adil memang sulit, tapi harus! oleh: kh. a. mustofa bisri sebagai sikap dan laku, adil mungkin termasuk yang paling sulit. soalnya karena adil itu *jejeg,* tegak lurus, tidak condong dan tidak miring ke sana-kemari. sementara kita sebagai manusia, dari sononya memiliki 'athifah atau emosi yang bawaannya *mirang-miring* kesana kemari. ?apalagi dalam dan di sekeliling kehidupan kita banyak faktor yang mempengaruhi kita, yang mendorong kesana atau menarik kemari. kita mencintai dan senang, condong kemari; kita marah dan benci, miring kesana. hakim yang sedang marah atau benci kepada seseorang, katakanlah si fulan, misalnya, jangan suruh ia mengadili si fulan itu. karena hampir dipastikan si hakim tidak bisa berlaku adil dan *jejeg.* (ingat kasus hakim yang diberhentikan gara-gara memvonis maling arloji dengan hukuman maksimal, lantaran *gregetan*; pasalnya yang dicuri si maling adalah arloji beliau). demikian pula bila seorang hakim �karena sesuatu hal-- sangat senang kepada si terdakwa, bisa ditebak putusannya akan tidak adil. bagaimana pun sulitnya, kita semua tahu bahwa bersikap dan berlaku adil adalah sangatlah penting dalam kehidupan kita. maraknya kasus-kasus mulai dari korupsi, main hakim sendiri, perkelahian 'antar pemain', krisis kepercayaan, hingga tindak kekerasan dan terorisme; misalnya, jika ditelusuri, sumbernya tidak lain adalah ketidak-adilan. itulah sebabnya �wallahu a'lam�allah swt dalam kitab sucinya al-quran sering menegas-tekankan pentingnya bersikap dan berlaku adil (lebih dari 30 ayat!). bahkan perintah menegakkan kebenaran dan bersaksi pun diberi catatan: harus dengan adil (q. 4: 135; 5: 8). bahkan allah wanti-wanti: *"walaa yajrimannakum syana-aanu qaumin anlaa ta'diluu; i'diluu huwa aqrabu littaqwa�"(*q.5: 8) "dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum (menurut kebanyakan mufassir 'kaum' disini yang dimaksud adalah orang-orang kafir!) menyeretmu untuk berlaku tidak adil; berlaku adillah! itu lebih dekat kepada takwa�" pastilah antara lain karena pentingnya sikap dan laku adil ini pula, konon sang khalifah adil umar ibn abdul aziz mentradisikan dalam akhir khotbah jum'at dibacanya ayat q.16: 90. *"innallaha ya'muru bil'adli�".* berlaku adil tentu tidak hanya dituntut dari pihak penguasa dan penegak hukum saja, tapi juga dari kita semua, terutama yang merasa mendapat firman dari allah dan mempercayainya. namun, seperti disinggung di atas, bersikap dan berlaku adil memang hanya gampang diucapkan. untuk mempraktekkannya sangat sulit. sering kali kita menuntut perlakuan adil dari pihak lain, namun sering kali juga kita tidak sadar telah berlaku tidak adil terhadap pihak lain. adil, jejeg, mengandung pengertian objektif, i'tidaal, proporsional, tawaazun. ketika ada seorang oknum polisi yang doyan sogok, misalnya, lalu kita mengatakan semua polisi doyan sogok. ucapan kita ini jelas tidak benar dan tidak adil. sama dengan tidak benar dan tidak adilnya orang yang mengatakan bahwa pesantren adalah sarang teroris, hanya karena ada oknum pengamat yang menulis bahwa ada peran alumni pesantren dalam aksi terror dan pernyataan oknum pejabat tinggi yang sembrono menyatakan bahwa aktifitas pesantren harus diawasi. di mana-mana � di negara, di bangsa, di kalangan umat beragama, bahkan di organisasi mana pun�selalu ada orang atau kelompok yang buruk di samping yang baik-baik; ada yang jahat di samping yang saleh-saleh; ada yang tolol
