Sejumlah pemuda FIS 1) datang kepada Syaikh Al-Albani untuk mengadakan dialog sekitar partai dan parlemen. Dialog ini berjalan lama dan direkam dalam kaset nomor 440 seri pengajian berjudul Silsilatul Huda wa AnNur. Dalam dialog ini, Syaikh Al-Albani menyatakan pendapatnya bahwa kaum muslimin terlarang masuk dalam parlemen. Beliau menyebutkannya sebagai berikut: Pertama, hal itu menyalahi petunjuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Demikianlah karena beliau tidak pernah duduk bersama-sama orang kafir dalam suatu majelis semacam parlemen sekarang ini untuk membuat undang-undang bersama mereka. Kedua, setiap orang yang masuk ke dalam parlemen sudah pasti melakukan penyimpangan dari ajaran Islam sedikit demi sedikit. Pemuda FIS membantah hal ini dengan menyatakan bahwa FIS tidak menyimpang sedikitpun dari agama. Syaikh Al-Albani bertanya:”Adakah sebagian mereka ikut melakukan mu’amalat riba’ karena mereka turut mengelola lembaga-lembaga pemerintahan yang melakukan hal tersebut?” Pertanyaan ini dijawab dengan”Ya” Salah seorang pemuda FIS segera mengajukan pertanyaan yang justru menunjukkan kelemahannya. Pemuda itu berkata: ”Kalau kita dihadapkan masalah fiqh yang mempunyai dua pendapat berbeda di kalangan ahli fiqh, yang satu kuat dan yang satu lemah, lalu kita mengambil pendapat yang lemah dan meninggalkan pendapat yang kuat demi menghindari fitnah atau kesulitan atau perpecahan di kalangan masyarakat Islam, apakah tindakan kami tersebut tidak boleh? Jawab Syaikh Al-Albani: “Tindakan semacam itu adalah politik. Tindakan semacam itu adalah politik.” Muhammad Ibrahim Syaqrah (peserta dialog ) berkata: “Politik semacam itu bukan merupakan syari’at.”
Jawab syaikh Al-Albani: “Benar. Akan tetapi, persoalannya tidak sekedar itu, ada hal yang lebih penting. Saya mendengar bahwa perkumpulan atau gerakan atau apalagi yang namanya saya tidak ingat, mempunyai jutaan anggota. Apakah berita ini benar?” Jawab pemuda: “Benar.” Tanya syaikh Al-Albani : “Berapa ribu ulama yang ada pada mereka?” Jawab pemuda: “Tidak ribuan.” Tanya syaikh Asl-Albani: “Berapa ratus ulamanya?” Jawab pemuda: “Tidak ratusan.” Tanya syaikh Al-Slbani: “Baiklah, kalau begitu siapa yang memimpin mereka, wahai jama’ah?” Jawab pemuda: “Ada sedikit ulama.” Tanya syaikh Al-albani: “Apakah ulama yang sedikit itu mampu memimpin jutaan anggota jama’ahnya?” Jawab pemuda: “Sama sekali tidak.” Syaikh Al-Albani berkomentar: “Kalau begitu, kalian ini hidup dalam kekacauan dan kebingungan. Pertanyaan yang Anda sampaikan tadi menunjukkan kekalahan Anda, karena ternyata jutaan ummat Islam yang menjadi anggotanya hanya mempunyai beberapa orang ulama sebagai pembimbing mereka. Saya tidak mengatakan ada ribuan, bahkan seandainya ada ratusan saja ulama pada jama’ah kalian, niscaya pertanyaan yang seperti Anda kemukakan, apakah suatu pendapat itu kuat atau lemah atau bolehkah kita mengambil pendapat yang lemah dan meninggalkan pendapat kuat, tidak perlu ditanyakan kepada ulama di luar partai. Persoalan semacam itu menjadi kewajiban seorang faqih untuk menjawabnya. Saya akan memberikan contoh kepada kalian suatu kejadian yang kami alami sendiri dengan berbagai partai. Suatu saat salah seorang anggota Hizbut Tahrir saya beri nasihat : “Wahai jama’ah, kalian ingin mendirikan negara Islam, tetapi kalian tidak mempelajari seluk-beluk dan pokok-pokok syariat Islam. Kalian menulis buku-buku dengan menggunakan dalil-dalil yang sebagiannya ternyata merupakan hadits-hadits yang tidak shahih.” Jawab Hizbut Tahrir :”Wahai saudaraku, kami justru minta tolong kepada orang-orang semacam Anda.” Jawab syaikh Al Albani:”Jawaban semacam ini merupakan kekalahan pertama, karena ketika sebuah partai mengandalkan pada pihak lain, hal itu berarti kekuatannya tidak sempurna”. Orang Hizbut Tahrir itu menjawab,”Kalian ternyata menghabiskan waktu untuk membolak-balik kitab kuning saja.”
