ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LABIOPALATOSCIS Dosen Pembimbing : DR. Tri Riana Lestari, SKM, MKes
DISUSUN OLEH : 1. Hardiyanti Firdaus
(P17120016017)
2. Ike Zulviani
(P17120016018)
3. Istiqomah
(P17120016019)
4. Khansa Khaerunnisa
(P17120016020)
5. Lizara Dhiaulhaif
(P17120016021)
6. Lydia Ayu Cicilia Manik
(P17120016022)
7. Nabilla
(P17120016023)
8. Nadya Franssina Putri Tobias
(P17120016024)
TINGKAT II A
JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1
FEBRUARI 2018 1
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya tugas Makalah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Labiopalatoscisis. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah Keperawatan Anak, serta membantu mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca tentang asuhan keperawatan pada anak dengan Labiopalatoscisis, yang dapat dipahami melalui pendahuluan, tinjauan teori, Asuhan keperawatan, serta penarikkan garis kesimpulan dalam makalah ini. Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah
ini. Dalam menyusun makalah ini, kami banyak
mendapatkan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Dosen Koordinator Mata Kuliah kepererawatan anak ibu Suryati B, SKp.MKM . 2. Dosen Pembimbing Kelompok 5 DR. Tri Riana Lestari, SKM, MKes 3. Rekan-rekan yang telah banyak membantu serta yang telah memberikan masukanmasukan dalam penyusunan makalah ini. Didalam makalah ini dapat kami temukan informasi yang berguna untuk mengetahui dan menambah
wawasan
mahasiswa
tentang
asuhan
keperawatan
pada
anak
dengan
Labiopalatoscisis. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun.
Jakarta, 19 Februari 2018
Kelompok 5 Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover Kata Pengantar
...........................................................................................................i
Daftar Isi
...........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang
..................................................................................1 ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2 C. Tujuan Penulisan
..............................................................................................2
D. Manfaat Penulisan ...............................................................................................3 E. Mekanisme Penulisan BAB II :PEMBAHASAN
...................................................................................3
..............................................................................................4
A. Pengertian Labiopalatoscisis B. Etiologi
.......................................................................4
...........................................................................................................4
C. Patofisiologi
...............................................................................................6
D. Klasifikasi Palatoscisis E. Manifestasi Klinis
...............................................................................................7
F. Komplikasi Palatoscisis G. Penatalaksanaan
...................................................................................6
...................................................................................7
...............................................................................................8
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN ...........................................................................10 A. Pengkajian
...........................................................................................................10
B. Diagnosa
...........................................................................................................11
C. Perencanaan ...........................................................................................................11 D. Evaluasi BAB IV : PENUTUP
..........................................................................................................14 ...............................................................................................15
A. Kesimpulan ...........................................................................................................15 B. Saran ......................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA
