Menuju Era Scl Di Ugm Dengan Optimalisasi Penggunaan Elisa

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Menuju Era Scl Di Ugm Dengan Optimalisasi Penggunaan Elisa as PDF for free.

More details

  • Words: 2,567
  • Pages: 9
Menuju Era SCL di UGM dengan Optimalisasi Penggunaan eLisa1 FARID YUNIAR Pendahuluan ELisa, E-Learning system for academic community, sudah diterapkan di Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak tahun 2004, tetapi pada kenyataannya banyak mahasiswa yang bahkan belum mengetahui keberadaan eLisa2. Di portal (website) eLisa pada forum Fakultas Teknik, misalnya, hanya terdapat 103 komunitas untuk 103 mata kuliah3 yang jika dibandingkan dengan jumlah seluruh mata kuliah yang ada di Fakultas Teknik merupakan jumlah yang sangat sedikit. Lebih menarik lagi, dari 103 komunitas tersebut ternyata tidak satupun terdapat forum yang dibuat untuk mata kuliah yang diajarkan di Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika. Ini berarti tidak satupun dosen Teknik Geodesi dan Geomatika menggunakan eLisa, yang juga berarti, dari ratusan mahasiswa Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika, ternyata tidak ada yang menggunakan eLisa. Fakta di atas tentu saja merupakan fenomena yang perlu mendapat perhatian serius. Bagaimana tidak, eLisa yang pada awal pendiriannya diharapkan dapat menjadi wadah bagi civitas akademika UGM baik dosen maupun mahasiswa dalam menerapkan program Student Centered Learning (SCL) ternyata belum dimaksimalkan penggunaannya. Sementara itu, di sisi lain, SCL sudah merupakan komitmen formal UGM sebagai institusi dan meyakininya sebagai sebuah metode yang efektif dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, UGM secara resmi telah menganggap SCL sebagai keharusan dalam rangka memajukan dan meningkatkan kualitas civitas akademika yang ada di kampus ini secara terpadu. Dari TCL ke SCL: Sebuah perubahan yang mendesak TCL (Teacher Centered Learning) adalah cara perkuliahan yang dalam hal ini dosen menjadi sumber utama informasi dan ilmu yang diajarkan dalam sebuah mata kuliah. Atau dengan pada kondisi yang lain, dosen menjadi perantara antara mahasiswa 1 2

3

dikutsertakan dalam Annual Essay Competition 2007 UGM Yogyakarta. berdasarkan wawancara acak kepada mahasiswa Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika UGM, enam dari sepuluh orang mengaku belum mengetahui keberadaan eLisa. http://elisa.ugm.ac.id. (akses tanggal 1 September 2007)

1

dengan sumber-sumber ilmu, ada jarak,yaitu pada posisi dosen, antara mahasiswa dengan referensi bacaan dan sumber pengetahuan, sehingga kemudian terjadilah ketergantungan mahasiswa terhadap dosen. TCL menempatkan dosen sebagai pemberi ilmu dan pusat kebenaran sehingga menyempitkan ruang kreativitas mahasiswa dan mematikan daya pikir kritis mereka. Hal ini biasanya terlihat dengan berkurangnya kemauan/keberanian untuk bertanya dan berdiskusi, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi kesalahan yang mungkin saja dilakukan oleh seorang dosen dalam proses pembelajaran. Dalam jangka panjang, dampak TCL akan terlihat terutama ketika mahasiswa lulus dari bangku kuliah. Kemampuan hard dan soft skill kurang terasah dengan baik sehingga menjadikan alumni, bukanlah sebagai seorang penyelesai masalah (problem solver) yang baik. Fenomena inilah yang kemudian melatarbelakangi diterapkannya pendekatan Student Centered Learning (SCL) sebagai alternatif pembelajaran, dengan harapan kekurangankekurangan yang selama ini terjadi pada TCL dapat dihilangkan atau setidaknya diminimalisir. SCL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menempatkan mahasiswa sebagai pusat pembelajaran. Dalam hal ini, mahasiswa dianjurkan dan diberi kebebasan untuk menggali sendiri pengetahuan yang dibutuhkannya. Jika pada TCL pengetahuan didapatkan dari dosen, maka pada SCL, mahasiswa mencari sendiri pengetahuan yang diinginkannya. Dengan penerapan ini diharapkan mahasiswa atau alumni kelak, bisa menjadi seorang penyelesai masalah yang baik karena terbiasa mencari penyelesaian sendiri atas kasus yang dihadapinya. Dalam hal ini dosen sebagai pendamping dan pengarah. Dengan SCL, bukan hanya kemampuan akademik yang diharapkan meningkat tetapi juga SCL kemampuan dan kualitas hard dan soft skill alumni. Mengingat kelebihan SCL dibandingkan TCL, maka penerapan SCL untuk menggantikan TCL harus secepatnya dilakukan agar peningkatan mutu mahasiswa dapat segera terwujud. SCL melalui E-Learning SCL pada dasarnya memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk mencari informasi dan pengetahuan yang diperlukan. Tersedianya sumber pembelajaran yang memadai merupakan kunci keberhasilan SCL. E-Learning merupakan salah satu fenomena yang sangat terkait dengan SCL ini. Dengan E-Learning, seorang mahasiswa dapat memperoleh materi kuliah dengan cepat melalui internet.

