasyid al-Athar. 71. Al-Syeikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Bogory al-Batawy alMakky. 72. Al-Syeikh Arif bin Abd al-Qadir al-Shiddiqie al-Makky. 73. Al-Syeikh Muhammad ‘Aisy bin Mahmud al-Madany. 74. Al-Syeikh Abd al-Hay bin Abdurrahman al-Madany. 75. Al-Syeikh Abdul Khalliq bin Baduq al-Makky. 76. Al-Sayyid Abdurrahman bin Ahmad al-Halaby al-Makky. 77. Al-Syeikh Abd al-Sattar bin Abdul Wahab al-Dahlawy al-Makky. 78. Al-Syeikh Abdul Qadir bin Taufiq Syalaby al-Madany. 79. Al-Syeikh Abdul Qadir bin Abdul Majid al-Faruqie al-Makky. 80. Al-Syeikh Abdul Qadir bin Muhammad Shaleh Asyaiby al-Makky. 81. Al-Syeikh Abdullah bin Ibrahim al-Sudany al-Makky. 82. Al-Syeikh Abdullah bin Zaid al-Zabidy al-Makky. 83. Al-Sayyid Abdullah bin Abdurrahman al-Terimy al-Madany.

80

84. Al-Syeikh al-Kyai Abdul Muhith bin Ya’kub al-Jawy al-Makky. 85. Al-Syeikh Aly bin Abdullah al-Thayyib al-Madany. 86. Al-Sayyid Aly bin Aly bin Husein al-Hibsyie. 87. Al-Syeikh bin Falih al-Dhahiry al-Madany. 88. Al-Syeikh Aly Banjar bin Abdullah al-Banjary al-Makky. 89. Al-Sayyid Yusuf bin Abdurrahman al-Yamany al-Makky.

Guru-Guru Syeikh Yasin di Yaman: 1. Al-Syeikh Abu Bakar bin Ahmad al-Khatab al-Tarimy. 2. Al-Shafy Ahmad bin Ahmad al-Jarafy. 3. Al-Sayyid Ahmad bin Thahir al-Bahr. 4. Al-Sayyid Ahmad bin Abdurrahman al-Saggaf. 5. Al-Sayyid Ahmad bin Abdullah al-Kibsy. 6. Al-Sayyid Ahmad bin Aly al-Kahlany. 7. Al-Sayyid Ahmad bin Muhsin al-Haddar. 8. Al-Sayyid Ahmad bin Muhammad al-Ahdal. 9. Al-Imam Ahmad bin Yahya bin Muhammad al-Hasany. 10. Al-Sayyid Ismail bin Mahdi al-Girbany. 11. Al-Qadhi al-Husein bin Aly al-Shan’any. 12. Al-Sayyid Husein bin Musthafa al-Khiyari al-Madany. 13. Al-Syeikh Khalid bin Utsman al-Mikhlafy. 14. Al-Sayyid Daud bin Hasan Yahya al-Bahr. 15. Al-Mu’ammar Daud bin Abdullah al-Marzuky.

81

16. Al-Sayyid Zaid bin Aly al-Dailamy. 17. Al-Sayyid Salim bin Hafidz Shahib Masythah. 18. Al-Syekh Sa’id Ahmad al-Laknawy. 19. Al-Syeikh Sa’id al-Daftardar. 20. Al-Syeikh Muhammad Sulthan al-Ma’shumy. 21. Al-Sayyid Sulaiman al-Idrisy bin Muhammad al-Ahdal. 22. Al-Sayyid Abdurrahman bin Ubaidillah al-Saggaf. 23. Al-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Ahdal. 24. Al-Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Sarafie. 25. Al-Sayyid Abdul Qadir bin Husein al-Anbary. 26. Al-Sayyid Abdul Qadir bin Muhammad al-Saggaf. 27. Al-Sayyid Abdul Qadir bin Yahya al-Halaby. 28. Al-Sayyid Abdullah bin Umar al-Syathiry. 29. Al-Sayyid Abdullah bin Zaid al-Zabidy. 30. Al-Sayyid Abdullah bin Thahir al-Haddar al-Haddad. 31. Al-‘Allamah Abdullah bin Abdul Karim al-Jarafie. 32. Al-Sayyid Abdullah bin Muhammad al-Saggaf. 33. Al-Syeikh Abdul Wasi’ bin Yahya al-Wasi’ie. 34. Al-Syeikh Izzie bin Aly al-Hudaidy. 35. Al-Sayyid Alawy bin Thahir al-Haddad. 36. Al-Sayyid Aly bin Ahmad al-Sudmy. 37. Al-Sayyid Aly bin al-Husein al-Syamy. 38. Al-Syeikh Aly bin Abdul Wahid al-Sulaimany.