Syaikh Al Albani berkata :”Bukankah jutaan anggota partai itu memerlukan dokterdokter medis ? Sudah tentu Anda mempunyai ratusan dokter medis, bahkan ribuan. Bukankah ini juga memerlukan dokter rohani menurut istilah orang sekarang ? Justru dokter-dokter rohani inilah yang lebih penting dan lebih dibutuhkan. Apakah ada pada mereka dokter-dokter rohani yang jumlahnya cukup untuk sejumlah besar anggota partai ini ?” Jawab pemuda :”Tidak.” Syaikh Al Albani kemudian menceritakan kembali pembicaraannya dengan Hizbut Tahrir, katanya : “Seandainya kalian ini dalam satu hari dapat mengibarkan bendera negara Islam dengan cara-cara revolusi, sedangkan rakyat ternyata tidak siap untuk menerima berlakunya hukum-hukum Islam, mungkin kalian akan menjawab : “Kita buat satu atau dua peraturan pemerintah. Misalnya melarang adanya bioskop, melarang wanita keluar tanpa berjilbab, dan sebagainya.” Mungkin sekali sebagian dari wanita yang menolak ketetapan tersebut adalah istri-istri kalian sendiri. Mengapa begitu ? Karena rakyat sebelumnya tidak terdidik dengan syariat Islam. Lalu siapakah yang harus mendidik rakyat ini ? Tentulah para ulamanya. Apakah sembarang ulama bisa melakukannya ?” Kemudan beliau membicarakan sifat ulama ahlul Quran dan hadits yang mumpuni, berwawasan luas serta teguh dalam mengamalkannya. Selanjutnya, ujar Syaikh Al Albani :”Oleh karena itu, saya berkeyakinan bahwa jihad akbar dewasa ini adalah kewajiban jutaan anggota partai untuk sekedar melahirkan puluhan ulama Islam di tengah mereka, sehingga orang yang jutaan ini kelak mendapat bimbingan untuk mengenal agama mereka dan mendidik mereka dengan ajaran Islam. Adapun pengertian jihad yang dikembangkan berbagai kelompok sekarang ini tujuannya untuk merebut kekuasaan. Oleh karena itu, setiap kelompok akan berusaha untuk meraihnya dan setelah diperoleh mereka menggunakan kekuasannya untuk melaksanakan semua undang-undang dan ketetapan pemerintahannya, baik hak atau bathil, padahal Islam tidaklah seperti itu. Seandainya saudara-saudara kita ini mau memperhatikan nasihat yang berharga tersebut, niscaya Islam dan ummat Islam dapat terhindar dari fitnah besar yang dewasa ini menimpa segenap negara Islam. Setiap kali dakwah Islam dikesampingkan, para pemuda Islam dengan cepat terjerumus dalam bimbingan dan pengarahan yang sesat dan orang yang tergesa-gesa melakukan sesuatu biasanya akan memetik kegagalan.” Catatan : 1). FIS (Islamic Salvation Front) adalah partai Islam di Aljazair yang memenangkan pemilu 7 tahun yang silam.
