Memfasilitasi Pemicuan Stop BABS di Komunitas Proses fasilitasi Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) di masyarakat pada prinsipnya adalah “pemicuan” terhadap rasa jijik, rasa malu, rasa takut sakit,
rasa
berdosa
dan
rasa
tanggung
jawab
yang
berkaitan
dengan kebiasaan BAB di sembarang tempat. Dan untuk membantu proses pemicuan tersebut digunakan beberapa komponen PRA seperti pemetaan, transek, alur kontaminasi dan simulasilainnya. Dan proses ini adalah salah satu usaha untuk mencapai salah satu pilar dari Program Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang terdiri dari lima pilar yaitu : 1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) 2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) 3. Pengolahan Air Minum Rumah Tangga (PAM-RT) 4. Pengelolaan Limbah Padat (sampah) di Rumah Tangga. 5. Pengelolaan Limbah Cair di Rumah Tangga. Panduan ini bukan merupakan suatu alur yang “harus” diikuti atau dilakukan pada saat fasilitasi, karena tidak ada aturan yang baku dalam proses pemicuan. Proses implementasi di masyarakat lebih berkaitan dengan kemampuan dan inisiatif fasilitator. Fasilitator bisa memulai dengan kegiatan pemetaan dilanjutkan dengan transek, alur kontaminasi, kemudian ke pemetaan lagi, atau memulainya dengan transek, kemudian ke pemetaan, transek lagi, dan seterusnya. Fasilitator tidak harus menunggu sampai 1 komponen, 2 atau 3 komponen PRA selesai, namun setiap saat bisa langsung melakukan pemicuan jika kesempatan terbuka (misalnya masyarakatnya sudah mulai menunjukkan ke arah itu).
HAL – HAL YANG HARUS DIPICU DAN ALAT PEMICU YANG DIGUNAKAN (selain pemetaan wilayah BAB) Hal yang harus dipicu
Alat yang digunakan 1. Transect walk
Rasa jijik
Rasa malu
2. Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka,kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan /beras, wudlu, dll 1. Transect walk (meng-explore pelaku open defecation) 2. FGD (terutama untuk perempuan)
Takut sakit
1. FGD 2. Perhitungan jumlah tinja 3. Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data puskesmas. 4. Alur kontaminasi (oral fecal)
1. Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan Aspek agama (rasa berdosa) 2. dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri. Privacy
FGD (terutama dengan perempuan)
Kemiskinan
1. Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan 2. masyarakat “termiskin” seperti di Bangladesh atau India.
LANGKAH – LANGKAH FASILITASI DI MASYARAKAT 1. PERKENALAN DAN PENYAMPAIAN TUJUAN Perkenalkan terlebih dahulu anggota tim fasilitator dan sampaikan tujuan bahwa tim ingin “melihat” kondisi sanitasi dari kampung tersebut. Jelaskan dari awal bahwa kedatangan tim bukan untuk memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya inginmelihat dan mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat mendapat air bersih, bagaimana masyarakat melakukan kebiasaan buang air besar, dan lain-lain. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka mau menerima tim dengan maksud dan tujuan yang telah disampaikan 2. BINA SUASANA Untuk menghilangkan “jarak” antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah setempat untuk “tinja” (misalnya tai, dll) dan BAB (ngising, naeng, dll) 3. ANALISA PARTISIPATIF DAN PEMICUAN Memulai proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatifmisalnya melalui pembuatan peta desa/dusun/kampung yang akan menggambarkanwilayah BAB masyarakatnya. 4. TINDAK LANJUT OLEH MASYARAKAT Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu juga susunrencana tindak lanjut oleh masyarakat. Semangati masyarakat
bahwa mereka dapat100% terbebas dari kebiasaan BAB di sembarang tempat. 5. MONITORING Lebih kepada “memberikan energi” bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan di bidang sanitasinya.