di samping yang berakal sehat. di indonesia -- negeri yang disebut-sebut tercatat sebagai salah satu negara terkorup di dunia-- misalnya, meski ada edy tanzil dan sekian ribu koruptor (yang konangan maupun yang tidak), pastilah masih banyak orang-orang yang lurus sebagai mayoritas bangsa. sangat tidak adil bila dikatakan bangsa indonesia adalah bangsa maling. apalagi yang dirugikan oleh �atau kasarnya: yang dimalingi-- para koruptor itu justru mayoritas bangsa indonesia sendiri. sebagai bangsa indonesia, kita tentu tersinggung dan marah disebut bangsa maling. meskipun ada beberapa orang islam yang ngebom dan melakukan aksi terror, kita sebagai umat islam tentu tersinggung dan marah bila dikatakan bahwa orang islam tukang ngebom; apalagi dikatakan bahwa agama islam adalah agama kekerasan dan terror. analog dengan itu saya kira sama dengan misalnya, melihat amerika . meski di negeri paman sam itu ada orang zalim bermuka dua yang bernama george w. bush dan sekian pemimpin pemerintahan bahkan juga sekian banyak rakyatnya yang adigang-adiguna, adalah tidak adil apabila kita kemudian menafikan adanya orang-orang lurus dan berakhlak --termasuk sekitar 5,5 juta warga yang beragama islam-- di amerika; dan mengatakan secara gebyah uyah: bangsa amerika adalah bangsa yang jahat, kafir, dan zalim. demikian pula di denmark. meski ada kartunis dan sekian redaktur tolol di harian *jyllands-posten* yang mempublikasikan kartun nabi muhammad saw yang diagungkan umat islam; adalah tidak adil jika kemudian kita mengecap denmarksebagai negara tolol dan bangsanya adalah bangsa tolol yang memusuhi islam. dalam kaitan ini, adalah menarik apa yang ditulis kolomnis abdullah bijad al'utaiby di harian ar-riyadh. tulisnya antara lain: "adalah hak kita untuk marah karena rasul kita yang mulia dilecehkan; dan adalah hak kita untuk mengungkapkan kemarahan kita secara berbudaya seperti pemutusan hubungan perdagangan, namun jangan sampai kemarahan itu berkembang ke arah kekerasan dan pembunuhan; jangan sampai memberi peluang 'orang-orang menyusupkan racun dalam makanan'. tujuan kita harus jelas. bukan marah sekedar marah." benar kan, adil itu sulit? tapi sangat penting dan harus. karena itulah kita dianjurkan untuk saling menasehati, saling beramar-makruf-nahi-munkar, dan saling membantu dalam kebajikan, termasuk membiasakan memandang sesuatu tidak hanya secara 'hitam-putih' dan membiasakan berlaku adil. wallahu a'lam -------------------------dosa kala derita dua hari ini dua anggota keluarga saya sakit. hari pertama isteri saya demam disertai panas tinggi. setelah panasnya mereda, sehari kemudian giliran anak pertama saya yang terserang demam, panas dan batuk. dan dalam dua hari itu pula, saya mengantar ke dokter yang sama, dokter yang sudah menjadi langganan keluarga kami. seperti saat berobat sebelumnya, saya selalu meminta kwitansi pengobatan karena biasanya akan mendapat penggantian dari kantor. yang menarik, setiap kali hendak menuliskan nominal yang akan tertera di kwitansi, petugas klinik selalu bertanya, mau ditulis berapa di kwitansinya?. meski dia sudah tahu jawaban saya selalu sama, sesuai yang saya keluarkan. rupanya, petugas itu sebenarnya sudah tahu akan jawaban saya itu, namun ia hanya ingin tahu apakah saya akan berubah atau tetap pada pendirian saya. bahwa saya tidak akan melebihkan bahkan satu sen pun nominal yang tertera di kwitansi untuk mendapatkan keuntungan. ketika mendapat jawaban yang sama, wanita berusia limapuluh tahunan itu berujar, alhamdulillah masih lurus?