Surat Syaikh Al Albani Kepada Pemuda FIS Bismillahirrahmanirrahim Segala puji milik Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, meminta ampunan-Nya dan kami berlindung kepada Allah dari segala keburukan diri kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami. Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah tidak akan ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan tidak akan ada yang dapat memberikan hidayah. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan Rasul-Nya. Selanjutnya kepada majelis dakwah dan bimbingan organisasi FIS, Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Wa ba’du, pagi hari ini Selasa, 18 Jumadil Akhir 1412 H, saya telah menerima surat dari kalian yang dikirimkan melalui faks. Saya telah membacanya dan memahami pertanyaan-pertanyaan sekitar pemilu yang menurut kalian akan segera dilaksanakan pada hari Kamis, yaitu lusa. Kalian mengharapkan agar saya segera memberikan jawaban. Oleh karena itu, saya bergegas untuk menuliskan jawabannya pada malam Rabu, agar segera dapat dikirimkan kepada kalian melalui faks esok harinya, insya Allah. Saya menyatakan terima kasih karena kalian berbaik sangka kepada saudara kalian dan atas pujian kalian yang tidak layak saya terima. Saya memohon kepada Allah semoga kalian diberi taufik dalam berdakwah dan dapat memberi bimbingan kepada ummat. Sekarang inilah jawaban saya terhadap pertanyaan kalian sesuai kemampuan saya dengan mengharapkan petunjuk Allah, semoga saya ditunjukkan jalan yang benar dalam memberikan jawaban ini. Pertanyaan pertama: ”Bagaimanakah hukum syar’i tentang Pemilu parlemen yang sedang kami ikuti untuk menjadi jembatan mendirikan negara Islam dan khilafah Islam ?” Jawab : Suasana paling membahagiakan kaum muslimin di negeri mereka adalah ketika bendera Laa ilaaha ilAllah dikibarkan dan hukum Allah dijalankan. Tidak diragukan lagi, setiap orang Islam –sesuai dengan kemampuannya- harus berjuang menegakkan negara Islam yang didasarkan pada hukum Allah dan Sunnah Rasul-Nya, menurut manhaj salafus shalih. Sementara sudah diyakini oleh setiap peneliti muslim bahwa hal semacam itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Sebagai langkah pertamanya, hendaklah para ulama melaksanakan dua usaha penting sebagai berikut : Pertama, mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada kaum muslimin di lingkungannya. Jalan satu-satunya adalah membersihkan ilmu-ilmu yang diwariskan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dari segala bentuk syirik dan paganisme, dimana mayoritas ummat Islam sekarang tidak lagi memahami makna kalimat Laa ilaaha ilAllah. Kalimat thayibah ini mewajibkan pengesaan Allah dalam bidang Ibadah, pengesaan dalam do’a, sehingga seseorang tidak akan meminta bantuan kepada yang lain, tidak melakukan nadzar dan sesaji kepada selain Allah dan menyembah Allah hanya dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya seperti yang terungkap dalam bagian kedua kalimat syahadat, Muhammad Rasulullah. Para Ulama berkewajiban untuk membersihkan kitab-kitab fiqih dari pendapat-pendapat dan ijtihad yang bertentangan dengan hadits-hadits shahih, supaya ibadah mereka diterima oleh Allah. Mereka juga wajib membersihkan hadits-hadits Rasulullah dari hadits-hadits dha’if dan palsu, yang karena dalam perjalanan sejarah, menyusup ke dalam hadits-hadits Rasulullah. Mereka juga harus membersihkan tingkah laku dan akhlaq ummat dari pengaruh-pengaruh ajaran thariqat sufi, zuhud berlebihan, beribadah secara berlebihan dan sebaginya yang bertentangan dengan ilmu yang benar. Kedua, para ulama harus mendidik diri mereka sendiri, keluarga dan lingkungan mereka yang beragama Islam, dengan ilmu yang benar. Dengan demikian, ilmu mereka akan bermanfaat dan amal mereka akan menjadi amal shalih seperti Allah firmankan, ِِّبَر ِةَداَبِعِب ْكِرْشُي الَو اًحِلاَص الَمَع ْلَمْعَيْلَف ِِّبَر َءاَقِل وُجْرَي َناَك ْنَمَف
اًدَحَأ
“Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Rabbnya, hendaklah beramal shalih dan tidak melakukan syirik dalam menyembah Rabbnya.” (QS Al Kahfi: 110) Bila ada golongan ummat Islam yang telah melaksanakan gerakan tashfiyah dan tarbiyah syar’iyah, niscaya tidak akan ada lagi di tengah mereka orang-orang yang mencampur cara-cara syirik dengan cara-cara syar’i. Demikianlah karena mereka memahami bahwa Nabi telah membawa cara dan pola syari’ah yang sempurna. Salah satu pola tersebut yaitu adanya larangan menyerupai kaum kafir, yaitu mengambil cara-cara dan sistem mereka yang bersumber pada tradisi dan kebiasaan mereka.