...............................................................................................16 3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Proses pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses mutlak yang mesti dilalui setiap individu dalam kehidupannya. Tidak ada seorangpun individu yang menginginkan mengalami gangguan dalam kedua proses penting tersebut. Namun, akibat faktor genetik, ras, lingkungan dan gaya hidup telah menyebabkan sejumlah masalah dalam pertumbuhan dan perkembangan individu. Seorang wanita hamil perokok misalnya, ia dapat mengakibatkan sejumlah kecacatan hingga kematian bayinya. (Shaw,dkk. 1996, dikutip Wong, 2003: 455) menunjukkan hubungan antara kebiasaan merokok selama kehamilan dan meningkatnya resiko pembelahan orofasial atau yang biasa kita dengar sebagai bibir sumbing. Sumbing bibir dan sumbing palatum (cleft lip dan cleft palate) atau disebut labiopalatoskisis merupakan salah satu kelainan fisik pada saluran gastrointestinal. Kelainan ini terjadi pada masa perkembangan embrio. Insiden celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah palatum kira-kira terdapat pada 1:600 kelahiran (Nelson, 2000:1282).( Mitchell & Wood 2000, dikutip Ball, 2003: 586) menyebutkan bahwa kejadian sumbing bibir terjadi dalam 1 dari setiap 700 kelahiran yang ada. Dan kejadian sumbing palatum sedikitnya 1: 2000 kelahiran (Balasu brahmanyam,dkk. 1998, dikutip Wong, 2003: 587). Insidens kejadian penyakit ini pun lebih sering pada penduduk pribumi Amerika dan Asia. Celah bibir dan palatum nyata sekali berhubungan erat secara embriologis, fungsionil, dan genetik. Celah bibir muncul akibat adanya hipoplasia lapisan mesenkim, menyebabkan kegagalan penyatuan prosesus nasalis media dan prosesus maksilaris. Celah palatum muncul akibat terjadinya kegagalan dalam mendekatkan atau memfusikan lempeng palatum. (Nelson, 2000: 1282) Cleft lip and cleft palatum dapat mengarah ke beberapa komplikasi yang akan memperlambat perkembangan dan pertumbuhan bayi hingga dewasa. Seperti terjadinya gangguan bicara dan pendengaran, otitis media, distress pernafasan, resiko infeksi saluran nafas (Suriadi & Yuliani, 2010: 154). Untuk itu sangat diperlukan pemahaman para perawat akan penyakit ini guna mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi yang akan mempengaruhi 4
proses tumbuh kembang bayi dengan pemberian asuhan keperawatan
yang tepat.
Penatalaksanaan yang tepat juga diperlukan guna memperbaiki kelainan ini. Penanganan dengan pendekatan multidisipliner dan tindakan pembedahan akan diperlukan untuk memperbaiki anomali guna menghindari komplikasi lebih lanjut. B. Rumusan masalah 1. Apa pengertian dari labiopalatoscisis? 2. Apakah patofisiologi dari labiopalatoscisis? 3. Apa etiologi dari labiopalatoscisis? 4. Bagaimana manifestasi klinis dari labiopalatoscisis? 5. Bagaimana komplikasi dari labiopalatoscisis? 6. Bagaimana tes laboratorium dan tes diagnostik dari labiopalatoscisis? 7. Bagaimana penatalaksanaan dari labiopalatoscisis? 8. Bagiamana asuhan keperawatan pada anak dengan labiopalatoscisis? C. Tujuan penulisan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah kedalam proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan masalah pada gangguan labiopalatoscisis. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengertian labiopalatoscisis b. Mendeskripsikan patofisiologi labiopalatoscisis c. Mendeskripsikan etiologi labiopalatoscisis d. Mendeskripsikan manifestasi klinis labiopalatoscisis e. Mendeskripsikn komplikasi labiopalatoscisis f. Mendeskripsikan tes laboratorium dan tes diagnostik labiopalatoscisis g. Mendeskripsikan penatalaksanaan labiopalatoscisis h. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan labiopalatoscisis
5
D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagi masyarakat Tambahan informasi dan pengetahuan dibidang kesehatan mengenai penyakit labiopalatoscisis pada anak dalam keperawatan. 2. Bagi penulis Tambahan informasi dan memperluas wawasan pengetahuan juga pemahaman lebih dalam tentang penyakit labiopalatoscisis pada anak dalam keperawatan anak
E. Mekanisme Penulisan Adapun sistematika penulisan pada makalah ini yaitu BAB I pendahuluan, BAB II landasan teori, BAB III asuhan keperawatan, serta BAB IV penutup.
