3.1
Penatalaksanaan 1. Memperbaiki keadaan umum Pada pasien yang disertai dengan syok atau anemia, dapat dilakukan pemberian transfusi darah untuk mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau tirotoksikosis. 2. Mengeluarkan jaringan mola Mengeluarkan jaringan mola terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu: a. Vakum kuretase (kuretase hisap) Setelah memperbaiki keadaan umum dilakukan vakum kuretase. Pada saat melakukan tindakan ini, dapat diberikan uterotonika untuk memperbaiki kontraksi. Setelah dilakukan vakum kuretase, dilanjutkan dengan kuretase menggunakan sendok kuret yang tumpul untuk membersihkan kavum uteri. Kemudian diberikan uteronika berupa oksitosin 10 IU dalam 500 RL drip 20-40 tetes diberikan pasca kuret hisap.Persediaan darah diperlukan jika ditakutkan terjadinya perdarahan yang banyak. b. Histerektomi Tindakan histerektomi sering dilakukan pada pasien dengan ukuran uterus dilauar 12-14 minggu. Histerektomi menjadi pilihan utama pada wanita usia lebih dari 35 tahun dan cukup mempunyai anak. Alasan dilakukannya histerektomi dikarenakan usia tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi
terjadinya
keganasan.
Histerektomi
tidak
dapat
mengeliminasi sel sel tumor trofoblastik, namun mampu mengurangi kekambuhan mola hidatidosa. 3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Terapi ini diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di bawah pengawasan dokter. Biasanya diberikan methotrexate atau Actinomycin D. Jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostika merupakan obat yang berbahaya. Hal inilah terapi profilaksis dengan sitostatika jarang digunkan.
4. Follow up Follow up pada seluruh kasus mola setidaknya dilakukan selama 1 tahun. Awalnya, pemeriksaan dilakukan dalam interval 1 minggu sampai dengan kadar serum hCG menjadi negatif dan biasanya hal ini terjadi dalam 4-8 minggu. Sekalinya negatif dalam 56 hari, pemeriksaan dilakukan setiap 1 bulan selama 6 bulan. Pada wanita dibawah kemoterapi dapat dilakukan pemeriksaan 1 tahun setelah hCG normal. Pasien tidak boleh hamil selama follow up yang dilakukan.1,2
4.1
Prognosis Pasien dengan mola hidatidosa akan membaik jika jaringannya telah
dikeluarkan dan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi untuk mengetahui ganas atau tidak. Tetapi, secara umum prognosis pasien dengan mola hidatidosa baik. Prognosis buruk jika mengancam nyawa, seperti terjadi perdarahan, infeksi, payah jantung, dan tirotoksikosis.3 5.1 Komplikasi
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.
Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan.
Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai hasilnya negatif.
DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal.
kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 2560% penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi. Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu.4
Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang
Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola.
Infeksi sekunder.4
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Gestational Trophoblastic Disease. Available from: www.cancer.org. ( 20 Maret 2013 ) 2. Damongilala S, Tendean HMM, Loho M.Profil Mola Hidatidosa Di BLU RSUP Prof. Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic.2015;3:6836.7.Martaadisoebrata D.Mola hidatidosa. In:Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional. Jakarta: EGC, 2005; p.7-41.8.Schorge JO, Schaf Abdullah. M.N. dkk. Mola Hidatidosa. Pedoman diagnosis dan Terapi lab/upf. Kebidanan dan penyakit kandungan. Rsud dokter soetomo surabaya. 1994. Hal 25-28. 3. Sumapraja S, Martaadisoebrata D. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta;2011. 4. Prawirohadjo S, Wiknjosastro H. 2009. “Mola Hidatidosa”. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo: Jakarta