Misalnya, memilih pemerintah dan anggota-anggota parlemen (DPR) melalui pemilu. Cara-cara ini sejalan dengan kekafiran dan kebodohan mereka yang mana mereka tidak bisa lagi membedakan antara keimanan dan kekafiran, antara yang shalih (baik) dan yang merugikan, antara laki-laki dan perempuan, padahal Rabb kita telah berfirman, َنيِمِرْجُمْلاَك َنيِمِلْسُمْلا ُلَعْجَنَفَأ. َنوُمُكْحَت َفْيَك ْمُكَل اَم
"Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian) bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (QS Al Qalam: 35-36). Allah juga berfirman, ىَثْنألاَك ُرَكَّذلا َسْيَلَو
”Laki-laki tidaklah sama dengan perempuan”. (QS Ali Imran: 36). Mereka juga mengetahui bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam dalam usahanya mendirikan negara Islam, mengawali dengan dakwah tauhid, mengajak manusia mengesakan Allah, memperingatkan manusia dari penyembahan-penyembahan berhala dan mendidik mereka untuk menyambut panggilan hukum-hukum Allah sehingga masyarakatnya merasakan diri mereka bagaikan satu tubuh. Bila salah satu anggota merasa sakit, seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak dapat tidur sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih. Tidak ada lagi di tengah mereka orang yang terusmenerus melakukan dosa-dosa besar, riba, zina dan mencuri kecuali segelintir orang saja. Barangsiapa ingin mendirikan negara Islam dengan sebenar-benarnya tidak akan mencapai sukses jika tetap membiarkan berkumpulnya orang-orang yang pemikiran dan perilakunya bertentangan dengan Islam, seperti yang dilakukan partai-partai Islam terkenal dewasa ini. Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah menyatukan pandangan, pemahaman dan pikiran mereka berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang shahih, yaitu Al Quran, Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam menurut manhaj kaum salafus shalih seperti diuraikan tersebut di atas sebagaimana firmannya,
َنوُنِمْؤُمْلا ُحَرْفَي ٍذِئَمْوَيَو
“Pada hari ini, orang-orang mukmin bergembira dengan pertolongan Allah”. (QS Ar Rum: 4). Siapapun yang menyimpang dari metode tersebut dalam memperjuangkan berdirinya negara Islam dan mengikuti cara-cara orang kafir dalam mendirikan negara mereka, langkahnya ibarat orang yang menyembur api dan menimpa mukanya sendiri. Perhitungan semacam itu salah –jika tidak boleh disebut dosa– karena menyalahi petunjuk Rasulullah ShalAllahu ‘alaihi wassalam dan tidak berdasarkan contoh beliau, sedangkan Allah telah berfirman, لا َمْوَيْلاَو ََّللا وُجْرَي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ َِّللا ِلوُسَر يِف ْمُكَل َناَك ْدَقَل%َرِخ
اًريِثَك ََّللا َرَكَذَو
”Sesungguhnya bagi kamu ada contoh yang baik pada diri Rasulullah bagi siapa saja yang mengharapkan ridla Allah dan hari akhirat dan banyak mengingat Allah”. (QS Al Ahzab : 21). Pertanyaan kedua: ”Bagaimana hukum syar’i tentang membantu dan mendukung kegiatan untuk parlemen ?”. Jawab: Kami tidak menasihatkan kepada siapapun saudara kita sesama muslim, untuk mencalonkan diri menjadi anggota parlemen di suatu negara yang tidak menjalankan hukum Allah, sekalipun undang-undang dasarnya menyebutkan Islam sebagai agama negara. Kami tidak menganjurkan demikian, karena dalam praktiknya teks semacam itu hanya sekedar meredam semangat para anggota parlemen yang ingin menerapkan syariat. Dalam negara semacam itu, para anggota tidak pernah sedikitpun mampu merubah undang-undang yang berlawanan dengan Islam sebagaimana terbukti dalam beberapa negara yang menyatakan Islam sebagai agama negaranya.
