PEKERJA SOSIAL: AYO KELUAR DARI ZONA NYAMAN Oleh : Erwin Novianto “It is necessary to begin where the world is if we are going to change it to what we think it should be” (Alinsky, 1971)
Pekerja sosial Indonesia ada di dunia fantasi. Mereka membayangkan bahwa pekerja sosial telah menjadi profesi mantap. Berikut atribut pengakuan dari pemerintah, anggota masyarakat dan profesi lain, memiliki organisasi profesi serta penghargaan tinggi dari berbagai pihak. Dididik dalam kurikulum maju dengan para guru berpengalaman. Nyatanya, pekerja sosial hidup dalam realitas tidak sempurna. Pengakuan professional masih jauh dari harapan. Usaha pembentukan organisasi profesi terhambat oleh perbedaan dangkal. Belum lagi perdebatan kurikulum jauh dari selesai. Alih alih beranjak dari realitas sosial, para pekerja sosial terus bergulat dengan masalah peran dan fungsi tepat dalam menghadapi masalah sosial. Sementara masalah sosial terus berkembang. Para pekerja sosial kekeringan solusi inovatif dan gagap mengambil peran penting yang disandangnya. Kesalahan tentu bukan pada individu tapi dari cara pandang dan orientasi para pekerja sosial dalam melihat potensi profesinya dimasa depan. Cara pandang yang melihat ketidakberfungsian sosial sebagai fokus masalah pekerjaan sosial dan orientasi pelayanaan yang diberikan. Dari Pekerja Sosial menjadi Wirausahawan sosial Dalam praktek pekerjaan sosial, masalah sosial dipandang sebagai masalah keberfungsian sosial. Penyandang masalah dipandang sebagai client dalam praktek pekerjaan sosial. Dimana pekerja sosial memerankan diri sebagai enabler (membantu mengidentifikasikan masalah dan potensi), broker (penghubung kepada sumber pemenuhaan masalah sosial), expert (tenaga ahli yang memberikan saran), social planner dan advocate (perumus kebijakan dan avokasi kebijakan. Tentu saja asumsi dan peran pekerja sosial diatas tidak salah. Namun demikian asumsi diatas membuat peran yang diambil pekerja sosial menjadi terbatas dan tidak terintegrasi. Asumsi yang memandang ketidakberfungsian sosial sebagai masalah telah membatasi fokus pekerjaan sosial dalam menanggani masalah sosial sebagai peluang usaha sosial. Pandangan sebagai masalah sosial ini mendorong usaha pelayanan sosial berangkat dari sistem masalah (sistem klien) dan bukan dari sistem peluang (sistem sumber). Jika usaha sosial dipandang dari sistem masalah maka layanan sosial yang muncul akan bersifat residual dan korektif. Namun jika dianggap dari sistem peluang maka usaha layanan sosial akan bersifat inovatif dan kreatif. Sebuah ilustrasi akan akan memperjelas pendapat ini. Tentu sebagai pekerja sosial anda memiliki pengamatan tajam terhadap masalah perumahan kumuh di kota anda. Guna mengatasinya anda akan terjun dan bertanya kepada “pemilik” rumah ini. Maka anda akan sampai pada kesimpulan bahwa perumahan kumuh ini disebabkan karena masalah akses mereka terhadap tanah dan pendapatan (ketidakberfungsian ekonomi individu) dan penyediaan fasilitas keuangan
rumah murah tidak ada (Ketidakberfungsian negara/pasar sebagai penyedia layanan publik). Sebagai enabler anda akan membantu memetakan masalah mereka dan membantu melihat potensi untuk keluar dari masalah ini. Mungkin anda menyarankan untuk meninggalkan kota dan pindah kedesa, karena potensi lebih besar di desa. Atau sebagai advocate atau social planner anda akan melakukan adovasi kebijakan perumahan yang pro masyarakat miskin. Atau sebagai broker anda akan mencari layanan kredit murah ke bank atau mencari subsidi dari pemerintah. Sebagai pekerja sosial, entah sebagai enabler, broker atau social planner solusi anda akan bersifat residual (pindah ke desa atau memfasilitasi layanaan kredit rumah murah atau subsidi pemerintah) dan korektif (perubahan kebijakan pro masyarakat miskin). Padahal solusi kreatif dan invotif dapat anda lakukan jika anda memandang masalah perumahan ini sebagai potensi. Maka anda akan mulai melihat bahwa masyarakat miskin kota di perumahan kumuh sebagai “konsumen” berpotensi. Sebagai konsumen mereka bukan tidak memiliki daya beli membeli rumah layak huni, tapi mekanisme penyediaan rumah (pengadaan bahan bangunan, membangun rumah dan menyediakan dana untuk membangun) yang menjadi masalah. Maka anda sebagai seorang pekerja sosial yang berjiwa wirausahawan akan mememulai membangun mekanisme bagaimana potensi dapat ini dilihat sebagai usaha sosial yang menguntungkan. Mungkin anda akan mendatangi pemilik pabrik semen. Mengatakan kepada mereka bahwa ada potensi beli yang luar biasa untuk produk mereka. Dengan syarat mereka dapat membeli produk mereka secara angsur dan ikut dalam membantu menyediakan bahan bangunan lain berikut tukang bangunan secara bersama, agar produk semen mereka memiliki nilai tambah. Anda akan menjamin bahwa paket produk ini dibeli dengan mekanisme tanggung renteng. Maka anda memulai membangun organisasi usaha sosial baru guna memastikan mekanisme ini berjalan. Anda mulai mengorganisasi penduduk untuk menjalankan sistem pembelian baru. Membangun pasar baru yang menguntungkan untuk pabrik semen. Solusi anda inovatif karena anda membantu menjembatani masyarakat miskin dengan kebutuhan membangun rumah dengan pihak swasta dengan kekuatan sendiri. Anda juga kreatif karena menggunakan organisasi sosial sebagai penjamin (yang dengannya dapat menghidupi organisasi sosial secara mandiri). Pelayananan Sosial : Dari Social Agency Menuju Social Venture Ilustrasi diatas, bukanlah sebuah cerita rekaan dengan mekanisme ilusi. Mekanisme ini tengah berkembang di Meksiko. Dimana organisasi usaha sosial bernama “Patrimonio Hoy” (Menabung Rumah Sekarang) bekerjasama dengan perusahaan multinasional CEMEX telah berhasil membantu membangun rumah layak huni kepada 36,000 orang di 23 kota di Meksiko. Tanpa bantuan pemerintah atau perbankan tapi bertumpu dari usaha tabungan ribuan masyarakat miskin sendiri (lihat C.K Prahalald dalam The Fortune at the Bottom of the Pyramid). Dititik ini kita melihat sebuah perubahan besar dari usaha pelayaan sosial dari sekedar pemberi layanan sosial berdasarkan kerja prinsip pelayanan sosial atau social agency menjadi Social Venture, bisnis sosial yang dikelola berdasarkan prinsip usaha ekonomi. Kita tentu ingin membayangkan profesi pekerja sosial menjadi profesi maju.
Lebih disebabkan oleh inovasi layanan sosial mereka dan bukan karena adanya ikatan profesi, kurikulum standard atau pengakuan dari pihak lain.