Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
2010
MATERI 1. 2. 3. 4.
Policy Statement Dasar Hukum Muatan Pasal Tanggal berlaku
1. Policy Statement Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3A ayat (3) Undang-Undang PPN.
2. Dasar Hukum Pasal 3A ayat (3) Undang-Undang PPN Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
3. Muatan Pasal PPN dikenakan atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
3. Muatan Pasal Cara Penghitungan PPN 1. 10% dikalikan dengan jumlah dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP, apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk PPN; atau 2. 10/110 dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP, apabila dalam jumlah tersebut sudah termasuk PPN. Dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak/perjanjian tertulis atau dalam kontrak/perjanjian tertulis tidak dengan tegas dinyatakan bahwa sudah termasuk PPN, maka PPN yang terutang dihitung sebesar 10% dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.
3. Muatan Pasal Saat Terutang PPN: Pada saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean, yaitu saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa di bawah ini: a. Saat secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya; b.Saat dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya; c. Saat ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau d.Saat dibayar baik sebagian maupun seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya. Dalam hal saat-saat tersebut tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan adalah tanggal ditandatanganinya kontrak/perjanjian atau saat lain yang ditetapkan Dirjen Pajak.
3. Muatan Pasal Saat Penyetoran PPN Ketentuan Lama
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan.
Ketentuan Baru
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
Catatan: • Untuk lebih mempertegas saat penyetoran PPN. • Saat penyetoran tetap diatur tanggal 15 (mengikuti ketentuan UU KUP), berbeda dengan penyetoran PPN Kurang Bayar dalam SPT Masa PPN karena tidak termasuk dalam lingkup Pasal 15A UU PPN.
3. Muatan Pasal Ketentuan Pengisian SSP: a. pada kolom "Nama WP" dan "Alamat WP" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP ke dalam Daerah Pabean. b. pada kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode KPP diisi dengan kode KPP dari pihak yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP. c. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP. Catatan: Ketentuan ini diambil dari SE-08/PJ.5/1995.
3. Muatan Pasal Saat Pelaporan PPN Ketentuan Lama
a. Bagi PKP, dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran. b. Bagi Non PKP, dilaporkan dengan mempergunakan lembar ketiga SSP ke KPP paling lambat pada tanggal 20 bulan penyetoran.
Ketentuan Baru
a. Bagi PKP, dilaporkan dalam SPT Masa PPN bulan terutangnya pajak. b. Bagi Non PKP, dilaporkan dengan mempergunakan lembar ketiga SSP ke KPP paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
Catatan: Untuk mempertegas saat pelaporan, yaitu dilaporkan dalam SPT Masa PPN bulan terutangnya pajak, bukan dalam SPT masa dilakukannya penyetoran.
3. Muatan Pasal Sanksi atas Keterlambatan Setor Ketentuan Lama
Tidak diatur dengan tegas.
Ketentuan Baru
Dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai UU KUP.
Catatan: Secara implisit, keterlambatan hanya dikenai sanksi bunga (Pasal 9 UU KUP), tidak dikenai sanksi denda (Pasal 14 ayat (4) UU KUP), dan PPN yang disetor tetap dapat dikreditkan sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Muatan Pasal Ketentuan Penutup Pada saat PMK ini mulai berlaku, KMK Nomor 568/KMK.03/2000, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
4. Tanggal berlaku Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2010.
TERIMA KASIH