kesempatan berbuat dosa ternyata selalu terbuka di mana pun dan kapan pun, termasuk di saat kita menderita. saat kita atau anggota keluarga sakit, kesempatan itu datang dengan cara seperti yang saya ceritakan di atas. melalui kwitansi rumah sakit atau klinik, kita bisa saja mencantumkan nominal yang lebih dari sudah kita bayarkan. kesempatan itu selalu saja ada dan bahkan ditawarkan, seperti yang selalu saya alami. mungkin seandainya saya mengambil kesempatan itu dan meminta petugas klinik menuliskan nominalnya dua kali lipat dari yang saya bayarkan, kantor akan menggantinya tanpa banyak bertanya. tetapi, apakah semudah itu saya menyebut angka yang saya inginkan? akankah terasa ringan tangan saya saat menerima uang pengganti berobat dari kantor dalam jumlah yang tak sesuai? saya terus berpikir, seandainya saya mengambil kesempatan itu dan terus menerus mengulanginya setiap kali meminta kwitansi berobat. dua kesalahan, kalau tidak bisa dibilang dosa, langsung tercipta secara bersamaan. pertama, berdusta dengan nilai nominal yang tak semestinya. kedua, merugikan perusahaan yang menurut saya masuk dalam kategori korupsi. lantas, apa bedanya kita dengan para koruptor? perbuatannya sama-sama memanipulasi angka-angka dan sama-sama merugikan perusahaan. meski nilainya berbeda, namanya tetap sama; korupsi. tidak selesai sampai di dua kesalahan itu, perbuatan itu juga akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap diri ini. pertama, jelas-jelas kita akan dimintai pertanggungjawabannya kelak oleh allah. kedua, karena allah tidak suka dengan perbuatan kita, jangan-jangan sang maha penyembuh itu tak berkenan memberikan kesembuhan. tentu ini lebih mengerikan, karena dengan semakin seringnya anggota keluarga kita sakit lantaran tak sembuh-sembuh, jangan-jangan kita semakin sering memanfaatkan kesempatan ini secara terus menerus untuk memanipulasi angka. semestinya kita bersyukur, setiap kali sakit atau anggota keluarga yang sakit, masih ada biaya untuk ke dokter. apakah pantas rasa syukur itu diwujudkan dengan cara memanipulasi nominal dalam kwitansi berobat kita? di saat yang sama, di luar kita teramat banyak orang-orang bernasib tak seberuntung kita membiarkan penyakitnya terus menggerogoti tubuhnya lantaran tak ada biaya untuk ke dokter. tak sedikit yang harus menahan sakitnya hingga maut menjemput, lagi-lagi biaya menjadi kendala. banyak anak-anak yang bertahun-tahun tergolek di tempat tidur, sementara orangtuanya tak mampu berbuat apa pun untuk kesembuhan si buah hati. sedangkan kita? jangankan bersyukur, justru kita melakukan dosa di saat allah menegur kita dengan sakit. kwitansi itu hanya selembar kertas. namun jika tertera nominal yang dimanipulasi di atasnya, selembar kertas itu akan membuat repot urusan kita di hadapan allah kelak. -------------------------------http://www.gatra.com/artikel.php?id=92465 karikatur cinta emha ainun nadjib budayawan [kolom, gatra nomor 15 beredar senin, 20 februari 2006] pergolakan tingkat dunia yang diawali karikatur jyllands-posten mungkin akan berlangsung lebih lama, jauh dan mendalam dibandingkan dengan yang kita bayangkan, kita analisis dan perhitungkan. ia bukan sekadar ''lagu pop'' tentang islamofobia, ''iman'' demokrasi dan hegemoni tafsir atas term terorisme. mungkin juga lebih dari sekadar asumsi tentang rasa seteru dolar terhadap euro, desain global penguasaan atas bumi yang sedang tiba pada ''bantingan kartu'' tertentu di samping tahap-tahap scheduling