82

39. Al-Sayyid Aly bin Qasim Syarwed. 40. Al-Sayyid Umar bin Ahmad bin Sumaith. 41. Al-Sayyid Umar bin Abdullah Fasyiq al-Ahdal. 42. Al-Syeikh Muhsin bin Nashir al-Ta’izie. 43. Al-Sayyid Muhammad bin Salim al-Hibsy. 44. Al-Sayyid Muhammad bin Shiddiq al-Baththah. 45. Al-Qadhi Muhammad bin Abdullah al-Shana’any. 46. Al-‘Allamah Muhammad bin Aly al-Syarafie. 47. Al-Syeikh Muhammad bin ‘Iwadh Baa Fadhal al-Tarimy. 48. Al-Sayyid Muhammad al-Khalik al-Atthas. 49. Al-Sayyid Muhammad bin Muhammad Zabarah. 50. Al-Syeikh Muhammad bin Muhammad al-‘Uqaily al-Hudaidy. 51. Al-Syeikh Muhammad bin Hady al-Saggaf. 52. Al-Syeikh Mahdi bin al-Amin al-Khurasany. 53. Al-Syeikh Mahdi bin Aly al-Yamany. 54. Al-Syeikh Nashir bin Fadi’. 55. Al-Syeikh Yahya bin Abdullah al-Mukram al-Hudaidy. 56. Al-Syeikh Yahya al-Haddad al-Abby. 57. Al-Sayyid Yahya bin Umar Adharir al-Ahdal. 58. Al-Syeikh Yahya bin Muhammad al-Ahnumy. 59. Al-Imam Yahya bin Muhammad al-Hasany. 60. Al-Sayyid Yahya bin Muhammad al-Aryany.

83

Guru-guru Syeikh Yasin di Mesir dan Syam: 1. Al-Syeikh Ibrahim bin Muhammad Khair al-Ghalayini. 2. Al-Syeikh abu al-Khair bin Muhammad al-Maidany. 3. Al-Sayyid Muhammad Abu al-Nashry bin Muhammad Sulaim. 4. Al-Sayyid Muhammad Abu al-Yusry bin Muhammad Abi al-Khair ‘Abidin. 5. Al-Syeikh Ahmad bin Muhammad Sulaim Murad. 6. Al-Syeikh Ahmad bin Abdul Qadir al-Bairuty. 7. Al-Syeikh Ahmad bin Muhammad Asaf al-Hijjy. 8. Al-Syeikh Muhammad As’ad al-‘Abajy. 9. Al-Syeikh Muhammad Amin Suwaid al-Dimasyqy. 10. Al-Sayyid Muhammad Badruddin bin Yusuf al-Bibany. 11. Al-Syeikh Muhammad Bahjat bin Bahauddin al-Bithar. 12. Al-Sayyid Taufiq bin ‘Abbas al-Shabbagh. 13. Al-Syeikh Muhammad Jamil bin Umar al-Syatha. 14. Al-Syeikh Hamid bin Adib bin Ruslan al-Taqy. 15. Al-Syeikh Hasan bin Marzuq Habannakah al-Maidany. 16. Al-Syeikh Khalil Jawwad bin Badr al-Maqdisy. 17. Al-Syeikh Raghib bin Mahmud al-Thabbakh. 18. Al-Syeikh Thabbakh bin Hasunah al-Khalily al-Azhary. 19. Al-Syeikh Sa’id bin Musthafa al-Na’sany. 20. Al-Syeikh Shaleh bin As’ad al-Himshy al-Dimasyqy. 21. Al-Syeikh Muhammad Shaleh Farfur al-Dimasyqy. 22. Al-Sayyid Muhammad Shaleh bin Musthafa al-Hasany.

