Istilah “money laundering” diterjemahkan dengan “pencucian uang,” terjemahan tersebut dapat dilihat dari UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UUTPPU) yang sekarang direvisi menjadi UU No. 25 Tahun 2003, yang merupakan anti-money laundering di Indonesia. Melalui UUTPPU itu money laundering telah dikategorikan sebagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh korporasi. Money laundering tsb sering pula dikaitkan dg “kejahatan kerah putih” (white collar crime). Kecenderungan penjahat kelas kakap untuk menyembunyikan asal usul uangnya ditengarai sudah mjd bgn dari kehidupan dunia kejahatan.”
Larangan money laundering sebagaimana diatur dalam UUTPPU tersebut dilatarbelakangi dari kegiatan money laundering yang sangat berkaitan dengan dana-dana yang sangat besar jumlahnya. Sementara itu, dana-dana yang berasal dari kegiatan money laundering itu sering disamarkan, dimana asal usul dana-dana tersebut disembunyikan melalui jasa-jasa, seperti jasa perbankan, asuransi, pasar modal dan instrumen dalam lalu lintas keuangan. Praktek money laundering yang demikian harus dilarang disebabkan meningkatnya Praktik money laundering dapat merugikan masyarakat dan negara. Dengan perkataan lain Praktek money laundering dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional.
Setidak-tidaknya terdapat tiga alasan menurut pengamatan Guy Stessen dalam tulisannya “Money Laundering, A New International Law Enforcement Model” mempertanyakan mengapa money laundering diberantas dan dinyatakan sebagai tindak pidana. Pertama, karena pengaruh money laundering pada sistim keuangan dan ekonomi diyakini berdampak negatif bagi perekonomian dunia, mslnya dampak negatif thdp efektifitas penggunaan sumber daya dan dana. Dg adanya money laundering sumber daya dan dana banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat, disamping itu dana-dana banyak yang kurang dimanfaatkan secara optimal, misalnya dengan melakukan “sterile investment” dlm bentuk property atau perhiasan yg mahal.
Uang hasil tindak pidana terutama diinvestasikan pada negara-negara yg dirasakan aman utk mencuci uangnya, walaupun hslnya lbh rendah. Uang hsl tindak pidana ini dpt saja beralih dr st negara yg prekonomiannya baik ke negara yg perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh negatifnya pada pasar finansial dan dampaknya dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, money laundering dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada perekonomian internasional dan tindak pidana yang terorganisir yang melakukan pencucian uang dapat juga membuat ketidakstabilan pada ekonomi nasional. Fluktuasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga mungkin juga merupakan akibat negatif dari pencucian uang. Dengan berbagai dampak negatif itu diyakini, bahwa money laundering dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.
Kedua, dengan ditetapkannya money laundering sebagai tindak pidana akan lebih memudahkan bagi aparatur penegak hukum untuk menyita hasil tindak pidana yang kadangkala sulit untuk disita, misalnya aset yang susah dilacak atau sudah dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Dengan cara ini pelarian uang hasil tindak pidana dapat dicegah. Dengan demikian pemberantasan tindak pidana sudah beralih orientasinya dari “menindak pelakunya” ke arah menyita “hasil tindak pidana”. Di banyak negara dengan menyatakan money laundering sebagai tindak pidana merupakan dasar bagi penegak hukum untuk mempidanakan pihak ketiga yang dianggap menghambat upaya penegakan hukum.
