Pelantikan Dpr Ri 16

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pelantikan Dpr Ri 16 as PDF for free.

More details

  • Words: 2,370
  • Pages: 5
Pelantikan DPR RI 16 Kamis, 1 Okt '09 08:30 Pelantikan DPR RI yang dijadualkan 1 Oktober 2009, disambut dengan terjadinya gempa di Padang Sumatera Barat. Hal ini tentunya menjadi fenomena tersendiri. Meskipun kesannya dihubung-hubungkan, namun juga tidak bisa begitu saja diabaikan. Apalagi jika kita kaitkan dengan anggaran yang akan dikeluarkan. Seperti banyak diberitakan di banyak media, biaya pelantikan anggota DPR RI pada tahun ini mencapai lebih dari 11 Milyar. Biaya ini tentunya bukanlah biaya yang kecil. Mengingat saat ini Indonesia banyak membutuhkan alokasi angPada 1 Oktober mendatang kita akan samasama menyaksikan pelantikan ‘pembantu’ rakyat (Anggota DPR-DPD) periode 2009-2014 yang akan dilaksanakan di Hotel Sultan, Jakarta. Tentunya harapan dan penantian akan perbaikan iklim sosial, politik dan ekonomi negara ini, yang kita amanati kepada para wakil kita di DPR sangat besar. Berharap anggota DPR-DPD yang baru ini akan benar-benar melayani . Pada 1 Oktober mendatang kita akan sama-sama menyaksikan pelantikan ‘pembantu’ rakyat (Anggota DPR-DPD) periode 2009-2014 yang akan dilaksanakan di Hotel Sultan, Jakarta. Tentunya harapan dan penantian akan perbaikan iklim sosial, politik dan ekonomi negara ini, yang kita amanati kepada para wakil kita di DPR sangat besar. Berharap anggota DPR-DPD yang baru ini akan benar-benar melayani masyarakat dengan amanah dan membela rakyat yang sudah membawanya ke Senayan (gedung MPR/DPR). Namun, belum apa-apa mereka sudah ‘menyengsarakan’ rakyat dengan anggaran pelantikan yang biayanya sangat besar. Bayangkan ! 11 Miliar Rupiah untuk pelantikan mereka. Pastinya anggaran tersebut berasal dari keringat rakyat Indonesia. Jika diminta untuk memberikan pernyataan, kita semua pasti akan menyatakan biaya tersebut tidak pantas dan terkesan foya-foya hanya untuk sekedar pelantikan yang hanya ceremonial belaka. Masyarakat tidak menunttk kemewahan dan keistimewaan dalam menyambut mereka, hal ini menjadi masalah yang sangat memilukan ditengah masih banyaknya rakyat yang kelaparan, miskin bahkan banyak yang meninggal karena himpitan ekonomi yang otomatis tidak dapat membiayai hidupnya sendiri. Sumber Litbang KOMPAS yang disarikan dalam berita (9/9), menyebutkan rincian anggaran pelantikan Anggota DPR-DPD sebagai berikut:* Jumlah anggota DPR dan DPD : 560 dan 132 Biaya Pelantikan dari KPU : 11 Miliar Rasio : Rp. 15,9 Juta per orang Penginapan : Hotel Sultan, Jakarta Waktu Penginapan : 28-30 September 2009 Pelantikan : 1 Oktober 2009 Penggunaan Anggaran : Biaya transportasi, penginapan, uang saku, pengadaan tas untuk anggota Dewan, buku profil anggota DPR-DPD terpilih, dan pengadaan seragam serta biaya untuk panitia. *Keterangan : Setjen DPR masih menganggarkan Rp.26 Miliar untuk biaya pindah tugas (tiket keluarga anggota Dewan dan biaya pengepakan) bagi anggota baru terpilih dari luar Jakarta. Hal itu didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003.