84

23. Al-Sayyid Muhammad Thahir bin Abdul Qadir al-Kayaly. 24. Al-Syeikh Abdul Jalil bin Sulaim al-Dimasyqy. 25. Al-Syeikh Abdul Qadir bin Hasan al-Qashab. 26. Al-Sayyid Muhammad al-’Araby bin Muhammad al-Mahdy al-Hasimy. 27. Al-Syekh Muhammad ‘Athallah bin Yasin al-Kasm. 28. Al-Sayyid Aly bin Muhammad Syarif Dhabyan al-Kailany. 29. Al-Syeikh Isa al-Bayanuny. 30. Al-Sayyid Muhammad al-Makky al-Kattany al-Dimasyqy. 31. Al-Syeikh Muhammad bin Musthafa al-Na’sany. 32. Al-Syeikh Muhammad bin al-Hasimy. 33. Al-Syeikh Mahmud Hilmi bin Ahmad al-Sa’dy al-Abajy. 34. Al-Syeikh Mahmud bin Rasyid al-Athar. 35. Al-Syeikh Mahmud bin al-Sayyid bin Muhammad al-Sayyid al-Dumy. 36. Al-Syeikh Musthafa bin Muhammad al-Ghalayiny al-Bairuty. 37. Al-Syeikh Najib Sirajuddin Waidz al-Diyar al-Halabiyah. 38. Al- Syeikh Yusuf bin Ismail al-Habhany. 39. Al-Syeikh Ahmad al-Banna al-Mishry. 40. Al-Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Rafi’ al-Tahthawy. 41. Al-Syeikh Imam bin Ibrahim al-Saqa. 42. Al-Syeikh Muhammad Bukhait bin Husein al-Muthi’i. 43. Al-Syeikh Taufiq bin Aly Afandy al-Bakry. 44. Al-Syeikh Muhammad Habibullah al-Singkithy. 45. Al-Sayyid Muhammad al-Khidhir bin Husein al-Tunisy al-Azhary.

85

46. Al-Sayyid Aly bin Surur al-Zangkaluny. 47. Al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahim al-Humaidy al-Samaluthy. 48. Al-Syeikh Muhammad al-Ahmady bin Ibrahim al-Dhawahiry. 49. Al-Syeikh Muhammad bin Hasanain Makhluf. 50. Al-Syeikh Muhammad bin Abdullah al-‘Aqury al-Mishry. 51. Al-Syeikh Muhammad bin Abdullah Daraz. 52. Al-Qadhi Mahmud Abu al-‘Uyun al-Mishry. 53. Al-Syeikh Musthafa Abu Saif al-Himamy.

Guru-guru Syeikh Yasin di Maghrib, Iraq, India dan ASEAN: 1. Al-‘Allamah Ahmad bin Syuaib al-Azmury al-Marakisyi. 2. Al-Sayyid Ahmad bin Muhammad Shiddiq al-Ghumary. 3. Al-Syeikh Syuaib bin Abdurrahman al-Maghraby. 4. Al-Syeikh al-Tahir bin Muhammad bin ‘Asyur. 5. Al-Qadhi ‘Abbas bin Ibrahim al-Marakisyi. 6. Al-‘Allamah Abdul Hafidz bin Muhammad Athahir al-Fasy. 7. Al-Sayyid Muhammad Abdul Hay bin Abdul Kabir al-Kattany. 8. Al-Syarif Abdurrahman bin Muhammad Zaidan. 9. Al-Sayyid Abdullah bin Muhammad al-Shiddiq al-Ghumary. 10. Al-Syeikh Aly bin Muhammad al-Salawy. 11. Al-Syeikh Muhammad bin Muhammad al-Muaqqid al-Marakisyi. 12. Al-Sayyid Ibrahim bin Muhammad al-Rawy al-Baghdady. 13. Al-Sayyid Ismail al-Khatib bin Muhammad Sa’id al-Baghdady.