Ketiga, dengan dinyatakan money laundering sebagai tindak pidana dan dengan adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh-tokoh yang ada dibelakangnya. Tokohtokoh ini sulit dilacak dan ditangkap karena pada umumnya mereka tidak kelihatan pada pelaksanaan st tindak pidana, ttp banyak menikmati
Anti-money laundering yg diatur berbagai negara di dunia hampir sama dg ketentuan United Nation Convention on Against Illicit Trafic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances of 1988, atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention atau Vienna Convention 1988, yg lahir di Wina, Austria pd tgl 19 Desember 1988 dan ditandatangani 106 negara, tmsk Indonesia yg kmdn diratifikasi di Indonesia dg UU No. 7 Th 1997 . Di Amerika Serikat, sblm lhrnya UN Drugs Convention atau Vienna Convention 1988, tlh memp. berbagai kttuan anti-money laundering, seperti The Bank Secrecy Act yg lahir thn 1970, Money Laundering Central Act yang lahir tahun 1986. Selanjutnya, lahir The Annunzio Wylie Act dan Money Laundering Suppression Act yg
Dengan adanya UN Drugs Convention itu muncul upaya pemberantasan pencucian uang dalam tingkat internasional, yang disebut dengan “The International Anti-Money Laundering Legal Regime.” Konvensi itu merupakan kerangka untuk pengawasan internasional terhadap pencucian uang. Hal ini sejalan dengan ketentuan UN Drugs Convention yang mewajibkan negara-negara penandatangan menjadikan pencucian uang sebagai suatu kriminal dan kejahatan berat. Selanjutnya, diharuskan bagi negara-negara mengambil langkah untuk membuat UndangUndang dan peraturan pelaksana Konvensi itu. Selanjutnya, menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai suatu tindak pidana dan menetapkan untuk mengambil langkah-langkah agar pihak yang berwajib dapat mengidentifikasi, melacak dan membekukan/menyita hasil perdagangan obat bius.
Selain pengaturan UN Drugs Convention untuk memberantas Praktik money laundering, terdapat pula pengaturan anti-money laundering atas dorongan yang muncul dari the Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), yang dibentuk oleh negaranegara yang tergabung dalam Kelompok 7 negara (G7) pada waktu G-7 Summit di Perancis bulan Juli 1989. Pd bulan April 1990 FATF memperluas pesertanya mencakup pusat keuangan 15 negara dan saat ini FATF telah memp. anggota 29 negara/teritorial dan 2 organisasi regional, seperti the European Commission serta the Gulf Cooperation Council yang terdiri dari pusat-pusat keuangan utama di Amerika Serikat, Eropa dan Asia. Sedangkan untuk wilayah Asia Pasifik terdapat pula the Asia Pacific Group on Money Laundering (APG) yang lahir tahun 1997, yaitu suatu badan kerjasama internasional dalam pengembangan money laundering regime, dimana anggotanya terdiri dari 26 anggota yang tersebar di Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Pasifik Selatan, sejak tahun 2000 Indonesia telah menjadi anggota APG tersebut.
Dalam upaya memberantas praktik money laundering tersebut FATF telah mengeluarkan rekomendasi yang paralel dengan UN Drug Convention, dimana rekomendasi itu mendorong agar negara-negara menciptakan peraturan perundang-undangan yang mengawasi “money laundering.” Selanjutnya, dengan revisi tahun 1996 FATF telah mengeluarkan Rekomendasi yang berkaitan dengan Praktik pencucian uang. Rekomendasi tersebut mempunyai tiga ruang lingkup, pertama, peningkatan sistim hukum nasional. Kedua, peningkatan peranan sistim finansial. Ketiga, memperkuat kerjasama internasional. Rekomendasi FATF telah mjadi standar internasional untuk pengukuran pencucian uang yang efektif, dan FATF secara berkala membahas para anggotanya apakah telah mematuhi Rekomendasi FATF itu dan memberikan usulan-usulan untuk perbaikan upaya pemberantasan pencucian uang. FATF
Pemberantasan Praktik pencucian uang adalah st proses yg hrs dilakukan, oleh karena para pelaku yang melakukan pencucian uang terus mencari jalan untuk mencapai tujuan illegal mereka . Lebih jauh lagi hal itu telah menjadi bukti nyata bagi FATF yang didapatkan melalui tindakantindakan tipologisnya bahwa para anggotanya telah memperkuat sistim mereka untuk memberantas pencucian uang yang telah dijalankan oleh para pelaku tersebut untuk mengeksploitasi kelemahan hukum yang ada dalam suatu negara. Hal itu yang membuat tujuan dari kinerja FATF mempunyai ruang lingkup untuk menyediakan suatu standar internasional yang akan diterapkan oleh pusat-pusat financial dalam upaya mencegah, mendeteksi dan mengatur pencucian uang. Berbagai negara di dunia telah mengadopsi standar internasional tersebut yang selanjutnya dibuat sebagai
Pengaturan anti-money laundering di Indonesia berkaitan dg keputusan FATF yg merupakan satgas dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tanggal 22 Juni 2001, dimana dlm keputusan tsb Indonesia dimasukkan sbg salah satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif (non-cooperative countries and teritories) untuk memberantas Praktik money laundering. Pada awalnya untuk pengaturan anti-money laundering di Indonesia sejalan pula dgn ketentuan-ketentuan dari lahir Basle Committee on Banking Regulations dan Supervisory Practices yang lahir pada tahun 1998, yg terdiri dari perwakilan-perwakilan Bank Central dan Badan-badan Pengawas negara-negara industri. Dalam ketentuan-ketentuan itu bank harus mengambil langkah-langkah yang masuk akal menetapkan identitas nasabahnya, yang kemudian dikenal dengan “Know Your-Customer Rule.”