6
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Labiopalatoschizis Labiopalatoshizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit – langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole.Hal ini disebabkan bibir dan langit–langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesoderm pada saat kehamilan. Labiopalatoshizis yang terjadi sering kali berbentuk fistula, dimana fistula ini dapat diartikan sebagai suatu lubang atau celah yang menghubungkan rongga mulut dan hidung (Suradi, 2001). Labiopalatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut palatoshcizis (sumbing palatum) labioshcizis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio (Hidayat, 2005). B. Etiologi Ada beberapa etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan Labio palatoschizis, antara lain:(Mansyoer, 2000) 1. FaktorGenetik Merupakan penyebab beberapa palatoschizis, tetapi tidak dapat ditentukan dengan pasti karena berkaitan dengan gen kedua orang tua. Diseluruh dunia ditemukan hampir 25 – 30 % penderita labio palatoscizhis terjadi karena faktor herediter. Faktor dominan dan resesif dalam gen merupakan manifestasi genetik yang menyebabkan terjadinya labio palatoschizis. Faktor genetik yang menyebabkan celah bibir dan palatum merupakan manifestasi yang kurang potensial dalam penyatuan beberapa bagian kontak. 2. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional, baik kualitas maupun kuantitas (Gangguan sirkulasi foto maternal). Zat –zat yang berpengaruh adalah: •
Asam folat
•
Vitamin C
•
Zn
Apabila pada kehamilan, ibu kurang mengkonsumsi asam folat, vitamin C dan Zn dapat berpengaruh pada janin. Karena zat - zat tersebut dibutuhkan dalam tumbuh 7
kembang organ selama masa embrional. Selain itu gangguan sirkulasi foto maternal juga berpengaruh terhadap tumbuh kembang organ selama masa embrional. 3. Pengaruh obat teratogenik.Yang termasuk obat teratogenik adalah: •
Jamu. Mengkonsumsi jamu pada waktu kehamilan dapat berpengaruh pada janin, terutama terjadinya labio palatoschizis. Akan tetapi jenis jamu apa yang menyebabkan kelainan kongenital ini masih belum jelas. Masih ada penelitian lebih lanjut
•
Kontrasepsi hormonal. Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi kontrasepsi hormonal, terutama untuk hormon estrogen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga berpengaruh pada janin, karena akan terjadi gangguan sirkulasi fotomaternal.
•
Obat–obatan yang dapat menyebabkan kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Obat – obatan itu antara lain : - Talidomid, diazepam (obat – obat penenang) - Aspirin (Obat – obat analgetika) - Kosmetika yang mengandung merkuri & timah hitam (cream pemutih)
Sehingga penggunaan obat pada ibu hamil harus dengan pengawasan dokter. 4. Faktor
lingkungan.
Beberapa
faktor
lingkungan
yang
dapat
menyebabkan
Labiopalatoschizis, yaitu: •
Zat kimia (rokok dan alkohol). Pada ibu hamil yang masih mengkonsumsi rokok dan alkohol dapat berakibat terjadi kelainan kongenital karena zat toksik yang terkandung pada rokok dan alkohol yang dapat mengganggu pertumbuhan organ selama masa embrional.
•
Gangguan metabolik (DM). Untuk ibu hamil yang mempunyai penyakit diabetessangat rentan terjadi kelainan kongenital, karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi fetomaternal. Kadar gula dalam darah yang tinggi dapat berpengaruh padatumbuh kembang organ selama masa embrional.
•
Penyinaran radioaktif. Untuk ibu hamil pada trimester pertama tidak dianjurkan terapi penyinaran radioaktif, karena radiasi dari terapi tersebut dapat mengganggu proses tumbuh kembang organ selama masa embrional.
8
5. Infeksi, khususnya virus (toxoplasma) dan klamidial . Ibu hamil yang terinfeksi virus (toxoplasma) berpengaruh pada janin sehingga dapat berpengaruh terjadinya kelainan kongenital terutama labio palatoschizis. Dari beberapa faktor tersebit diatas dapat meningkatkan terjadinya Labiopalatoshizis, tetapi tergantung dari frekuensi dari frekuensi pemakaian, lama pemakaian, dan waktu pemakaian. C. Patofisiologi Cacat terbentuk pada trimester pertama, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (Proses usnasalis dan maksialis) pecah kembali. Proses terjadinya labiopalatoshcizis yaitu ketika kehamilan trimester I dimana terjadinya gangguan oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Pada trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan pada saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunak atau tulang selama fase embrio. Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medical dan maxilaris maka dapat mengalami labioshcizis (sumbing bibir) dan proses penyatuan tersebut akan terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palatoselama masa kehamilan 7-12 minggu, maka dapat mengakibatkan sumbing pada palato (palatoshcizis). (Wong, 1996) D. Klasifikasi Palatoschizis 1. Berdasarkan organ yang terlibat
Celah bibir ( labioscizis ) : celah terdapat pada bibir bagian atas
Celah gusi ( gnatoscizis ) : celah terdapat pada gusi gigi bagian atas
Celah palatum ( palatoscizis ) : celah terdapat pada palatum
2. Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk
Komplit : jika celah melebar sampai ke dasar hidung
Inkomplit : jika celah tidak melebar sampai ke dasar hidung
3. Berdasarkan letak celah •
Unilateral : celah terjadi hanya pada satu sisi bibir
9
•
Bilateral : celah terjadi pada kedua sisi bibir
•
Midline : celah terjadi pada tengah bibir
(Mansyoer, 2000) E. Manifestasi Klinis 1.
