BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Di dalam Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 dengan tegas
dinyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, dengan demikian salah satu tugas terpenting bagi pemerintah adalah memberikan dan menjamin
adanya
rasa
kepastian
hukum
bagi
para
warga
anggota
masyarakatnya. Dalam bidang tertentu tugas tersebut oleh pemerintah melalui UndangUndang diberikan dan dipercayakan kepada Notaris dan sebaliknya masyarakat juga harus percaya bahwa Akta Notaris yang dibuat itu memberikan kepastian hukum bagi para warganya, sesuai dengan bunyi Pasal 15 ayat 1 Undangundang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan dan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”. Kepastian hukum tersebut selain otentiknya suatu akta yaitu mempunyai kekuatan pembuktian, yaitu secara lahiriah, formil maupun materil termasuk
juga etika seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya. Dalam melaksanakan tugas jabatannya para Notaris tidak hanya menjalankan pekerjaan yang diamanatkan oleh undang-undang semata sekaligus menjalankan suatu fungsi sosial yang sangat penting yaitu bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan masyarakat umum yang dilayaninya, seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik Notaris, namun dalam realitasnya, keselarasan pelaksanaan hukum dilapangan masih ada Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik Notaris tersebut. Disamping itu, aturan demi aturan yang mengikat setiap anggotanya belum dijalankan sebagaimana mestinya. Salah satu kasus pelanggaran kode etik profesi hukum yang dilakukan oleh seorang Notaris pernah terjadi di wilayah Bintaro kabupaten Tangerang sebut saja Notaris X, dimana seorang klien yang membeli tanah dengan status tanah Girik didaerah tersebut berkehendak merubah status tanah menjadi sertipikat yang merupakan tanda bukti hak yang kuat bagi pemegang hak yang bersangkutan, dimana Notaris X tersebut mengharuskan klien membayar dimuka seluruh biaya pembuatan sertipikat tersebut dan klien tersebut telah memenuhi permintaan Notaris tersebut. Namun setelah berjalan lebih dari dua tahun ternyata sertipikat tersebut tidak kunjung selesai, beberapa kali Notaris tersebut dihubungi klien yang bersangkutan melalui telepon, tetapi Notaris tersebut selalu menghindar dengan menyuruh pegawainya berbohong bahwa notaris tersebut tidak berada ditempat. Pada saat klien yang bersangkutan mendatangi kantor Notaris tersebut, dengan alasan sibuk Notaris tersebut tidak mau bertemu. Karena terus- menerus menghindar, klien mencoba mendatangi kantor Notaris X tersebut yang menerimanya dengan nada yang tinggi dan berbicara tidak sopan. Pada akhirnya dengan berbagai macam alasan, Notaris tersebut lepas tangan dan tidak bertanggung jawab dengan menyerahkan berkas-berkas girik tersebut
tanpa terbit sertipikat dengan memotong biaya lebih dari 50 (lima puluh) persen dari pelunasan yang telah dibayar oleh klien setelah lebih dari dua tahun klien tersebut menunggu. Dalam kasus tersebut diatas jelas, telah terjadi pelanggaran kode etik Notaris yang merugikan klien tersebut dan nama baik lembaga Notaris, dimana seharusnya seorang Notaris berkewajiban menegakkan Kode Etik Notaris dan memiliki perilaku profesional ( professional behaviour ) yaitu
mepunyai
integritas moral, menghindari sesuatu yang tidak baik, jujur, sopan santun, tidak semata-mata karena pertimbangan uang dan berpegang teguh pada kode etik profesi dimana didalamnya ditentukan segala prilaku yang harus dimiliki oleh notaris. Dalam Pasal 4 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, disebutkan bahwa sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah antara lain menjalankan jabatan dengan amanah, jujur, menjaga sikap, tingkah laku dan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan bertanggung jawab sebagai Notaris, dengan demikian prilaku Notaris X tersebut diatas sangat bertentangan dengan kandungan bunyi pasal tersebut. Kode Etik Notaris dibuat untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris yang memuat kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan yang telah diatur, baik dalam Staatsblad 1860 Nomor 3 maupun dalam Pasal 89 Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris berikut sanksi-sanksi yang akan diberikan bila anggota melalukan pelanggaran. Adanya kode etik bertujuan agar suatu profesi dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta
berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai- nilai moral. Pelayanan jasa Notaris sebagai bagian pelayanan terhadap masyarakat harus berjalan sejajar dengan perkembangan masyarakat dimasa depan. Kecermatan, kecepatan dan kecakapan Notaris, tidak hanya semata-mata berlandaskan pada sikap pandang yang bersifat formalistik, akan tetapi harus berlandaskan pada sikap pandang yang bersifat profesionalistik, sehingga usaha untuk meningkatkan mutu pelayanan Notaris benar-benar membawa hasil yang positif bagi masyarakat. Dalam hal kasus tersebut diatas, sebenarnya sudah terbentuk suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan Pengawasan terhadap Notaris seperti tersebut dalam Pasal 67 Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri dalam hal ini adalah Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan membentuk Majelis Pengawas yang terbagi atas Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah. Masing-masing Majelis Pengawas tersebut memiliki tugas dan wewenang tersendiri, dan secara berjenjang Majelis Pengawas Daerah bertanggung jawab atas kinerjanya kepada Majelis Pengawas Wilayah kemudian Majelis Pengawas Wilayah bertanggung-jawab atas kinerjanya kepada Majelis Pengawas Pusat dan Majelis Pengawas Pusat tersebut bertanggungjawab atas kinerjanya kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris harus lebih maksimal dalam menjalankan tugas pengawasan juga dalam memberikan peringatan kepada Notaris yang melakukan pelanggaran dengan memberikan sanksi yang tegas dengan