Money Laundering (Pencucian Uang) : Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
Transaksi Keuangan Mencurigakan : 2. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan; 3. Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; 4. Transaksi keuangan yg dilkukan atau batal dilkukan dg menggunakan Harta
Hasil Tindak Pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: b. Korupsi; c. Penyuapan; d. Penyelundupan barang; e. Penyelundupan tenaga kerja; f. Penyelundupan imigran; g. Di bidang perbankan; h. Di bidang Pasar Modal; i. Di bidang asuransi; j. Narkotika; k. Psikotropika;
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Perdagangan senjata gelap; Penculikan; Terorisme; Pencurian; Penggelapan; Penipuan; Pemalsuan uang; Perjudian; Prostitusi; Di bidang perpajakan; Di bidang kehutanan; Di bidang lingkungan hidup;
Di bidang kelautan; b. atau tindak pidana lainnya yang diancam pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. 3) Harta kekayaan yang dipergunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n. a.
Dengan demikian money laundering merupakan suatu praktik menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul pendapatan atau kekayaan, sehingga dapat digunakan dengan tanpa diketahui bahwa pendapatan atau kekayaan tersebut pada mulanya berasal dari praktik yang illegal. Artinya, dengan money laundering tersebut pendapatan atau kekayaan yang pada mulanya berasal dari praktik yang illegal dapat diubah menjadi pendapatan atau kekayaan yang seolah-olah
Pada umumnya terdapat tiga metode yang digunakan dalam money laundering, antara lain : Pertama, penempatan (placement) merupakan upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Dalam proses penempatan uang tunai ke dalam sistem keuangan ini, terdapat pergerakan fisik uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, penggabungan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, atau
Kedua, transfer (layering) merupakan upaya untuk mentransfer harta kekayaan, berupa benda bergerak atau tidak bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan (placement). Dalam proses ini terdapat rekayasa untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari sumbernya melalui pengalihan dana hasil placement ke beberapa rekening atau lokasi tertentu lainnya dengan serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber dana “haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan dengan transaksi jaringan internasional baik melalui bisnis yang sah atau perusahaan-perusahaan “shell” (perusahaan mempunyai nama dan badan
Ketiga, menggunakan harta kekayaan (integration), suatu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui placement atau layering sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan “halal”. Proses ini merupakan upaya untuk mengembalikan uang yang telah dikaburkan jejaknya sehingga pemilik semula dapat menggunakan dengan aman. Disini uang yang di ‘cuci’ melalui placemesnt maupun layering dialihkan ke dalam kegiatankegiatan resmi sehingga tampak seperti tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang menjadi sumber
Pasal 3 ayat (1) menentukan : setiap orang yang dengan sengaja : b. Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain; c. Mentansfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain; d. Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik itu atas namanya sendiri
Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yg diketahuinya atau patut diduganya mrpkan hasil tindak pidana, baik itu atas namanya sendiri atau atas nama pihak lain b. Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik itu atas namanya sendiri atau atas nama pihak lain c. Membawa ke LN harta kekayaan yg diketahuinya atau patut diduganya a.
g. Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
Pasal 4 : 2) Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus dan/kuasa pengurus atas nama korporasi, maka penjatuhan pidana dilakukan baik terhadap pengurus dan/atau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi; 3) Pertanggungjawaban pidana bagi pengurus korporasi dibatasi sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi; 4) Korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap suatu tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pengurus yang mengatasnamakan korporasi, apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui kegiatan yang tidak termasuk dalam lingkup
1) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di sidang pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan. 2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah : • Denda dgn ketentuan maksimum pidana denda ditambah 1/3. • Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.
