Paper Phl

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Paper Phl as PDF for free.

More details

  • Words: 1,396
  • Pages: 5
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Permasalahan-permasalahan yang berkembang dalam masyarakat dewasa ini sangatlah kompleks dan pesat perkembangannya. Akselerasi ini antara lain dipicu oleh derasnya arus informasi berskala global yang menerobos segala lapisan masyarakat. Informasi jadi sukar dibendung. Tata norma dapat dengan mudah untuk digoyahkan oleh arus informasi baik melalui media cetak mupun media elektronik dengan cara penyampaian yang semakin canggih. Persoalan- persoalan yang terjadi pada zaman sekarang ini bukanlah lagi soal yang simpel sebagaimana penggarisan umum tentang apa yang boleh dan tidak boleh. Permasalahan- permasalahan yang terjadi sekarang ini menuntut suatupemecahan yang strategis dan taktis. Salah satu permasalahan yang terjadi adalah masalah Lingkungan Hidup. Pada negara- negara berkembang masalah lingkungan hidup merupakan salah satu major problemtermasuk di Indonesia. Keharusan akan pembangunan terkadang mengenyampingkan fungsi lestari dari lingkungan hidup. Pembangunan yang dilakukan secara sporadis sering kali membuat kerusakan pada lingkungan hidup makin parah, terutama pada pembangunan yang hanya memperhatikan dari sisi ekonomisnya saja dan tidak memperhatikan dari fungsi lestari dari lingkungan hidup. Lingkungan hidup harus dapat dilestarikan dan direvitalisasi kembali. Hukum merupakan salah satu yang dapat digunakan sebagai instrumen. Dalam hal ini sanksilah yang menjadi peran utama. Hukum lingkungan merupakan Hukum Administrasi, Hukum Perdata, dan Hukum lingkungan. Setiap hukum mempunyai bentuk sanksi yang berbeda- beda. Dan Hukum Pidana merupakan hukum yang mempunyai sanksi yang paling keras karena mengandung pidana (nestapa). Hukum Pidana juga diterapkan dalam Hukum Lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah. Dari uraian diatas maka dapat ditarik suatu persoalan yaitu ; bagaimanakah peran sanksi hukum pidana dalam pelanggaran lingkungan hidup ?. 1.3 Tujuan Penulisan. Adapun tujuan penulisan dari paper ini adalah : a. Untuk memperdalam pengetahuan kita dalam hal yang menyangkut permasalahan hukum. b. Agar pembaca dapat mengkaji atau dapat digunakan sebagai salah satu bahan pemikiran mengenai masalah lingkungan hidup. 1.4 Metode Penulisan. Untuk mewujudkan suatu karya tulis yang bersifat ilmiah maka penggunaan metode sangat membantu keberhasilan dari suatu penulisan. Dalam penyusunan paper ini penulis menggunakan metode library research, karena secara sederhana kepustakaan dapat dirumuskan sebagai suatu usaha yang dengan

1

teratur dan sistematis menyelenggarakan pengumpulan, perawatan, dan pengolahan bahan pustaka untuk disajikan dalam bentuk layanan yang bersifat edukatif, informatif, dan rekreatif. Dimana penulis mengumpulkan berbagai bahan dan pembahasan teori melalui literatur-literatur yang berhubungan dengan paper ini.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Tinjauan Umum. Dalam praktek penegakan hukum lingkungan hidup, prosedur pidana tidak populer dan oleh sebab itu pasal-pasal yang memuat ancaman pidana praktis tidak difungsikan. Tidak digunakannya prosedur pidana terhadap pelanggaran lingkungan hidup tersebut bukan berarti tidak ada pelanggaran ketentuan pidana lingkungan hidup. Pelanggaran hukum lingkungan hidup merupakan perbuatan yang melanggar berbagai ketentuan hukum yaitu hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana. Penyelesaian pelanggaran undang-undang lingkungan hidup bersifat pilihan hukum, yakni prosedur hukum administrasi, perdata, atau pidana. Ditinjau dari hukum pidana kedudukan sanksi pidana dalam hukum administrasi, seperti dalam hukum lingkungan hidup adalah sebagai pilihan hukum. 2.2 Kedudukan Sanksi Pidana Diantara Sanksi-sanksi Pelanggaran Hukum Lingkungan Hidup. Hukum lingkungan termasuk hukum administrasi dan oleh sebab itu jenis sanksi utama pelanggaran hukum lingkungan hidup adalah sanksi administrasi. Mengingat dampak pelanggaran hukum lingkungan hidup itu sangat luas dan menimbulkan kerugian yang besar serta mengancam keselamatan hidup manusia. Dalam hal tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan atau akibat pelanggarannya relatif berat dan atau menimbulkan keresahan dalam masyarakat tersangka pelanggar hukum lingkungan dapat diajukan melalui prosedur pidana. Dalam penjelasan umum undang-undang lingkungan hidup menyebutkan bahwa berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhatikan asas subsidaritas. Hal ini mengandung maksud bahwa pemberlakuan hukum pidana terhadap pelanggar lingkungan hidup berlaku asas subsidaritas. Asas subsidaritas dapat ditafsirkan sebagai berikut ;