ANALISA
PARTISIPATIF,
PEMICUAN
DAN
TINDAK
LANJUT
OLEH
MASYARAKAT PEMETAAN
Tujuan 1. Mengetahui / melihat peta wilayah BAB masyarakat 2. Sebagai alat monitoring (pasca triggering, setelah ada mobilisasi masyarakat) Alat yang diperlukan
1. Tanah lapang atau halaman 2. Bubuk putih untuk membuat batas desa. 3. Potongan – potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk. 4. Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran. 5. Spidol. 6. Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi 7. Bahan tersebut bisa digantikan dengan bahan lokal seperti: daun, batu, ranting kayu, dll.
Proses 1. Ajak masyarakat untuk membuat outline desa / dusun / kampung, seperti batasdesa/dusun/kampung, jalan, sungai dan lain-lain. 2. Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya,menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas rumah masing-masing. 3. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BABnya masing-masing. JIka seseorang BAB di luar rumahnya baik itu di tempat terbuka maupun “numpang di tetangga”, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK ke tempat BAB nya. 4. Tanyakan pula di mana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti pada saat malam hari, saat hujan atau saat terserang sakit perut.
Pendalaman / analisa partisipatif dari kegiatan pemetaan. 1. Tanyakan berapa kira-kira jumlah “tinja” yang dihasilkan oleh setiap orang setiap harinya. Sepakati jumlah rata-ratanya.
2. Minta masyarakat untuk menulis jumlah anggota keluarga di atas kertas yang berisi nama KK dan berapa jumlah total “tinja” yang dihasilkan oleh 1 keluarga/rumah setiap harinya. 3. Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat) yang paling banyak menghasilkan tinja. (beri tepuk tangan). 4. Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya. 5. Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi. Picumasyarakat bahwa bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya. 6. Ajak masyarakat menghitung jumlah “tinja” dari masyarakat yang masih BAB disembarang tempat per hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak “tinja” yang ada di desa / dusun tersebut dalam 1 tahun? Berapa lama kebiasaan BAB sembarang tempat berlangsung?. 7. Tanyakan kemana Kira-kira “perginya” tinja – tinja tersebut. 8. Di akhir kegiatan tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB? Apakah mereka akan melakukan hal yang sama? Catatan:
Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta di atas lahan “harus” disalin ke dalam kertas (flipchart).
Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan menggunakan kertas yang cukup besar.
TRANSEK Tujuan Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan akan terpicu rasa malunya. Proses 1. A jak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat BAB(didasarkan pada hasil pemetaan). 2. Lakukan analisa partisipatif di tempat tersebut. 3. Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB di tempat tersebut. 4. Jika di antara masyarakat yang ikut transek ada yang biasa melakukan BAB di tempat tersebut, tanyakan:
bagaimana perasaannya?
berapa lama kebiasaan itu berlangsung,
apakah besok akan melakukan hal yang sama?
5. Jika di antara masyarakat yang ikut transek tidak ada satupun yang biasa melakukan BAB di tempat tersebut tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah tersebut. Tanyakan hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan tempat yang sering dipakai BAB tersebut. 6. Jika ada anak kecil yang ikut dalam transek atau berada tidak jauh dengan tempat BAB itu, tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecilmenyatakan tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal) lainnya.
Catatan: Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian),natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transekdengan membawa “peta”. Transek ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya yang sudah mulai berubah? Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai rumah masing-masing dengan tanggal sesuai kesiapan mereka.
ALUR KONTAMINASI (ORAL FECAL)
Tujuan Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Alat yang digunakan
Gambar tinja dan gambar mulut
Potongan – potongan kertas
Spidol
Proses 1. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut? 2. Tanyakan bagaimana tinja bisa “dimakan oleh kita”? melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal – hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut. 3. Analisa hasilnya bersama – sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi(misalnya FGD untuk memicu rasa takut sakit)
SIMULASI AIR YANG TELAH TERKONTAMINASI
Simulasi dengan menggunakan air ini dapat dilakukan pada saat transek, saat pemetaan atau pada saat diskusi kelompok lainnya. Tujuan
Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan seharí – hari.
Alat yang digunakan :
Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/minum)
Polutan air (tinja)
Proses
Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci pakaiann dan lain-lain yang biasa dilakukan oleh warga di sungai.
Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang peserta untuk melakukan hal yang dilakukan sebelumnya.
Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya? Apa bedanya dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu?