Total anggaran untuk pelantikan Anggota DPR-DPD 2009 ini naik 2 kali lipat dari anggaran pelantikan pada tahun 2004. Melihat besarnya biaya yang dibutuhkan dan dikeluarkan pemerintah untuk acara ceremonial ini, rasanya Anggota DPR-DPD yang baru, tidak pantas jika nantinya dalam bekerja mereka bersantai-santai ria, bolos rapat dan bermewah-mewah lagi. Uang yang mereka pakai adalah ‘kotoran’ rakyat Indonesia yang rela memberikan kepercayaannya dan materinya hanya untuk perbaikan bangsa ini yang sudah terancam menjadi negara gagal (failed state). Perlu tindakan dan sanksi yang tegas dan nyata bagi mereka jika terbukti ‘menyakiti’ rakyat, seperti dengan korupsi dan lain-lain. Begitupun dengan kita semua sebagai masyarakat tetap harus mengkontrol kinerja mereka dalam menjalankan amanat rakyat dan negara. Sehingga segala masalah yang melibatkan anggota DPR-DPD yang lalau tak lagi terulang. garan yang cukup besar bagi rakyatnya. Sebelum gempa Sumatera Barat terjadi, telah terjadi gempa di Jawa Barat. Gempa yang terjadi di Jawa Barat tersebut menewaskan sekitar 70an orang dan merusakkan hampir 148.469 rumah, yang meliputi 5.412 rumah rusak total, 43.239 rumah rusak parah dan 99.818 rusak ringan. Sampai saat ini, penanganan korban gempa di Jawa Barat juga belum banyak menunjukkan hasil yang maksimal. Sementara itu, gempa yang terjadi di Sumatera Barat menjelang pelantikan anggota DPR RI, hingga saat ini telah menelan korban lebih dari 75 orang. Belum terhitung jumlah kerusakan bangunan dan kerugian-kerugian yang lain. Gempa Sumatera Barat ini, seolah mengingatkan para wakil rakyat yang duduk di Senayan untuk mengingat kembali fungsi keberadaan mereka. Di samping masalah-masalah lain yang belum terselesaikan, atau justru masalah yang melibatkan anggota DPR itu sendiri. Belajar dari penanganan bencana serupa (Gempa Yogyakarta), kita akan melihat apakah penanganan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengalami kenaikan atau penurunan kualitasnya? Karena ternyata di wilayah Sumatera Barat tidak hanya sekali ini saja terjadi gempa. Sebentar lagi kita akan melihat sejauh mana kepedulian, tindakan, dan kompetensi wakilwakil rakyat di DPR terhadap nasib rakyat Indonesia. Baik dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi maupun merencanakan pembangunan negeri ini. Rencana pelantikan anggota DPR dan DPD yang “dikabarkan” menghabiskan banyak biaya, di tengah kondisi bangsa dan rakyatnya yang masih mengalami masalah ekonomi. Seakan menggambarkan betapa elit kita tidak sensitif dengan kondisi yang terjadi. Para pembuat kebijakan ternyata tidak bisa lepas dari upaya memanfaatkan kesempatan untuk meraih kesenangannya sendiri, termasuk kesenangan para koleganya. Tidak jauh beda yang terjadi pada pelantikan DPRD di berbagai daerah. Padahal, proses pelantikan anggota DPR dan DPD terpilih masih merupakan bagian dari proses pemilu, selain dibiayai oleh KPU tentu masih membutuhkan partisipasi dari anggota terpilih. Tidak semata-mata mengandalkan ”uang rakyat” untuk membiayai mereka, termasuk berbagai kelengkapan dan fasilitas istimewa. Dana publik yang berasal dari uang rakyat yang kondisinya masih memperihatinkan sedikitnya Rp44,1 miliar dipakai untuk membiayai rangkaian acara seremonial pelantikan 692 anggota DPR dan DPD tersebut. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengalokasikan Rp11 miliar, Setjen DPR menyiapkan Rp26,5 miliar, dan Setjen DPD menganggarkan Rp6,6 miliar. Selain itu, untuk mengamankan seluruh rangkaian prosesi pelantikan tersebut, juga telah mempersiapkan 8.000 personel kepolisian dari Kepolisian Daerah Metro Jaya, tentu disertai dengan anggaran yang cukup.

