Membenahi Kabel Kusut Telekomunikasi

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Membenahi Kabel Kusut Telekomunikasi as PDF for free.

More details

  • Words: 5,980
  • Pages: 14
Bab 1 Membenahi Kabel Kusut Telekomunikasi Di balik kemudahan mengirim SMS, foto, hingga chatting melalui ponsel, ada serangkaian tahap dan prosedur yang harus dilalui. Mengapa bisa ada SMS gratis, SMS premium? Bagaimana sebuah tarif ponsel ditentukan? Lalu mengapa pemirsa televisi dibombardir iklan operator seluler yang menawan hati? Hingga beragam problem yang dihadapi dalam persaingan bisnis. Idealnya, telekomunikasi mampu membuat hidup lebih mudah, bisnis lebih lancar, ekonomi membaik, dan kesejahteraan manusia meningkat. Bagaimana agar idealisme itu bisa terwujud dalam kondisi seperti saat ini? Kumpulan ide dan pemikiran berikut ini semoga saja bisa ikut membenahi kabel kusut telekomunikasi Indonesia. Beberapa terkait dengan teori ekonomi, sebab memang kita tak pernah bisa lepas dari hukum ekonomi jika bicara soal kesejahteraan manusia.

Perlukah Iklan Produk Layanan Telekomunikasi Diregulasi? Tiada hari tanpa iklan operator seluler. Mulai dari SMS gratis, tarif bicara murah, nelpon gratis, sampai diskon nonton konser. Semua menggiurkan publik, menggoda untuk beralih atau membeli lagi nomor perdana, atau memborong pulsa. “Amerika ditemukan oleh Colombus. Tapi Amerika dibesarkan oleh iklan”. Demikian anekdot di kalangan dunia periklanan. Kian booming bisnis telekomunikasi ditandai dengan makin maraknya iklan dari beragam produsen di bidang ini. Mulai dari handset hingga layanan SMS murah, bicara gratis, sampai dengan SMS premium. Semua memborbardir kita dari segala arah: televisi, radio, Internet, billboard, poster, dan sebagainya. Semua menjanjikan layanan memuaskan dan terjangkau oleh pelanggan. Ditambah aneka hadiah dan bonus. Para ekonom dan ahli periklanan sepakat menyatakan bahwa periklanan dapat menggerakkan pasar pada titik keseimbangan baru. Namun, pendapat ini hanya dianggap benar bila substansi dan perilaku iklan masih dalam koridor regulasi yang ada. Di pihak lain, regulasi periklanan dan regulasi sektor yang diiklankan secara berlebihan dapat memperlambatnya, sehingga menyebabkan kesejahteraan konsumen akan menurun. Tanggung Jawab Moral Mengacu kaidah di atas, kebenaran informasi periklanan seharusnya tidak dibatasi oleh regulator, namun merupakan tanggung jawab moral pengiklan. Dalam masyarakat madani dimana anggotanya dianggap memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dengan baik, menghormati institusi lain, maka swasensor merupakan suatu keniscayaan yang perlu dikembangkan. Dalam situasi ideal semacam ini, maka peran regulator dalam kewenangannya untuk melakukan penindakan hanya akan dilaksanakan ketika ada “anak bandel” yang masih harus belajar dengan baik. Salah satu yang seringkali dikeluhkan masyarakat terkait dengan informasi yang disajikan iklan adalah adanya penipuan atau pengguna produk dan atau jasa merasa ditipu oleh informasi yang terdapat pada iklan. Penipuan merupakan hal yang sangat vital dalam kasus kepercayaan terhadap produk dan regulasi sangat dibutuhkan dalam menghadapi kasus tersebut. Mengatasi masalah penipuan iklan, analisis periklanan sangat diperlukan untuk membedakan pasar yang memiliki

keseimbangan dan yang tidak. Penipuan periklanan terhadap konsumen terjadi pada saat iklan yang disampaikan penuh dengan ketidakpastian. Tiga Karakteristik Para ahli ekonomi mengindikasikan bahwa terdapat tiga karakteristik barang berdasarkan regulasi periklanannnya, yaitu barang yang dicari, barang yang membutuhkan pengalaman dan barang yang membutuhkan kepercayaan. Pada jenis barang yang dicari, tidak diperlukan adanya regulasi periklanan karena konsumen dapat menentukan sendiri kualitas barang tersebut dan tidak akan tertipu. Untuk barang yang membutuhkan pengalaman, kemungkinan pelanggan dapat tertipu oleh iklan. Oleh karena itu diperlukan adanya regulasi mengenai periklanan. Sementara untuk barang yang membutuhkan kepercayaan sangat diperlukan adanya regulasi terutama pada barang-barang yang mewah dan berkualitas tinggi. Walaupun konsumen dapat membayar dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan barang yang berkualitas, namun belum tentu hal tersebut dapat memberikan kepuasan pada konsumen. Hal ini dapat terjadi karena kegagalan pasar. Iklan mempengaruhi penjualan pada harga produk saat ini. Iklan juga mempengaruhi karakteristik dan harga produk yang akan ditawarkan perusahaan. Iklan dapat mengubah karakteristik produk yang akan datang karena perusahaan hanya memproduksi atau menetapkan harga yang dapat diiklankan. Untuk menguji regulasi mengenai periklanan, perlu diketahui pengaruh dari iklan tersebut. Regulator biasanya mengizinkan publikasi iklan yang jujur, hanya dengan sedikit pengecualian. Iklan dapat memberitahu konsumen mengenai kemungkinan barang pengganti dan pengurangan harga. Dalam bagian lain, pernah ditemukan kasus terdapat perbedaan harga suatu layanan jasa dengan apa yang dijanjikan dalam iklan. Harga suatu produk akan semakin tinggi jika iklan produk tersebut semakin luas. ******