Apa yang akan dilakukan masyarakat di kemudian hari?
Peragaan
ini bisa ditambahkan dengan
hal-hal lain seperti
mencampur sedikit kotoran ke dalam gelas dan minta mereka untuk meminumnya, meminta masyarakat untuk mencuci beras, sikat gigi atau berwudlu dengan air sungai yang telah dicampur dengan kotoran, dan lain-lain.
Bila peragaan ini dilakukan pada saat transek ke wilayah sungai, untuk menunjukkan bahwa air telah terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam ember, melainkan bisa langsung mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja. Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan dengan
DISKUSI KELOMPOK (FGD). Tujuan
Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat, diantaranya:
FGD untuk memicu rasa “malu” dan hal-hal yang bersifat “pribadi”
Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya.
Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung dan kegiatan yang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang?
Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara sengaja atau tidak sengaja?
Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan?
Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang sama?
Catatan Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling terbebani (kehilangan privacy), jadi perempuan termasuk kelompok yang paling kompeten untuk dipicu.
FGD untuk memicu rasa “jijik” dan “takut sakit”
Ajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah “tinja di kampungnya”, dan kemana perginya sejumlah tinja tersebut.
Jika dalam diagram alur terdapat pendapat masyarakat bahwa lalat adalah salah satu media penghantar kotoran ke mulut, lakukan probing tentang lalat. Misalnya: jumlah dan anatomi kaki lalat, bagaimana lalat hinggap di kotoran dan terbang ke mana saja dengan membawa kotoran di kaki-kakinya, bagaimana memastikan bahwa rumah–rumah dan makanan-makanan di dalam kampung itu dijamin bebas dari lalat, dan sebagainya.
Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja yang pernah terkena diare (2 – 3 tahun lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, adakah anggota keluarga (terutama anak kecil) yang meninggal karena diare, bagaimana perasaan bapak/ibu atau anggota keluarga lainnya.
Apa yang akan dilakukan kemudian?
FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan (contohnya dalam komunitas yang beragama Islam)
Bisa dengan mengutip hadits atau pendapat para alim ulama yang relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan, seperti yang dilakukan oleh salah seorang fasilitator di Sumbawa, yang intinya kurang lebih: “bahwa ada 3 kelompok yang karena perbuatannya termasuk orang-orang yang terkutuk, yaitu orang yang biasa membuang air (besar) di air yang mengalir (sungai/kolam), di jalan dan di bawah pohon(tempat berteduh)”.
Bisa dengan mengajak untuk mengingat hukum berwudlu, yaitu untuk menghilangkan “najis”.
Tanyakan air apa yang selama ini digunakan oleh masyarakat untuk wudlu”? apakah benar benar bebas dari najis?
Apa yang akan dilakukan kemudian?
FGD menyangkut kemiskinan FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adanya uang untuk membangun jamban.
Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, fasilitator bisa menanyakan apakah benar jamban itu mahal? Bagaimana dengan bentuk ini (berikan alternatif yang paling sederhana).
Apabila masyarakat tetap beralasan mereka cukup miskin untuk bisa membangun jamban sederhana),
(meskipun
fasilitator
bisa
dengan
bentuk
yang
mengambil perbandingan
paling dengan
masyarakat yang “jauh lebih miskin” daripada masyarakat Indonesia, misalnya
Bangladesh.
Bagaimana
masyarakat
miskin
di
Bangladesh berupaya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Apabila masyarakat masih mengharapkan bantuan, tanyakan kepada mereka: tanggung jawab siapa masalah BAB ini? Apakah untuk BAB saja kita harus menunggu diurus oleh pemerintah dan pihak luar lainnya?
Catatan penting pada saat pemicuan. Di setiap akhir fasilitasi (FGD) tanyakan kepada mereka
“bagaimana perasaan ibu/bapak terhadap kondisi ini?”
“apakah bapak/ibu ingin terus dalam kondisi seperti ini?”