Tidak bisa pungkiri, dengan anggaran besar yang dikeluarkan untuk sebuah acara seremonial pastilah kebijakan tersebut jauh dari sisi penghematan dan dampaknya pada kerugian uang negara. Bahkan Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam mengatakan kebijakan yang mengabaikan penghematan tersebut sangat berpotensi terjadinya kolusi dan korupsi. IBC memandang KPU dan sekretarat jenderal DPR/DPD dianggap telah membuat perencanaan dan anggaran yang tidak berbasis kinerja. Lagi pula untuk melaksanakan pengukuhan yang sekhidmat mungkin tidak diukur dari banyaknya biaya yang harus ditanggung negara, bisa saja dilaksanakan secara sederhana. Karena mereka telah dilegitimasi secara penuh oleh rakyat yang merupakan pemegang kedaulatan penuh di negeri ini. Pengukuhan hanya sekedar seremonial selamat datang bagi anggota DPR dan DPD yang baru. Tingkah laku para elit kita, pembuat kebijakan termasuk sebagian dari sikap anggota dewan dalam hal ini seakan menguatkan analisis sosiolog Thorstein Veblen dalam bukunya The Theory of The Leisure Class (1899), bahwa masyarakat masih memiliki kecendrungan untuk bertindak ”pamer” guna memperlihatkan status mereka dengan penampilan yang mencolok. Dengan anggaran yang besar dalam mengawali aktivitas anggota DPR dan DPD, mudahmudahan tidak membuat mereka lupa dan jauh dari rakyat. Karena “suara rakyat”, mereka dapat menikmati kekuasaan politik yang begitu nikmat. untuk itu, selayaknya mereka lebih memahami eksistensi dirinya sebagai wakil rakyat yang mewakili berbagai kepentingan rakyat. Mengembalikan kepercayaannya publik dengan melepaskan tradisi buruk yang selama ini masih ada, seperti 4D (datang, duduk, diam, dan duit), termasuk malas rapat dan hidup bermewah-mewah. Tetap konsisten sebagimana janji-janji politik yang dipromosikan selama kampanye pemilu. Mereka harus selalu ingat, bahwa rakyat sebagai pemilik kedaulatan yang sah di negeri ini secara sadar melakukan transfer sebagian kedaulatan-nya, tentu bukan sesuatu gratis, ada harapan yang ingin diperjuangkan dengan baik. Masyarakat sangat mengharapkan agar wakilnya berusaha memperjuangkan nasibnya, bisa mengeluarkannya dari berbagai masalah yang dialamainya selama ini, untuk menggapai tujuan utamanya masyarakat yang lebih sejahtera. Ke depan, semua pihak harus lebih serius menerapkan budaya hemat yang selama ini di suarakan, melakukan penghematan anggaran negara betul-betul terimplementasi dalam berbagai kebijakan negara. Agar uang negara tidak terbuang percuma untuk membiayai berbagai acara dan kegiatan yang begitu bermanfaat untuk kepentingan masyarakat banyak. Tanggal 30 September 2009 Indonesia kembali berduka dengan terjadinya gempa dahsyat di Padang, dan sebagian daerah lainnya di Sumatera Barat. Dengan skala 7,6 Richter dipastikan bahwa gempa bumi ini mempunyai daya dan efek destruktif yang sangat serius. Sudah dapat dipastikan juga bahwa akan lebih luas dan parah daripada gempa bumi yang barusan terjadi di Jawa Barat. Baik dalam hal korban jiwa, maupun harta-benda (daya rusaknya). Tanggal 01 Oktober 2009, DPR RI plus DPD mempunyai acara besar, ekstravaganza pelantikan anggotanya periode 2009-2014 dengan biaya maha jumbo, yang jika ditotalkan mencapai: Rp. 46,049 miliar! Sedangkan upacaranya sendiri hanya akan berlangsung selama beberapa jam! Apakah gempa bumi dahsyat di Padang, Sumatera Barat itu akan mempengaruhi acara pelantikan termewah sepanjang sejarah DPR itu? Anggaran telanjur dibuat, biaya telanjur disalurkan, maka “terpaksa” seremoninya tetap berjalan seperti biasa. Barangkali itu yang akan dijalankan dan dijadikan alasannya. Paling pasti akan ada acara mengheningkan