Kebijakan Telekomunikasi, Apa Saja yang Menentukannya? Sebuah kebijakan tak lahir begitu saja, melainkan memiliki sejumlah faktor penentu. Demikian pula kebijakan telekomunikasi yang kita “nikmati” saat ini. (Artikel ini terinspirasi dari makalah ilmiah karya Jordi Gual dan Francesc Trillas) Teknologi telekomunikasi yang kita kenal saat ini mengalami perbaikan secara kontinyu. Mulai dari sekedar telepon rumah, berkembang jadi ponsel yang bisa dibawa-bawa. Mulai dari sekedar telepon sebagai alat komunikasi suara, hingga bisa berkirim video dan foto, bahkan siaran langsung melalui 3G. Semua lahir dari serangkaian kebijakan yang diambil oleh pihak berkepentingan. Semua layanan tersebut membutuhkan perbaikan kinerja. Apalagi kini pemain bisnis di bidang telekomunikasi tidak lagi satu atau dua pihak saja, melainkan banyak sekali. Mengelola sedemikian banyak “pemain” ini bukan perkara mudah. Perbaikan telekomunikasi diukur melalui dua dimensi, yaitu entry barriers dan kebebasan regulator. Data yang diperoleh dikombinasikan dengan data kinerja, kelembagaan dan politik untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan kebijakan telekomunikasi. Hasilnya, entry barriers berhubungan secara positif dengan tingkat di mana negara memiliki campur tangan dari tradisi yang sah, tetapi tidak berhubungan dengan pendukung ideologi pemerintah. Selain itu, negara dengan proteksi terhadap investornya lemah, quasi rent dengan cara lain, dan negara yang memiliki

jumlah inkumben yang besar lebih mudah untuk menciptakan agen regulator yang independen. Kemampuan dalam menjalankan dan menyokong kelembagaan menjadi kunci penenti dalam perbaikan kebijakan. Kebijakan akan dipengaruhi oleh kelompok yang berkepentingan yang bersaing dalam arena politik untuk menghasilkan kebijakan yang menguntungkan (Peltzman, 1976; Grossman dan Helpman, 2001) Indeks Entry Barrier Ketika sektor telekomunikasi dihadapkan pada keputusan untuk membuka industri menjadi pasar persaingan, operator-operator baru harus menghadapi berbagai halangan. Karena itu variabel kebijakan, yang diukur dengan indeks entry barrier, akan menggambarkan kebijakan untuk mengurangi entry to barrier dan berbagai kasus di mana regulator membantu para operator baru (nilai yang tinggi pada indeks ini mengindikasikan entry barrier yang rendah). Selanjutnya variabel kebijakan menunjukkan bagaiman regulator bebas dari pengaruh pemerintah (nilai yang tinggi pada indeks ini mengindikasikan kebebasan regulator dari pemerintah) Kebijakan yang mengurangi entry barriers akan lebih kuat dalam suatu negara dengan campur tangan tradisi (LaPorta et. al., 1999 dan 2002), karena kelembagaan dan hukum di negara tersebut dapat memperluas lingkup pasar dan mendesak kekuatan pasar inkumben. Levy dan Spiller (1996) dan Henisz dan Zelner (2000) menyatakan bahwa Menciptalan agen independen merupakan satu di antara beberapa pilihan bagi negara yang ingin mendapat kepercayaan untuk tidak mengambil alih investasi yang menggolongkan industri jaringan. Apakah pilihan ini akan dilaksanakan atau tidak tergantung pada dukungan kelembagaan dan struktur kelompok yang berkepentingan. Informasi mengenai indeks entry barrier dapat dilihat dari beberapa indikator berikut: • Kondisi Investasi. Semakin besar permintaan investasi, semakin besar biaya untuk masuk ke dalam pasar. Artinya entry barrier dalam industri semakin tinggi • Jumlah mobile provider dari tahun ke tahun • Metode alokasi spektrum • Tingkat profitabilitas • Pemilihan dalam telepon lokal, jarak jauh, dan internasional • Kesediaan inkumben untuk membagi fasilitas infrastruktur kepada para pemain baru Informasi mengenai indeks kebebasan regulatori dapat dilihat dari beberapa indikator berikut: • Keputusan kebijakan mengenai lisensi, tarif, interkoneksi, alokasi sumberdaya langka (spektrum frekuensi dan penomoran) • Keleluasaan dalam memperoleh sumber dana dari pemerintah • Kekuasaan penunjukkan pimpinan regulator • Lamanya masa jabatan pimpinan atau anggota regulator • Aturan mengenai kewajiban untuk melapor kepada pemerintah, parlemen atau badan lainnya. • Lamanya regulator beroperasi dengan efektif. • Persentase kepemilikan atas inkumben. ******

Bagaimana Tarif Regulasi Disesuaikan dengan Persaingan Telekomunikasi Persaingan itu perlu, demi menuju ke pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Tanpa persaingan, tak akan lahir yang terbaik.