kartu-kartu lain sejak glasnost dan perestroika yang ''mendemokratiskan'' uni sovyet, kemudian afghanistan, irak, mendung berarak sekilas-sekilas di angkasa suriah dan iran, kemudian juga indonesia: yang pilihan kartunya lain dari yang lain. lebih dari sekadar peristiwa politik, ideologi, dan kebudayaan: bisa jadi skala waktu yang melatarbelakangi karikatur itu adalah peradaban yang cukup panjang. denmark bukan britain yang punya pengalaman pergaulan dan apresiasi terhadap islam berabad-abad lamanya. denmark adalah salah satu bagian dari wajah gemerlap skandinavia yang sangat percaya pada tingkat tinggi kedewasaan demokrasi yang telah dicapainya. salah satu ''ayat'' utama demokrasi, yakni kebebasan ekspresi, yang secara khusus dimanifestasikan oleh kebebasan pers sehari-hari, dijunjung sedemikian rupa sehingga tidak bisa dibayangkan bahwa agama, nabi, kitab suci, atau tuhan akan dihormati melebihi kebebasan ekspresi. dan di puncak keindahan bebasnya ekspresi itu, jika seseorang harus menyusun kalimat, menggubah lagu, menggoreskan lukisan, atau menggambar karikatur --maka tema primernya, untuk situasi mutakhir dunia yang sangat direpotkan oleh terorisme, dan itu diidentikkan dengan islam-tak ada lain kecuali ungkapan kejengkelan, rasa sebel, mungkin sampai ke tingkat benci, kepada islam. "for the sake of freedom of expression," kata jyllands-posten, "the only thing expressed by the cartoons, however, was contempt for muslims." ludah dalam sebuah peperangan, menantu muhammad saw, yakni ali ibn abi thalib --yang di samping seorang teolog, spiritualis, budayawan, ahli strategi sosial, pendekar bela diri yang tak terkalahkan dalam olah pedang, juga seorang ilmuwan yang disepakati oleh semua ulama sebagai pemilik ''puncak kefasihan'' atau nahjul-balaghah-- berhasil mengalahkan lawannya. ali berhasil memukul pedang lawannya hingga terlempar, kemudian menjatuhkannya dan menudingkan ujung pedang itu di leher lawannya. ia tinggal menusukkannya, dan itu tidak melanggar ham atau disebut pelaku kekerasan, sebagaimana ribuan tentara belanda dulu mati di tanah air kita sama sekali bukan karena menjadi korban gerakan kekerasan bangsa indonesia. namun tiba-tiba lawannya yang tergeletak itu meludahi wajah ali. ali kaget, mengusap lelehan air ludah di wajahnya, terdiam sesaat, kemudian menarik pedangnya dan beranjak pergi meninggalkan lawan yang dengan satu gerakan kecil bisa dibunuhnya. tatkala seseorang bertanya kepadanya kenapa ia malah pergi dan bukan membunuh musuhnya padahal diludahi segala, ali menjawab: "karena aku diludahi, maka timbul amarah dan rasa benci di dalam hati saya kepadanya. karena itu, saya meninggalkannya, karena betapa marahnya tuhan kepada saya kalau saya membunuh lawan saya itu disebabkan oleh amarah dan kebencian." tidak perlu ada pameran tentang kearifan, kebesaran jiwa, atau kemurnian nilai dari peristiwa ali itu, karena setiap manusia dalam sejarah masing-masing sudah dibekali tuhan akal, kecerdasan, kepekaan rohani, dan pemetaan nilai-nilai. tetapi mungkin perlu ada transfer fakta bahwa ali adalah menantu seorang yang setiap kali dipaksa melakukan peperangan: ia selalu menyusun strategi yang tujuan utamanya adalah meminimalkan korban di kedua pihak. sehingga, pada seluruh peperangan yang pernah muhammad saw alami, keseluruhan korban di bawah 500 orang. jika engkau memaafkan
ada seorang teman bernama abdullah ibn ubay, yang kerjanya tiap hari --benar-benar tiap hari: mengejek muhammad saw, menyindir-nyindir, melecehkan, dan menghinanya. itu berlangsung sepanjang hidup muhammad saw. atas keadaan ini, bikinlah sayembara: siapa pun yang bisa menemukan satu kata saja balasan ejekan atau hinaan dari muhammad saw, apalagi kemarahan dan tindakan kekerasan --boleh diambil dari bahan sejarah yang mana pun, dari buku hadis, sunah rasul maupun sirah rasul-- mari kita urunan untuk memberi hadiah kepada yang bisa menemukannya. termasuk tak ada satu kata buruk pun dari mulut muhammad saw atas orang-orang kampung thaif yang mengusirnya dan melemparinya dengan batu hingga berdarah. allah sendiri memberikan acuan moral yang jelas kepada setiap orang yang dianiaya. ia secara yuridis berhak melakukan hal yang sama, tak boleh lebih, kemudian dikunci oleh-nya dengan keindahan: "jika engkau memaafkannya, itu lebih baik di hadapan-ku." muhammad saw adalah manusia jelata (ia menolak menjadi mulkan-nabiyya atau nabi yang raja, dan memilih menjadi 'abdan-nabiyya, yakni nabi yang rakyat