2

2.2.1

Prosedur Pidana sebagai Prosedur Pamungkas ( Ultimum Remidium) Prosedur pidana digunakan untuk pelanggaran lingkungan hidup hanya setelah prosedur hukum administrasi, hukum perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa tidak efektif untuk mencapai tujuan penegakan hukum lingkungan hidup. Hukum pidana ditempatkan murni sebagai senjata pamungkas atau ultimum remidium setelah hasil pemberlakuan sanksi-sanksi hukum lainnya tidak efektif. Jadi sanksi pidana digunakan setelah didahului oleh prosedur lainnya. Menurut Mr. De Bunt, ultimum remidium mempunyai arti tiga macam yaitu : 1. Hukum pidana itu hanya diterapkan perbuatan-perbuatan yang sangat tidak benar secara etis (hoog ethische onwarde). Hukum pidana itu merupakan alat yang sangat berat karena ciri khas dari pidana itu adalah nestapa yang dengan sengaja diterapkan atau dikenakan. Oleh karena itu maka hukum pidana itu harus dipandang sebagai ultimum remidium. Ultimum remidium didasarkan kepada : a. Hukum pidana bersifat retributif. b. Pelanggaran hukum lingkungan pada hakekatnya tidak penting secara etis. 2. Pengertian yang kedua mengenai ultimum remidium menurut Mr. De Bunt, ialah dalam arti harpiah yaitu sebagai alat (obat) yang terakhir yang diterapkan terhadap delik lingkungan. Hukum pidana adalah sebagai obat terakhir karena hukum pidana mempunyai efek samping yang keras. Ia menyinggung sangat dalam terhadap kehidupan pribadi terpidana. Jadi mesti dilakukan dengan hati-hati. 3. Pengertian ultimum remidium yang ketiga, yaitu pejabat administrasi yang pertama-tama harus bertanggung jawab. Kalau pejabat administrasi dipandang sebagai yang pertama-tama yang harus bertanggung jawab dan oleh karena itu berarti bahwa kekuasaan justisial ditempatkan sebagai ultimum remidium. Pejabat administrasi harus bereaksi terlebih dahulu. Yang memberi ijin harus lebih dahulu memberi sanksi jika ijin dilanggar. 2.2.2 Sanksi Pidana sebagai Sanksi Alternatif. Prosedur pidana dipergunakan sebagai sanksi alternatif apabila prosedur penyelesaian melalui penyelesaian sengketa alternatif gagal dan sanksi-sanksi lainnya dinilai tidak efektif dan atau tingkat kesalahan pelaku relatif besar, akibat perbuatannya relatif besar dan atau perbuatannya menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Jadi untuk menggunakan sanksi pidana tidak perlu terlebih dahulu menjatuhkan sanksi lain, cukup berdasarkan pengalaman-pengalaman pada penerapan sanksi pada kasus-kasus sebelumnya. 2.2.3

Sanksi Pidana sebagai Sanksi Komulatif. Prosedur pidana dan penjatuhan sanksi pidana digunakan sebagai sanksi yang dikomulasikan dengan sanksi-sanksi lainnya. Komulasi sanksi pidana dengan sanksi lainnya dimungkinkan apabila sanksi-sanksi lainnya tidak efektif dan atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat, akibat perbuatannya relatif besar dan atau menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