Operator seluler akan dibatasi jumlahnya, mengingat kian maraknya pemain di bidang ini. Demikian ketentuan baru pemerintah. Menjamurnya operator seluler ini tak bisa disalahkan juga, sebab Indonesia dengan populasi 200 juta lebih, wilayah kepulauan yang sedemikian luas, ditambah dengan keterbatasan jangkauan telepon tetap (fixed line) di daerah terpencil, membuat banyak pebisnis mengincar bidang ini. Persaingan pun tak bisa dihindari. Seperti apakah teori dan praktik evolusi regulasi tarif ketika tingkat persaingan semakin tinggi? Yang jelas saat ini industri telekomunikasi menelurkan sejumlah problem yang belum kunjung mereda. Permasalahan utama yang terjadi antara lain: • Penyesuaian perubahan tarif dalam layanan telekomunikasi dengan penurunan harga yang ditetapkan regulator, • Apakah pembagian pendapatan sesuai dengan tarif regulasi yang terbatas, dan • Kesesuaian di antara grosir dan harga eceran dan kualitas. Perkembangan persaingan pada pertengahan 1990-an mengubah kondisi industri telekomunikasi, sehingga pemerintah harus menetapkan regulasi dalam perubahan industri tersebut menuju tingkat persaingan yang lebih tinggi. Dalam beberapa negara, perencanaan regulasi telah mengalami perubahan, yaitu dengan adanya regulasi mengenai pengendalian harga dan mengenai penetapan harga yang tidak lagi berdasarkan rata-rata produktivitas yang diharapkan. Menurut pertimbangan ekonomi dan kebijakan publik, UU telekomunikasi mengakui adanya persaingan yang cukup pada layanan panggilan untuk mengurangi regulasi dan pada akhirnya akan muncul deregulasi pada seluruh layanan telekomunikasi. Semnetara itu, regulator melakukan tindakan terhadap ketersediaan atas deregulasi layanan ritel akan menjadi perhatian, baik dalam teori dan praktik. Persaingan Jaringan: Non Diskriminasi Harga Keseimbangan persaingan tidak akan terjadi pada jaringan yang mudah digantikan atau jika biaya akses tinggi. Biaya akses yang dapat dinegosiasi dapat menjaga efektivitas persaingan dalam industri yang telah dewasa dan mendatangkan hambatan untuk memasuki wilayah persaingan. Dalam wilayah yang memiliki keseimbangan persaingan, peningkatan biaya akses meningkatkan harga akhir dan keuntungan (namun biaya yang terlalu tinggi akan menyebabkan harga ritel melampaui harga monopoli). Jika biaya akses berbeda dengan biaya marginal, setiap jaringan harus memertimbangkan pengaruh perubahan harga terhadap penggunaan jaringan. Penurunan harga panggilan akan memberikan dua pengaruh: 1

Menyebabkan jumlah pelanggan bertambah. Hal ini tidak memengaruhi penggunaan jaringan.

1 Memengaruhi pengguna jaringan dengan bertambahnya panggilan yang lebih lama. Karena itu keseimbangan trafik penggunaan jaringan akan terpengaruh. Karena penurunan harga menyebabkan defisit pada marjin akses, maka dorongan untuk menurunkan harga ritel akan berkurang dan persaingan akan melemah. Pemain baru dalam industri tidak perlu masuk dengan jangkauan penuh, terutama bagi perusahaan

yang nilai investasinya kurang untuk mendukung jangkauannya. Pada persaingan harga nonlinear, peningkatan biaya akses tidak mempengaruhi keuntungan. Jika peningkatan ini mendorong naiknya harga akhir dan mengurangi kesejahteraan sosial dibandingkan pada persaingan harga linear, maka tarif jaringan dapat dibagi dua untuk mengurangi biaya tetap dan membangun pangsa pasar tanpa menyebabkan defisit akses. Misalnya dengan membedakan tarif jaringan berdasarkan panggilan on-net dan off-net. Diskriminasi Harga Analisis pada biaya maginal dan biaya ECRP (Efficient Component Pricing Rule) rata-rata memungkinkan jaringan meraih keberhasilan dalam persaingan. Dalam pasar industri yang berada pada tahap awal dan dewasa, persaingan yang terjadi, sebagian besar dipengaruhi oleh diskriminasi harga. Perusahaan biasanya memperoleh keuntungan dengan menggunakan tarif yang berbeda untuk panggilan on-net dan off-net. Diskriminasi harga berdasarkan lamanya panggilan tidak memiliki hubungan dengan perbedaan biaya atau elastisitas permintaan, namun dapat meningkatkan persaingan. Peningkatan biaya lainnya melalui biaya akses yang tinggi tidak meningkatkan harga industri dan profitabilitas terjadi karena tingginya intensitas persaingan dalam meraih pangsa pasar. Diskriminasi harga mungkin menurunkan harga rata-rata pada linear pricing. Keseimbangan keuntungan biasanya lebih rendah pada diskriminasi tarif nonlinear dibandingkan dengan keseragaman tarif nonlinear. Akan sulit bagi pemain baru untuk masuk ke dalam industri dengan jaringan covarage yang tidak penuh. Diskriminasi harga yang dilakukan oleh inkumben akan berlawanan dengan pemain baru yang potensial dan dengan pelanggan. Sebaliknya, inkumben diharapkan dapat melaksanakan diskriminasi harga, walaupun pada akhirnya inkumben akan menghentikannya pada saat banyak pesaing yang masuk ke dalam industri. ******

Perbaikan Sektor Telekomunikasi di Negara Berkembang Apa manfaat privatisasi? Bagaimana telekomunikasi memperbaiki kondisi di negara berkembang seperti Indonesia? Makin banyaknya jumlah pemain di industri telekomunikasi semestinya membuat persaingan makin ramai. Persaingan itu idealnya membuat mereka berlomba-lomba merebut hati pelanggan, meraih simpati publik, agar produknya dipilih. Tidak sampai di situ, operator juga harus memmertahankan pelanggan, mengingat saat ini makin mudah saja bagi kita untuk berganti-ganti operator telepon. Bahkan memiliki lebih dari satu nomor ponsel adalah hal biasa. Fink, Mattoo, dan Rathindran (2004) menyatakan privatisasi dan persaingan membantu peningkatan kinerja sektor telekomunikasi secara signifikan. Namun perbaikan program secara meluas, termasuk perbaikan kebijakan dan dukungan regulator independen memberikan peningkatan kinerja yang lebih besar. Hal yang perlu diperbaiki yaitu mengenai penetrasi yang lebih rendah jika persaingan terjadi setelah adanya privatisasi dibandingkan jika keduanya terjadi secara bersamaan. Selain itu, faktor teknologi juga memberikan pengaruh yang kuat terhadap kinerja sektor telekomunikasi.