Fasilitator menyampaikan kesimpulan atas analisa yang telah dilakukan oleh masyarakat. Jika masyarakat masih senang dengan
kondisi
sanitasi
mereka,
artinya
tidak
mau
berubahdengan berbagai macam alasan, fasilitator bisa menyampaikan :
Terima
kasih
telah
memberikan
kesempatan
untuk
melakukan analisa tentang sanitasi di desa bapak/ibu, silakan bapak/ibu meneruskan kebiasaan ini, dan ibu/bapak adalah satu satunyakelompok masyarakat yang masih senang untuk
membiarkan
masyarakatnya saling
mengkonsumsi
kotoran. Dengan senang hati kami akan menyampaikan hasil analisa bapak/ibu ini kepada bapak camat/bupati/dst, bahwa di wilayah kerja mereka masih terdapat masyarakat yang mau bertahan dengan kondisi sanitasi seperti ini. PENTING UNTUK FASILITATOR Pada saat memfasilitasi, ada hal-hal yang JANGAN DILAKUKAN dan HARUS DILAKUKAN oleh seorang fasilitator, diantaranya : JANGAN LAKUKAN
LAKUKAN Memicu kegiatan setempat. Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada subsidi dalam kegiatan
Menawarkan subsidi
ini. Jika masyarakat bersedia maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan proses.
Mengajari
Memfasilitasi Memfasilitasi
masyarakat
untuk
menganalisa kondisi mereka, yang Menyuruh
membuat memicu rasa jijik dan malu dan
jamban
mendorong
orang
dari BAB
di
sembarang tempat menjadi BAB di tempat yang tetap dan tertutup. Memberikan
alat-alat Melibatkan
masyarakat
dalam
atau petunjuk kepada setiap pengadaan alat untuk proses orang perorangan Menjadi mendominasi
fasilitasi.
pemimpin, Fasilitator proses menyampaikan“
hanya
pertanyaan
(selalu sebagai
diskusi. menunjukkan menyuruh
pancingan”dan
biarkan
dan masyarakat yang berbicara/diskusi
masyarakat lebih banyak. (masyarakat yang
melakukan ini dan itu memimpin). pada saat fasilitasi). Memberitahukan
apa
yang baik dan apa yang buruk
Membiarkan mereka menyadarinya sendiri
Langsung memberikan Kembalikan setiap pertanyaan dari jawaban
terhadap masyarakat kepada masyarakat itu
pertanyaan-pertanyaan sendiri, misalnya: “jadi bagaimana masyarakat
sebaiknya menurut bapak/ibu?”
Menawarkan subsidi
Memicu kegiatan setempat.
Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada subsidi dalam kegiatan ini. Jika masyarakat bersedia maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan proses.
Mengajari Memfasilitasi
Menyuruh membuat jamban
HARUS DILAKUKAN
FASILITASI DI AKHIR PEMICUAN (dimana masyarakat sudah terpicu) Tujuan Memberikan dukungan, semangat dan apresiasi kepada masyarakat yang maumelakukan perubahan di bidang sanitasi. Proses
Jika masyarakat sudah kelihatan ingin berubah, minta masyarakat untuk merumuskan upaya-upaya apa. Biarkan mereka merumuskan apa upaya mereka untuk berubah. Jika mereka menanyakan pendapat
fasilitator,
kembalikan
pertanyaan
itu
kepada
masyarakat, apa yang sebaiknya diupayakan? Atau jika masyarakat terlihat sangat mengharapkan solusi dari fasilitator, kita sebaiknya berpura-pura sibuk sendiri (sehingga bukan kita yang memberikan solusi) tetapi dengan tetap memperhatikan dan mendengarkan apa yang mereka diskusikan.
Jika diskusi di antara mereka terlihat sudah selesai, tanyakan : siapa yang ingin berubah dan membuat jamban esok hari ? Buat daftar namanya.
Berikan
apresiasi
dengan memberikan
selamat
dan
bertepuk tangan.