2

E-Learning berkembang karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang pesat. Setelah digunakannnya internet secara global (world wide), maka mulai terbukalah kesempatan bagi para akademisi dari seluruh dunia untuk dapat bertukar ilmu pengetahuan baru serta beragam informasi kekinian menyangkut dunia ilmu pengetahuan. Kemajuan TIK ini mengakibatkan mulai terbentuknya kebiasaan baru yaitu mencari dan berbagi ilmu pengetahuan dan informasi baru dengan cara yang mudah. Hanya dengan duduk di depan komputer yang terkoneksi dengan internet, maka ilmu pengetahuan dan informasi dapat disebarkan dan diakses dengan mudah. Dalam rangka mengembangkan dan menyukseskan penerapan SCL di UGM, penggunaan E-Learning menjadi keharusan. Dengan inilah dosen dan mahasiswa bisa bertukar informasi dengan mudah dengan cakupan yang tidak terbatas. Maka dari itu, pengembangan eLisa, program E-Learning yang dilaksanakan di UGM, sesungguhnya merupakan langkah jitu dalam mendukung keberhasilan SCL di UGM. ELisa: dari siapa dan untuk siapa? ELisa, secara garis besar, dibuat dengan tujuan menjadi wadah bagi akademisi UGM untuk melakukan proses pembelajaran dengan TIK. Dengan eLisa, dimungkinkan beragam ilmu dan informasi baru dapat dengan cepat disebarluaskan, diakses, dan diketahui oleh kalangan intern kampus, tanpa harus bertatap muka. Hal ini akan mengatasi masalah yang disebabkan faktor jarak dan waktu. Di portalnya, eLisa dibuat sesuai dengan jumlah fakultas yang ada, dan dipisahkan lagi untuk tiap-tiap mata kuliah agar memudahkan penggunaan. Dalam perspektif yang sederhana, eLisa diharapkan dapat menjadi tempat kuliah jarak jauh, yang dalam hal ini dosen dan mahasiswa dapat berinteraksi dari mana saja, di mana saja dan kapan saja. ELisa merupakan tempat interaksi akademik antara dosen dan mahasiswa dalam dua arah, yakni sama-sama memberi dan mencari ilmu pengetahuan dan informasi baru. Dengan kata lain, eLisa bukanlah sesuatu yang bersifat satu arah dari dosen untuk mahasiswa, melainkan dua arah. Dalam eLisa, mahasiswa juga dimungkinkan memberi tambahan informasi yang berguna bagi dosen dan mahasiswa lain. Secara teori eLisa merupakan bentuk ideal pemberlakuan SCL di UGM. Apa ada dengan eLisa?