menggunakan Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.39-PW.07.10 Tahun 2004. Untuk melindungi kepentingan masyarakat umum dan menjamin pelaksanaan jabatan Notaris yang dipercayakan oleh undang-undang dan masyarakat pada umumnya, maka adanya pengaturan secara hukum mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris Sanga tepat, karena dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris tidak hanya menjalankan jabatan yang diamanatkan oleh undang-undang, tetapi juga berfungsi sebagai pengabdi hukum yang meliputi bidang yang Sangat luas. Dengan adanya kode etik, kepentingan masyarakat yang dilayani akan terjamin sehingga semakin memperkuat kepercayaan masyarakat. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan penulisan ini adalah untuk mengetahui apakah Notaris dalam menjalankan tugas jabatan sudah berpedoman pada Kode Etik Notaris yang telah ditetapkan dalam Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan.
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka masalah
pokok yang hendak dibahas dalam Makalah ini adalah: 1.
Pengertian etika dan kode etik profesi ?
2.
Apakah itu Profesi notaris ?
3.
Seperti apakah Kode etik notaris itu ?
4.
Penegakan hukum kode etik notaris ?
5.
Pengawasan ?
6.
Pelanggaran terhadap kode etik notaris ?
7.
Dan Sanksi apakah jika seorang notaris melanggar kode etik ?
1.3.
Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui tinjauan tentang profesi dan kode etik Notaris.
Untuk mengetahui pengaturan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.
Untuk memahami pelanggaran yang dilakukan Notaris atas Kode Etik Notaris.
Untuk menganalisa secara sistematis mengenai penerapan sanksi atas pelanggaran kode etik profesi notaris dengan cara melakukan analisis terhadap analisis-analisis hukum yang berkaitan dengan kode etik notaris dala sistem hukum di Indonesia.
Untuk menganalisa dan menganalisis tanggungjawab notaris dalam pembuatan akta yang berakibat pidana.
Manfaat Penelitian
Secara teoritis, diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan Pengembangan ilmu hukum di bidang Hukum Perdata, terutama yang mempunyai hubungan dengan bidang kenotariatan.
Secara praktis, dengan penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberika n Masukan yang berharga bagi semua pihak yang terkait dala m pelaksanaan jabatan notaris dan juga dapat menambah wawasan bagi notaris mengenai masalah pelanggaran kode etik yang berakibat perbuataan pidana.
BAB II PEMBAHASAN 2.1.
Pengertian Etika Menurut Bertens (1994), Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos
dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Arti etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan, dengan demikian, menurut Bertens tiga arti Etika dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat. 2. Etika dipakai dalam arti kumpulan asas-asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik, misalnya Kode Etik Notaris Indonesia.
3. Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Arti Etika disini sama dengan filsafat moral. Pengertian Etika menurut Sumaryono (1995), Etika mempunyai arti adat istiadat atau kebiasaan yang baik, bertolak dari pengertian ini kemudian etika berkembang menjadi studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidak-benaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia. Etika moral berhubungan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila Etika ini dilanggar timbul perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral. Contoh Etika moral adalah: a. Berkata dan berbuat jujur; b. Menghargai hak orang lain; c. Menghormati orang tua atau guru; d. Membela kebenaran dan keadilan; e. Menyantuni anak yatim/piatu Berdasarkan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat dirumuskan pengertian etika, yaitu:
1. Nilai-nilai dan norma-norma moral yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam masyarakat untuk mengatur tingkah
lakunya. 2. Etika juga berarti kumpulan asas atau nilai moral. 3. Etika bisa pula dipahami sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Etika adalah refleksi kritis, metodis,dan sistematis tentang tingkah laku manusia sejauh berkaitan dengan norma-norma atau tentang tingkah laku manusia dari sudut baik dan buruk. Dalam Ensiklopedia Indonesia, terbitan Ikhtisar Baru tahun 1984, dijelaskan bahwa etika berasal dari bahasa Inggris Ethics yang berarti ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana seharusnya manusia hidup di dalam masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1988, etika dirumuskan dalam 3 arti yaitu; 1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 2.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat umum. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Selain tanggung jawab dan etika profesi, integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan
penting yang harus dimiliki oleh seorang Notaris, karena tanggung jawab dan etika profesi mempunyai hubungan yang erat dengan integritas dan moral. “Etika Profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan- ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan professional”. Untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, seorang profesional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi.