jelata) yang amat sengsara selama hidupnya, juga disengsarakan sesudah matinya, bahkan sampai berabad-abad sesudah itu. fitnah dan kesalahanpahaman publik adalah menu utamanya. panjang rumahnya 4,80 cm, lebarnya 4,62 cm. allah tak mengizinkannya sekadar untuk punya satu anak lelaki, kecuali si qosim yang diambil oleh-nya kembali di masa kanak-kanaknya. menantunya dibunuh orang. kedua cucunya juga. cucu pertamanya diracun oleh istrinya sendiri, ketahuan olehnya, ia memaafkannya, kemudian besok paginya diracun lagi dan meninggal. cucu yang kedua bukan hanya dibunuh, tapi kepalanya diseret dengan kuda sejauh ratusan kilometer, sehingga kuburannya di dua tempat. muhammad saw amat suka kambing bakar, khususnya kaki depan sebelah kiri. dan kaki itulah yang dipanggang oleh zaenab, seorang wanita yahudi, dilumuri racun dan disuguhkan kepada beliau. tubuh muhammad saw panas parah karena itu, dirawat di rumah maimunah, tapi kemudian beliau meminta pindah opname di rumah aisyah. sebab maimunah masih familinya sendiri, sehingga orang-orang yang bukan keluarganya tidak bebas membesuk beliau. dengan pindah ke rumah aisyah, maka semua golongan, parpol, ormas, lain agama dan aliran, punya peluang yang sama untuk menjenguk beliau. mencicipi kesengsaraannya ini orang menjahit pakaiannya sendiri, menambal sepatunya sendiri, selama hidupnya tidak pernah makan kenyang tiga hari berturut-turut kecuali selalu ada hari-hari kelaparan. istrinya tidak pernah bisa seminggu penuh menyuguhkan makanan secara sempurna kecuali selalu ada saat-saat panjang yang tak ada apa pun yang bisa disiapkan di meja makan rumah tangga mereka. jika di malam hari salat tahajud terlalu lama di masjid sehingga pulang terlambat, suami yang kalau bersuara selalu lirih dan kalau berjalan selalu menundukkan muka ini merasa pekewuh untuk membangunkan istrinya, sehingga tidur beralaskan kayu di depan pintu rumahnya. tentu semua gambaran kemelaratan itu bukanlah melankoli kesengsaraan. tapi fitnah yang menimpanya sepanjang sejarah mungkin takkan tertanggungkan oleh siapa pun lainnya. salah satu puncak kesengsaraan muhammad saw terkandung di balik salah satu statemennya yang penuh kedalaman duka: "al-islamu mahjubun bil-muslimin." islam ditutupi oleh kaum muslimin. entah sedikit, entah sejumlah, entah banyak, entah
kebanyakan --perilaku kaum muslimin bukan hanya tidak merepresentasikan islam, lebih dari itu bahkan menutupi islam. menutupi itu melenyapkan, meniadakan. beribu kali saya terlibat dalam forum massa, umum maupun kaum muslimin, dan yang terindah adalah tatkala forum itu diberi judul "memetik kesengsaraan rasulullah". beberapa kawan menanyakan, apakah saya tidak tersinggung atau marah atas karikatur di denmark itu. dengan sangat hati-hati saya memberikan beberapa jawaban: dengan segala keburukan dan kehinaan, saya ini amat amat amat mencintai rasulullah muhammad saw. ia manusia yang paling mencintai allah dan paling dicintai allah: bagaimana mungkin ada satu molekul dari hidup saya yang tak berisi cinta kepadanya. kadar cinta saya kepada beliau membawa saya naik mabuk di atas mabuk, melayang lebih dari segala melayang, meringkuk lebih dari segala meringkuk, bahkan jauh melebihi kehidupan dan kematian saya. segala hinaan, ejekan, lecehan, dan cercaan, sampai tingkat sebrutal apa pun, tak akan mengurangi kadar cinta saya, 1 cc-pun. cinta kepada rasulullah memenuhi jiwa dan hidup saya, sehingga cinta saya kepada keluarga, khalayak, bangsa, negara, dan umat manusia: menjadi lebih indah, bercahaya, dan penuh kedamaian, di kandungan cinta kepada beliau. sedahsyat-dahsyat penghinaan tak bisa menandingi kedahsyatan dan mutlaknya kematian, padahal cinta saya kepada beliau mengatasi hidup dan mati. dan kalau rasulullah tidak pernah marah, bahkan bersikap lembut dan selalu memaafkan orang yang menghinanya: bagaimana mungkin orang yang mencintai rasulullah berani melakukan yang bukan kelembutan dan permaafan? juga titipan allah melalui muhammad saw yang