Beberapa hukum yang telah ditetapkan oleh parlemen bertentangan dengan Islam. Alasan yang dikemukakan “belum sempat melakukan perubahan”, seperti yang kita saksikan di beberapa negara. Para anggota parlemen dari kalangan Islam yang bergaya Barat ternyata juga mengikuti pola-pola mereka. Mereka bermaksud melakukan reformasi terhadap orang lain, tetapi sebelum reformasinya berhasil, ternyata mereka lebih dulu menjadi rusak. Ibarat pepatah :”Hujan itu pada awalnya hanya setetes, tetapi lama kelamaan semakin lebat.” Oleh karena itu, sama sekali kami tidak menyarankan kepada siapapun untuk mencalonkan dirinya dalam pemilu parlemen. Namun jika ummat Islam melihat bahwa para calon-calon anggota parlemen adalah musuh-musuh Islam, sedangkan disitu ada calon-calon beragama Islam dari partai-partai Islam, dalam keadaan semacam ini saya menyarankan kepada setiap orang Islam untuk memilih calon-calon dari partai-partai Islam saja dan orang-orang yang mendekati manhaj ilmu yang benar seperti yang diterangkan di atas. Saya katakan demikian, sekalipun saya berkeyakinan bahwa pencalonan diri dan pemilu parlemen tidak akan dapat merealisasikan tujuan seperti yang diterangkan di atas. Langkah ini hanyalah merupakan langkah untuk memperkecil keburukan atau untuk menghindarkan bencara lebih besar dengan memilih langkah melakukan kesalahan yang lebih ringan, seperti digariskan oleh ahli fiqh (mengambil sesuatu yang paling kecil keburukannya dari beberapa keburukan yang lebih besar, pen.). Pertanyaan ketiga: ”Bagaimana hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu ?” Jawab: Boleh, dengan syarat memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab secara syar’i, tidak bercampur-baur dengan laki-laki kemudian memilih orang-orang yang paling dekat dengan manhaj ilmu yang benar untuk menghindari kerugian lebih besar dengan melakukan kesalahan sekecil-kecilnya (daf’ul mafsadatil qubra fis sughra). Pertanyaan keempat: “Bagaimana hukum syar’i berkenaan dengan kegiatan-kegiatan parlementer dan para anggotanya ?” Jawab: Pertanyaan ini maksudnya masih belum jelas, dan sayapun tidak mengerti. Bila yang dimaksudkan adalah kegiatan anggota parlemen yang beragama Islam, sudah tentu dia harus memahami syariat Islam yang begitu luas cabang dan rantingnya. Jika dalam parlemen dibicarakan suatu masalah, sudah tentu dia harus membahasnya dalam perspektif Islam.