3

Kultur budaya perkuliahan Teacher Centered Learning (TCL) yang sudah sekian lama dilaksanakan mungkin akan sulit dihilangkan. Fakta ini terlihat jelas pada proses kuliah tradisional, yang pada beberapa jurusan, masih mengandalkan sekedar bahan ajar dari dosen. Juga masih adanya anggapan di banyak benak mahasiswa, bahwa catatan kuliah adalah satu-satunya sumber informasi, yang menjadi dewa penolong saat ujian. Hal tersebut mengakibatkan eLisa masih asing dan terkesan mewah sebagai sarana kuliah SCL. Bukan hanya karena harus ada komputer dan koneksi internet, tetapi juga karena secara tersirat, mengharuskan update informasi secara berkesinambungan dalam forum. Selain itu, eLisa juga mengharapkan adanya interaksi yang baik dari anggota yang ikut di dalamnya baik dosen maupun mahasiswa. Secara kultur akademik, budaya interaksi ini belum terbentuk dengan baik, sehingga eLisa menjadi pilihan yang tidak populis. Di sisi lain, eLisa juga menjadi tidak penting, bagi mahasiswa dan dosen yang masih beranggapan bahwa nilai A menjadi indikator keberhasilan pembelajaran, tanpa mau mengkomparasikan kualitas output perkuliahan dengan ilmu kekinian yang sedang berkembang, dan tentu saja, dengan akademisi dari universitas lain di negara maju. Selain itu, kurangnya penggunaan eLisa disebabkan minimnya kesadaran dan pengetahuan mahasiswa dan dosen akan potensi eLisa untuk dimanfaatkan sebagai sarana SCL yang handal. Starter pack eLisa: Hidangan lezat yang menarik untuk dicoba Menurut Thorne (2005), salah satu langkah terpenting dalam setiap proses perubahan adalah mengidentifikasi secara akurat titik awal untuk memulai proses perubahan. Jika ketidakpopuleran eLisa ini dicermati, maka ada sebuh faktor kunci yang menjadi

penyebabnya,

yakni

dosen.

Mengapa?.

Walaupun

eLisa

sepenuhnya

mengharapkan sistem SCL, yakni dua arah perkuliahan, namun dosen tetap saja memegang peran penting dan menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan SCL. Dosen adalah titik awal untuk memulai proses perubahan dari TCL ke SCL. Dosen menjadi pihak yang harus memulai dan me-maintenance kondisi perkuliahan jarak jauh di eLisa, tanpa harus mengubah sistem kuliah dua arah, dosen lah yang menjadi penyedia dan pembuat starter pack eLisa. Tetapi idealnya, dosen saja harus mampu menghadirkan paket awal eLisa sesuai dengan mata kuliah yang diampu, tetapi juga, paket tersebut harus mampu menarik

4

mahasiswa untuk ikut dalam forum eLisa, untuk kemudian menjadi aktif didalamnya, dan kondisi perkuliahan SCL dapat terpenuhi. Jika dalam dunia niaga, promosi menjadi hal yang sangat penting dan bahkan dominan dalam menarik konsumen, hal ini berlaku juga dalam mempopulerkan eLisa di kalangan mahasiswa. Langkah pertama yang wajib dilakukan seorang dosen adalah membuat forum di eLisa untuk mata kuliahnya dan selanjutnya mempromosikan kepada mahasiswa dalam perkuliahan tradisional. Selama ini dalam kuliah tatap muka langsung, cenderung terjadi one man show, dosen akan selalu memulai dahulu, memberikan kuliah sepanjang waktu, dan terus-menerus mengawasi jalannya kuliah, maka dalam eLisa, dosen, sangat mungkin, menyuguhkan banyak interaksi yang mengharuskan mahasiswa terlibat di dalamnya. Dosen harus mampu mempromosikan hal penting ini pada kuliah tatap muka, meyakinkan kepada mahasiswa bahwa SCL adalah kebutuhan yag mendesak saat ini untuk mahasiswa dan masa depan mereka. Pertanyaannya sekarang, starter pack seperti apa yang harus ditawarkan?. Tentu tersedia beragam jenis kegiatan yang dapat ditawarkan dalam paket promosi tersebut. Dan yang paling mengakomodasi kepentingan perkuliahan dua arah ini adalah pemaksimalan diskusi forum. Diskusi intensif yang melibatkan semua anggota forum, baik dosen maupun mahasiswa. Misalnya, dalam mata kuliah Survei GPS di Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika dibahas tentang beragam jenis satelit, maka dalam forum eLisa, dosen mata kuliah Survei GPS dapat memulai diskusi dengan pengantar menarik, GPS, Galileo, Glonass, mana yang lebih handal?. Indonesia seharusnya memakai satelit apa? Dosen bisa memberikan referensi awal sebagai guidance mahasiswa untuk mengeksplorasi banyak hal tentang satelit. Namun demikian, dosen juga harus tetap aktif di dalam forum, untuk melihat sejauh mana tujuan SCL yang diharapkan dalam forum ini sudah tercapai. Secara sederhana, starter pack eLisa yang ditawarkan harus berisi ide-ide dan kegiatan yang mampu menarik perhatian mahasiswa untuk terlibat aktif di dalamnya. Dan yang tidak kalah penting, dosen juga harus mempertimbangkan sejauh mana strater pack yang ditawarkan tersebut, dapat melatih daya kreasi dan nalar mahasiswa. Menurut Agustian (2004), melatih penalaran juga harus diikutkan, karena tanpa kemampuan nalar (reasoning power), maka seseorang menjadi “terputus” dan kehilangan arah. Bukankah SCL pada akhirnya menginginkan mahasiswa yang mampu menggunakan kemampuan diri dengan maksimal, termasuk daya nalar.