ciptanya sambil memasang mimik sedih. Padahal hati tetap berbunga-bunga: “Aku sekarang menjadi anggota dewan yang terhormat! Mudah-mudahan tidak demikian halnya. Setidaknya, — meskipun kita semua tentu sangat tidak mengharapkan terjadinya gempa bumi itu, tetapi terjadinya gempa bumi Padang ini, barangkali sekaligus menjadi batu ujian dan bahan indikator untuk melihat perilaku dan reaksi para anggota dewan yang terhormat yang akan mewakili kita semua untuk 5 tahun ke depan ini. Biaya Rp 46,049 miliar memang luar biasa besarnya. Siapa yang menyangkal? Padahal anggaran Negara dalam keadaan yang serba terbatas. Mungkin belum ada duanya di dunia ini sebuah negara menghabiskan begitu besar anggaran hanya untuk sebuah seremonial pelantikan anggota parlemennya. Negara yang jauh lebih makmur, atau paling makmur pun tidak begini. Dari perincian besarnya anggaran masing-masing pos, kita bisa melihat betapa tidak masuk akalnya biaya-biaya tersebut. Rincian biayanya dapat dibaca disini : Dalam suatu acara pelantikan seperti itu, satu hal terpenting dan menjadi intisari dari makna sebuah pelantikan sebenarnya isi sumpah jabatan yang mereka ucapkan bersama. Bahwa mereka sejak pengucapan sumpah itu dilakukan berbeda dengan mereka sebelumnya. Sejak saat itu mereka adalah WAKIL RAKYAT, bukan yang lain! Konsekuensi logisnya mereka wajib benar-benar mengemban, menghayati dan berdedikasi, aspiratiuf dalam tugas dan kewajibannya sebagai wakil rakyat. Mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongannya. Sayangnya, biasanya justru konsekuensi tidak logislah yang berbicara kelak. Antara lain bagaimana caranya supaya biaya-biaya besar yang telah dikeluarkan selama kampanye caleg itu bisa pulang modal, dan berbalik untung besar? Kompas, Senin, 28 September 2009: “Dewan Baru Perlu Terobosan,” mengawali tulisannya dengan menulis: “Ekspektasi publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 relatif tinggi dibandingkan dengan DPR periode sebelumnya. Untuk itu, Dewan baru diharapkan membuat terobosan kebijakan agar tidak mengulang kesalahan dan memperbaiki reputasi yang jelek. … Dalam jajak pendapat yang dilakukan Kompas, menunjukkan rata-rata tingkat keyakinan publik terhadap anggota DPR baru yang akan dilantik pada 1 Oktober 2009 ini lebih baik daripada DPR yang sekarang. Pertanyaannya, apakah hal demikian yang akan terjadi? Tanpa mengecilkan anggota dewan yang pasti akan ada juga yang benar-benar menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, saya pesimis bahwa hal tersebut akan terwujud. Salah satu indikasinya adalah tentang biaya maha jumbo upacara pelantikan itu sendiri. Para anggota dewan yang baru itu kemungkinan malah memang mengharapkan dapat menikmati dan merasa banggannya sebagai bagian dari suatu seremonial yang wah itu. Dilantik menjadi anggota DPR RI dalam sebuah acara dengan anggaran Rp 46,049 miliar! Mungkin mereka akan merasa lebih bangga lagi kalau tahu ternyata di dunia ini hanya DPR RI saja yang bisa begini! Jangan lupa bahwa virus anggota dewan baru tapi lama, alias yang terpilih kembali, juga siap menjangkit para anggota baru (dari daerah) dan masih “lugu-lugu” itu. Begitu merasa enaknya menjadi anggota “dewan yang terhormat”, seketika lupa akan semua sumpah jabatannya. Dengan fenomena pembiayaan sebuah acara pelantikan sedemikian fenomenal mempunyai kesan kuat bahwa penyelenggara dan pesertanya sendiri lebih mementingkan suatu kemegahan ketimbang makna hakiki dari sebuah pelantikan jabatan Negara. Padahal apabila mereka, para anggota dewan yang baru itu benar-benar berkomitmen tinggi, mereka sebenarnya dapat menunjukkan jati dirinya bahwa mereka berbeda dengan DPR sebelumnya yang materialistis, sarat dengan berbagai kasus kriminal, terutama sekali korupsi. Bahkan menjadi salah satu sarang koruptor di samping Kepolisian dan Kejaksaan. Menjadi