Penelitian Fink, Mattoo dan Rathndran ini mencoba mencari hubungan antara kebijakan dan kinerja pada sektor telekomunikasi. Dimensi kebijakan yang digunakan ada 3: • Perubahan kepemilikan perusahaan • Pembukaan pasar persaingan • Memperkuat regulasi Sementara dimensi kinerja yang digunakan ada 2: • Efisiensi internal perusahaan yang diwakili dengan produktivitas tenaga kerja • Efisiensi alokasi pasar yang diwakili dengan output aggregat. Namun demikian, total faktor produksi merupakan ukuran yang lebih baik untuk mengukur efisiensi internal perusahaan sementara output agregat bukan alat yang tepat untuk mengukur efisiensi alokasi pasar karena kemungkinan terdapat ekspansi jaringan yang berlebihan. Pelibatan Aset Publik Privatisasi tidak hanya melibatkan transfer kepemilikan aset dari publik kepada pihak swasta tetapi juga hak dalam pengambilan keputusan serta keuntungan yang diperoleh. Penelitian sebelumnya menekankan adanya pengaruh perubahan tujuan perusahaan setelah privatisasi, yaitu dari memaksimalisasi kesejahteraan sosial menjadi memaksimalisasi keuntungan. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa dengan struktur pasar yang terkonsentrasi, kepemilikan publik lebih mendorong efisiensi alokasi dibandingkan dengan kepemilikan swasta dimana terdapat keinginan untuk membatasi output agar dapat memaksimalisasi keuntungan. Pengaruh perubahan kepemilikan lainnya yaitu terjadinya perubahan dalam manajemen perusahaan. Perubahan kinerja dipengaruhi oelah perubahan yang terjadi pada hubungan antara manajemen perusahaan dengan pemilik saham, atau pemerintah, atau masyarakat umum. Pemilik swasta lebih mengutamakan efisiensi internal, karena itu dengan perubahan kepemilikan dari pulik ke swasta (atau asing) akan meningkatkan efisiensi internal perusahaan. Semakin ketatnya persaingan akan mendorong efisiensi alokasi dan efisiensi internal. Perusahaan, pihak swasta atau publik harus berusaha untuk mencapai efisiensi agar dapat bertahan dalam persaingan. Hal tersebut akan mengurangi tekanan monopolistik. Peran Regulasi Dalam sektor telekomunikasi, regulasi memainkan dua peran: • Jika struktur pasar tidak kompetitif, maka regulasi dapat berfungsi sebagai pengganti ketidaksempurnaan persaingan pada saat perusahaan publik diprivatisasi. • Karena operator inkumben mengendalikan akses terhadap fasilitas yang esensial, seperti jaringan, maka diperlukan adanya regulasi mengenai akses terhadap jaringan untuk perusahaan baru agar dapat menarik persaingan. Selain menjamin terjadinya persaingan, tujuan regulator dalam menciptakan rangsangan bagi perusahaan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya dan ekspansi jaringan. Jika Regulator dapat mencapai tujuan tersebut, maka dengan adanya privatisasi dan persaingan, produktivitas tenaga kerja dan output agregat telekomunikasi akan meningkat. Privatisasi harus dilakukan sebelum dibukanya persaingan karena akan mempengaruhi kondisi persaingan. Hal tersebut dikarenakan adanya pertimbangan sunk cost dalam basis telekomunikasi

yang dapat digunakan secara strategis bagi perusahaan yang memasuki pasar lebih dulu sehingga inkumben dapat memanfaatkannya dan merugikan perusahaan yang baru masuk dalam persaingan. Selain itu juga terdapat alasan lain privatisasi lebih baik dilakukan lebih dulu dibandingkan dengan pembukaan persaingan. Pertama, jika untuk masuk ke dalam persaingan dibutuhkan biaya yang besar, maka inkumben dapat menghalangi perusahaan lain untuk masuk ke dalam pasar sehingga struktur pasar menjadi terkonsentrasi. Kedua, inkumben dapat bekerja sama dengan inferior supplier untuk membangun posisi pasar yang dominan. Hal tersebut jelas akan menghalangi terjadinya persaingan. *****

Tarif Telekomunikasi Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Politik Kebijakan tarif telekomunikasi di suatu negara perlu memertimbangkan kepentingan nasional ke depan, bukan hanya hari ini atau esok. Bagaimana tarif itu ditentukan? Bagaimana juga perspektifnya dari ekonomi dan politik? Tarif telepon dan SMS yang kita nikmati adalah hasil dari kesepakatan banyak pihak melalui langkah panjang. Mereka tak bisa begitu saja menaikan atau menurunkan tarif begitu saja. Penetapan kebijakan tarif telekomunikasi perlu memertimbangkan kepentingan nasional jangka panjang, dan para pihak yang terlibat di dalamnya supaya mengambil langkah-langkah proaktif. Pendekatan proaktif dalam penetapan kebijakan tarif membutuhkan pemahaman terhadap orientasi pasar dan secara khusus memperhatikan bagaimana pelanggan dan pengguna telekomunikasi membangun persepsi terhadap nilai-nilai positif yang diberikan oleh layanan telekomunikasi. Pendekatan proaktif lebih sulit dilakukan dari pada secara sederhana menambahkan margin keuntungan pada perkiraan biaya. Oleh karena itu, kemampuan untuk membangun kebijakan tarif yang dapat memberi keuntungan kepada operator dan sekaligus memberikan manfaat positif bagi masyarakat penguna telekomunikasi, merupakan tantangan bagi pembuat kebijakan dan regulator telekomunikasi. Untuk dapat melakukan pendekatan proaktif dalam membangun kebijakan tarif telekomunikasi perlu dilakukan beberapa hal. Pertama, dibutuhkan analisa hubungan harga dan permintaan. Variabel permintaan, diperoleh melalui cara pengguna telekomunikasi menentukan nilai yang diperoleh dari layanan telekomunikasi yang dinikmatinya, menjadi batas atas dalam diskresi tarif yang dapat diterima oleh pelanggan atau pengguna. Guna memahami bagaimana pelanggan atau pengguna membangun persepsi nilai diperlukan ujian tentang bagaimana pelanggan bereaksi terhadap tarif, perubahan tarif, dan perbedaan tarif. Perilaku Konsumen Beberapa studi tentang perilaku konsumen dalam kaitannya dengan harga membuktikan bahwa pembeli bereaksi terhadap perbedaan harga dari pada terhadap harga yang dinyatakan secara spesifik (Monroe, 2007). Hal ini mencerminkan bahwa harga relatif lebih penting bagi pilihan pembeli. Dalam pasar telekomunikasi yang kompetitif, bagi pembuat kebijakan tarif, baik regulator maupun operator, perlu mempertimbangkan bagaimana setiap keputusan tarif untuk suatu layanan tertentu (misal tarif interkoneksi/wholesale) akan berdampak pada tarif ritel (tarif yang dibayar oleh pelanggan); dan atau berdampak pada tarif untuk layanan-layanan lain yang ditawarkan oleh suatu operator. Struktur layanan telekomunikasi bertumpu pada layanan jaringan telekomunikasi yang melayani