2.2.
Kode Etik Profesi Bertens dalam bukunya tentang etika menyatakan bahwa kode etik
profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya dan sekaligus menjamin mutu moral itu di mata masyarakat. Apabila salah satu anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi tersebut akan tercemar di mata rnasyarakat. Oleh karena itu, kelornpok profesi harus menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri. Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesl", Kode etik profesi dapat berubah dan diubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga anggota kelompok profesi tidak akan ketinggalan jaman. Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar. Kode etik ini hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik profesi merupakan
rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi merupakan tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi. Kode etik profesi merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya. Kode etik perlu dirumuskan secara tertulis, menurut Sumaryono dalam bukunya tentang Etika Profesi Hukum, Norma-Norma bagi Penegak Hukum mengemukakan alasannya : 1.
sebagai sarana kontrol sosial
2.
sebagai pencegah campur tangan pihak lain
3.
sebagai pencegah kesaJahpahaman dan konflik Kode etik profesi merupakan kriteria prinsip profesional yang telah
digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru ataupun calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok anggota profesi atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat. Anggota kelompok protesi atau anggota masyarakat dapat melakukan control melalui rumusan kode etik profesi, apakah anggota kelompok protesi telah memenuhi kewajiban profesionalnya sesuai dengan kode etik protesi. Kode etik profesi telah menentukan standarisasi kewajiban profesional anggota kelompok profesi. Dengan demikian, pemerintah atau masyarakat tidak perlu campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok protest melaksanakan kewajiban profesionalnya. Hubungan antara pengemban profesi dengan masyarakat, misalanya antara Notaris dengan klien tidak perlu diatur secara detail dengan undang-undang oleh pemerintah atau oleh masyarakat karena kelompok protesi telah menetapkan secara tertulis norma atau patokan terentu berupa kode etik protesi.
Kode etik protesi pad a dasarnya adalah norma perilaku yang sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya akan lebih efektif lagi apabila norma berlaku tersebut dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Kode etik profesi merupakan kristalisasi perilaku yang dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan pertimbangan kepentingan protesi yang bersangkutan. Dengan demikian kode etik profesi dapat mencegah kesalahpahaman dan konflik, dan sebaliknya berg una sebagai bahan refleksi nama baik protesi. Kode etik protesi yang baik adalah yang mencerminkan nilai moral anggota kelompok profesi sendiri dan pihak-pihak yang membutuhkan pelayanan protesi yang bersangkutan.
2.3.
Profesi Notaris Dalam kehidupan bermasyarakat dibutuhkan suatu ketentuan yang
mengatur pembuktian terjadinya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum, sehingga dalam hukum keperdataan dibutuhkan peran penting akta sebagai dokumen tertulis yang dapat memberikan bukti tertulis atas adanya suatu peristiwa, keadaan atau perbuatan hukum tersebut yang menjadi dasar dari hak atau suatu perikatan. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pejabat umum dan atau suatu lembaga yang diberikan wewenang untuk membuat akta otentk yang juga dimaksudkan sebagai lembaga notariat. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai "notariat' ini muncul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti dalam hubungan hukum keperdataan yang ada dan/atau terjadi diantara mereka.
Lembaga Notaris timbul karena adanya kebutuhan masyarakat di dalam mengatur pergaulan hidup sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti mengenai hubungan keperdataan di antara mereka". Oleh karenanya kekuasaan umum (openbaar gezaag) berdasarkan perundang-undangan memberikan tugas kepada petugas yang bersangkutan untuk membuatkan alat bukti yang tertulis sebagaimana dikehendaki oleh para pihak yang mempunyai kekuatan otentik. Notaris yang mempunyai peran serta aktivitas daJam prafesi hukum tidak dapat dilepaskan dari persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan fungsi serta peranan hukum itu sendiri, dimana hukum diartikan sebagai kaidah-kaidah yang mengatur segala perikehidupan masyarakat, lebih luas lagi hukum berfungsi sebagai alat untuk pembaharuan masyarakat. Indonesia sebagai negara yang berkembang dan sedang membangun, maka peran serta fungsi hukum bagi suatu prafesi hukum tidaklah lebih mudah daripada di negara yang maju, karena terdapatnya berbagai keterbatasan yang bukan saja mengurangi kelancaran lajunya proses hukum secara tertib dan pasti tetapi juga memerlukan pendekatan dan pemikiran-pemikiran yang menuju kepada suatu kontruksi hukum yang adaptip yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan yang ada secara mantap. Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan prafesi hukum di dalam melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukurn itu sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya di dalam pelayanannya kepada masyarakat", Dua hal yang perlu mendapat perhatian di dalam rangka menjalankan profesinya tersebut:
Adanya kemampuan untuk menJunJung tinggi profesi hukurn yang mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi dan itu dapat dijabarkan ; •
Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi hukurn yang baik dan tanggap. berperilaku individual. mampu menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi hukum yang baik,
•
Keluar. kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan urnurn, mampu mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma hukum serta aplikasinya sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan teknologi. Untuk lebih menjelaskan hal tersebutdikutip tulisan dari David
Mellinkoff (The Conscience of Lawyer, 1973 ) " Lawyers are obliged to pursue their work according to certain standards of competence, disspasion and faithful/ness, lawyers accept those standards because that is the only way they may be lawyer" Di Indonesia pengertian profesi itu sendiri dalam pelaksanaannya adalah menciptakan dilakukannya suatu kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat yang berbekalkan keahlian yang tinggi serta berdasarkan rasa keterpanggilan, jadi kerja tersebut tidak boleh disamakan dengan kerja biasa, yang bertujuan mencari nafkah dalam jabatannya profesionalisme mensyaratkan adanya tiga watak kerja: 1.