Jika sesuai dengan syariat, ia harus mendukungnya, jika tidak, ia harus menolaknya, seperti menyatakan rasa kepercayaan kepada pemerintah atau bersumpah untuk membela undang-undang dasar dan sebagainya. Adapun anggota-anggota parlemen yang ditanyakan di atas, barangkali yang engkau maksud adalah bagaimana sikap para anggota parlemen yang beragama Islam terhadap mereka yang tidak beragama Islam. Kalau itu yang engkau maksud, setiap anggota parlemen yang beragama Islam wajib bergabung dengan sesama anggota parlemen yang beragama Islam sebagaimana Allah firmankan, َنيِذَّلا اَُّيَأ اَي%َنيِقِداَّصلا َعَم اوُنوُكَو ََّللا اوُقَّتا اوُنَم
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS At Taubah : 119). Jawaban dari pertanyaan kelima dan keenam (memang tidak disertakan pertanyaannya, pen): Sebenarnya sudah dapat dipahami dari jawaban-jawaban sebelumnya. Disini saya tambahkan, hendaklah para anggota FIS tidak hanya mengkonsentrasikan dirinya untuk meraih kekuasaan pemerintahan, sedangkan sebenarnya rakyat belum siap untuk menerima hukum-hukum Islam. Untuk itulah, hendaknya lebih dahulu melakukan usaha-usaha pembukaan perguruanperguruan tinggi dan sekolah-sekolah guna mendidik rakyat dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agamanya berdasarkan sumber-sumber yang shahih. Selain itu, juga harus melatih mereka untuk mengamalkan apa yang diperoleh sehingga mereka tidak dipengaruhi oleh pertentangan-pertentangan partai dan golongan-golongan seperti yang terjadi sekarang, seperti di Afganistan, yang merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. Allah berfirman, ٍبْزِح ُّلُك اًعَيِش اوُناَكَو ْمَُنيِد اوُقَّرَف َنيِذَّلا َنِم َنيِكِرْشُمْلا َنِم اوُنوُكَت الَو
ْمِْيَدَل اَمِب
َنوُحِرَف
“Dan janganlah kamu sekalian menjadi golongan orang-orang musyrik, yaitu orangorang yang memecah-belah, agamanya, setiap golongan membanggakan apa yang ada pada mereka.” (QS Ar Rum:31-32). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda, اوُضَغاَبَت َال، اوُدَساَحَت َالَو، اوُرَباَدَت َالَو، اْوُعَطاَقَت َالَو، ِللا َداَبِع اْوُنْوُكَو
اًناَوْخِإ،
“Janganlah kamu saling memutuskan hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian bersaudara seperti yang Allah perintahkan kepadamu.” (HR Muslim) Selayaknya kalian melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan sikap penuh ketenangan karena sikap ketenangan adalah dari Rabb Yang Maha Rahman, sedangkan sikap yang tergesa-gesa adalah dari syaithan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Baihaqi. Oleh karena itu, ada orang yang berkata: “Siapa saja yang melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa sebelum waktunya, dia akan mendapat bencana. Barangsiapa mau mengambil pelajaran dari orang lain, niscaya ia akan mendapatkan kebaikannya.” Sesungguhnya telah ada gerakan-gerakan Islam sebelum kalian yang mencoba untuk melakukan perjuangan di parlementer sebagai jalan untuk mendirikan negara Islam. Akan tetapi, usahanya ternyata tidak membuahkan hasil sedikitpun. Hal itu dikarenakan mereka tidak mempraktekkan kata-kata hikmah berikut ini: “Dirikanlah negara Islam terlebih dahulu di dalam hatimu, niscaya akan berdiri pula di tanah airmu.” Kata-kata hikmah ini sejalan dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, مكماسجأ ىلإ رظني ال للا نإ، مكروص ىلإ الو، مكلامعأو مكبولق ىلإ رظني نكلو
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kamu dan harta kamu, tetapi Ia melihat hati kamu dan amal kamu.” (HR Muslim).
Hanya kepada Allah saya mengharapkan ilham dan bimbingan-Nya kepada kami, mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kami, memberikan petunjuk kepada kami dan jalan untuk mengamalkan syariat Allah, dengan mengikuti sunnah Nabi kami dan manhaj kaum salaf kami. Kebaikan itu hanya dapat terwujud dengan mengikuti jejak mereka; dan keburukan akan muncul karena bid’ah. Semoga Allah menjauhkan kami dari angan-angan kami dan melindungi kami dari akibat buruknya serta menolong kami dalam melawan musuh-musuh kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan mengabulkan permohonan hamba-Nya. Amman, Yordania, 19 Jumadil Akhir 1412 H, Abu Abdurahman Muhammad Nashiruddin Al Albani (Silakan lihat Majalah Al-Ashalah edisi keempat halaman 15-22)