Deformitas pada bibir
2.
Kesukaran dalam menghisap/makan
3.
Kelainan susunan archumdentis.
4.
Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5.
Gangguan komunikasi verbal
6.
Regurgitasi makanan.
7.
Pada Labioskisis a. Distorsi pada hidung b. Tampak sebagian atau keduanya c. Adanya celah pada bibir
8.
Pada Palatoskisis a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palate lunak, keras dan faramen incisive. b. Ada rongga pada hidung. c. Distorsi hidung d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari e. Kesukaran dalam menghisap/makan. (Mansyoer, 2000)
F. Komplikasi Palatoschizis Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labiopalatoschizis menurut Wong (1996)adalah: 1. Kesulitan berbicara – hipernasalitas, artikulasi, kompensatori. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran sehingga suara yang keluar menjadi sengau. 2. Maloklusi – pola erupsi gigi abnormal. Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal, sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi. 10
3. Masalah pendengaran – otitis media rekurens sekunder. Dengan adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii terganggu akibtnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder. 4. Aspirasi. Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi. 5. Distress pernafasan. Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan mengakibatkan distress pernafasan 6. Resiko infeksi saluran nafas. Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan udara luar dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman – kuman dan bakteri dapat masuk ke dalam saluran pernafasan. 7. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat. Dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat menyebabkan kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya bayi
menjadi
kekurangan
nutrisi
sehingga
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangan bayi. 8. Asimetri wajah. Jika celah melebar ke dasar hidung “ alar cartilago ” dan kurangnya penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah. 9. Penyakit peri odontal. Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi di dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit peri odontal. 10. Crosbite. Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan terjadinya crosbite. 11. Perubahan harga diri dan citra tubuh. Adanya celah pada bibir dan palatum serta terjadinya asimetri wajah menyebabkan perubahan harga diri dan citra tubuh. G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan labiopalatoschizismenurut Wong (1996) adalah dengan tindakan pembedahan. Tindakan operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah bibir palatum berdasarkan kriteria “rule of ten”, yaitu: a.
Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )
b. Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg ) c.
Hblebih 10 g / dl 11
d. Leukositlebihdari 10.000 / ul Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi selanjutny adalah menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini mungkin ( 15 – 24 bulan ) sebelum anak mampu berbicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan terlambat, seringkali hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal ( tidak sengau ) sulit dicapai. Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat dilakukan laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi, biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas. Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur pertumbuhan gigi di kanan kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil dari dari bagian spongius kista iliaca. Tindakan operasi terakhir yang mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka mendekatiselesai, pada umur 15 – 17 tahun. Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligig depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah ortognatik memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah posisinya maju ke depan.
12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1.
Identitasklien : Meliputi nama, alamat, umur
2.
Keluhan utama Pasien dengan bibir sumbing mengeluh kesulitan dalam menelan(menyusu) sehingga asupan nutrisi kurang dari kebutuhan
3.
Riwayat Kesehatan
4.
Riwayat Kesehatan Dahulu Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, kecukupan asam folat, obatobat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saathamil.
5.
Riwayat Kesehatan Sekarang Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, polaper tumbuhan, pertambahan/ penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasanatas.
6.
Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
7.
Pemeriksaan Fisik: a.
Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b.
Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
c.
Kaji kemampuanh isap, menelan, bernafas.
d.