Kerja itu merefleksikan adanya itikad untuk merealisasi kebajikan yang dijunjung tinggi dalam masyarakat,
2.
Bahwa kerja itu dilaksanakan berdasarkan kemahiran teknis yang bermutu tinggi yang karena itu mensyaratkan adanya pendidikan dan
pelatihan yang berlangsung bertahun-tahun secara eksklusif dan be rat, 3.
Kualitas teknik dan kualitas moral yang disyaratkan dalam kerja-kerja pemberian jasa profesi dalam pelaksanaannya menundukkan diri pada kontrol sesama yang terorganisasi berdasarkan kode-kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam organisasi. (lihat Soetandyo Wignyosoebroto, Pratesi. Profesianalisme dan Etika Protest
(makalah
pengantar
untuk
sebuah
diskusi
!entang
profesionalisme khususnya Notaria!) upgrading IN!. Di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Ketchem, Sekretaris dari College Van Scepenen di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia, yang pengangkatannya berbeda dengan pengangkatan notaris pada saat ini dimana di dalam pengangkatannya dimuat sekaligus secara sing kat yang menguraikan pekerjaan dalam bidang dan wewenangnya.
2.4.
Sejarah Notaris Sejarah lembaga notariat dimulai pada abad ke 11 atau ke 12 di daerah
Pusat perdagangan Italia. Pada abad ke 13 lembaga notariat mencapai puncak perkembangannya, setelah itu pada abad ke 14 terjadilah kemerosotan di bidang notariat, hal ini disebabkan tindakan dari penguasa pada waktu itu yang seolaholah menjual jabatan-jabatan Notaris kepada orang-orang tanpa mengindahkan apakah orang tersebut memiliki keahlian atau tidak, sehingga menimbulkan banyak keluhan dari masyarakat. Pada permulaan abad ke 19, lembaga notariat in meluas ke negaranegara sekitarnya bahkan ke negara-negara lainnya. Pada saat puncak perkembangannya dan setelah terjadi pelembagaan notariat, lembaga ini dibawa Belanda dengan dua buah dekrit kaisar yaitu pada tanggal 8 Nopember tahun 1810 dan tanggal 1 Maret tahun 1811 yang berlaku di seluruh negeri Belanda.
Perundang-undangan notariat Perancis yang diberlakukan di Negeri Belanda tidak segera hilang walaupun negara itu telah lepas dari kekuasaan Perancis, setelah adanya desakan dari rakyat Belanda yang berulang kali untuk membentuk suatu perundang-undangan nasional yang sesuai dengan aspirasi rakyat di bidang notariat, maka pada tanggal 9 Juli tahun 1842 dikeluarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris, yaitu Nederland Staatblad Nomor 20. Perkembangan sejarah notariat di negeri Belanda Sangat penting artinya bagi lembaga notariat di Indonesia. Notariat di Zaman Republik der verenigde Nederlanden mulai masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke 17. Pada tahun 1860 peraturan-peraturan mengenai jabatan Notaris di Indonesia disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di negara Belanda dengan di undangkannya Staatblad Nomor 3 Tentang Peraturan Jabatan Notaris pada tanggal 26 Januari 1860 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli tahun 1860, dengan diundangkannya “Notaris Reglemen” maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi pelembagaan notariat di Indonesia. Seiiring dengan perkembangan jaman dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia, berbagai ketentuan dalam peraturan perundang- undangan tersebut diatas sudah tidak sesuai lagi, maka perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris, sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan unifikasi hukum dibidang kenotariatan tersebut, pada tanggal 6 Oktober tahun 2004 disahkan dan diundangkan Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dengan undang-undang. Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata juncto Pasal 15 Ayat 1 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta itu tidak dapat ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang Menurut pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, dalam mengemban tugasnya tersebut, Notaris harus bertanggung jawab, artinya: a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak berkepentingan karena jabatannya. b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu. Artinya akta yang dibuatnya itu sesuai degnan aturan hukum dan kehendak pihak yang berkepentingan dalam arti sebenarnya, buka mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak yang berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya tersebut. c. Berdampak positif. Artinya siapapun akan mengakui akta notaris itu mempunyai kekuatan bukti sempurna. ”Dengan kehadiran UUJN tersebut merupakan satu-satunya Undangundang yang mengatur Notaris Indonesia, yang berarti telah terjadi unifikasi hukum dalam bidang pengaturan Notaris, sehingga UUJN
dapat disebut sebagai penutup (pengaturan) masa lalu dunia Notaris Indonesia dan membuka (pengaturan) dunia Notaris Indonesia masa datang. Sekarang UUJN saja yang merupakan ”rule of law” untuk dunia Notaris Indonesia” Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum adalah merupakan salah satu organ negara yang mendapat amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban, wewenang dan tanggung Habib Adjie, Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi 28 (September 2005): 38. jawab dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum dibidang keperdataan.
