Banyak orang menganggap bahwa kesulitan belajar hanya terdiri dari disleksia. Padahal, ada banyak macam kesulitan belajar yang dapat dialami murid. Lantas, apa sajakah yang termasuk dalam kesulitan belajar? Mulyono Abdurrahman dalam Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (2009) secara garis besar membagi kesulitan belajar ke dalam dua kelompok; (1) kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), (2) kelompok kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
Dua kelompok kesulitan belajar di atas dibagi lagi ke dalam kelompok yang lebih spesifik. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan meliputi; (1) kesulitan belajar bahasa, (2) kesulitan belajar kognitif, dan (3) gangguan motorik dan persepsi. Dan, kesulitan belajar akademikmenunjuk kepada; (1) kesulitan belajar menulis, (2) kesulitan belajar mambaca, dan (3) kesulitan belajar aritmatika dan matematika.
Pertama, kesulitan belajar bahasa. Menurut Lerner (1988: 311) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca, dan menulis. Dengan demikian, kita simpulkan bahwa kesulitan belajar bahasa adalah ketidakmampuan seseorang pada satu atau lebih dari komponen bahasa yang menimbulkan kesulitan wicara. Akan tetapi, orang yang miliki kesulitan wicara tidak selalu memiliki kesulitan bahasa.
Kedua, Kesulitan belajar kognitif. Singgih D. Gunarsa (1981: 234) berpendapat, kognisi merupakan aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Sehingga, kognisi dapat juga didefinisikan sebagai fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.
Dari pengertian di atas, kita simpulkan bahwa kognitif berkaitan dengan kemampuan anak dalam memecahkan masalah. Anak kesulitan belajar kognitif
merupakan anak yang memiliki kesulitan dalam mengembangkan kemampuannya memecahkan masalah, terutama permasalahan dalam akademiknya.
Ketiga, gangguan perkembangan motorik dan persepsi. Lerner (1981: 189) mengemukakan gangguan perkembangan motorik sering diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan melimpah (misalnya ketika anak ingin menggerakkan tangan kanan, tanpa disengaja tangan kiri ikut bergerak), kurangnya koordinasi dalam aktivitas motorik, kesulitan dalam koordinasi motorik halus, kurang mempunyai penghayatan tubuh (body image), kekurangan pemahaman dalam hubungan keruangan dan arah, kebingungan literalitas.
Lerner juga pernah mengemukakan persepsi adalah batasan yang digunakan pada proses memahami dan menginterpretasikan informasi sensori, atau kemampuan intelek untuk mencarikan makna dari data yang diterima oleh berbagai indera (Lerner, 1988: 282). Sehingga, anak kesulitan belajar yang memiliki gangguan perkembangan
persepsi
memiliki
kesulitan
dalam
memahami
dan
menginterpretasikan informasi sensori, atau kemampuan intelek untuk mengetahui makna dari informasi yang diterima oleh indera.
Lalu, kesulitan belajar membaca. Soedarso (1983: 4) mengemukakan bahwa membaca adalah aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Kesulitan belajar membaca adalah kesulitan mempelajari komponenkomponen bacaan (kata dan kalimat) juga kesulitan dalam memahami bacaan yang dibacanya, seperti hubungan urutan bacaan, tema, dan isi bacaan.
Kemudian, kesulitan belajar menulis. Lerner (1985: 413) menyatakan bahwa menulis adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk visual. Taringan (1986: 21) mengemukakan menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulisnya.
Bertolak pada kedua pengertian di atas, kita simpulkan bahwa kesulitan belajar menulis adalah kesulitan dalam mengekpresikan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang grafis yang meliputi kesulitan menulis, mengeja bacaan, dan mengarang (mengemukakan melalui tulisan).
Terakhir, kesulitan belajar aritmatika dan matematika. Banyak orang kerap mempertukarkan pengertian antara aritmatika dan matematika. Padahal, kedua hal ini berbeda. Johnson dan Myklebust (1967: 244) berpendapat bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Aritmatika itu sendiri merupakan bagian dari matematika. Aritmatika lebih tepat didefinisikan sebagai ilmu hitung dasar dari matematika yang berupa penjumlahan, pengulangan, perkalian, pembagian, dan aritmatika turunannya yang lebih kompleks.
Berdasarkan pengertian di atas, kita ambil kesimpulan bahwa kesulitan belajar matematika adalah gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas persepsi visual, asosiasi visual motorik, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol, dan gangguan penghayatan tubuh.
Dalam beberapa kasus, kesulitan belajar perkembangan memang sering memiliki keterkaitan dengan kegagalan mencapai prestasi akademik. Akan tetapi, hubungan ini tidak selalu jelas. Karena, ada anak yang gagal dalam belajar membaca yang menunjukkan ketidakmampuan dalam fungsi-fungsi perseptual motoriknya dan ada juga anak yang mampu belajar membaca tetapi tidak memiliki ketidakmampuan dalam fungsi-fungsi perseptual motorik. Hal ini menjelaskan bahwa anak kesulitan belajar sangat beragam dan setiap kasus berbeda-beda sesuai dengan setiap anak dan harus ditangani berdasarkan kesulitan belajarnya masing-masing.(Nir)