bernama islam sangat memberi saya kecerdasan, kecerahan, kekuatan, dan ketenteraman --yang tak akan bisa seserpihkan dikurangi kadarnya oleh segala jenis penghinaan. islam sangat memberi perlindungan dan sandaran. islam sendiri tidak memerlukan saya, saya yang membutuhkan islam. bahkan, kalau boleh berterus terang, segala macam cercaan itu tidak berakibat apa-apa selain menambah senyuman saya dalam islam dan memupuk cinta saya kepada muhammad saw. penghinaan itu bahkan membantu dan menambahi tingkat tinggi maqam surga beliau. adapun tentang teman-teman denmark itu, apakah engkau tidak mempelajari sejarah mereka, alam pikiran mereka, pengalaman peradaban mereka: sehingga engkau kaget oleh jenis ekspresi mereka? atas dasar kenyataan ke-denmark-an yang mana dan dimensi apa pada realitas alam pandang mereka sehingga engkau mengharapkan sesuatu yang bukan seperti karikatur itu? kenapa engkau mengharapkan ayam mengembik atau mengharuskan kambing berkokok? pun tentang kaum muslimin yang berang, marah, naik pitam, mengamuk: kenapa engkau heran atau mengharapkan mereka tak berbuat seperti itu? apa engkau kira mereka adalah ali bin abi thalib? berdasarkan tradisi pendidikan islam yang mana, kebudayaan keagamaan kaum muslimin yang mana, kedewasaan, kearifan, dan kematangan kemanusiaan yang mana --sehingga engkau memprihatinkan amuck mereka? saya tidak akan meludahi mukamu, sebab aku tidak yakin engkau akan tidak marah juga seperti itu, bahkan dendammu mungkin akan tak pernah lenyap sepanjang hidupmu. saya juga tak akan pernah membuat karikatur
menggambar wajahmu seperti kera atau tokek, karena yang amat tersinggung pasti bukan hanya engkau, melainkan juga keluargamu, familimu, orang segolonganmu, masyarakatmu, mungkin juga bangsa dan negaramu. kalau aku meludahi wajahmu karena demikianlah kebebasan ekspresiku, maka engkau pun menempeleng kepalaku sebab demikian jugalah kebebasan ekspresimu. kita gambar bersama-sama saja karikatur-karikatur cinta. emha ainun nadjib budayawan [kolom, gatra nomor 15 beredar senin, 20 februari 2006] -----------------------------budaya atau kepribadian? saya mendapat inspirasi untuk menulis artikel ini ketika berbincangbincang dengan seorang teman lama dan seorang teman baru, keduanya adalah imigran dari indonesia. yang satu pria berusia sekitar 40-an dan yang satu lagi perempuan muda di usia akhir 20-an. keduanya berpendidikan barat sampai tingkat master's degree. keduanya sama cerdas dan pandai membawa diri. yang mengherankan adalah kedua-duanya merasa "terlimitasi" oleh keberadaannya di negeri orang (amerika serikat), tidak jelas mau ke mana masa depannya dan merasa sangat tidak bebas bergerak. mendengar "keluh kesah" mereka, saya sangat heran. apa yang membuat mereka sangat terkekang? yang jelas, di mata saya, lokasi geografis bukanlah halangan sama sekali. bahkan, jika kita lihat dengan kacamata obyektif, banyak hal yang bisa dilakukan dengan perangkat hukum dan perangkat bisnis yang lebih sophisticated. dengan rasa heran ini, saya cari tahu dengan membuka mata hati. sebenarnya masalahnya ada di mana? dengan mengatasnamakan "perbedaan budaya," bisakah seseorang menjustifikasikan "keresahan hatinya" yang ujung-ujungnya menjustifikasikan kegagalan-kegagalan di dalam hidupnya? kesimpulan saya, faktor-faktor luar seperti perbedaan kultur, bimbingan orang tua dari kecil yang "mengecilkan hati" alias kurang mendukung aktifitas-aktifitas progresif, pendidikan yang bukanlah berlatar belakang bisnis (i'm not an mba excuse), dan keterbatasan modal bekerja, bukanlah alasan yang valid untuk "tidak bisa bergerak" dan "tidak berani memulai bisnis." apa alasan saya? pertama, dengan semakin tidak punya uang, semakin besar survival will muncul secara alami dan merupakan naluri survival instinct yang paling primitif. segala jenis makhluk hidup baik manusia, binatang maupun tumbuhan pasti mempunyai cara untuk mempertahankan hidupnya. bagi manusia modern yang sudah mengenal uang, justru semakin tidak punya uang, semakin tinggi naluri ini bekerja. sebagai contoh nyata, ketika baru menginjakkan kaki di tanah rantau, sebagai penulis saya perlu meng-update diri. caranya ya jelas dengan membaca buku sebanyakbanyaknya. namun, saya tidak punya uang dan buku-buku di perpustakaan kebanyakan sudah kadaluwarsa (walaupun ada juga yang baru) dan tidak
