Menggapai Mardlatillah

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Menggapai Mardlatillah as PDF for free.

More details

  • Words: 1,389
  • Pages: 6
MENGGAPAI MARDLATILLAH MELALUI KERJA PRODUKTIF DENGAN MENELADANI AKHLAK RASULULLAH Oleh : Maksum Muchtar ‫ أشــهد أل إلـــه إل اللــه المالك الحــق المبيــن‬،‫الحمـد للــه الذى أرســـل محــدا رســـول و جعلــه رحهــة للعــالمين‬ ‫ اللهـــم صـــل على سـيــد المرســـلين و خيـر العـــاملين و على آلــــه و صـحبه‬،‫و أشـــهد أن محمـــدا إمـــــام المتقنيـــن‬ ‫ أمـــا بعــد‬،‫أجــمعين و تابعيه الى يــوم الــدين‬

A. Pendahuluan Peringatan hari lahir Rasulullah telah dijadikan oleh ummat Islam sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas diri. Melalui peringatan hari lahir Rasulullah, umat Islam meluangkan waktu merenungkan kembali sosok pribadi Nabi Muhammad SAW, memahami lebih dalam ajaran-ajaran atau risalah yang dibawanya, dan kemudian mencoba mengoreksi sikap dan perilaku kehidupan masing-masing, agar kehidupan menjadi lebih baik, dalam bingkai mardlatillah. Menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai tauladan hidup memang dianjurkan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Surat al-Ahzab (33:21): “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”. Selain menunjukkan sanjungan Allah kepada Muhammad sebagai rasulnya, ayat ini memberikan pelajaran sebagai berikut : Pertama, bahwa kensep Allah “tentang manusia” bukanlah konsep yang imajinatif, melainkan konsep yang realistik dan bisa diwujudkan. Hal ini berbeda dengan konsep-konsep manusia yang dilahirkan oleh fikiran manusia semata. Kedua, bahwa konsep itu bisa direalisasikan, diaktualkan dalam manusia realistis dalam kehidupan realistis pula, yaitu dengan menghadirkan “Muhammad” sebagai manusia (sample) konkrit. Sehingga dengan demikian, manjadi amat mmudah bagi manusia pada umumnya untuk mewujudkan dirinya sebagai manusia yang dikendaki atau

diridlai Allah, hanya dengan mencontoh sari tauladan yang ada pada Muhammad rasulnya. Nabi Muhammad sendiri, tidak menjelma sebagai robot Allah, melainkan ia menyadari, merasakan, dan meyakini bahwa manusia seperti dirinya, sesuai dengan kehendak Allah, adalah manusia yang bahagia, bahkan kebahagiaan yang dirasakannya diyakininya akan berlanjut melampaui alam dunianya, menembus ke alam akhirat, yaitu hingga di surga yang kekal. Secara halus Rasul Muhammad berkata : ”Barang siapa yang mencintaiku, niscaya ia akan hidup bersamaku di sorga”. Mencintai Rasulullah sejatinya meneladani semua ucapan, sikap dan perilakunya dalam semua aspek kehidupan dan kedudukannya. Diantara yang bisa kita pelajari untuk kita teladani, pada kesempatan ini ialah kesuksesannya mengemban risalah, menunaikan amanat yang dipanggulkan diatas pundaknya. B. Rahasia Sukses Rasulullah. Bahwa Rasulullah telah sukses mengemban risalah yang dipikulkan kepadanya, sesuatu yang tidak dapat dibantah. Michael Hart saja telah menempatkan Rasul Muhammad dalam urutan pertama diantar 100 tokoh sukses di dunia. Namun apa yang menyababkan beliau sukses ?. Jika kita lihat jejak Rasulullah, kiranya dapat dicatat beberapa rahasia yang menyebabkan kesuksesannya. Diantaranya sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Unggul dalam motivasi, Unggul dalam kinerja, Berani meminta maaf, Berani belajar, mendengarkan orang lain, Mampu membangun Team Work, Pandai bersyukur.