Pasal 6 ayat (1) : Setiap orang yang menerima atau menguasai : c. Penempatan; d. Pentransferan; e. Pembayaran; f. Hibah; g. Sumbangan; h. Penitipan; atau i. Penukaran, Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana di pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,-
UUTPPU itu membedakan tindak pidana pencucian uang menjadi dua kelompok antara lain “Tindak Pidana Pencucian Uang,” sebagaimana diatur dalam Pasal 3 sampai Pasal 7 UUTPPU dan “Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang” sebagaimana diatur dalam Pasal 8 sampai Pasal 12. Hal-hal yang termasuk dalam tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut :
“ Stp orang yg dg sengaja melakukan tindakan atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya hasil tindak pidana baik atas nama sendiri atau atas nama phk lain dg: menempatkan harta kekayaan. memindahkan harta kekayaan (transfer). membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan. menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan. menitipkan harta kekayaan. membawa ke luar negeri harta kekayaan. menukarkan harta kekayaan atau perbuatan lain. Dg mksd menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tsb yg diketahuinya atau patut diduganya mrpkan hsl tindak pidana.
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. Setiap orang yg menerima dan menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, harta kekayaan yg diketahuinya atau patut diduganya berasal dr tindak pidana. Setiap orang di luar wilayah negara RI yg memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya TPPU. Atas perbuatan tsb dipidana karena kejahatan dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan plg lama 15 (lima belas) tahun denda plg sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan plg banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah).
Sedangkan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang adalah : 2. Pasal 8 : Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) di pidana dngan pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,dan pling banyak Rp. 1.000.000.000, Pasal 9 : Setiap orang yg tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejmlah Rp. 100.000.000,atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dengan itu yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,dan paling banyak Rp. 300.000.000,-
1. PPATK, penyelidik, saksi, penuntut umum, hakim, atau orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa melanggar ketentuan larangan menyebut identitas pelapor dipidana penjara paling singkat 1 (satu) dan paling lama 3 (tiga) tahun.
b. c.
Kewajiban pelaporan yang diberikan oleh penyedia jasa keuangan kepada PPATK diatas adalah : Transaksi keuangan yang mencurigakan; Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja. Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat 1a UU baru disebutkan bahwa perubahan besarnya jumlah transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai ditetapkan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) UUTPPU telah menentukan tugas dan wewenang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dimana PPATK itu merupakan lembaga yang independen dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas PPATK tersebut antara lain, pertama, mengumpulkan, menyimpan, menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh sesuai Undang-Undang ini. kedua, memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
Wewenang PPATK antara lain : pertama, meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan, kedua, meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan kepada penyidik atau penuntut umum, ketiga, melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan
Secara jelas hal ini diatur dalam UUTPPU sebagaimana diuraikan di bawah ini : 2. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dibentuk untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. PPATK adalah lembaga independen dan bertanggung jawab kepada Presiden. 3. Dalam melaksanakan tugasnya PPATK bebas dari campur tangan kekuasaan pemerintah dan phk lain. Pimpinan PPATK wajib menolak setiap campur tangan dari pihak manapun juga dalam pelaksanaan tugasnya. 5. PPATK berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan dapat memiliki kantor perwakilan di daerah dalam hal diperlukan. 6. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, PPATK
Tugas PPATK: 1.
2.
3.
4.
5.
mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan undang-undang; memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan; membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan mencurigakan; memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan undang-undang; mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada penyedia jasa keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam undang-undang ini atau dengan peraturan
1.
2.