efisien, apalagi ketika itu masih belum mengendarai mobil sendiri (belum punya uang untuk beli mobil). mengendarai kendaraan umum bagi saya hanya buang-buang waktu saja saat itu. bayangkan di suburb kebanyakan bis hanya datang setengah jam sekali dan jalan kaki ke stasiun kereta api juga perlu setengah jam. di musim dingin, ini bukanlah cara transportasi yang efisien. voila, mengapa saya pusing cari akal ke perpustakaan dengan mengendarai kendaraan umum? bukankah sebaiknya saya di rumah saja (atau di mana saja bekerja dengan laptop) daripada buang-buang waktu di jalan kedinginan? dari situlah muncul ide untuk mendirikan bookreviewclub.com (sekarang sedang masa hiatus), yang merupakan web site volunteer (alias gratis) bagi para penerbit dan penulis yang mengharapkan supaya buku-bukunya saya review (bedah buku) secara gratis. lantas, saya kirim ratusan email ke penerbit dan penulis. hasilnya? saya sudah membedah 1.200 buku dan masih terus dikirimkan buku-buku terbaru secara tanpa perlu membayar uang sepeserpun dari berbagai penerbit dan penulis. tentu saja semua buku tersebut saya "bayar" dengan menuliskan review yang obyektif. intinya, tanpa uangpun, kita bisa "membeli" relationship dengan "memberikan" jasa kita kepada orang lain tanpa pamrih. sekarang, rata-rata penerbit di amerika serikat sudah mengenal saya, atau paling tidak pernah mendengar nama saya sebagai pembedah buku yang cukup diperhitungkan konsep "memberikan jasa kepada orang lain tanpa pamrih" ini sudah sering kali saya lakukan. sayangnya, tidak semua orang menanggapinya dengan positif. tidak jarang saya temui orang-orang yang mempunyai prasangka negatif, namun saya tetap saja "ngeyel" untuk menerapkan prinsip ini. bagi saya, semakin banyak orang yang mendengar nama saya, semakin baik kesempatan saya di masa depan. siapapun bisa berbalik dari "sebal" menjadi "sayang" bukan? kedua, masa lalu dan faktor-faktor eksternal, seperti belum diberkati oleh tuhan, didikan orang tua yang "salah," berasal dari kultur yang mentabukan sukses dengan cara smart (lebih menghargai hardwork yang sebenarnya adalah "dumb work"), tidak berlokasi di "tempat basah" dan tidak berpendidikan bisnis, bukanlah "kambing hitam" kegagalan anda. semuanya bermuara dari diri sendiri. tuhan selalu memberkati kita semua, jadi jangan pula sekali-kali anda menyalahkannya. anda sendiri yang for some reasons tidak melihat berkat yang ada di depan mata. saya juga paling anti dengan "nada sirik" yang sering terdengar dengan menjustifikasikan hal-hal di atas. ini juga bagi saya sangatlah tidak masuk akal. di kultur asia pada umumnya, termasuk indonesia, seseorang sebaiknya tidak menunjukkan kepintarannya, tidak menunjukkan kelimpahannya dan kalau senang sebaiknya di simpan saja,. karena apa? takut disirikin orang lain, lantas kita bisa dicelakai. (ini adalah negative thinking paling dahsyat yang telah meracuni tatanan kultur masyarakat.) walaupun mungkin kedengarannya keras, namun bayangkanlah bagaimana jadinya indonesia kalau saja tidak ada orang sirik. seperti di cina, sekarang setiap orang dimotivasi untuk menjadi orang