5

Fasilitas dan sarana penunjang eLisa: Belajar dari tetangga sebelah Berbicara mengenai E-Learning, maka akan sangat baik jika mencontoh pada tetangga sebelah yang sudah lebih dahulu maju dan berhasil melaksanakan perkuliahan sistem SCL. Mari lihat dua universitas di Australia yaitu University of New South Wales (UNSW) dan University of Wollongong. Di kedua universitas ternama di Australia ini, ELearning sudah berjalan sangat baik. Baik meliputi sarana TIK, sistem belajar dan sistem penunjang lain. Budaya E-Learning ini juga dapat dilihat dengan fakta yang ada, bahwa sebagian besar tugas diberikan secara online dan pengumpulannya juga dilaksanakan online. Dan lebih lagi, setiap mahasiswa secara otomatis memiliki e-mail dan menjadi anggota komunitas E-Learning, karena NIM setiap mahasiswa digunakan sebagai username, terutama untuk mata kuliah yang diambilnya 4. Menarik bukan?. Dalam portal (website) E-Learning University of Wollongong bahkan tercantum beberapa tips untuk para pengguna E-Learning, bagaimana menjadi E-Learner yang baik, dengan beragam referensi dan contoh-contohnya5. Pola E-Learning seperti yang diterapkan di kedua Universitas Australia di atas sesungguhnya bisa diadopsi oleh UGM, sehingga setiap mahasiswa sudah secara otomatis tergabung dalam eLisa. Salah satu hal yang perlu ditiru adalah pemberian e-mail secara otomatis kepada semua mahasiswa sehingga semua komunikasi formal menyangkut perkuliahan melibatkan e-mail tersebut. Hal ini juga secara tidak langsung akan memaksa mahasiswa untuk mengakses internet secara teratur. Pemberian e-mail secara opsional kepada mahasiswa UGM seperti yang diterapkan PPTIK UGM saat ini, nampaknya kurang efektif karena hanya beberapa gelintir mahasiswa saja yang memanfaatkannya. Sehingga e-mail UGM resmi tidak bisa dijadikan alat komunikasi resmi, mengingat tidak semua mahasiswa memilki e-mail UGM. Yang tidak kalah penting adalah, pengelola eLisa, dalam hal ini universitas dan dosen, harus juga menyediakan beragam referensi perkuliahan, seperti jurnal ilmiah atau poluler online. SCL tentu tidak akan maksimal hasilnya jika referensi yang digunakan adalah jurnal dan buku lama yang sudah tergantikan oleh beragam teori dan penemuan baru. Jurnal online dengan berita dan ilmu yang up-to date didalamnya, menjadi sebuah keharusan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat saat ini. Dengan 4

5

Wawancara dengan I Made Andi Arsana, dosen Jurusan Teknik Geodesi dan Geomatika yang menyelesaikan pendidikan magister di UNSW, dan saat ini sedang menjadi fellow researcher di University of Wollongong. http://www.uow.edu.au/student/elearning/guide/index.html (akses tanggal 10 September 2007)

6

adanya update informasi dan berbagai sumber ilmu terkini yang ada di eLisa, maka mahasiswa akan menemukan hal-hal baru, yang membuat SCL menjadi menyenangkan dan berhasil guna. Yang lebih penting, mahasiswa SCL dapat selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan terutama aplikasinya untuk kehidupan nyata serta tidak tertinggal oleh institusi pendidikan di belahan dunia yang lain. Dan kesemua hal di atas hanya dapat terlaksana jika mahasiswa juga diberikan kemudahan-kemudahan akses teknologi informasi, baik berupa ketersediaan akses internet dan media pendukung yang lain. Award: Penghargaan terhadap Kemampuan Intelektual Memberikan pujian untuk diri sendiri