seolah-olah bangunan DPR (/MPR) yang mirip rumah keong itu menjadi lambang dari perlindungan para koruptor yang lewat kekuasaannya bisa merekayasa dan memperdagangkan jabatannya dalam proses suatu RUU disahkan menjadi UU. Apabila para anggota dewan yang baru ini benar-benar berjiwa lebih baik daripada pendahulunya sebetulnya mereka dapat berkolabarasi, bersatu untuk melakukan hal-hal yang “memaksa” KPU, Setjen DPR dan DPD untuk memangkas anggaran yang tidak masuk akal itu. Hal-hal tersebut antara lain: - Membiayai biaya perjalanan sendiri, jadi tidak menerima biaya perjalanan dari penyelenggara, terutama sekali yang tinggal di Jabodetabek. - Yang tinggal di Jabodetabek, tidak usah ikut-ikutan tinggal di hotel, apalagi ikut-ikutan menerima uang saku. - Memilih hotel yang lebih murah dan lama menginap lebih singkat . Kalau bisa satu kamar untuk dua orang, bukan satu kamar satu orang. - Menjahit jasnya sendiri. Minta saja standar modelnya bagaimana, terus jahit sendiri/masingmasing atas biaya sendiri. - Untuk biaya pindah anggota keluarga, dibayar sendiri. Apalagi yang tingkat ekonominya memang sanggup untuk itu. Atau dengan menggunakan alat transportasi yang murah seperti kereta api (tapi barangkalai akan gengsi, “ keluarga DPR kok pake kereta api?”) Sebuah ironi terjadi, apabila baru dalam hitungan jam terjadinya gempa bumi dahsyat di Padang, dan daerah lainnya di Sumatera Barat itu, yang sudah tentu akan menyebabkan ratusan sampai ribuan orang kehilangan jiwa, keluarga, kerabat, rumah tinggal, pekerjaan, dan sebagainya, hidup segera berubah menjadi hidup penuh derita. Dalam ketidakpastian. Rakyat dalam kedukaan. Di Senayan sana, para wakilnya malah berpesta dalam seremonial menghabiskan uang rakyat sampai Rp 46 miliar lebih! Bisakah mengubah format acara pelantikannya menjadi sesederhana mungkin. Selesai secapat mungkin, untuk member kesempatan kepada para anggota dewan baru itu datang langsung ke lokasi bencana untuk member sumbangan moril dan materi kepada korban dan keluarganya? Relakah mereka menyerahkan sebagian atau bahkan semua uang saku yang baru diperolehnya untuk disumbangkan ke korban gempa bumi di Padang, Sumatera Barat?! Bukankah secara materi semua kebutuhan mereka sebagai pejabat Negara toh sudah pasti terjamin bahkan lebih dari cukup? Total anggaran untuk pelantikan Anggota DPR-DPD 2009 ini naik 2 kali lipat dari anggaran pelantikan pada tahun 2004. Melihat besarnya biaya yang dibutuhkan dan dikeluarkan pemerintah untuk acara ceremonial ini, rasanya Anggota DPR-DPD yang baru, tidak pantas jika nantinya dalam bekerja mereka bersantai-santai ria, bolos rapat dan bermewah-mewah lagi. Uang yang mereka pakai adalah ‘kotoran’ rakyat Indonesia yang rela memberikan kepercayaannya dan materinya hanya untuk perbaikan bangsa ini yang sudah terancam menjadi negara gagal (failed state). Perlu tindakan dan sanksi yang tegas dan nyata bagi mereka jika terbukti ‘menyakiti’ rakyat, seperti dengan korupsi dan lain-lain. Begitupun dengan kita semua sebagai masyarakat tetap harus mengkontrol kinerja mereka dalam menjalankan amanat rakyat dan negara. Sehingga segala masalah yang melibatkan anggota DPR-DPD yang lalau tak lagi terulang.

Related Documents

Pelantikan Dpr Ri 16
June 2020 10
Dpr Ri
April 2020 20
Dpr Ri
April 2020 19
Dpr Ri
April 2020 21