2.5.
Kode Etik Notaris Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-
Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah seikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi berbeda-beda menurut bidang keahliannya yang diakui dafam masyarakat. Etika profesi diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik. "Kode " adalah segala yang tertulis dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga kode etik dalam hal ini adalah hukum yang berlaku bagi anggota masyarakat profesi tertentu dalam menjalankan profesinya . Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). INI merupakan kelanjutan dari De Nederlandsch-Indische Notarieele Vereeniging, yang dahulu didirikan di Batavia pad a tanggal 1 Juli 1908 yang mendapat pengesahan sebagai badan hukum dengan Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9. Nama Belanda kemudian diganti atau diu
bah menjadi Ikatan Notaris Indonesia yang hingga sekarang merupakan satusatunya wadah organisasi profesi di Indonesia. Kemudian
mendapat
pengesahan
dari
pemerintah
berdasarkan
Keputusan Mentri kehakiman RI pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C21011.HT.01.06 Tahun 1995, dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI tanggal 7 April 1995 Nomor 28 Tambahan Nomor 1/P-1995, oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundagkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 117. Menurut Pasal 1 angka (5) UUJN, menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum. Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi terse but kedalam Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris menurut organisasi profesi jabatan Notaris Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 28 Januari 2005 yang diadakan di Bandung, diatur dalam Pasal 1 angka (2) adalah sebagai berikut Seluruh kaedah moral yang ditentukan oteh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut "Perkumpulan" berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan dialur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur ten tang hal itu dan yang berlaku bagi setie wajib ditaati oteh setieo dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menja/ankan tugas jabatan sebagai Noieris, etrmasuk dida/amnya Pejabat Sementara Noieris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggota
profesi itu sendiri damn mengikat mereka dalam mempraktekkarinya. Dengan demikian Kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.(lihat Liliana Tedjosaputro. Elika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta. 1995, him 29. Pembahasan mengenai Kode etik tidak terlepas dari UndangUndang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004. Dalam kode etik Notaris terdiri dari kewajiban, larangan maupun sangsi serta penegakan hukum agar tujuan dari terbentuknya kode etik maupun Uridang-Undang Jabatan Notaris dapat berjalan tertib. Menurut Pendapat Prof. Abdulkadir Muhammad, uraian mengenai Kode Etik Notaris meliputi antarlain: Etika Kepribadian Notaris, Etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan terhadap klien, etika hubungan sesama rekan Notaris, dan etika pengawasan terhadap Notaris. 1. Etika Kepribadian Notaris Sebagai pejabat umum, notaris harus: a. Berjiwa Pancasila; b. Taat pada hukum, sumpah jabatan dan Kode Etik Notaris; c. Berbahasa Indonesia yang baik. Sebagai profesional, Notaris harus: a. Memiliki perilaku profesional; b. Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;
c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Notaris. Yang dimaksud dengan perilaku profesional ( Professional behaviour ), adalah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Keahlian yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman tinggi; b.
Integritas moral artinya menghindari sesuatu yang tidak baik walaupun imbalan jasanya tinggi, pelaksanaan tugas profesi diselaraskan dengan nilai-nilai kemasyarakatan, sopan santun, dan agama;
c. Jujur tidak saja pada pihak kedua atau pihak ketiga, tetapi juga kepada diri sendiri; d. Tidak semata-mata pertimbangan uang, melainkan juga pengabdian, tidak membedakan antara orang mampu dan tidak mampu; f.
berpegang teguh pada kode etik profesi karena di dalamnya
ditentukan segala perilaku yang harus dimiliki oleh Notaris, termasuk berbahasa Indonesia yang sempurna. 2.
Etika melakukan tugas jabatan Notaris sebagai pejabat umum dalam melakukan tugas jabatan harus: a. Menyadari kewajibannya, bekerja sendiri, jujur, tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung jawab; b.