3.
memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan; membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
Wewenang PPATK: b. meminta dan menerima laporan dari penyedia jasa keuangan; c. meminta informasi mengenai perkembangan penyelidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum. d. melakukan audit terhadap penyedia jasa keuangan mengenai kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang TPPU dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan. e. memberikan pengecualian kewajiban
Struktur Organisasi PPATK 1.Seorang Kepala dan dibantu oleh paling banyak 4 orang Wakil Kepala. 2.Kepala dan Wakil kepala diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Keuangan. 3.Masa jabatan kepala dan wakil kepala adalah 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali
Syarat Kepala dan Wakil Kepala PPATK : 2. Warga Negara Indonesia. 3. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan. 4. Sehat jasmani dan rohani. 5. Takwa, jujur, adil, dan memiliki integritas pribadi yang baik. 6. Memiliki keahlian dan pengalaman di bidang perbankan, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, hukum, atau akuntansi. 7. Tidak merangkap jabatan atau pekerjaan lain; dan 8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara.
Pelaporan Penyedia Jasa Keuangan wajib melaporkan kepada PPATK : – –
Transaksi keuangan yang mencurigakan; Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,(lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja.
Penyampaian laporan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung setelah diketahui oleh penyedia jasa keuangan atau sejak tanggal transaksi dilakukan.
–
Ditjen. Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi yang diterimanya selama jangka waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK mengenai uang tunai yang berjumlah Rp. 100.000.000,- atau lebih yang dibawa oleh siapapun baik dari maupun ke dalam wilayah Republik Indonesia dengan
Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan a. Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam UUTPPU ini. b. PPATK wajib menyerahkan hasil analisis kepada penyidik untuk ditindak lanjuti dalam hal ditemukan adanya petunjuk atas dugaan telah ditemukannya transaksi yang mencurigakan. c. Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan kepada penyedia jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik,
a.
b.
c.
Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa. Dalam meminta keterangan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya. Apabila telah diperoleh bukti yang cukup sebagai hasil pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap terdakwa, hakim memerintahkan penyitaan terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga hasil tindak pidana yang
Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaan yang dimiliki atau dikuasai bukan merupakan hasil tindak pidana. Dalam hal pemeriksaan di sidang pengadilan terdakwa tindak pidana pencucian uang telah dipanggil 3 (tiga) kali secara sah tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka majelis hakim dengan putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan
Alat Bukti a.Keterangan saksi, yaitu saksi sbgmn ditentukan dlm KUHAP termsk jg ktrgan anggota PPATK yg mlakukan penyelidikan; b.Keterangan ahli; c. Surat; d.Petunjuk; e.Keterangan terdakwa di sidang pengadilan; f. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronis, dengan alat optik atau alat lain yang serupa
g.Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 UUTPPU, yaitu : data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : tulisan, suara, atau gambar. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya. huruf, tanda, angka, simbol, atau
Perlindungan Bagi Pelapor Dan Saksi 2. PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan identitas pelapor. Apabila hal ini dilanggar maka pelapor atau ahli warisnya berhak untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan. 3. Setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan atau memberikan kesaksian terhadap tindak pidana pencucian uang, wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk
1.
2.