Kaji tanda-tanda infeksi.
e.
Palpasi dengan menggunakan jari.
f.
Kaji tingkat nyeri pada bayi.
8.
Pengkajian Keluarga
a.
Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b.
Kaji harga diri/ mekanisme koping dari anak/ orang tua.
c.
Kaji reaksi orang tua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d.
Kaji kesiapan orang tua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e.
Kaji tingkat pengetahuan keluarga (Sodikin. 2011) 13
B. DIAGNOSA 1. Diagnosa1 :Gizi tidak seimbang: kurang dari kebutuhan tubuh terkait faktor kelemahan otot yang dibutuhkan untuk menelanfaktor biologis terkait. 2. Diagnosa 2 : prabedah : resikoaspirasib.dterganggunyakemampuanuntukmenelan (Risiko untuk faktor terkait aspirasi dengan gangguan kemampuan menelan) 3. Diagnosa3 : post op : resikoinfeksib.dprosedurinfasive (Herdman, T. H. &Kamitsuru, S. 2014). C. PERENCANAAN Diagnosa1 :Gizi tidak seimbang: kurang dari kebutuhan tubuh terkait faktor kelemahan otot yang dibutuhkan untuk menelan faktor biologis terkait. Kriteria Hasil NOC a. Sebuah. Status gizi: kecukupan gizi
Intervensi NIC Monitor nutrisi:
b. Status gizi: asupan makanan dan
1. Menimbang berat badan pasien.
cairan
2. Kaji adanya alergi makanan
c. Kontrolberat
3. Yakinkan
diet
yang
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24
mengandung
jam, pasien menunjukkan keseimbangan
mencegah konstipasi
nutrisi dibuktikan dengan indkator :
tinggi
dimakan
serat
untuk
4. Ajarrkan pasien bagaimana membuat
(p.386)
catatan makanan harian
1. Albumin serum
5. Monitor adanya BB dan gula darah
2. Pre albumin serum
6. Monitor lingkungan selama makan
3. Hematokrit
7. Monitor turgor kulit
4. Hemoglobin
8. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
5. Total ion binding capacity
tidak selama jam makan
6. Jumlah limfosit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb, dan kadar Ht 10. Monitor mual muntah 11. Monitor intake nutrisi 12. Monitor 14
pucat,
kemerahan,
dan
kekerngan jarngan konjungtiva 13. Atur posisi semifowler/fowler selama makan 14. Anjurkan banyak minum 15. Pertahankan terapi IV line 16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien 17. Kolaborasi dengan dokter tentang kebuthan suplemen makanan seperti NGT/TPN sehingga intake cairan yang adequat dapat dipertahankan.
Diagnosa2 :prabedah : resikoaspirasib.dterganggunyakemampuanuntukmenelan (Risiko untuk faktor terkait aspirasi dengan gangguan kemampuan menelan) Kriteria hasil NOC: a.Sebuah.
Pencegahan
Intervensi NIC: aspirasi
1. Monitor kemampuan menelan
b. Status menelan
2. Monitor status pulmonal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3. Monitor kebutuhan pencernaan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami
4. Meminimalkan penggunaan sedative
aspirasi dengan kriteria :
dan narcotic
1. Mengidentifikasi faktor risiko
5. Memposisikan tegak lurus 30 derajat – 90 derajat
2. Memposisikan tubuh tegak lurus pada saat makan dan minum
6. Mengawasi
3. Menghindari faktor risiko
saat
makan
atau
mendampingi seperlunya
4. Memelihara oral hygine
7. Menjaga set suction tersedia
5. Memilih makanan sesuai dengan
8. Kolaborasikan dengan tim kesehata
kemampuan menelan
lain untuk mendukung penyembuhan
6. Mengendalikan sekresi oral
pasien
15
7. Mampu mengunyah
9. Menentukan
8. Penerimaan terhadap makanan
untuk
fokus
kemampuan pada
pasien
pembelajaran
memakan dan menelan 10. Mendukung privasi pasien 11. Kolaborasi dengan terapi bicarauntuk mengajarkan
ke
keluarga
pasien
tentang regimen latihan menelan 12. Menginstruksikan pasien agar tidak berbicara saat makan 13. Menginstruksikan
pasien
untuk
membuka dan menutup mulut sebagai manipulasi makan
Diagnosa3 : post op : resikoinfeksib.dprosedurinfasive Kriteria hasil NOC
Intervensi NIC
a.Kontrol b.