Menggunakan satu kantor yang telah ditetapkan sesuai dengan undang-undang, tidak mengadakan kantor cabang perwakilan, dan tidak menggunakan perantara;
c. Tidak menggunakan media massa yang bersifat promosi; d. Harus memasang tanda papan nama menur ut ukuran yang berlaku. 3.
Etika pelayanan terhadap klien Sebagai pejabat umum, notaris harus: a. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan sebaik-baiknya; b.
Menyelesaikan akta sampai tahap pendaftaran pada Pengadilan Negeri dan pengumuman dalam Berita Negara, apabila klien yang bersangkutan
dengan
tegas
mengatakan
akan
menyerahkan
pengurusannya kepada Notaris yang bersangkutan dan klien telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan; c.
Memberitahu kepada klien perihal selesainya pendaftaran dan pengumumam, dan atau mengirim kepada atau menyuruh mengambil akta yang sudah didaftar atau Berita Negara yang sudah selesai dicetak tersebut oleh klien yang bersangkutan;
d. Memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat menyadari hak dan kewajiban sebagai warga negara dan anggota masyarakat; e. Memberikan jasa kepada anggota masyarakat yang kurang mampu dengan Cuma-Cuma; f. Dilarang menahan berkas seseorang dengan maksud memaksa orang itu membuat akta pada Notaris yang menahan berkas itu;
g.
Dilarang menjadi alat orang atau pihak lain untuk semata-mata menandatangani akta buatan orang lain sebagai akta buatan Notaris yang bersangkutan;
h.
Dilarang mengirim minuta kepada klien atau klien-klien untuk ditandatangani oleh klien atau klien-klien yang bersangkutan;
i. Dilarang membujuk-bujuk atau dengan cara apapun memaksa klien membuat akta padanya, atau membujuk-bujuk seseorang agar pindah dari Notaris lain; j.
Dilarang membentuk kelompok di dalam tubuh Ikatan Notaris Indonesia dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga secara khusus/ekslusif, apalagi menutup kemungkinan anggota lain untuk berpartisipasi.
4.
Etika hubungan sesama rekan Notaris Sebagai sesama pejabat umum, Notaris harus: a. Saling menghormati dalam suasana kekeluargaan; b. Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama rekan Notaris, baik moral maupun material; c. Harus saling menjaga dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara konstruktif. Dalam penjelasan diatas, maksud menghormati dalam suasana
kekeluragaan artinya, Notaris tidak mengeritik, menyalahkan akta-akta yang dibuat rekan notaris lainnya dihadapan klien atau masyarakat. Notaris tidak membiarkan rekannya berbuat salah dalam jabatannya dan seharusnya
memberitahukan kesalahan rekannya dan menolong memperbaikinya. Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama rekan dalam arti tidak menarik karyawan Notaris lain secara tidak wajar, tidak menggunakan perantara yang mendapat upah, tidak menurunkan tarif jasa yang telah disepakati. Menjaga dan membela kehormatan dan nama baik, dalam arti tidak mencampurkan usaha lain dengan jabatan Notaris, memberikan informasi atau masukkan mengenai klien-klien yang nakal setempat. 5.
Etika Pengawasan a. Etika pengawasan terhadap Notaris melalui pelaksanaan Kode Etik Notaris dilakukan oleh Majelis Kehormatan Daerah dan atau Majelis Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia; b. Tata cara pelaksanaan kode etik, sanksi-sanksi dan eksekusi diatur dalam peraturan tersendiri; c. Tanpa mengurangi ketentuan mengenai tata cara maupun pengenaan tingkatan sanksi-sank si berupa peringatan dan teguran, maka pelanggaran-pelanggaran yang oleh Pengurus Pusat secara mutlak harus dikenakan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota Ikatan Notaris Indonesia disertai usul Pengurus Pusat kepada Kongres untuk memecat anggota yang bersangkutan adalah pelanggaran-pelanggaran yang disebut dalam Kode Etik Notaris dan Peraturan Jabatan Notaris yang berakibat bahwa anggota yang bersangkutan dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.6.
Penegakan Hukum Kode Etik Notaris Pengertian Penegakan hukum dapat dirumuskan sebagai usaha
melaksanakan hukum sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya, dan
jika terjadi pelanggaran memulihkan hukum yang dilanqqar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakkan hukum dilakukan dengan penindakan hukum menurut urutan berikut: a.
Teguran peringatan supaya menghentikan pelanggaran dan jangan
berbuat lagi b.
Pembebanan kewajiban tertentu (ganti kerugian, denda)
c.
Penyisihan atau pengucilan (pencabutan hak-hak tertentu)
d.
Pengenaan sanksi badan (pidana penjara, pidana mati) Dalam pelaksanaannya tugas penegakan hukum, penegak hukurn wajib menaati norma-norma yang telah ditetapkan.
Penegakan kode etik Notaris adalah usaha melaksanakan kode etik Notaris sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran memulihkan kode etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Penegakan hukum Kode Etik Notaris tercantum dalam Bab IV dan V yaitu dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 13. Yang meliputi : Sanksi, Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan sanksl, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Pada tingkat Pertama, Banding dan Terakhir, Eksekusi atas sanksi-sanksi dalarn Pelanggaran Kode Etik.