sukses. bukan "meredam" letupan-letupan kelebihan orang lain. intinya adalah faktor eksternal sebaiknya dijadikan dalih untuk sukses, bukan sebaliknya. sekarang, di seluruh pelosok negeri cina, termasuk di desa-desa, pembangunan berjalan merata dan kemakmuran sudah menjadi barang biasa. bukan berarti tidak ada "sirik" di sana, namun, seluruh masyarakat bahu-membahu untuk saling memotivasi satu sama lain untuk maju. jalan yang paling konkrit yah secara ekonomi. ini bisa kita pelajari dari mereka. kalau mereka bisa, indonesia jelas juga bisa, bukan? jangan jadikan faktor eksternal sebagai dalih untuk gagal karena sebenarnya setiap orang (anda dan saya) selalu diberkati oleh tuhan dan terlepas dari kekurangan mereka, orang tua dan pendidik kita mempunyai cinta dan harapan besar akan keberhasilan kita, walaupun sering kali mereka mengutarakannya dengan cara yang salah dan tidak masuk akal. jangan kita berkutet di isyu-isyu yang menenggelamkan semangat dan motivasi kita. tanyalah secara jujur kepada diri sendiri: saya mau jadi orang sukses atau orang gagal? kalau jawaban anda adalah yang pertama, tinggikan survival skills dan ketuklah pintu sebanyakbanyaknya. jangan sungkan dan malu. sungguh konyol rasanya kalau hanya karena malu dan sungkan saja, maka anda terpuruk di kegagalan seumur hidup. keluarlah dari kultur konformitas. jadikan kesuksesan orang lain sebagai motivasi bagi kita untuk maju, bukan membuat kita jadi sirik dan mengharapkan kegagalan mereka. tutup telinga dari segala omongan negatif orang lain yang mengkerdilkan usaha kita dalam meraih masa depan yang lebih baik. jalan terus, jangan ragu, sungkan atau malu. sampai jumpa di puncak gunung kesuksesan.[] sumber: budaya atau kepribadian? oleh jennie s. bev, penulis, entrepreneur, konsultan dan edukator berbasis di northern california. baca prestasi dan perjuangan hidupnya di jenniesbev.com. -----------------------------------menuai cinta dari tiongkok sebuah cerita dari tiongkok di sebuah daerah tinggal seorang saudagar kaya raya. dia mempunyai seorang hamba yang sangat lugu - begitu lugu, hingga orang-orang menyebutnya si bodoh. suatu kali sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah perkampungan miskin untuk menagih hutang para penduduk di sana. "hutang mereka sudah jatuh tempo," kata sang tuan. "baik, tuan," sahut si bodoh. "tetapi nanti uangnya mau diapakan?" "belikan sesuatu yang aku belum punyai," jawab sang tuan. maka pergilah si bodoh ke perkampungan yang dimaksud. cukup kerepotan juga si bodoh menjalankan tugasnya; mengumpulkan receh demi receh uang hutang dari para penduduk kampung. para penduduk itu memang sangat miskin, dan pula ketika itu tengah terjadi kemarau panjang. akhirnya si bodoh berhasil jua menyelesaikan tugasnya. dalam perjalanan
pulang ia teringat pesan tuannya, "belikan sesuatu yang belum aku miliki." "apa, ya?" tanya si bodoh dalam hati. "tuanku sangat kaya, apa lagi yang belum dia punyai?" setelah berpikir agak lama, si bodoh pun menemukan jawabannya. dia kembali ke perkampungan miskin tadi. lalu dia bagikan lagi uang yang sudah dikumpulkannya tadi kepada para penduduk. "tuanku, memberikan uang ini kepada kalian," katanya. para penduduk sangat gembira. mereka memuji kemurahan hati sang tuan. ketika si bodoh pulang dan melaporkan apa yang telah dilakukannya, sang tuan geleng-geleng kepala. "benar-benar bodoh," omelnya. waktu berlalu. terjadilah hal yang tidak disangka-sangka; pergantian pemimpin karena pemberontakan membuat usaha sang tuan tidak semulus dulu. belum lagi bencana banjir yang menghabiskan semua harta bendanya. pendek kata sang tuan jatuh bangkrut dan melarat. dia terlunta meninggalkan rumahnya. hanya si bodoh yang ikut serta. ketika tiba di sebuah kampung, entah mengapa para penduduknya menyambut mereka dengan riang dan hangat; mereka menyediakan tumpangan dan makanan buat sang tuan. "siapakah para penduduk kampung itu, dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati menolongku?" tanya sang tuan. "dulu tuan pernah menyuruh saya menagih hutang kepada para penduduk miskin kampung ini," jawab si bodoh. "tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya belikan sesuatu yang belum tuan punyai. ketika itu saya berpikir, tuan sudah memiliki segala sesuatu. satu-satunya hal yang belum tuanku punyai adalah cinta di hati mereka. maka saya membagikan uang itu kepada mereka atas nama tuan. sekarang tuan menuai cinta mereka." ---------------------------------------------