Pengetahuan:
Kontrol
Resiko
1. Pertahankan teknik aseptif
infeksi
2. Batasi pengunjung bila perlu
c. Status kekebalan
3. Cuci tangan setiap sebelum dan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
sesudah tindakan keperawatan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
infeksi dengan kriteria hasil :
alat pelindung
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
5. Ganti letak IV perifer dan dressing
infeksi
sesuai dengan petunjuk umum
2. Meunjukkan
kemampuan
untuk
6. Tingkatkan intake nutrisi
mencegah timbulnya infeksi
7. Berikan terapi antibiotik
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
8. Monitor tanda dan geajala infeksi
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 5. Status
imun,
sistemik dan lokal
gastrointestinal,
9. Pertahankan teknik isolasi
genitourinaria dalam batas normal
10. Inspeksi kulit dan membran mukosa 16
terhadap
kemerahan,
panas
dan
drainase 11. Monitor adanya luka 12. Dorong masukan cairan 13. Dorong istirahat 14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
(Sumber: Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes5th Edition. USA: Elsevier)
D. EVALUASI Diagnosa 1 :Gizi tidak seimbang: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor kelemahan otot yang dibutuhkan untuk menelan faktor biologis terkait telah teratasi. Diagnosa 2 :prabedah : resiko aspirasi b.d terganggunya kemampuan untuk menelan (Risiko untuk faktor terkait aspirasi dengan gangguan kemampuan menelan) telah teratasi. Diagnosa 3 : post op : resiko infeksi b.d prosedur infasif telah teratasi.
17
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Labiopalatoschizis adalah suatu keadaan terbukanya bibir dan langit-langit rongga mulut dapat melalui palatum durum maupun palatum mole, hal ini disebabkan bibir dan langit-langit tidak dapat tumbuh dengan sempurna pada masa pembentukan mesoderm pada saat kehamilan.Beberapa penyebab labiopalatoschizis antara lain: factor genetik, insufisiensi zat untuk tumbuh kembang, pengaruh obat teratogenik, factor lingkungan maupun infeksi khususnya toxoplasma dan klamidial.Labiopalatoshizis di bagi menjadi tiga klasifikasi: berdasarkan organ yang terlibat, berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk, berdasarkan letak celah. Labio palatoshizis adalah suatu kelainan kongenital sehingga insidensnya adalah kongenital. Insiden tertinggi terdapat pada orang Asia dengan prevalensi 1:1000 kelahiran.Penatalaksanaan Labio palatoshizis adalah dengan tindakan pembedahan. Asuhan keperawatan ditegakkan
untuk mengatasi masalah dan dampak hospitalisasi yang
ditimbulkan.
B. Saran Bagi ibu hamil sesering mungkin untuk memeriksakan kehamilannya dan menghindari seminimal mungkin hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan congenital pada janin atau organ yang dikandungnya.
18
DAFTAR PUSTAKA Alimul Hidayat,A.Aziz.2005.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1.Jakarta: EGC. Ball,J.W. & Bindler, R.C. (2003). Pediatric nursing : Caring For children. New Jersey : Pearson Education Inc. Herdman, T. H. &Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition and Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell Mansyoer,A.2008.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, jilid 2. Jakarta: Media. Nelson, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC. Suradi, Skp., 2001.Asuhan Keperawatan Pada Anak Ed.V.Jakarta: EGC. Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Hepatobilier. Jakarta :Salemba Medika.
:Gangguan
Sistem
Gastrointestnal
dan
Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes5th Edition. USA: Elsevier Suryadi dan yuliani. 2010 Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: sagung seto. Wong, Donna L. 2003 pendoman klinik keperawatan pedriatik edisi 4. Jakarta: EGC
19
20