Disidang pengadilan, saksi, penuntut umum, hakim, dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor. Pelapor dan/atau saksi tidak dapat dituntut baik secara perdata atau pidana atas pelaporan dan/atau kesaksian yang diberikan oleh yang
Hingga kini baru 36 kasus tindak pidana pencucian uang (money laundering) yang proses hukumnya sudah tuntas, dari 147 transaksi mencurigakan (suspicious transaction) yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK ke polisi. Dari 36 kasus itu, 28 di antaranya telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Dari total 147 kasus transaksi mencurigakan yang diadukan PPATK, 111 di antaranya sedang dalam proses hukum, dan 36 lainnya sudah tuntas. Dari yang dinyatakan tuntas itu, 28 di antaranya telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Sisanya, delapan kasus, ada yang dipastikan tidak memiliki cukup bukti sehingga tidak dilanjutkan (tiga
Kendala dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang, salah satunya karena begitu luasnya cakupan pidana seperti diatur dalam Pasal 2 UU No. 25 Tahun 2003 tentang TPPU yang menyebutkan bahwa hasil tindak pidana money laundering adalah harta kekayaan yang diperoleh dari 25 tindak pidana. Poin ke-25 menyatakan, hasil dari tindak pidana lain yang ancaman hukumannya maksimal empat tahun juga termasuk pencucian uang. Jadi lingkupnya memang sangat luas,". Selama ini polisi menyelidiki tindak pidana pencucian uang dengan dua pola. Pertama, menelusuri aliran uang dari transaksi mencurigakan yang dilaporkan PPATK. Kedua, menyelidiki aliran dana dari hasil tindak pidana yang diinvestigasi polisi. PPATK sedang menyelidiki keberadaan dana senilai 12 juta dollar Amerika Serikat yang tersimpan di sebuah rekening di bank di luar negeri. "PPATK akan menelusuri apakah betul dana di rekening itu merupakan dana legal,". Usaha PPATK itu
PPATK berencana mengaudit sendiri bankbank yang dianggap kurang kooperatif dalam upaya memberantas tindak pidana pencucian uang. "Lima bank dianggap tidak kooperatif karena tidak memenuhi undangan BI untuk membicarakan upaya memberantas tindak pidana pencucian uang," Hingga saat ini, PPATK telah menerima 1.106 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM). Dari jumlah itu, 1.097 laporan berasal dari bank, sedangkan sisanya dari perusahaan efek, tiga dari pedagang valuta asing, satu dari dana pensiun, dan satu dari lembaga pembiayaan. Dari hasil analisis yang disampaikan ke
Rezim anti pencucian uang di Indonesia dibangun dengan melibatkan berbagai komponen, yaitu : 1. Sektor keuangan (financial sector) yang terdiri dari pihak pelapor (reporting parties-penyedia jasa keuangan) dan pengawas & pengatur industri keuangan. Walaupun tidak termasuk dalam sistem keuangan dan pihak pelapor, Ditjen Bea dan Cukai dapat dikelompokkan dalam sektor ini karena berperan dalam menyampaikan laporan kpd PPATK. Namun apbl dilht dari kwenangannya, dpt jg Ditjen Bea
2. PPATK sebagai intermediator (penghubung) antara financial sector dan law enforcement/judicial sector. Dalam kedudukan ini, PPATK berada di tengah-tengah antara sektor keuangan dan sector penegakan hukum untuk melakukan seleksi melalui kegiatan analisis terhadap laporan (informasi) yang diterima, yang hasil analisisnya untuk diteruskan kepada penegak hukum. Dalam kegiatan analisis tersebut, PPATK menggali informasi keuangan dari berbagai sumber baik dari instansi dalam negeri maupun
3. Sektor penegakan hukum (law enforcement/judicial sector) yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan. Hasil analisis yang diterima dari PPATK, inilah yang menjadi dasar dari penegak hokum untuk diproses sesuai hukum acara yang berlaku. Di samping itu, terdapat pihak lain yang mendukungnya yaitu Presiden, DPR, Komite Koordinasi TPPU, Publik, lbg internasional dan instansi terkait dalam negeri spt Komisi Pemberantasan Korupsi, Direktorat Jenderal Pajak, Dir. Jen. Bea dan Cukai,
Di bawah ini diuraikan secara singkat peran, tugas dan tanggung jawab setiap komponen tersebut.
1.
Pihak Pelapor atau Penyedia Jasa Keuangan (Reporting Parties) UU TPPU mendefinisikan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) adalah setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodion, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan kantor pos.PJK memiliki kewajiban menyampaikan kepada PPATK berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) sebagaimana diatur dalam pasal 13 UU TPPU.