3

2.2.4

Sanksi Pidana sebagai Sanksi Alternatif yang berdiri sendiri. Prosedur pidana dan sanksi pidana sebagai sanksi alternatif yang berdiri sendiri, maksudnya ; penggunaan prosedur dan sanksi pidana tidak dihubungkan dengan sanksi cabang hukum lainnya. Prosedur pidana ditempuh apabila memenuhi syarat baik alternatif maupun komulatif ; (1) tingkat kesalahan pelaku relatif berat ; (2) akibat perbuatannya relatif berat ; (3) perbuatannya menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Efektif atau tidaknya sanksi-sanksi lain tidak digabungkan sebagai prasyarat untuk menempuh prosedur pidana. Pertimbangan seperti ini dikenal dengan kebijakan/politik penegakan hukum pidana. Kapan prosedur pidana digunakan oleh polisi dan jaksa tergantung kepada situasi dan kondisi masyarakat atau dampak nyata perbuatan pelaku terhadap masyarakat. Hal ini memungkinkannya hukum pidana bukan sebagai ultimum remidium yang sesuai dengan konsep hukum pidana moderen. Banyak adanya pendapat bahwa penerapan hukum pidana terhadap pelanggaran lingkungan hidup hendaklah dipandang sebagai ultimum remidium, menurut Mr. De Bunt memandang hal ini sebagai pendapat yang didasarkan pada hukum pidana klasik. Dalam hukum pidana modern subjek hukum yang bersalah tidaklah harus berakhir dengan pidana (penjara), banyak alternatif lain yang dapat diterapkan oleh jaksa maupun oleh hakim ; “pasal 9a Ned WvS, yang telah mencantumkan asas subsiolitas (subsocialiteit) yang mengatakan ; bahwa hakim dapat tidak menjatuhkan pidana walaupun apa yang didakwakan telah terbukti dan terdakwa bersalah, jika delik itu terlalu ringan atau melihat keadaan pada waktu perbuatan dilakukan atau sesudah perbuatan dilakukan.”

4

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan. Penyelesaian pelanggaran terhadap hukum lingkungan hidup dapat ditempuh melalui penyelesaian : prosedur penyelesaian diluar pengadilan atau melalui prosedur pengadilan yaitu : prosedur hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana. Diantara pilihan proses penyelesaian pelanggaran hukum lingkungan hidup tersebut, pilihan prosedur pidana ditempatkan sebagai : 1. Prosedur pidana sebagai prosedur pamungkas (ultimum remidium) yaitu dengan memperhatikan “ke-efektifan” hukum administrasi, hukum perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa dalam mencapai tujuan penegakan hukum lingkungan hidup. 2. Sanksi pidana sebagai sanksi alternatif yaitu penggunaan sanksi pidana didasarkan pada ketidak berhasilannya hukum administrasi, hukum perdata, dan penyelesaian sengketa alternatif yang gagal. 3. Sanksi pidana sebagai sanksi komulatif yaitu prosedur pidana dan sanksi pidana sebagai sanksi yang dikomulasikan dengan sanksi-sanksi lainnya. 4. Sanksi pidana sebagai sanksi alternatif yang berdiri sendiri yaitu efektif atau tidaknya sanksi-sanksi lainnya atau prosedur penyelesaian sengketa alternatif yang gagal tidak digabungkan kedalam penggunaan prosedur pidana dan sanksi pidana. Adanya berbagai bentuk dan syarat dalam penerapan prosedur pidana dan sanksi pidana terkadang menimbulkan multipersepsi, terutama mengenai kapan prosedur pidana dan sanksi pidana dapat digunakan dalam penyelesaian pelanggaran lingkungan hidup, yaitu apakah sebagai sanksi pamungkas (ultimum remidium), sanksi alternatif, sanksi komulatif, sanksi alternatif-komulatif, atau sebagai bentuk sanksi alternatif yang berdiri sendiri ?.

DAFTAR PUSTAKA Dr. A. Hamzah, SH, Penegakan Hukum Lingkungan, Januari 1995, Arikha Media Cipta, Jakarta Undang-undang No. 23 Tahun 1997

5

Related Documents

Paper Phl
June 2020 1
Lasser Phl
May 2020 1
Phl Paper.docx
October 2019 1
Phl&fm01#2
June 2020 2
Phl&fm01#7
June 2020 1
Phl&fm01#6
June 2020 2