Sejumlah oknum hizbiyun memanfaatkan fatwa Syaikh Al Albani tersebut. Mereka mengklaim Syaikh membolehkan masuk parlemen dan mengikuti pemilu. Padahal fatwa Syaikh yang saya nukil ini merupakan bukti yang sangat jelas yang menyangkal klaim tersebut. Akan tetapi, karena kekhawatiran kami mereka akan memperdaya masyarakat awam dengan memanipulasi fatwa tersebut, maka kami jelaskan: Syaikh Al Albani berpendapat haram hukumnya masuk parlemen berikut pemilu berdasarkan dua argumentasi berikut: Pertama. Perbuatan itu termasuk bid’ah! Sebab, wasilah dakwah seperti ini adalah tauqifiyah (hanya boleh ditetapkan dengan wahyu). Untuk penjelasan lebih lengkap silakan baca kitab: "AI-Hujaj Al-Qawiyyah ‘Alaa anna Wasaa-ilud Dakwah Tauqifiyah" karangan Abdussalam bin Barjas. Hal itu tidaklah bertentangan dengan penjelasan beliau bahwa perangkat-perangkatnya -bukan wasilahnya- ditetapkan dengaii kaidah umum maslahat mursalah. Syaikh Al Albani sering membawakan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha’ Shirathul Mustaqim (halaman 278): "Semua perkara yang terdapat faktor pendorong untuk melakukannya pada zaman Rasulullah sekalipun perkara itu dianggap maslahat, namun tidak dilakukan, dapatlah diketahui bahwa perkara itu sebenarnya bukan maslahat kita semua tahu bahwa perkara ini adalah kesesatan meski kita belum mengetahui adanya larangan khusus atau kita telah mengetahui bahwa perkara itu membawa mafsadat!"
Saya telah menukil pernyataan Syaikh Al Albani bahwa membentuk partai-partai untuk ikut serta dalam kancah politik bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sewaktu di Makkah beliau diminta untuk turut serta dalam pemerintahan Quraisy namun beliau menolak. Sebab, beliau mendasari perjuangan beliau dengan pembinaan aqidah dan akhlak, sebagaimana hal ini dimaklumi dalam sejarah. Masalah ini berkaitan dengan adanya dorongan untuk melakukannya namun tidak dilakukan. Dalam masalah ini ada tiga larangan. Pernyataan Syaikh setelah itu memperingatkan kita terhadap hal tersebut. Berkaitan dengan kerusakan yang terjadi, beliau telah memberi catatan penting sebagai jawabannya, wallahu waliyyul taufiq. Kedua: Perbuatan itu termasuk menyerupai orang kafir. Tidak ada yang menyangkal bahwa sistem pemilu ini berasal dari mereka! Kedua perkara di atas merupakan bukti bahwa Syaikh Al Albani tidak mengharamkannya karena masa tertentu atau karena keadaan tertentu yang mungkin saja terhapus dengan maslahat pada masa atau keadaan tertentu pula. Sekali-kali tidak! Bahkan beliau mengharamkan praktek pemilu itu sendiri! Jangan sekali-kali terkecoh dengan dispensasi vang beliau berikan untuk mengikuti pemilu bagi kaum muslimin, termasuk di dalamnya kaum wanita, karena beliau menyatakan seperti itu ketika para aktifis partai itu tetap bandel dan tidak punya keinginan lain kecuali masuk parlemen. Berhubung mereka tetap bertahan dalam parlemen -meskipun ahli ilmu telah mengeluarkan fatwa- maka menurut beliau kaum muslimin yang lain tidak punya pilihan kecuali memilih partai yang paling Islami. Untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dengan rnemilih kerusakan yang lebih kecil. Akan tetapi Syaikh Al Albani melarang bergabung bersama mereka dalam partai politik dan sistem. Satu pernyataan beliau kepada partai FIS dan lainnya yang telah berulang kali direkam adalah: "Jika kalian tetap bersikeras dan tetap berkeinginan menjadi tumbal, maka bagi kaum muslimin yang lain hendaklah memilih partai-partai yang lebih Islami. Bukan karena mereka akan membawa kebaikan, namun untuk menekan kejahatan mereka." Itulah pendapat Syaikh, hendaknya dipahami besar-benar! Catatan: Anehnya, Abdurrahman Abdul Khaliq memenggal perkataan Syaikh Al Albani tersebut saat menukilnya dalam kitabnya berjudul: ‘Masyruu’iyyatud Dukhuul Ilaa Majaalis Tasyri’iyyah’ hal 73. Kemudian mengklaim bahwa beliau melarangnya karena hal itu menyelisihi perkara yang lebih utama!