berbagai layanan telekomunikasi. Dalam konteks ini, terjadi fenomena one for many yang artinya satu jaringan untuk berbagai layanan teleko-munikasi. Konsekuensi dari karakter semacam ini adalah adanya risiko persaingan tidak sehat antara operator besar yang memiliki jaringan yang sangat luas dan operator kecil yang jaringannya baru tumbuh. Untuk mengurangi desakan persaingan, operator besar memiliki peluang untuk melakukan transfer pricing antar unit usaha yang menjalankan bisnis jaringan dan bisnis jasa telekomunikasi. Sementara kepada operator lain yang membutuhkan jaringannya, operator besar tersebut mengambil margin yang cukup besar, sehingga menjadikan operator kecil tidak kompetitif. Meskipun ada risiko dihambat oleh pemain besar, operator telekomunikasi baru atau yang masih tergolong kecil tetap memiliki peluang untuk menjadi besar apabila para eksekutifnya mampu membuat keputusan tarif layanan dengan baik. Hal ini dapat tercapai apabila para eksekutif memiliki informasi yang cukup dan benar tentang basis pelanggan yang sudah dan akan dimiliki, para pesaing yang dihadapi, atau semua biaya relevan yang terkait dengan pengambilan keputusan tertentu. Selain itu, para eksekutif ini tidak mengandalkan pada pemikiran tradisional atau asumsi yang tidak valid, atau harapan yang dianggap sudah sebagai kenyataan. Hasil umum dari kebijakan tarif yang buruk antara lain operator menerima pendapatan yang semakin sedikit (menurun), dan akibatnya tingkat keuntungan semakin tipis, sementara di pihak lain pelanggan atau pengguna tidak puas dengan layanan diterima. Alokasi Sumber Daya Permasalahan utama dalam masyarakat ekonomi adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya yang tersedia di antara anggota masyarakat ekonomi tersebut guna memaksimalkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Untuk mencapai sasaran kesejahteraan tersebut, setiap sumber daya yang tersedia perlu dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsinya secara efisien. Dalam rezim ekonomi pasar, sistem harga mengalokasikan semua sumber daya yang tersedia dan menjadi petunjuk bagai-mana sumber daya tersebut dimanfaatkan. Harga akan menentukan barang dan jasa apa yang perlu dihasilkan dalam jumlah tertentu. Demikian juga, harga menentukan bagaimana barang-barang dan jasa-jasa tersebut harus diproduksi. Dan, harga mencerminkan untuk siapa barang dan jasa perlu dibuat. Memmerhatkan hal-hal di atas, dapat dikatakan bahwa harga atau tarif berpengaruh terhadap pendapatan dan perilaku belanja. Bagi pelanggan dengan tingkat penghasilan tertentu, tarif mempengaruhi apa yang dibeli dan berapa banyak setiap produk akan dibeli. Bagi organisasi bisnis, profit ditentukan dari perbedaan antara pendapatan dan biaya; sementara pendapatan diperoleh dari perkalian antara harga per unit dengan jumlah unit produk/jasa yang dibeli. Perubahan harga juga memainkan peran utama dalam ekonomi pasar. Ketika kuantitas barang dan atau jasa yang dibutuhkan lebih besar dari penyediaan, pembeli harus rela mengeluarkan uang lebih banyak, atau dalam kata lain harga menjadi lebih mahal. Jika biaya produksi per unit tetap, harga yang semakin tinggi memberi tingkat keuntungan yang lebih besar bagi operator, dan menjadi insentif untuk investasi sumber daya guna menghasilkan produk dalam jumlah yang lebih besar. Tingkat keuntungan yang lebih tinggi dapat menjadi insentif bagi operator untuk melakuan inovasi produk dan jasa lain. Namun demikian, jika karena investasi berupa penambahan sumberdaya (jaringan dan jasa) menghasilkan suplai yang lebih besar dari pada permintaan, hal ini dapat menekan harga dan mengurangi output. Yang pada gilirannya akan merugikan operator dan pelanggan/penguna. Wal hasil pembuat kebi-jakan tarif perlu memperhatikan kesetimbangan antara sisi penawaran dan permintaan dengan selalu memantau kapasitas jaringan yang terpasang dan tingkat pertumbuhan permintaan terhadap layanan telekomunikasi. Kewenangan Pemerintah UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 27 menyatakan “Susunan tarif

penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.” Sedangkan Pasal 28 menyatakan “Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.” Dari dua pasal di atas, dapat dipahami dengan mudah bahwa kewenangan pemerintah selaku regulator telekomunikasi terbatas pada menyiapkan formula tarif saja, dan tidak memiliki kewenangan untuk ikut campau dalam menentukan besaran tarif, karena hal tersebut merupakan haknya masing-masing operator. Apa yang terjadi di lapangan tidak sepenuhnya menunjukkan bahwa substansi Pasal 28 telah dilaksanakan secara konsekuen. Diakui atau tidak, disukai atau dibenci, dengan alasan apapun, pada kenyataannya Pemerintah masih sering masuk terlalu jauh ke dalam dapurnya operator telekomunikasi dengan menentukan tarif (dan akhirnya tingkat keuntungan operator) yang sejatinya merupakan wilayah kedaulatan operator telekomunikasi. Argumen bahwa tindakan pemerintah tersebut dilakukan semata untuk melindungi masyarakat dan operator kecil, pada tingkat tertentu dapat diterima. Namun demikian, timbul ancaman besar yang barangkali tidak disadari oleh regulator maupun oleh para operator sendiri ketika “mengizinkan” regulator mema-suki wilayah kedaulatan bisnis para operator. Ancaman besar tersebut adalah semakin tidak terbentuknya pasar telekomunikasi nasional yang kompetitif, atau dalam kalimat lain, pelaksanaan kebijakan tarif yang tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang berpotensi pada terbentuknya pasar kartel yang “direstui” oleh regulator telekomu-nikasi. Suatu hal yang ironis bila benar-benar terjadi. Tanda-tanda pasar kompetisi telekomunikasi sudah mulai terdistorsi dapat dilihat dari kecenderungan keseragaman harga; rata-rata tingkat keuntungan (EBITDA) yang masih relatif besar (di atas 50%) dan perbedaan EBITDA antara satu operator dengan operator lainnya tidak jauh (antara 5% s.d. 10%); pesan iklan yang rata-rata hampir serupa, walau dikemas dalam bahasa komunikasi yang berbeda; dan di pihak lain semakin banyaknya pelanggan yang mengeluh karena merasa tertipu oleh iklan atau buruknya layanan telekomunikasi. Ada beberapa langkah strategis yang dapat disarankan untuk mengurangi distorsi pasar dan mencegahnya sehingga tidak meningkat menjadi kegagalan pasar. Industri telekomunikasi sebagai regulated industry memerlukan regulator yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi untuk memajukan industri. Kompetensi dicerminkan tidak saja dari latar belakang pendidikan yang memadai dan relevan dengan penyelenggaraan telekomunikasi, namun juga memahami secara mendalam karakter unik yang melekat pada industri telekomunikasi, ditambah dengan memiliki jaringan yang luas dengan setiap stakeholder telekomunikasi baik di dalam maupun di tingkat internasional. Kompetensi ini sangat penting mengingat perubahan teknologi dan bisnis telekomunikasi terjadi dengan begitu cepat, sehingga menuntut regulator selalu tanggap dan mampu bereaksi cepat terhadap setiap perubahan yang terjadi di lingkungan tanggung jawab tugasnya. Komitmen mencerminkan keterlibatan secara total di dalam pergulatan memajukan industri telekomunikasi yang mampu memberi nilai positif tidak hanya bagi operator, namun dirasakan pula oleh masyarakat dan pemerintah. Langkah berikutnya, telekomunikasi tidak dapat berdiri sendiri, ia diperlukan oleh dan memerlukan campur tangan dari sektor-sektor lain. Untuk hal tersebut, harmonisasi dalam strategi pembangunan telekomunikasi dengan sektor lain perlu ditingkatkan. Sebagai contoh, harmonisasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah, sektor pekerjaan umum (bina marga), perusahaan listrik negara, perusahaan air minum, dan sektor – sektor lain sangat diperlukan agar pekerjaan pembangunan fisik jaringan tidak merusak lingkungan, menganggu kenyamanan publik, atau bahkan membahayakan keselamatan jiwa. Fakta yang selama ini ditemukan, jalan menjadi rusak karena digali untuk kabel telepon, atau jaringan telepon tiba-tiba terputus karena kabel terpotong oleh alat berat atau pekerja yang sedang membangun jaringan air minum, jaringan listrik, atau perbaikan jalan. Terkait dengan tarif, yang oleh sementara pihak dikatakan masih tergolong mahal, disuka atau

dibenci, diakui atau ditolak, investasi telekomunikasi tidak dapat lepas dari pengaruh negatif ekonomi biaya tinggi yang masih menjadi karakter bisnis di Indonesia. Biaya – biaya tak terlihat namun nyata ini, pada gilirannya akan menjadi beban yang dilimpahkan kepada pelanggan. Oleh karena itu, ketika regulator telekomunikasi menyerukan agar tarif telekomunikasi turun, kegembiraan masyarakat awam menyambut seruan tersebut rasanya belum lepas tuntas, karena yang diminta untuk menurunkan harga, belum dapat dilepas dari belenggu ekonomi biaya tinggi. Sebagai makhuk ekonomi yang rasional, sangat wajar bagi operator, dalam merespon seruan tersebut, bila mereka mengajukan pertanyaan diam “apakah pemerintah bersedia menanggung rugi yang diderita operator bila di kepala harga ditekan, di sisi lain ekonomi biaya tinggi mencekik leher, dan di dua kaki-kakinya kompetisi menariknya ke bawah, mengancam menenggelamkan eksistensi sebagai operator.” Sutton (1998) dalam “Technology and Market Structure” menjelaskan dengan gamblang bagaimana introduksi dan pemanfaatan secara luas teknologi baru mengubah kemapanan struktur pasar, dan membawa struktur pasar tersebut ke dalam dimensi baru. Kita menyaksikan bagaimana layanan radio paging yang pada awal tahun 90-an sempat menjadi gaya hidup eksekutif Indonesia, dengan cepat tergulung ombak teknologi telekomunikasi digital selular yang menawarkan layanan SMS. Teknologi telepon digital selular juga telah mengubah struktur pasar mapan yang dinikmati oleh telepon tetap kabel. Layanan telepon tetap kabel memiliki sifat monopoli, akan menjadi tidak efisien secara ekonomi ketika dibangun jaringan kabel lain di suatu tempat yang sudah tersedia jaringan serupa. Ketidak-efisienan terjadi karena sunk cost yang tinggi sehingga tidak mudah untuk menarik kembali investasi yang sudah digelar. Sementara itu, fenomena serupa tidak terjadi untuk teknologi telepon mengunakan gelombang elektromagnet (wireless telephones). Dampaknya, munculnya teknologi telepon digital selular memfasilitasi perubahan pasar yang semula monopoli menjadi kompetisi (khusus pada penyelenggaraan telepon digital selular). Mengingat pasar sudah berubah menjadi pasar kompetisi, hal ini dapat berdampak pada pendekatan pembuatan kebijakan tarif telekomunikasi. Sejak 2006, Regulator Telekomunikasi Indonesia menerbitkan peraturan baru tentang formula tarif interkoneksi dan ritel. Jika semula mengacu pada pendekatan price cap yang berorientasi pada historical costs, peraturan – peraturan baru tersebut mengubahnya dengan pendekatan berbasis biaya (cost-based) yang didasarkan pada biaya aktual dan proyeksi penurunan biaya masa depan sebagai akibat peningkaan biaya depresiasi dan peningkatan jumlah pengguna. Jika dilihat dari permukaan, kemungkinan tidak ada yang salah dengan peraturan baru tentang tarif ini. Namun demikian, yang masih layak dipersoalkan adalah implementasi secara konsisten dan konsekuen dari peraturan tersebut. Untuk dapat menjalankan kebijakan tarif secara konsisten dan konsekuen sehingga memberi manfaat optimal bagi semua pihak diperlukan tindakan ekstra dari regulator, langkah ekstra berupa audit biaya secara independen terhadap semua operator telekomunikasi. Langkah ekstra ini perlu dilakukan bukan karena pemerintah dan masyarakat tidak mengakui kejujuran operator, namun semata untuk menemukan biaya-biaya sebenarnya yang menjadi beban operator dalam menjalankan operasi layanan telekomunikasi, termasuk bila ada biaya yang tidak semestinya yang dibebankan oleh Pemerintah secara resmi maupun oleh oknum secara tidak resmi. *******

