Nasib Dan Peruntungan Menurut Pawukon

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nasib Dan Peruntungan Menurut Pawukon as PDF for free.

More details

  • Words: 613
  • Pages: 3
Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com

Nasib dan Peruntungan Menurut Pawukon Sumber : astaga.com - misteri



!

"

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com Menurut pawukon tiap wuku mempunyai dewa. Para dewa itu digambarkan sedang duduk diatas singgasana, dikelilingi kelengkapan upacaranya. Kelengkapan upacara itu berbentuk kayu (baca=pohon), burung, gedhong (kotak penyimpan harta berbentuk rumah), atau kadang-kadang berbentuk candi. Adapula kelengkapan yang berbentuk umbul-umbul. Para dewa itu ada yang digambarkan sedang merendam salah satu kakinya di dalam air pada suatu bejana. Namun dalam menyebutkan kaki mana yang direndam, tidak disebut kaki kiri atau kanan, tetapi kaki depan atau belakang. Hal itu dapat dimengerti, sebab dewa-dewa digambarkan sebagai wayang, sedangkan wayang merupakan gambar dua dimensional dekoratif. Bahkan pada gambar pawukon, dewa yang sedang duduk di singgasana itu diwujudkan dalam posisi berdiri, seperti adegan dalam pergelaran wayang kulit. Sifat dewa dan semua kelengkapannya itu, dianggap membentuk sifat dan peruntungan manusia yang lahir pada suatu wuku. Misalnya seorang yang lahir pada wuku Tolu, akan mempunyai sifat seperti dewa Bayu, ditambah sifat benda upacara yang mengelilinginya. Kecuali sifat dan peruntungan seseorang, dalam pawukon dapat diketahui hari baik, hari naas, serta bentuk bencana yang mengancam orang itu sesuai dengan wukunya.Misalnya orang lahir pada wuku Gumbreg mempunyai bencana bawaan tenggelam atau hanyut dalam air bah. Atau orang yang lahir pada wuku Wukir, terancam bencana bawaan dianiaya oleh orang. Yang menarik dalam pawukon adalah bahwa hari naas dan bencana bawaan itu dapat dihindari dengan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Melakukan sesuatu itu misalnya dengan selamatan atau sedekah. Untuk selamatan sering dijumpai istilah : sega dang-dangan beras sepitrah (nasi yang waktu ditanak berasnya berjumlah sepitrah). Ada dua pengertian tentang ukuran sepitrah ini. Pengertian pertama adalah ukuran beras yang difitrahkan untuk satu orang pada waktu hari raya Lebaran, yakni 2,5 kilogram. Pengertian kedua adalah seperti penjelasan Bapak Lurah Wibisono dan Direktorat Kesenian Jakarta. Yakni perkalian jumlah neptu weton seseorang dengan takaran beras. Takaran ini dapat beraneka ragam, menurut perkiraan kebutuhan. Misalnya untuk kebutuhan kecil (yang diundang makan sedikit) takaran dapat berupa sendok. Untuk kebutuhan lebih besar, takaran itu dapat berupa cangkir. Untuk kebutuhan lebih besar lagi, takaran dapat berupa beruk (tempurung kelapa). Neptu adalah nilai yang diberikan pada hari-hari saptawara dan pancawara, yaitu: Ahad = 5, Senin = 4, Selasa = 3, Rabu = 7, Kamis = 8, Jumat = 6, Sabtu = 9, Pahing = 9, Pon = 7, Wage = 4, Kliwon = 8, Legi = 5.

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2004 biasawae.com Weton adalah hari lahir menurut pengertian tradisi Jawa, yaitu hari saptawara dan hari pancawara pada saat seseorang dilahirkan. Misalnya orang yang lahir pada hari Jumat Kliwon, maka neptu wetonnya adalah: 6 + 8 = 14. Jadi beras sepitrah baginya adalah 14 takar. Menurut pawukon tiap wuku mempunyai kedudukan sebagai berikut : Sinta, Galungan, Maktal : Timur Laut Landep, Kuningan, Wuye : Barat Wukir, Langkir, Manahil : Tenggara Kuranthil, Mandasiya,Prangbakat : Bawah Tolu, Julungpujut, Bala : Barat Laut Gumbreg, Pahang, Wugu : Selatan Warigalit, Kuruwelut, Wayang : Atas Warigagung, Merakeh, Kulawu : Utara Julungwangi, Tambir, Dhukut : Barat Daya Sungsang, Medhangkungan, Watugunung : Timur Untuk wuku yang tempat kedudukannya di atas, bentuk larangannya adalah naik, misalnya dilarang memanjat, atau melakukan perjalanan naik gunung. Saya tidak tahu apakah larangan naik itu termasuk melakukan perjalanan menumpang pesawat udara. Sedang untuk wuku yang tempat kedudukannya di bawah, bentuk larangannya adalah jangan menuruni gunung atau jangan menggali, misalnya membuat sumur. Kemudian tiap wuku itu disimpulkan dalam bentuk pacandran, yaitu gambaran atau kesan selintas atas wuku, dalam kata-kata singkat. Misalnya dalam wuku Prangbakat diberi candra sebagai waringin rungkat (beringin tumbang), untuk menyimpulkan sifat keras hati, cekatan, berani, tekun, dan mudah timbul rasa iba.

Related Documents