Begitulah katanya -semoga Allah memberinya hidayah-. Padahal tentunya dia tahu dan orang lain juga tahu bahwa Syaikh sangat keras menyanggahnya (Abdurrahman Abdul Khaliq, pentolan Sururi/At Turots, red) dalam masalah ini khususnya. Ketika Syaikh Al Albani mengundangnya ke rumah beliau untuk berdialog tentang masalah ini. Namun ia tidak memenuhi undangan. Syaikh berkata kepadanya: Saya pesankan kepada Anda hai Abdurrahman agar tidak menjadi orang jahil. Sengaja saya cantumkan penukilan berikut ini agar para pembaca tidak salah paham: Dalam sebuah kaset Silsilatul Huda wan Nuur no: (1/352) seseorang bertanya kepada Syaikh Al Albani: Penanya (P): Wahai Syaikh, kami dengar Anda membolehkan masuk parlemen dengan beberapa syarat. Syaikh Al Albani: Tidak, saya tidak membolehkannya! Kalaupun syarat itu terpenuhi hanyalah bersifat teoritis belaka tidak mungkin diwujudkan. Apakah Anda ingat syaratsyarat tersebut? P: Syarat pertama, ia harus dapat menjaga keselamatan dirinya." Syaikh Al Albani: Mungkinkah itu? P: Saya belum mencobanya! Syaikh Al Albani: Insya Allah Anda tidak akan mencobanya! Syarat-syarat tersebut tidak mungkin dipenuhi. Banyak kita saksikan orang-orang yang memiliki prinsip hidup yang lurus, kelihatan dari penampilannya, cara berpakaian islami…memelihara jenggot…namun ketika menjadi anggota parlemen penampilan mereka langsung berubah! Tentu saja mereka mengemukakan alasan dan mencari-cari pembenaran, kata mereka untuk menyesuaikan diri…. Banyak kita lihat orang-orang yang menjadi anggota parlemen dengan mengenakan pakaian tradisional arab yang islami. Selang beberapa hari kemudian mereka merubah pakaian dan penampilan. Apakah ini bukti kebaikan ataukah kerusakan? P: Syaikh, yang dimaksud adalah saudara-saudara kita di Aljazair, tentang usaha mereka dan keikutsertaan mereka dalam kancah politik. Syaikh Al Albani : Zaman sekarang ini saya tidak menganjurkan kaum muslimin di negeri Islam manapun terlibat dalam kegiatan politik…" Dalam Silsilah itu juga nomor 353 side A, Syaikh berkata: "Menurut saya tidak perlu ditegakkan jihad, bahkan saya peringatkan agar tidak menegakkannya sekarang ini. Karena sarana-sarana fisik maupun non fisik, lahir maupun batin tidak mendukung kaum muslimin untuk menegakkan jihad di bumi manapun!"
Beliau berkata: "Kami melarang kaum muslimin dari ikatan-ikatan hizbiyah dengan mengatasnamakan Islam! Sekelompok orang mendirikan partai Islam ini ….yang lain membentuk partai Islam ini….Itulah salah satu bentuk hizbiyah! Padahal semuanya berjuang untuk Islam dan untuk kebaikan Islam. Hanya Allah yang tahu apa sebenarnya yang terselip dalam hati mereka itu! Oleh sebab itu menurut kami setiap negara Islam jangan memberi angin munculnya fenomena seperti ini, meskipun mengatasnamakan Islam. Cara-cara seperti itu bukan termasuk kebiasaan kaum muslimin! Namun merupakan kebiasaan kaum kafir. Itulah sebabnya Allah berfirman, ٍبْزِح ُّلُك اًعَيِش اوُناَكَو ْمَُنيِد اوُقَّرَف َنيِذَّلا َنِم َنيِكِرْشُمْلا َنِم اوُنوُكَت الَو
َنوُحِرَف ْمِْيَدَل اَمِب
"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orangorang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiaptiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. "(QS. ArRuum: 31-32) [Dinukil dari “Madarikun Nazhor fis Siyasah” Penulis Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Edisi Indonesia “Haramkah Partai, Pemilu dan Parlemen”] dicopy dari: http://sunniy.wordpress.com