2.7.
Pengawasan Pengawasan Notaris dimaksud diharapkan oleh pembentuk Undang-
undang Jabatan Notaris merupakan lembaga pembinaan agar para Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat leblh meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat. Dalam Pasal 67 ayat (5) UUJN, yang harus diawasi adalah Perilaku Notaris dan Pelaksanaan Jabatan Notaris. Pengawasan baik preventif dan represif diperlukan bagi pelaksanaan tug as Notaris sebagai pejabat umum. Fungsi Preventif dilakukan oleh Negara sebagai pemberi wewenang yang I dilimpahkan pada instansi pemerintah. Fungsi represif dilakukan oleh organisasi profesi jabatan Notaris dengan acuan kepada UUJN dan Kode Etik Notaris. Pengawasan Notaris diatur dalam Pasal 67-81 UUJN, yang intinya pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dalarn rnelaksanakan pengawasan tersebut Menteri menunjuk Majelis Pengawas, yang terdiri dari Majelis Pengawas Oaerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas terdiri dari 3 unsur yaitu unsure dari Pemerintah, organisasi Notaris dan akademisi. a.
Majelis Pengawas Daerah (MPD) MPD melakukan pengawasan secara berkala 6 bulan sekali dengan
melakukan pemerikasaan protocol Notaris, memberikan izin cuti selama 6 bulan dan pemeriksaan adanyalaporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris. Apabila ada pengaduan dari masyarakat terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran kode etik maupun pelanggaran Undang-Undang jabatan Notaris, maka MPD berwenang menyelenggarakan Sidang tertutup untuk umum, MPD akan memeriksa dan mendengar keterangan pelapor, tanggapan terlapor, memeriksa bukti yang diajukan pelapor dan terlapor, kemudian hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan (BAP) dan wajib diberikan kepada MajeJis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 hari dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan, pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Pengawas Pusat
MPD tidak berwenang membenkan penilaian pembuktian terhadap fakta-fakta hukum dan juga tanpa kewenangan untuk menjatuhkan sanksi b.
Majelis Pengawas Wilayah (MPW) MPW berwenang meberikan cuti untuk 6 bulan sampai 1 tahun. \
Berdasarkan BAP yang telah diberikan kepada MPW melalui MPD, MPW berwenang melakukan Sidang Pemeriksaan Tertutup untuk umum dan Sidang Pengambilan Keputusan yang terbuka untuk umum. Blla dalam sidang pemeriksaan MPW Netarts tidak terbukti rnelakukan pelanggaran, maka laporan BAP ditolak dan Notaris direhabilitasi nama baiknya. Bila Notaris terbukti melanggar, putusan harus memuat alasan dan pertimbangan yang cukup yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan. MPW membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang kemudian disampaikan kepada Mennteri, pelapor, teriapor, MPD, MPP dan pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia. Apabila Notaris terlapor keberatan alas putusan sidang MPW, maka Notaris dapat mengajukan banding pad a tingkat Majelis Pengawas Pusat c.
Majelis Pengawas Pusat (MPP) Berwenang memberi cuti notaris untuk jangka waktu 1 tahun lebih.
Menindaklanjuti Notaris yang melakukan banding yang disampaikan melalui MPW. MPP wajib melakukan Sidang Pemeriksaan dan Sidang Pengambilan Putusan yang terbuka untuk umum.
2.8.
Pelanggaran Terhadap Kode Etik Notaris Beberapa contoh pelanggaran terhadap UUJN yang dilakukan oleh
oknum Notaris dalam pembuatan akta-akta Notaris, yaitu :
a.
Akta dibuat tanpa dihadiri oleh saksl-saksl, padahal di dalam akta itu sendiri disebut dan dinyatakan "denqan dihadiri saksi-saksi"
b.
Akta yang bersangkutan tidak dibacakan oleh Notaris
c.
Akta yang bersangkutan tidak ditandatangai di hadapan Notaris, bahkan min uta Akta tersebut dibawa oleh orang lain dan ditandatangani oleh dan ditempat yang tidak diketahui oleh Notaris yang bersangkutan
d.
Notaris membuat akta diluar wilayah jabatannya, akan tetapi Notaris yang bersangkutan
mencantumkan
dalam
akta
tersebut
seolah-oleh
dilangsungkan dalam wilayah hukum kewenangannya atau seolah-oleh dilakukan di tempat kedudukan dari Notaris tersebut. e.