Kepemilikan dan Penguasaan Spektrum Frekuensi Walau kasat mata, spektrum freakuensi ternyata merupakan sebuah sumber daya alam yang kini sangat berperan di industri telekomunikasi. Bagaimana hukum kepemilikan dan penguasaannya? Berbincang melalui telepon tak mungkin dilakuka tanpa adanya spektrum frekuensi. Memang tidak

bisa dilihat oleh mata telanjang, namun spektrum frekuensi ini merupakan suatu ruang dimana gelombang teekomunikasi bisa berjalan. Di era serba mengandalkan telekomunikasi sekrang ini, masalah spektrum frekuensi bukan masalah sepele. Begitu banyak operator telekomunikasi membuat masalah spektrum ini kian ruwet saja. Terdapat dua pendekatan untuk memberikan lisensi atau perizinan spektrum frekuensi: • Pendekatan tradisional: pemberian lisensi spektrum dibedakan dalam ”hak untuk mengoperasikan” dan ”hak untuk menggunakan”. • • Pendekatan baru: lebih mendekati pada konsep pergantian kepemilikan. Dalam hal spektrum, regulator menjual spektrum kepada pembeli swasta yang dapat menjualnya kembali kepada perusahaan lainnya. Hal ini mengarahkan adanya nilai pasar pada spektrum. Pendekatan ini sepertinya berdasarkan pada dugaan bahwa spektrum adalah milik negara yang dapat serahterimakan kepada yang lain. Pendekatan ini bertentangan dengan komitmen internasional negara. • Dalam pendekatan baru, spektrum dianggap sebagai sumber daya alam, yang dapat dibagi dalam beberapa bagian dan dijual atau disewakan. Pemilik suatu bagian spektrum dapat menggunakannya dengan bebas selama tidak mengganggu bagian lainnya. Namun, spektrum tidak mudah untuk dibatasi atau digambarkan. Atribut dan sifat spektrum tidak dapat digambarkan dengan konsep normal. Hal ini menjelaskan perkara hak spektrum dalam area terbatas, atao hak spektrum atas frekuensi satelit. Pengguna spektrum harus memertimbangkan penggunaan spektrum dalam wilayah yang berdampingan sebelum mereka menentukan penggunaannya. Tidak ada negara yang dapat menuntut hak penuh atas kepemilikan frekuensi satelit yang luasnya sama dengan wilayahnya. Pertimbangan mengenai hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa spektrum tidah bisa dimiliki oleh suatu negara. Yang dimiliki negara adalah hak penggunaan spektrum dalam wilayah teritorialnya, dengan batasan sesuai perjanjian dalam regulasi radio dan hak negara lainnya.

Perubahan Hak Atas Lisensi Spektrum Harga suatu lisensi spektrum dianggap sebagai suatu penyewan atau pembelian semenatara hak negara atas penggunaan spektrum. Dugaan ini dikombinasikan dengan hak untuk menjual kembali lisensi tersebut. Setiap pergantian hak harus melakukan registrasi dengan manajemen spektrum yang berwewenanga dan pasar spektrum harus diatur utnuk menghindai terjadinya penyalah gunaan. Dengan demikian, dalam mekanisme harga pasar atas lisensi akan menentukan harga dalam perdagangan hak spektrum. Tujuan Regulasi Mengenai Spektrum Tujuan regulasi spektrum adalah untuk menjamin bahwa pengguna yang sah atas spektrum radio mendapatkan keuntungan maksimum tanpa menyebabkan ganguan kepada pengguna sah lainnya. Salah satu tujuan pemberian lisensi adalah memberikan hak khusus untuk menggunakan spektrum radio kepada pemilik, tetapi juga memberikan kewajiban tertentu pada pemilik. Kewajiban bagi operator seluler dapat termasuk kekuatan pemancar yang maksimal (untuk mengurangi masalah gangguan), dan kebutuhan atas lokasi base station. Kewajiban tersebut juga termasuk kebutuhan untuk menyediakan jangkauan dalam presentasi tertentu dari populasi dalam perode tertentu. Referensi standard tertentu juga termasuk dalam kewajiban pemilik hak spektrum. Pertimbangan Lisensi