86

14. Al-Syeikh Bahauddin bin al-Syeikh Muhammad Sa’id al-Naqsyabandy. 15. Al-Syeikh Jamil Shiddiq bin Muhammad Faidhy al-Zahawy. 16. Al-Sayyid Abdul Karim bin Abbas al-Azji. 17. Al-Syeikh Qasim bin Ahmad al-Faradhy al-Qaisy. 18. Al-Sayyid Abul Abbas Hibatuddin al-Syahrasytani al-Husaini al-Iraqi. 19. Al-Sayyid Abul Abbas bin Ismail al-Kendahlawy. 20. Al-Syeikh Asyraf Aly bin Abdul Haq al-Tahanawy. 21. Al-Syeikh Muhammad Anwar Syah bin Mua’addin Syah al-Kasymiry. 22. Al-Syeikh Tsana’ullah bin Aly Khan al-Midrasy. 23. Al-Syeikh Husein Ahmad al-Faidh Abady al-Madany. 24. Al-Syeikh Zakaria bin Yahya al-Kendahlawy. 25. Al-Syeikh Sa’id Ahmad al-Laknawy. 26. Al-Syekh Syafi’i al-Mufthi al-Hanafy. 27. Al-Syeikh Dhafar Ahmad bin Abdul Latif al-Utsmany al-Diyubandy. 28. Al-Syeikh Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfury. 29. Al-Syeikh Mahmud Hasan bin Ahmad Hasan al-Afgany. 30. Al-Syeikh al-Kyai Ihsan bin Abdullah. 31. Al-Syeikh al-Kiyai Ahmad bin Marzuqy bin Hamid al-Surbawy. 32. Al-Syeikh al-Kiyai Bakri bin Sayyid bin Arsyad al-Bantany. 33. Al-Syeikh Ahmad al-Baidhawy bin Abdul Aziz al-Lasamy. 34. Al-Syeikh al-Kyai Jam’an bin Samun al-Tangerany. 35. Al-Syeikh al-Kyai Shiddiq bin Abdullah al-Lasamy. 36. Al-Syeikh Abdullah bin Muhammad Azhary al-Palembany.

87

37. Al-Syeikh al-Kiyai Abdul Wahab bin Hasbullah al-Jumbany. 38. Al-Syeikh al-Kiyai Marzuqi bin Mirshad al-Betawy. 39. Al-Syeikh al-Kiyai Ma’shum bin Ahmad al-Lasamy. 40. Al-Syeikh al-Kiyai Hasyim bin Asy’ari al-Jumbany. 41. Al-Syeikh Jami’ bin Abdurrasyid al-Rifa’i al-Bugisy. 42. Al-Syeikh Muhsin bin Muhammad Banahsan al-Surbawy.

88

Lampiran XI Daftar Nama-Nama Murid Syeikh Yasin Al-Fadany9

Makkah, Madinah Negara-negara Timur Tengah: 1. Al-Syeikh Muhammad Ismail Zein al-Yamany. 2. Al-Syeikh Muhammad Mukhtaruddin al-Palembany. 3. Al-Syeikh Abdul Hamid Amin al-Banjary. 4. Al-Syeikh Muhammad Yasin Barhamin. 5. Al-Sayyid Hamid al-Kaff. 6. KH. Sirajuddin. 7. KH. Ahmad Damanhury al-Bantany. 8. Al-Habib Umar ibn Muhammad (Yaman). 9. Syeikh M. Ali al-Shabuny (Syam). 10. Dr. M. Hasan al-Dimasyqy (Syam). 11. Dr. Ali Jum’ah (Mesir). 12. Syeikh Hasan Qathirji. 13. KH. Husnuddu’at. 14. KH. Sukarnawadi. 15. Dr. Sayyid Aqil Husain al-Muhawwar. 16. KH. M. Yusuf Hasyim. 17. KH. Ahmad Damanhuri 9

Muiduddin, "Peranan Fadilatus Syeikh Muhammad Yasin”, h. 53-56. Lihat “Syeikh Yasin al-Padani Ulama Mekkah,” Artikel diakses pada 11 September 2007 dari http://www.nahrawi.org/2009/10/syekh-yasin-al-padani-ulama-mekkah.html. “Mengenang Syeikh Yasin al-Fadany,” artikel diakses pada 6 Juni 2010 dari http://nulibya.wordpress.com/2007/09/11/mengenang-syekh-yasin-al-fadani/nulibya

89

18. Dr. Muslim Nasution. Indonesia: a. DKI Jakarta 1. Al-Syeikh KH. Abdul Hamid bin Abdul Halim. 2. KH. Muhammad Zakwan bin Abdul Hamid bin Abdul Halim. 3. KH. Hasan Azhary. 4. KH. Dr. Abdul Muhith bin Abdul Fatah. 5. KH. Zayadi Muhajir. 6. KH. Ahmad Muhajirin Amsar. 7. KH. Junaedi. 8. KH. Aly Syibramalisi. 9. KH. Muhammad Nur Zuhry. 10. KH. Idham Khalid. 11. KH. Utsman Abidin. 12. KH. Ma’mun. 13. KH. Hasan Basri. 14. KH. Abdurrazak Ma’mun. 15. KH. Ishaq Yahya. 16. KH. Ahmad Marzuqi Aly. 17. KH. Ahmad Dustury Aly Utsman al-Katafany. 18. KH. Mukhtar Ramli. 19. KH. Abdurrahman Sa’id. 20. KH. Abd Salam Zaini.