ternyata mampu membantu kesuksesan

dalam belajar6. Bagaimana jika hal tersebut dilaksanakan di eLisa?. Diberikan award atau semacamnya kepada sebuah forum, dosen, atau mahasiswa karena prestasi di forum, atau karena hal lain, semisal, untuk forum mata kuliah pada tiap fakulltas dengan anggota teraktif dan paling produktif menghasilkan paper ilmiah atau publikasi nasional dan internasional maka mendapatkan award atau hadiah dalam bentuk lain. Atau, diberi penghargaan khusus bagi dosen yang dinilai concern dengan totalitasnya terhadap SCL di eLisa, dengan parameter penilaian, misalnya, banyaknya forum yang dibuat dosen, publikasi ilmiah yang dihasilkan di forum, baik oleh dosen maupun mahasiswa, keaktifan anggota dalam forum. Atau penilaian terhadap hal-hal lain yang secara signifikan dapat menjadi daya tarik dan motivasi bagi dosen dan mahasiswa untuk berinteraksi lebih berkualitas lagi di eLisa, bukan semata karena ada uang, grant, hadiah, dan award saja, tetapi lebih karena ada perhatian dan penghargaan dari pihak universitas pada kemampuan intelektual yang ada pada sebuah forum melalui interaksi dosen dan mahasiswanya. Apalagi pada bulan Juni tahun ini, eLisa UGM berhasil mendapat hibah HP Teaching Grant 20077, sehingga eLisa harusnya mampu untuk melaksanakan pemberian award, mengingat tentu terdapat jumlah dana yang tidak sedikit dalam hibah tersebut, yang sebagian dapat dialokasikan untuk hal dan kegiatan di atas.

Proses keteladanan: Sebuah point penting 6 7

Hernacki, M dan B DePorter, Quantum Learning, (Bandung 2003), hal. 336 http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=805 (akses tanggal 1 September 2007)

7

SCL tidak dapat berjalan jika dosen tidak rajin berinteraksi dan memotivasi mahasiswa untuk aktif. Namun harus disadari, peran dosen tidak terbatas pada dua hal itu saja. Ada faktor lain yang tidak kalah penting, keteladanan. Kalau dosen saja tidak pernah aktif menulis karya ilmiah, misalnya, maka jangan harap mahasiswa juga akan aktif. Dan begitu juga dalam proses pembelajaran. Kalau dosen tidak mampu memberikan materi yang up-to date dan beragam, maka jangan bermimpi menjadikan mahasiswanya kreatif dan gemar menggali sendiri. Keteladanan, sekali lagi, adalah point penting. Mahasiswa mana yang tidak jadi termotivasi, melihat dosennya yang masih muda, melanjutkan studi ke luar negeri karena mendapat beasiswa penelitian. Mahasiswa mana yang tidak ingin seperti dosennya, yang diangkat jadi staf ahli menteri, karena dosen tersebut rajin menulis beragam publikasi nasional dan internasional, yang pada kenyataannya adalah bukan hal mustahil dilakukan oleh seorang mahasiswa. Kesimpulan ELisa yang sampai saat ini belum dikenal oleh banyak mahasiswa, harus segera berbenah, mengingat pelaksanaan SCL yang sudah tidak dapat ditunda lagi. Beragam kegiatan dan promosi harus dilakukakan, tentu dengan mensyaratkan dukungan penuh dari universitas sebagai penyedia dana dan sarana, dosen sebagai motor penggerak eLisa dan pemberi keteladanan bagi mahasiswa, serta yang menjadi pusat perkuliahan itu sendiri, mahasiswa, yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas hard dan soft sklillnya selama mengikuti perkuliahan. Sehingga kelak, mahasiswa yang lulus dari bangku kuliah, adalah mereka yang mampu menjadi problem solver yang handal dengan memiliki kemampuan reasoning power yang baik, serta tentu saja, dengan kemampuan akademik yang juga tak kalah cemerlang.

8

Bibliografi Agustian, Ary Ginanjar. 2004. ESQ. Jakarta: Penerbit Arga. Hernacki, Mike & Bobbi DePorter. 2003. Quantum Laerning. Bandung: Penerbit Kaifa. Thorne, K. 2005. Coaching for Change. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer. http://elisa.ugm.ac.id. (akses tanggal 1 September 2007) http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=805 (akses tanggal 1 September 2007) http://www.uow.edu.au/student/elearning/ (akses tanggal 10 September 2007) http://www.uow.edu.au/student/elearning/guide/index.html (akses tanggal 10 September 2007) http://vista.elearning.unsw.edu.au/ (akses tanggal 10 September 2007)

9

Related Documents