Orang yang pertama menyatakan ingin berubah, itulah yang diharapkan menjadi natural leader untuk memicu masyarakat lainnya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Dorong masyarakat yang mampu untuk membantu keluarga yang kurang mampu dalam mencari jalan keluar untuk menghentikan kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Dukung masyarakat yang termasuk dalam pressure group untuk bisa memfasilitasi masyarakatnya agar terjadi perubahan kebiasaan secara total. Contoh di Sumbawa, masyarakat yang punya kebun dan kebunnya sering digunakan sebagai tempat BAB sementara ia sendiri sudah mempunyai jamban adalah salah seorang yang termasuk dalam pressure group karena iamerasa dirugikan dengan perilaku masyarakatnya tersebut.
Jika sudah mencapai tahap ini dan masyarakat mengharapkan bantuan fasilitator dalam hal teknis, fasilitator bisa mulai membantu mereka dengan menggambarkan bentuk-bentuk jamban, mulai dari
yang paling sederhana sampai yang paling layak (sehat, aman dan nyaman) –> LADDER SANITASI
FASILITASI UNTUK RENCANA TINDAK LANJUT MASYARAKAT Tujuan Mendampingi masyarakat dalam menyusun rencana tindak lanjut untuk memperbaiki kondisi sanitasinya. Proses
Tanyakan kembali siapa yang akan berubah (dengan membuat jamban) esok hari? Buat daftar nama orang-orang yang akan berubah.
Tegaskan kepada orang-orang yang pertama kali akan berubah bahwa
mereka
adalah “pemimpin”
yang
diharapkan
dapat
membawa perubahan sanitasi secara keseluruhan di desanya (sepakati dengan
mereka
kemungkinan
orang-orang
tersebut
untuk
menjadi semacam “panitia” dalam rangka perubahan sanitasi ke arah yang lebih baik.
Tanyakan pula, siapa yang akan mulai merubah kebiasaan BAB sembarangan 3 hari kemudian, 1 minggu kemudian, 10 hari, 2 minggu, 1 bulan, dan seterusnya.
Berdasarkan kesepakatan, apa sebaiknya yang akan dilakukan oleh masyarakat (yang akan berubah) kepada masyarakat lain di desanya jika kesanggupan mereka untuk berubah (setelah masing-masing menyanggupi waktunya) tiba-tiba saja tertunda? –. misalnya dengan membantu secara gotong royong, sanksi, dll sesuai kesepakatan.
Tanyakan
pula,
kapan
kira-kira
seluruh
masyarakat
kampung/dusun/desa ini akan berubah dan menjadi salah satu desa yang menyatakan diri 100% telah bebas dari kebiasaan BAB sembarangan ? Fasilitasikan kepada mereka berdasarkan hasil analisa sebelumnya, bahwa sebagian kecil saja masyarakat yang masih BAB sembarangan dampaknya tetap akan dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Tanyakan apakah yang dapat mereka lakukan terhadap masyarakat kampung lain di dalam desanya atau desa lain yang masih mempunyai kebiasaan BAB di sembarang tempat? (apakah mereka bersedia
untuk
menyebarkan
kepada
masyarakat
kampung
lain tentang upaya yang mereka lakukan untuk merubah kebiasaan?)
Fasilitasikan kepada masyarakat bahwa fasilitator akan membantu masyarakat
dalam mendeklarasikan
kempung
mereka
sebagai
kampung yang 100% bebas dari kebiasaan BAB sembarangan misalnya dengan mendatangkan kepala daerah (bupati), pers, masyarakat kampung lain, dan sebagainya.
LADDER SANITATION Tujuan Melihat tangga/tahap-tahap sarana sanitasi masyarakat, dari sarana yang palingsederhana sampai sarana yang paling lengkap/layak (sehat, aman, nyaman) Proses 1. Ajak masyarakat untuk menggambarkan sarana sanitasi apa yang mereka ketahui. 2. Atau, ajukan pertanyaan kepada mereka (yang sudah punya jamban) kira-kira 10 tahun yang lalu BAB di mana, atau jamban seperti apa yang digunakan dulu, atau jamban apa yang digunakan sekarang? 3. Kembangkanlah diskusi yang berkaitan dengan sarana-sarana tersebut, tanyakanapakah faktor pendukung dan faktor penghambat setempat (teknis dan non teknis) dalam mewujudkan bentuk-bentuk sarana tersebut? 4. Lalu kembalikan kepada mereka, bentuk sarana apa yang bisa mereka wujudkan, yang sesuai dengan kondisi alam serta kemampuan mereka masing-masing. Catatan
Ladder sanitasi penting untuk diketahui dan menjadi bekal bagi fasilitator,
namun
baru disampaikan
kepada
masyarakat
jika
masyarakat memerlukannya, misalnya jika mereka merasa perlu saran atau pendapat yang berhubungan dengan sarana sanitasi yang akan mereka bangun.