1. Unggul dalam Motivasi. Rahasia ini hampir tidak terungkap jika sahabat tidak menanyakannya kepada Rasulullah. Pertanyaan sahabat ini mula-mula dianggap hanya peristiwa kecil ditengah peristiwa besar. Karena itu dalam catatan sejarah banyak dicatat sebagai catatan pinggir. Ditengah peristiwa beesar, yaitu peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Yatsrib, seorang sahabat bertanya seperti ini: Ya rasulullah,

bagaimanakah dengan orang-orang yang ikut hijrah beserta kita, tetapi sesungguhnya ia hanya ingin mengikuti kekasihnya?. Rasul menjawab “Sesungguhnya setiap perbuatan dilakukan karena ada niat. Dan segala sesuatu akan tergantung pada niatnya itu. Barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya memperoleh (ridla) Allah dan rasulnya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena mengejar harta atau perempuan untuk dinikahinya, maka (hanya) itulah yang akan ia peroleh”. Dengan hadits di atas, seolah Rasulullah mengungkap rahasia motivasi dirinya dalam menunaikan risalah. Agar suatu pekerjaan, dalam hal ini tugas risalah, dapat diselesaikan haruslah didukung oleh motivasi yang kuat, bahkan harus teramat kuat. Rasulullah rupanya selalu menjadikan “mardlatillah” sebagai motivasi. Motivasi seperti itu jelas melampaui motivasi yang bersifat materil yang terbatas dan tidak permanent. Disamping itu motivasi mardlotillah adalah motivasi yang sekaligus didalamnya mengandung gaidence dan sekaligus dapat menginspirasi kekuatan dan cara untuk menjadikan berhasil dalam pekerjaan, atau dalam mmelaksanakan tugas. Motivasi yang dalam dan kuat akan memberikan pula keyakinan dan kekuatan dalam mencapai apa yang ingin dilakukannya. Sebaliknya jika motivasinya rendah dan rapuh, rapuh pula kekuatannya untuk mengusahakan pencapaian usahanya. Kiranya dengan motivasi yang unggul itulah Rasulullah dapat mengalahkan setiap rintangan yang menghadangnya. Betapa banyak rintangan yang dihadapi Rasulullah namun Rasulullah dapat menghadapi itu semua dengan penuh ketabahan dan kemudian memenangkannya. Saya kira itulah rahasia kesuksesan Rasulullah. 2. Unggul dalam Kinerja. Rasulullah selalu menampilkan kerja yang lebih berkualitas, melebihi yang dilakukan orang pada kebanyakannya. Orientasinya pada mutu misalnya diungkapkan dalam hadits sbb : “Yang terbaik diantara kamu adalah siapa yang paling bermanfaat bagi manusia”. Keunggulan kerja dihadapan Rasulullah adalah tingkat kebaikan dan manfaat yang dapat dirasakan. Buukan bagi dirinya, melainkan bagi sebanyak mungkin orang. Untuk mampu berorientasi seperti itu,

tentulah dibutuhkan kemampuan dan kemampuan untuk bukan saja memahami orang lain, melainkan atau bahkan mendahulukan kepentingan orang lain, melalui keterampilan berempati. Dalam hidupnya Rasulullah memang ttelah menjadikan orang lain sebagai lebih dari dirinya. Semangat seperti itulah yang menjadikannya selalu menyumbangkan yang terbaik, bekerja yang terbaik. Bukankah Siti Hadijah adalah salah seorang yang merasakan persembahan mutu terbaik pekerjaan Rasulullah, ketika dengan penuh amanah mempersembahkan hasil kecerdasannya (fathanah) dalam memperdagangkan dagangan Hadijah dengan laba yang berlimpah. 3. Berani minta maaf. Menutupi kesalahan yang diperbuat oleh dirinya rupanya oleh Rasulullah tidak dianggap sebagai perbuatan fathanah, atau perilaku cerdas. Memohon ampun kepada Allah atas kekurangan dan kehilafannya (istighfar) jelas merupakan wirid, atau pekerjaan rutin dan dilakukan dengan jujur. Tetapi belaiu melekukan demikian bukan hanya dengan Allah, melainkan sama kuatnya meminta maaf kepada manusia. Menyadari kemungkinannya, sebagai manusia, berbuat salah, Rasulullah berkata kepada sahabat-sahabatnya agar mau membalasnya jika pernah disakiti oleh Rasulullah, dirinya. ‘Akasah salah seorang sahabat yang merasa pernah disakiti Rasulullah lalu menceriterakan perasaannya, dan Rasulullah seketika itu juga meminta ‘Akasah untuk membelasnya seperti yang dirasakan dirinya, sambil membuka perutnya dan memberikan tongkatnya. Walaun akhirnya apa yang dilakukan ‘Akasah lebih pada mencerminkan kecintaannya pada beliau. Alih-alih memukul perut Rasulullah dengan tongkatnya, ‘Akasah memeluk dan mencium perutnya yang dirasakan amat wangi. 4. Berani belajar, mendengarkan orang lain. Kemenangan besar pasukan Rasulullah dalam Perang Badar tidak dapat dipisahkan dengan kemauan Rasulullah untuk mau mendengar nasihat orang lain. Adalah al-Habbab ibn Mundzir, seorang anak dibawah umur yang ikut rombongan pasukan perang Rasulullah, yang menanyakan kepada belaiau : Apakah pemilihan posisi pasukan Rasulullah dalam perang Badar sebagai wahyu atau sekedar pandapat Rasulullah. Rasulullah lalu menjawab bahwa itu sekedar