2. Pengawas dan Pengatur Industri Keuangan. a. Bank Indonesia Bank Indonesia adalah bank sentral yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Sesuai UU tersebut, Bank Indonesia memiliki tugas dan tanggung jawab utama menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki kewenangan menetapkan kebijakan moneter, memelihara dan mengatur system pembayaran dan mengatur serta mengawasi bank. Dalam melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan bank, sesuai UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No.10 tahun 1998 Bank Indonesia memiliki kewenangan memberikan izin, mengatur, mengawasi dan memberikan sanksi terhadap bank (Bank Umum dan BPR). Sebagai otoritas pengawas bank, Bank Indonesia bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan antimoney laundering (AML) policy, termasuk didalamnya
Peraturan-peraturan tentang Prinsip Mengenal Nasabah adalah : • Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). • Peraturan Bank Indonesia No. 3/23/PBI/2001 t
• Peraturan Bank Indonesia No. 5/21/PBI/2003 t
1. Peraturan Bank Indonesia No. 5/23/PBI/2003 tangga dan lampiran 2. Surat Edaran No. 3/29/DPNP tanggal 13 Desember 2 . 3. Surat Edaran No. 5/32/DPNP tanggal 4 Desember 20 dan lampiran 4. Surat Edaran No. 6/37/DPNP tanggal 10 September dan lampiran
b. BAPEPAM (Capital Market Supervisory Agency) Lembaga Keuangan Pedoman, pengaturan dan pengawasan terhadap pasar modal dan lembaga keuangan non bank menjadi tanggung jawab BAPEPAM – Lembaga Keuangan agar kegiatan pasar modal dan lembaga keuangan dilaksanakan secara fair dan efisien serta dapat melindungi kepentingan investor dan public sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal untuk kegiatan pasar modal dan peraturan perundang-undangan lain untuk kegiatan lembaga keuangan non bank. Di samping itu, sebagai regulator Bapepam- Lembaga Keuangan juga turut berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan KYC Principles bagi industri pasar modal dan lembaga keuangan.
3. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan (PPATK)PPATK adalah lembaga independen, bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang bertugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang sesuai dengan UU TPPU. PPATK merupakan lembaga intelijen di bidang keuangan (financial intelligence unit-FIU) yang dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh 4 Wakil Kepala. Dalam Pasal 26, PPATK antara lain bertugas mengumpulkan informasi, melakukan analisis dan mengevaluasi informasi. Dalam pengumpulan informasi, disamping menerima laporan transaksi keuangan mencurigakan dan laporan transaksi keuangan tunai, PPATK juga menerima dari Ditjen Bea dan Cukai berupa laporan pembawaan uang tunai keluar masuk wlyah pabean RI senilai Rp 100 juta atau lebih. Apbl dr hsl analisis tdpt indikasi tindak pidana pencucian uang, mk hasil analisis tsb disampaikan kpd Kepolisian dan Kejaksaan.
4.Aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan). Berdasarkan laporan hasil analisis PPATK, Kepolisian selaku penyidik melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk membuat terang suatu kasus dengan mencari bukti untuk menentukan apakah terdapat indikasi tindak pidana pencucian uang atau tidak. Apabila dalam penyidikan diperoleh bukti yang cukup, selanjutnya berkas perkara diteruskan kepada Kejaksaan untuk pembuatan dakwaan atau tuntutan dalam sidang pengadilan.
5.
Presiden, DPR, Publik dan Komite Koordinasi TPPU Di samping DPR, stp 6 bln sekali Presiden menerima laporan kinerja pembangunan rezim anti pencucian uang dari PPATK. Laporan ini akan digunakan oleh Pemerintah dan DPR dlm mengevaluasi pembangunan rezim anti pencucian uang guna mntpkan kebijakan umum dlm pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Laporan kinerja PPATK khususnya dan pembangunan rezim anti pencucian uang pada umumnya jg dilaporkan ke publik dlm rangka transparansi dan akuntabilitas PPATK. Mengingat badan pelaksana (implementing agency) pembangunan rezim anti pencucian uang cukup banyak, diperlukan koordinasi yang efektif dan berkesinambungan. Oleh karena itu, melalui Kep. Pres No.1 Tahun 2004 tgl 5 Januari 2004 dibentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang diketuai oleh Menko Polhukkam, Wakil Ketua Menko Perekonomian, sekeretaris Kepala PPATK, dan beranggotakan 17 pimpinan instansi terkait.