Fasilitator bisa membawa alat bantu tentang ladder sanitasi, biasanya dalam bentuk gambar dengan spesifikasi teknis, serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sarana tersebut.
TAHAP MONITORING Dalam pemicuan
Stop
BABS monitoring
yang
paling
efektif
adalah
pengawasan diantara mereka sendiri, sehingga monitoring oleh pendamping lebih kepada memberikan energi atau dorongan kepada masyarakat. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka monitoring (energising) adalah:
Cross visit di antara kelompok masyarakat (kelompok yang sudah terpicu kepada kelompok yang belum terpicu atau sebaliknya).
Mengembangkan konsultan masyarakat; memfasilitasi masyarakat yang belum terpicu untuk mengundang natural leader yang ada untuk melakukan pemicuan di kelompok tersebut.
Selain itu, beberapa tools PRA yang bisa digunakan dalam tahap monitoring (setelah 1 – 2 bulan perubahan kebiasaan), diantaranya:
PEMETAAN Tujuan
Melihat akses masyarakat terhadap tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan antara tali akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat pasca pemicuan dan tindak lanjut masyarakat).
Proses
Ajak masyarakat untuk menandai rumah-rumah mana saja yang telah berhasil merubah kebiasaan. (dimana pada peta awal tercantum kapan waktunya mereka akan berubah, sampai pada tanggal berapa mereka
menyanggupi
untuk
terbebas
dari
kebiasaan
BAB
di sembarang tempat (kegiatan ini bisa dilengkapi dengan transek walk).
Mengajak
masyarakat
untuk
“menilai”
kondisi
sanitasi
di
desa/dusunnya dengan menggunakan skoring (ada penilaian, misalnya ketika pencapaian dibawah 25% berapa skornya, pencapaian 20 – 40%,, pencapaian 50% dan seterusnya sampai skor tertinggi untuk pencapaian 100% masyarakat telah mempunyai tempat yang tetap dan tertutup untuk melakukan BAB).
RATING SCALE (CONVINIENT) Tujuan
Untuk melihat dan mengtehui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan sekarang ketika sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup).
Untuk mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan ladder sanitasi di masyarakat.
Proses
Ajak
masyarakat
untuk
menggambar
sesuatu
yang
dapat
menunjukkan perasaan puas/senang/bahagia, perasaan biasa-biasa saja, dan perasaan tidak puas/tidak senang/sedih, misalnya:
,
,
Sepakati makna dari masing-masing gambar tersebut, (bila perlu sepakati pula berapa nilai dari masing-masing gambar tersebut, misalnya gambar sedih nilainya 0 dan gambar tertawa nilainya 100, dan ada interval nilai di antara gambar-gambar tersebut).
Minta
masyarakat
(satu
persatu)
untuk
berdiri
diantara
gambar-gambar itu, tanyakan:
– apa yang dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat? – Apa yang dirasakan sekarang? – Tanyakan apa perasaannya terhadap sarana sanitasi yang mereka punyai(mungkin masyarakat ada yang menjawab senang punya jamban tetapi kurangsenang karena masih belum dipasang dinding, dll) – Bila diperlukan, sepakati juga dengan masyarakat, bahwa masyarakat tidak harus berdiri tepat pada gambar tersebut, tetapi mungkin dapat berdiri diantara 2 gambar yang ada untuk menunjukkan apa yang mereka rasakan.
Untuk setiap pertanyaan, lihat jawaban mereka dengan melihat di gambar mana mereka berdiri. Perdalam alasannya, sehingga dari hal itu akan terbentuk sebuah diskusi yang dapat menggambarkan apa yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat secara umum berkaitan dengan kondisi sanitasinya.