pendapat belau. Maka al-habbab mengusulkan untuk lebih maju sedikit sehingga dapat menguasai sumur, sumber air. Rasulullah kemudian menuruti usulan anak kecil itu. Dengan posisi baru itu, pasukan amat tertolong dalam peperangan, hingga membawanya pada kemenangan. 5. Mampu membangun Team Work. Diantara yang selalu dijaga oleh Rasulullah adalah kekompakan teamnya. Rasulullah ternyata amat menghargai kekuatan team, bahkan menjadikan hampir seluruh pekerjaannya adalah pekerjaan team. Rasulullah menganjurkan agar mengutamakan kerja team (jama’ah), ‘alaikum bil jamaa’ah katanya. Kaarena itulah maka dalam setiap aktivitasnya kekompakan team selalu dijadikan prioritas. Masing-masing anggauta team dibuatnya merasa berjasa dengan kelebihan dan kekuatannya masing-masing. Keberhasilan perjuangan Rasulullah karena Rasulullah memiliki team yang kompak dan rasulullah tidak pernah mengklaim keberhasilannya sebagai keberhasilan individunya, melainkan keberhasilan jamaah. 6. Pandai bersyukur Kehidupan Rasulullah sesungguhnya adalah rangkaian kemenangan. Akan tetapi, kemenangan tidak lantas menjadi anti klimaks. Peringatan yang terjadi pada perang Uhud telah dijadikan pelajaran bahwa kemenangan tidak lantas menambah kesombongan apalagi kelalaian kepada Allah, sebab yang demikian itu dapat mengubah kemenangan menjadi kenistaan atau kekalahan. Bentuk bersyukur dalam memuncaki kemenangan yang pernah dipertunjukkan Rasulullah misalnya adalah “memaafkan musuh-musuhnya” atau bahkan “merangkul”nya seperti pada Fathu Makkah, menggembirakan atau “mensejahterakan pasukannya” seperti ketika pulang dari perang Hunain di Thaif, dan atau memperbanyak dzikir. C. Memuncaki dan Menindaklajuti Sukses Satu hal yang sering diabaikan orang adalah memuncaki dan menindaklanjuti sebuah kesuksesan. Ada dua pesan yang baik untuk direnungkan ketika sukses telah diraih, yaitu : Surah Alam Nashrah (94) dan An-Nashr (110) . Berdasarkan kedua surat itu, maka kesuksesan itu harus ditujukan untuk mensucikan allah, mamujiNya, dan

memohon ampun kepadaNya, dan kesuksesan itu untuk menyiapkan langkah berikutnya yang lebih baik. D. Penutup Sesungguhnya dengan paradigma kerja untuk mendapatkan ridla Allah, atau memperoleh mardlatillah, kita bukan saja mendapatkan hasil dari apa yang kita kerjakan, melainkan juga pekerjaan yang kita lakukan memperoleh nilai iibadah. Selain itu, paradigma kerja mardlatillah akan memberikan kepada kita kedahsyatan motivasi, dan sekaligus arahan, petunjuk terhadap kinerja kita sehingga hasil yang akan kita peroleh insyaAllah akan lebih optimal. Secara langsung, kerja yang bersemangatkan mardlatillah akan mendorong kita sendiri untuk selalu meningkatkan diri, sebab mardlatillah akan menumbuhkan semangat kualitas. Semoga uraian singkat ini bermanfaat.

Related Documents