Seorang Notaris membuka kantor cabang dengan cara sertiap cabang dalarn . waktu yang bersamaan melangsungkan dan memproduksi akta Notaris yang seolah-olah kesemua akta tersebut dibuat di hadapan Notaris yang bersangkutan. Akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris yang telah
rnelakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris, yaitu kata Notaris tersebut tidak otentik dan akta itu hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan apabila ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Pelanggaran terhadap UUJN seperti yang dicontohkan di atas, sudah mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau pengguna jasa Notaris, bisa diajukan oleh masyarakat kepada
Majelis Pengawas Daerah. Yang
kemudian mekanismenya disesuaikan dengan UUJN. Dalam UUJN ditentukan sanksi-sanksi dalam Pasal 84 dan 85 bagi pelanggaran jabatan Notaris. Kode etik Notaris yang diatur oleh organisasi Notaris yaitu !katan Notaris Indonesia (IN!) merupakan salah satu organisasi profesi jabatan Notaris
yang diakui dan telah mempunyai cabang di seluruh Indonesia. Pelanggaran menurut Kode etik Notaris diatur dalam Pasal1 angka (9) yaitu : Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan nolaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atu disiplin organisas;
2.9.
Sanksi Sanksi dalam Kode Etik tercantum dalam pasal 6 :
1.
Sanks; yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pefanggaran Kode Etik dapat berupa : a. teguran b. peringatan c. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan d. onzetfing ( pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan e. Pemberhentian
dengan
tidak
hormat
dari
keanggotaan
Perkumpulan 2.
Penjatuhan senksi-senksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota. Yang
dimaksud
sebagai
sanksi
adalah
suatu
hukuman
yang
dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris dalam menegakkan kode etik dan disiplin organisasi. Penjatuhan sanksi terhadap anggota yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik Notaris dilakukan oleh Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang berwenang melakukan pemeriksaan atas
pelanggaran kode etik termasuk didalamnya juga menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing (termuat dalam Pasal B) Terhadap pelanggaran Notaris dilakukan pengawasan oleh organisasi Notaris yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI) terhadap anggotanya, yang secara langsung mengontrol Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan, yang dalam Pasal 1 angka (8) Kode Etik Notaris . Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebaga; suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan da/am Perkumpulan yang bertugas untuk: a. melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi Kode Etik, b. memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etii: yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan rnasyarakatsecara~ngsung c. rnemberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pe/anggaran kode etik dan jabatan Notaris Dewan Kehormatan memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang sifatnya "internal" atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung (pasal 1 ayat 8 bagian a) Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Daerah yang baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya, setelah mendengar keterangan dan pembefaan diri dari keperluan itu. Bila dalam putusan sidang dewan kehormatan daerah terbukti
adanya pelanggaran kode etik, maka sidang sekaligus "menentukan sanksi" terhadap pefanggarnya. (pasal 9 ayat (5). Sanksi teguran dan peringatan oleh Dewan Kehormatan Daerah tidak wajib konsultasi dahulu demgan Pengurus Daerahnya, tetapi sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) adri keanggotaan diputusakan dahulu dengan pengurus Dasarnya (Pasaf 9 ayat (8). Pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat banding dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Wilayah (Pasal 10). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan dapat diajukan/dimohonkan banding kepada Dewan Kehormatan Wilayah. Apabila pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dalam tingkat pertama telah dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah, berhubung pada tingkat kepengurusan daerah yang bersangkutan belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan tingkat banding. Pemeriksaan dan Penjatuhan saksi pad a tingkat terakhir dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Pusat (pasal 11). Putusan yang berisi penjatuhan sanksi pemecatan sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan Wilayah dapat diajukanl dimohonkan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat. Eksekusi atas sanksi-sanksi dalam pelanggaran kode etik berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh dewan Kehormatan Daerah, dewan Kehorrnatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Penqurus Daerah. Dalam hal pemecatan sementara secara rind tertuang dalam pasal 13. Dalam hal pengenaan sanksi pemecatan sementara (schor sing) demikian juga sanksi onzetting maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan terhadap pelanggaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 diatas wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas
Daerah (MPD) dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan Notaris merupakan pejabat umum yang membuat akta otentik yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Diperlukan tanggung jawab terhadap jabatannya, sehingga diperlukan lembaga kenotariatan untuk mengatur perilaku profesi notaris tersebut. Pada hakekatnya Kode Etik Notaris adalah merupakan penjabaran lebih lanjut apa yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris , mengingat Notaris dalarn melaksanakan jabatannya harus tunduk dan mentaati seqala ketentuan dalam Undang-undang yang mengatur jabatannya.
Yang tercantum dalam kode etik notaris yang dibuat oleh organisasi INI yang merupakan satu-satunya organisasi notaris yang berbadan hukum sesuai dengan UUJN. Artinya seluruh notaris wajib tunduk kepada Kode Etik Notaris.
3.2.
Saran
Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di atas, diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi yang mulia dan bermartabat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir
Muhammad,
Etika
Profesi
Hukum,
Citra
Aditya
Bandung,1997 GHS Lukman Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999. Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.
8akti,
Komar Andasasmita, Masa/ah Hukum Perdata Nasiona//ndonesia, Alumni, Bandung, 1983 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Da/am Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995 Perundang-undangan : Undang uridang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris