Tugas Makalah “PERBANDINGAN MASA ORDE BARU DAN ERA REFORMASI”
Oleh: Kingking Setiawan C1E117024
JURUSAN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul “INDONESIA PADA MASA ORDE BARU dan REFORMASI”. Makalah ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah Indonesia pada Masa Orde Baru dan Reformasi, diharapkan makalah ini dapat menambahkan pengetahuan kita semua, bagaimana kehidupan masyarakat dan system pemerintahan pada masa itu. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu, kritik dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun , selalu saya harapkan demi lebih baiknya makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.
Kendari, April 2019 Penyusun
Kingking setiawan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia, melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. · Setelah Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini menimbulkan ekses-ekses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.
B.
RUMUSAN MASALAH Apa pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru dan Reformasi? Bagaimana kehidupan politik pada Masa Pemerintahan Orde Baru dan reformasi? Apa saja kelebihan dan kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru dan reformasi?
C. TUJUAN Dengan dibuatnya makalah ini kami berharap dapat mencapai tujuan yang kami inginkan yaitu, dapat mempelajari dan memahami perkembangan masyarakat Indonesia pada masa Orde Baru dan Reformasi.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru Dan Era Reformasi Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945. Secara umum, pengertian reformasi adalah proses perubahan atau pembentukan kembali suatu tatanan kehidupan yang lama, diganti dengan tatanan kehidupan yang baru. Era Pasca Soeharto atau Orde Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil presiden BJ Habibie. B. Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru dan Era Reformasi Kehidupan Politik pada masa orde baru Kebijakan politik yang dikeluarkan terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri. Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan kebutuhan Negara. Idealnya, kebijakan yang dikeluarkan adalah yang menguntungkan dan mengedepankan kepentingan rakyat banyak.
Kebijakan Politik Dalam Negeri 1. Pelaksanaan pemilu 1971 Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan dilaksanakan pada tahun 1971 ini, berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 (orde revolusi atau orde lama). Pada pemilu ini para pejabat pemerintah hanya berpihak kepada salah satu peserta Pemilu yaitu Golkar. Dan kamu tahu? Golkar lah yang selalu memenangkan pemilu di tahun selanjutnya yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997. 2. Penyederhanaan partai politik Penyederhanaan partai politik menjadi dua partai dan satu golongan karya yaitu: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gabungan dari Nahdlatul Ulama, Parmusi, Perti, PSII. Partai Demokrasi Indonesia gabungan dari Partai Nasional Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, Parkindo. Golongan karya (Golkar).
3. Dwifungsi ABRI Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga memiliki wakil dalam MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde Baru sangat dominan.
4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P-4 atau Ekaprasetya Pancakarsa, bertujuan untuk memberi pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai Pancasila. Semua organisasi tidak boleh menggunakan ideologi selain Pancasila, bahkan dilakukan penataran P4 untuk para pegawai negeri sipil. Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain 1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB Pada saat Indonesia keluar dari PBB tanggal 7 Agustus 1965, Indonesia terkucil dari pergaulan internasional dan menyulitkan Indonesia secara ekonomi maupun politik dunia. Keadaan ini kemudian mendorong Indonesia untuk kembali menjadi anggota PBB berdasarkan hasil sidang DPRGR. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia resmi aktif kembali menjadi anggota PBB. 2. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan pemutusan hubungan dengan Tiongkok Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Untuk memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966. 3. Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional Indonesia mulai memperkuat kerjasama baik regional dan internasional dengan melakukan beberapa upaya, yaitu: Turut serta dalam pembentukan ASEAN. Indonesia menjadi salah satu negara pendiri ASEAN. Mengirimkan kontingen garuda dalam misi perdamaian. Ikut berperan dalam KTT Non Blok, Berperan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI);
Kehidupan politik pada Era Reformasi Waktu Presiden Suharto turun dari jabatannya pada Mei 1998, peristiwa ini menandai awal dari sebuah era baru dalam sejarah Indonesia. Setelah dikuasai oleh rezim otoriter Orde Baru Suharto selama lebih dari tiga dekade, Indonesia memulai fase baru yang dikenal sebagai Reformasi. Era ini dipandang sebagai awal periode demokrasi dengan perpolitikan yang terbuka dan liberal. Dalam era baru ini, otonomi yang luas kemudian diberikan kepada daerah dan tidak lagi dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Pusat (desentralisasi). Dasar dari transisi ini dirumuskan dalam UU yang disetujui parlemen dan disahkan Presiden Indonesia di tahun 1999 yang menyerukan transfer kekuasaan pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke pemerintahpemerintah daerah. Peran Pemerintah Pusat dibatasi untuk menangani hanya hal-hal yang berhubungan dengan pertahanan, kebijakan luar negeri, kebijakan fiskal-moneter dan makroekonomi, peradilan dan agama. Yang tidak kalah penting adalah bahwa Daerah menerima bagian pendapatan yang lebih besar dari produksi sumber daya alam lokal. Sebelumnya, Daerah selalu merasa tidak nyaman melihat mayoritas pendapatan dari sumber daya alam lokal mengalir kepada para pemangku kepentingan di Ibukota Jakarta. Namun, karena tidak setiap daerah di Indonesia diberkati dengan sumber daya alam yang melimpah, kesenjangan di antara daerah kaya dan miskin meningkat. Seiring dengan kekuasaan, korupsi juga terdesentralisasikan ke tingkat daerah. Muncul “negara-negara bayangan” tempat elit daerah memegang kendali kekuasaan, bisnis dan aliran dana. Salah satu korban dari era baru ini adalah lingkungan hidup Indonesia. Izin-izin penebangan dan pertambangan dalam skala besar diberikan oleh otoritas lokal (terutama di pulau-pulau yang kaya sumber daya seperti Sumatera dan Kalimantan) sebagai ganti bayaran uang yang besar. Pemberian izin ini biasanya dilakukan tanpa proses administratif maupun pengawasan yang layak. Sekarang, hampir 20 tahun kemudian, konsekuensi dari tindakantindakan ini masih tetap terasa karena sering ada ketidakjelasan tentang ukuran wilayah konsesi karena pemerintahan yang lemah di era pasca-Suharto. Proses desentralisasi juga disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan di daerah-daerah di Indonesia. Kekerasan ini terkait kuat dengan aspek etnis atau agama karena munculnya persaingan untuk posisi politik lokal dalam kaitannya dengan kebangkitan identitas daerah.
Pemerintahan Bacharuddin Habibie (1998-1999) Bacharuddin Jusuf Habibie, adalah wakil presiden selama masa jabatan presiden sebelumnya, Suharto. Dia menggantikan Suharto pada tahun 1998 ketika Suharto turun dari kursi kepresidenan. Namun, hal ini tidak mengakhiri sistem politik yang telah diterapkan selama Orde Baru. Banyak orang Indonesia sangat mencurigai Habibie karena kedekatannya dengan Suharto (yang telah menjadi sosok ayah bagi Habibie) dan fakta bahwa dia adalah pemain penting dalam sistem patronase politik Suharto. Penolakan Habibie untuk memerintahkan penyelidikan menyeluruh terhadap harta kekayaan Suharto hanya memperkuat rasa ketidakpercayaan ini. Habibie tidak memiliki pilihan lain selain meluncurkan program-program reformasi. Dia akan melakukan "bunuh diri politik" jika tidak mematuhi tuntutan masyarakat Indonesia itu. Selama masa kepresidenan Habibie, 30 undang-undang (UU) baru disetujui oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), beberapa di antaranya ditandai dengan perbedaan-perbedaan fundamental dengan perpolitikan di masa lampau. Sejumlah tindakan reformasi penting adalah:
Dimulainya kebebasan pers Pemberian izin pendirian partai-partai politik dan serikat-serikat buruh baru Pembebasan tahanan-tahanan politik Pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode lima tahun Desentralisasi kekuasaan ke daerah
Masa Kepresidenan Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Dalam rangka mendirikan koalisi yang luas, Wahid menunjuk anggota dari berbagai partai politik serta perwira TNI sebagai menteri untuk kabinetnya. Tapi komposisi yang beragam ini juga mengimplikasikan kurangnya kohesi dalam kabinet dan, terlebih lagi, hanya berisi beberapa tokoh reformis saja. Wahid melakukan upaya untuk mengurangi peran politik TNI namun hal ini menyebabkan konflik dan kemudian hilangnya dukungan dari TNI. Tanpa dukungan dari TNI, hanya ada sedikit cara untuk bertahan sebagai presiden Indonesia yang saat itu dilanda konflik dan kekerasan di banyak daerah. Kerusuhan-kerusuhan di daerah ini membutuhkan intervensi TNI namun karena konflik dengan Wahid, TNI tampaknya tidak tertarik menyelesaikan atau mengintervensinya yang mengakibatkan merosotnya kekuasaan Presiden Wahid. Masa Kepresidenan Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
Menjelang akhir pemerintahan Orde Baru Suharto, almarhum Ir Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) menjadi simbol oposisi terhadap pemerintah. Soekarno adalah pahlawan nasional yang telah mengabdikan hidupnya untuk dan berhasil - mencapai kemerdekaan. Sebagian besar pengunjuk rasa antiSuharto lahir selama rezim Orde Baru yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade dan karena itu mereka mungkin hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai era pra-Suharto. Tetapi bagi mereka Soekarno mewakili kebebasan, kemerdekaan dari Suharto. Oleh karena itu menjadi logis bahwa puterinya, Megawati, bisa mengandalkan dukungan besar dari masyarakat. Namun, meskipun Megawati sendiri tidak tampak sangat mendukung reformasi politik, proses reformasi sebenarnya telah dirintis pada tahun 1999 ketika parlemen mulai merancang banyak UU baru (termasuk amandemenamandemen konstitusi) yang akan berlaku efektif selama kepresidenan Megawati. Langkah-langkah reformasi ini menyiratkan peningkatan signifikan dalam checks and balances demokratis yang mengakhiri kemungkinan kembalinya rezim otoriter. Kebijakan-kebijakan reformasi ini menempatkan kekuasaan di tangan
rakyat, bukan Pemerintah Pusat. Selain itu, cabang-cabang eksekutif dan legislatif dipisahkan dengan lebih ketat. Pendahulu Megawati (Wahid) melakukan upaya kuat untuk mengurangi pengaruh TNI (yang benar-benar melemahkan posisinya), tetapi Megawati tidak berniat untuk ikut campur dengan urusan TNI. Akibatnya, TNI kembali mendapatkan sejumlah pengaruh dalam politik. Apalagi, perkembangan internasional juga meningkatkan peran TNI. Setelah serangan 11 September 2001 terhadap Menara Kembar di New York, pemerintah Amerika Serikat melanjutkan kerjasama dengan militer Indonesia (yang sempat terhenti sejak partisipasi TNI dalam kekerasan di Timor Timur di tahun 1999) untuk memerangi terorisme internasional. Meskipun MPR telah berhati-hati dalam mengurangi peran politik tentara, Panglima Besar TNI lah yang menyatakan pada tahun 2004 bahwa fraksi TNI harus dihapuskan dari MPR. Seorang perwira TNI yang ingin aktif dalam dunia politik harus mengundurkan diri terlebih dulu dari posisinya di TNI. Reformasi ini direalisasikan tetapi tidak berarti mengakhiri pengaruh politik TNI dalam masyarakat Indonesia. Hingga saat ini, TNI adalah kekuatan yang besar karena para mantan jenderal yang ingin aktif dalam politik masih bisa mengandalkan jaringan di dalam TNI, apalagi, tentara masih terlibat dalam kegiatan-kegiatan usaha di daerah. Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono I (2004-2009) Partai Demokrat (PD) terutama didirikan sebagai kendaraan politik Yudhoyono untuk menjadi presiden Indonesia. Partai ini mengkampanyekan demokrasi, pluralisme dan profesionalisasi tentara (Yudhoyono sendiri pensiunan jenderal TNI). Tetapi politik bukan sesuatu yang baru untuk Yudhoyono yang menjadi kepala staf untuk urusan sosial-politik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada tahun 1997. Di posisi ini Yudhoyono menunjukkan sikap reformis ketika ia mempresentasikan 'Paradigma Baru' yang menyerukan diakhirinya keterlibatan langsung TNI dalam bidang politik (melalui penarikan bertahap dari parlemen nasional dan regional) dan menyerukan pemisahan antara tentara dan polisi (pemisahan ini akhirnya diputuskan pada masa kepresidenan Habibie dan berlaku efektif selama pemerintahan Wahid). Sejak awal harapan untuk masa kepresidenannya yang sangat tinggi. Yudhoyono, yang dianggap sebagai karakter yang kuat dan seimbang, memasuki Istana Presiden dengan cita-cita reformis ambisius seperti menghancurkan korupsi dan terorisme, penguatan demokrasi dan hak asasi manusia, dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Tentunya ambisinya - secara realistis - terlalu tinggi sebab Indonesia adalah negara yang sulit untuk direformasi dalam jangka waktu beberapa tahun. Birokrasi yang lambat dan tidak efisien, kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan dalam masyarakat dan korupsi yang terus menyebar luas (terutama di daerah) membuatnya susah untuk menerapkan kebijakan secara efektif. Seperti yang dijanjikan selama periode kampanye, sekitar separoh dari menteri kabinet Yudhoyono terdiri dari profesional non-partisan (teknokrat), terutama pada posisi yang menyangkut ekonomi, dalam rangka mendorong profesionalisasi. C. Kelebihan dan kekurangan masa orde baru dan era reformasi.
Kelebihan Orde Baru Berikut beberapa kelbihan di masa orde baru yaitu:
Pengingkatan dari GDP per kapita dari $70 hingga $1000 pada tahun 1996 Beberapa program untuk kesejahteraan keluarga yang tidak berhasil di laksanakan pada orde lama bisa di jalankanpada orde baru. Tingkat pengangguran mulai menurun karena masyarakat semakin banyak yang pandai membaca. Tercukupinya kebutuhan pangan. Peningkatan keamanan di dalam negri. Keberhasilan dari pelaksanaan gerakan wajib belajar dan juga gerakan orang tua asuh. Banyak dana dari investor luar. Rencana pembangunan 5 tahun telah sukses di jalankan. Kekurangan (Kelemahan) Orde Baru Beberapa kelemahannya yaitu :
Maraknya kasus korupsi, kolusi, dan juga tindakan nepotisme hampir di semua kalangan masyarakat Pembangunan yang berjalan tidak merata, terluhat perbedaan drastis pembangunan wilayah pusat dan daerah. Banyak kekayaan yang di pakai untuk pemerintah kota. Keenjangan pembangunan yang kian nampak. Beberapa pelanggaran HAM karena solusi dari berbagai pemecahan masalah banyak di gunakan berupa perang kekuasaan yang menyalahi tujuan instrumen HAM dan perbandingan penegakan HAM di Indonesia. Kebebasan pers yang terbatas dilihat dari maraknya koran yang harus terpaksa tidak bisa lagi diterbitkan. Kebebasan untuk berpendapat masih jauh diatas kesuksesan. Kesenjangan sosial dengan nampaknya mana si kaya dan mana si miskin yang kian mencolok. Kelebihan Reformasi Gerakan reformasi Indonesia mempunyai beberapa beberapa prestasi besar dalam bidang politik dan ketatanegaraan, seperti: Perubahan baik dalam pemilihan umum yang lebih demokratis. Awal perubahan baik ini dapat dilihat pada pemilu 1999, dimana itu adalah pemilu pertama setelah jatuhnya rezim Soeharto. Ketika pada masa orde baru pemilu hanya dijadikan alat legitimasi kekuasaan Soeharto. Namun, pada pemilu 1999 partisipasi pollitik diberikan ruang yang lebih luas.
Partisipasi masyararakat juga tinggi untuk memilih partai politik dan wakil-wakil yang akan menduduki jabatan-jabatan publik tanpa adanya interpensi. Adanya reformasi politik dan fungsi -fungsi politik yang melekat pada struktur tersebut. Adanya amandemen UUD 1945 pada tahun 2002 yang menegaskan bahwa presiden ttidak lagi dipilih MPR, tapi dipilih langsung oleh rakyat oleh pemilu. Dan presiden hanya dapat dijatuhkan oleh parlemen jika terbukti dapat melakukan pelanggran hukum. Dibandingkan dengan masa orde baru walaupun presiden merupakan mandataris MPR , tetapi pada kenyataanya MPR tidak mempunyai kekutatan yang cukup untuk meminta pertanggungjawaban presiden. Reformasi sistem kepartaian. Pada masa orde baru partai politik tidak diberi ruang untuk berkembang dan melaksanakan fungsi-fungsinya secara maksimal dalam sistem politik demokrasi. Maka dalam reformasi sistem kepartaian terdapat banyak perubahan antara lain jika pada masa orde baru partai-partai politik (PPP dan PDI) tidak diizinkan untuk beroperasi sampai ketingkat grass root (desa). Akibatnya, partai politik tidak mempunyai kekuatan yang mengakar kebawah. Tapi setelah lahirnya reformasi, partai politik mempunyai ruang yang luas untuk berkembang. Reformasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Selama masa orde baru penyelenggaraan pemerintahaan daerah diwarnai terlalu kuatnya peran pusat dalam menentukan pembangunan daerah. Selain itu, perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga menimbulkan banyak persoalan. Pemerintah daerah hanya diberi peluang untuk mendapatkan pendapatan dari pajak daerah yang kecil sementara pendapatan daerah yang besar dikuasai pusat sehingga mereka merasa dicurangi. Kelemahan itu mllai di benahi setelah reformasi melalui lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kekurangan (kelemahan) Era Reformasi Dalam perjalanan waktu menjahui orde baru, masalah-masalah baru yang merasuki perpolitikan indonesia terus datang dan semakin kompleks. Atau mungkin masih melekatnya masalahmasalah lama yang menempel hingga sekarang. Seperti yang dikutip dari buku Sistem Politik Indonesia Era Reformasi oleh Prof. DR. Budi Winarno, MA. Berikut beberapa keburukan yang terjadi dalam perjalanan perpolitikan indonesia pasca reformasi: Reformasi terkesan hanya terjadi pada kulitnya saja. Hal ini terjadi karena reformasi sistem politik hanya menyentuh pada dimensi struktur dan fungsi-funsi politiknya saja (biasanya dalam bentuk konstitusi) tidak pada semangat kebudayaan yang melingkupi pendirian sistem politik tersebut. Padahal konstitusi bukan hanya sekedar dokumen-dokumen belaka melainkan suatu komitmen, keberpihakan, dan makna-makna yang hidup dalam sepanjang perjalanan sejarah. Ketiadaan talenta politik yang mengawal reformasi. Sebagai contoh, keberhasilan reformasi di Turki, sangat ditentukan oleh peran kuat dan kecerdasan Mustafa Kemal. Namun, di Indonesia talenta seperti ini nampaknya tidak ada. Amien Rais yang sempat dianggap sebagai tokoh kunci dalam reformasi 1998, tidak masuk dalam struktur eksekutif. Keberadaannya dalam
lembaga seperti MPR membuatnya tidak mampu berbuat banyak untuk mengendalikan jalannya reformasi, karena agenda reformasi justru sangat ditentukan oleh kapasitas eksekutif dan legiislaif. Sementara di lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif tidak memiliki orang-orang yang diharapkan dapat mengawal refomasi, bahkan banyak diantara mereka adalah orang-orang pemegang kekuasaan di era rezim orde baru yang sarat akan budaya KKN.
BAB III PENUTUP 1. KESIMPULAN Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini. 2. SARAN Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu. Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk
merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan. Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA http://sistem-pemerintahan-orde-baru.html http://lahirnya-reformasi-dan-jatuhnya-masa.html https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-reformasi.html http://shentiald.blogspot.com/2013/12/makalah-indonesia-pada-masaorde-baru.html?m=1 https://www.kompasiana.com/rinasulistya/551f4e74a333118940b65958/keb aikan-dan-keburukan-perpolitikan-indonesia-pascareformasi