90

21. KH. M. Idris Kaisan. 22. KH. M. Raisin. 23. Al-Syeikh KH. Syafi’ie Hadzami. 24. KH. Thahir Rahili. 25. KH. Abdurrasyid Abdullah Syafi’ie. 26. KH. Syarifuddin. 27. KH. Syukran Ma’mun. 28. KH. Saifuddin Zuhry. 29. KH. Arsyad Abdul Fatah. 30. KH. Nur Aly Hamim. 31. KH. Abdul Hay Naim. 32. KH. Abdurrazaq Haidir. 33. H. Majid Thayyib. 34. KH. Muhammad Yunus. 35. KH. Ayatullah Shaleh. 36. KH. Masyhuri Syahid. 37. KH. Saifuddin Amsir, dan 38. H. Ahmad Zikrullah Masyhud.

b. Jawa Barat dan Banten 1. KH. Mas’ud, Mauk, Tanggerang 2. KH. Muhammad Istikhary Abdurrahman, Daaru al-Tafsir, Bogor 3. KH. Hasan Basry Abdurrahman.

91

4. KH. Syafi’ie. 5. KH. Fuad Amin. 6. KH. Ibnu Abdillah. 7. KH. Fahim Royandi. 8. KH. Abbas, Buntet, Cirebon 9. KH. Fuad Hasyim. 10. KH. Thahir. 11. KH. M. Amin. 12. KH. Abdul Fatah, dan 13. KH. Busthomy, Banten

c. Jawa Tengah 1. KH. Maimun Zubair. 2. KH. Sahal Mahfudz. 3. KH. Ulil Albab. 4. KH. Sya’rani. 5. KH. Aly Ma’shum. 6. KH. Ahmad Baidhawi Syamsuri. 7. KH. Muslih. 8. KH. Abdul Hakim Muslih. 9. KH. Asyhary Marzuky Yogyakarta. 10. Syeikh Mas’ud Banyumas. 11. KH. Musthalih.

92

12. KH. Syamsuddin. 13. KH. Muhammaddun. 14. KH. Bahruddin Muhammaddun. 15. KH. Zainuddin. 16. KH. Masykury. 17. KH. Abdul Latif. 18. Prof. Dr. KH. Maghfur Utsman, dan 19. H. Ahmad Nur Abdul Majid.

d. Jawa Timur 1. KH. Aly Ahmad, Jombang. 2. KH. Aly Mas’adi, Mojosari. 3. KH. Abdullah Faqih, Langitan. 4. KH. Mahrus Aly, Lirboyo. 5. KH. Imam Yahya Mahrus, Lirboyo. 6. KH. Nashiruddin. 7. KH. Abdul Majid Abdul Fatah. 8. KH. Habib Dimyati. 9. KH. Haris Dimyati. 10. KH. Abdurrazaq, dan 11. KH. Romly.

93

e. Madura dan Nusa Tenggara Barat 1. KH. Hasan Iraqi. 2. KH. Muhammad Rafi’i. 3. KH. Tijani Jauhari. 4. KH. Abdul Ghafar. 5. KH. Abdul Hamid Ahmad. 6. KH. Said Amin, dan 7. KH. Zainuddin Poncol.

f. Kalimantan 1. KH. Mahfudz Amin. 2. KH. Salman Jalil. 3. KH. Abdullah. 4. KH. Abdul Aziz. 5. KH. Mastury Zahry. 6. KH. Mukri Umar. 7. KH. Basirun Aly. 8. KH. Asnan Syamsuddin. 9. KH. Ismail Gadri. 10. KH. Ahad Kusasi, dan 11. KH. M. Abror Dahlan.

Related Documents


More Documents from ""