Peran penyedia jasa keuangan sgt penting dlm upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Apabila terjadi atau diduga adanya transaksi keuangan yang mencurigakan, pihak penyedia jasa keuangan (seperti perbankan, asuransi atau lembaga keuangan lainnya) berkewajiban untuk melaporkan kepada PPATK. Pihak penyedia jasa keuangan dalam membantu upaya pencegahan terjadinya tindak pencucian uang ini berpedoman kepada Pedoman Umum Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang bagi Penyedia Jasa Keuangan yang dikeluarkan oleh PPATK yaitu Keputusan Kepala Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan No: 2/1/Kep.PPATK/2003. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh PPATK, maka badan ini akan melaporkan hasil analisis yang berindikasikan tindak pidana kepada pihak kepolisian atau kejaksaan bila memang ada
HUKUM PEMBUKTIAN Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam UU ini. (Pasal 30 UU No. 15 tahun 2002 ) Dalam hal ditemukan adanya petunjuk atas dugaan telah ditemukan transaksi mencurigakan, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak ditemukan petunjuk tersebut, PPATK wajib menyerahkan hasil analisis kepada penyidik untuk ditindak
Pasal 32 : 2. Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan kepada Penyedia Jasa Keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana. 3. Perintah penyidik, penuntut umum atau hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai : a. Nama dan jabatan, penyidik, penuntut umum atau hakim; b. Identitas setiap orang yang dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa; c. Alasan pemblokiran; d. Tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan, dan
(3). Penyedia jasa keuangan setelah menerima perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib melaksanakan pemblokiran sesaat setelah surat perintah pemblokiran diterima. (4) Penyedia Jasa Keuangan wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan pemblokiran kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim paling lambat 1(satu) hari kerja terhitung sejak tanggal pelaksanaan pemblokiran. (5) Harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada Penyedia Jasa Keuangan yang bersangkutan. (6) Penyedia Jasa Keuangan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) dikenai sanksi administrasif sesuai
Pasal 34 : Dalam hal diperoleh bukti yang cukup sebagai hasil pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap terdakwa, hakim memerintahkan penyitaan terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut di duga hasil tindak pidana yang belum disita oleh penyidik atau penuntut umum. Pasal 35 : Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaan
Kewajiban untuk membuktikan bahwa harta kekayaan bukan merupakan hasil tindak pidana (pembuktian terbalik) ini hanya pada tingkat pengadilan, bukan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Hal khusus ini tidak terdapat dalam KUHAP, di dalam KUHAP pada Pasal 66 dinyatakan bahwa tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Pembuktian ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalildalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.
Membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Alat-alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu : Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Petunjuk Keterangan terdakwa. Dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang seluruhnya berpedoman pada
Alat-alat bukti yang dapat dipergunakan dalam pencucian uang meliputi : Alat bukti dari bank, seperti kartu tanda tangan sewaktu membuka rekening, dll. Alat bukti rekening, Alat bantu dari rumah perjudian, Alat bukti dari perusahaan, Alat bukti dari perusahaan tersangka. Menurut Prof. Satochid Kartanegara, dikenal 4 sistem pembuktian yaitu : Negatief wettlijk bewijsleer atau sistem pembuktian negatif, yaitu alatalat pembuktian yang diatur dalam UU saja belum cukup, masih dibutuhkan
1.
3.
5.
Positief Wettelijk Bewijsleer tidak diperlukan alat-alat bukti lain seperti keyakinan hakim, pembuktian hanya didasarkan pada alat-alat bukti yang diakui sah oleh UU. Yang dicari adalah alat-alat bukti sah tanpa dipengaruhi oleh nurani hakim, sehingga benar-benar objektif. Convection In Time (Blood Gemoedelijkke Overtuiging). sistem pembuktian yang semata-mata pada keyakinan hakim dan tidak terikat dengan alat-alat bukti yang ada. Conviction In Raissonee (beredeneerde Overtuiging) pembuktian didasarkan pada keyakinan hakim dan alasan-alasannya, dan pembuktian tidak terikat pada alat-alat pembuktian yang sah diakui UU ttp dpt juga
Dalam metode pembuktian pencucian uang, selain menggunakan alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan keterangan terdakwa, menggunakan juga petunjuk. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya (Pasal 188 ayat (1) KUHAP. Petunjuk ini sangat penting dalam