Sebelum menentukan krieteria untuk memilih alternatif, manajemen spektrum harus memertimbangkan beberapa faktor: • Kandidat yang telah memenuhi syarat, melalui proses kualifikasi, jika regulator memutuskan perlu dilakukan penyaringan, maka kandidat yang tidak cocok akan dikeluarkan. Proses kualifikasi sebelumnya seharusnya tidak membatasi jumlah kandidat dan harus berdasarkan keiteria yang terbuka dan tanpa diskriminasi. • Jumlah lisensi yang diberikan membutuhkan keseimbangan antara ketersediaan spektrum, bandwith yang dimiliki masing-masing operator, dan ukuran pasar. • Dalam teknologi 3G, perbedaan antara jaringan tetap dan mobile akan semakin tidak jelas. Karena itu harus ada penjelasan mengenai permintaan lisensi dan kondisi yang dapat digunakan untuk meng-jangkauan layanan dan jaringan tetap atau bergerak. • Setiap kewajiban seperti perataan dan jangkauan jangkauan harus tepat untuk menjamin terjadinya persaingan dalam infrastruktir dan frekuensi yang tidak perlu digunakan. Perataan layanan jaringan seharusnya berdasarkan permintaan pasar. • Kondisi pemberian lisensi seharusnya tidak menghalangi persetujuan roaming komersial yang dilakukan di antara operator. • Pembagian infrastruktur jaringan seharusnya diizinkan dalam basis komersial untuk membantu perkembangan dan penyebaran jaringan dan pengenalan layanan. • Tujuan kebijakan lisensi seharusnya memasukkan lingkup layanan yang diberikan kepada operator. Lingkup layanan dapat berupa regional atau jangkauan nasional. ******

Mengenal Monopoli Alami dan Eksternalitas dalam Telekomunikasi Kata monopoli belakangan menjadi berkonotasi negatif. Padahal pada industri telekomunikasi, mau tak mau kita berurusan dengan yang namanya monopoli. Bagaimana bisa begitu? Literatur ekonomi memberikan dua alasan pokok pada regulasi layanan telekomunikasi (Davis, 1994). • Terdapat lingkup dan skala ekonomi dalam menghasilkan layanan telekomunikasi yang dapat membuat pasar telekomunikasi menjadi natural monopoli. • Penggunaan dan langganan layanan telekomunikasi diminta untuk menghasilkan dua macam penggunaan eksternalitas secara positif. Alasan pertama dikenal dengan panggilan eksternalitas. Alasan kedua disebut jaringan eksternalitas, yaitu ketika pelanggan baru masuk, pelanggan lama mendapatkan keuntungan, tanpa membayar biaya tambahan, dari panggilan pelanggan baru dan dapat melakukan panggilan kepada mereka. Kepemilikan monopoli natural dan jaringan eksternalitas dapat mengarahkan kekuatan pasat kepada satu inkumben penyedia layana telekomunikasi. Pemerintah memberikan keuntungan kepada inkumben melalui monopoli, sementara itu pemain baru harus menghadapi tingginya hambatan untuk memasuki industri tersebut. Pemahaman Monopoli Monopoli didefinisikan sebagai suatu pasar yang hanya memiliki satu penjual tetapi terdapat banyak pembeli. Karena seorang yang melakukan monopoli merupakan satu-satunya yang menawarkan produk, kurva permintaan pasar menunjukkan hubungan antara harga yang diterima monopolis dengan kuantitas produk yang ditawarkan. Penetapan harga ini dalam masyarakan karena sedikin pelanggan yang menggunakan produk tersebut dan mereka tidak ingin membayar

lebih besar. Menurut Pindyck dan Rubinfeld, monopoli merupakan suatu bentuk kekuatan pasar, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi harga suatu barang. Sebagai satu-satunya produsen, seorang monopolis memiliki posisi yang unik. Jika monopolis memutuskan untuk menaikkan harga produk, dia tidak perlu mengkhawatirkan pesaing akan memperoleh pangsa pasar yang lebih besar dengan memberikan harga yang lebih murah. Monopolis menguasai pasar dan mengendalikan jumlah produk yang ditawarkan. Tetapi bukan berarti monopolis dapat menetapkan harga tinggi semaunya, setidaknya penetapan harga tinggi dilakukan untuk memaksimalisasi keuntungan. Untuk memaksimalisasi keuntungan, monopolis harus dapat menentukan karakteristik permintaan pasar, seperti halnya biaya yang dikeluarkan. Pengetahuan mengenai permintaan dan biaya penting dalam pengambilan keputusan ekonomi suatu perusahaan. Menguji Monopoli Natural Keberadaan monopoli natural tidak mengimplikasikan bahwa pasar memiliki sifat natural monopoli (Low, 2000). Terdapat dua alasan mengenai hal ini: • Kemungkinan pasar monopoli tidak dapat bertahan lama; karena itu inkumben tidak dapat mempertahankan jumlah pesaing yang efisien agar tidak berubah. • Inkumben dan pesaing akan berada pada persaingan ketat dalam memperoleh keuntungan. Penurunan biaya dan hambatan masuk lainnya yang tidak memungkinkan untuk masuk, biasanya menyertai monopoli natural. Jaringan eksternalitas membuat jaringan interkoneksi lebih efisien. Dengan demikian, berdasarkan keberadaan monopoli natural dan eksternalitas, regulasi telekomunikasi harus menghapuskan kekuatan pasar dan tiruan produk dalam pasar persaingan (Duesterberg, 1997). Selain itu, regulasi harus menjamin realisasi struktur pasar yang efisien dan membantu mengoptimalkan persaing dengan penggunaan eksternalitas. Cara terbaik untuk menguji adanya natural monopoli mungkin dengan membiarkan pasar menemukan hasil yang terbaik. Jika, selain batasan, pasar bersifat natural monopoli, akan terjadi inefisiensi. Tetapi inefisiensi tersebut harsu dibandingkan dengan inefisiensi lainnya yang ditimbukkan oelh regulasi. Hampir bisa dipastikan, pesaing baru akan hadir jika tidak ada lagi natural monopoli (Vogelsang, Mitchel, 1997). Dalam penggunaan pita frekuensi untuk layanan radio, Pemerintah sebagai regulator harus mengingat bahwa frekuensi radio adalah sumber daya yang terbatas sehingga harus digunakan secara rasional, efisien dan ekonomis. ******

Cerita Tentang Pelayanan Operator Selular Kepada Pelanggan Sampai hari ini, masih bertebaran keluhan pelanggan operator seluler, baik itu di milis, blog pribadi, sampai yang menjadi berita di media massa. Merupakan bukti bahwa persaingan antar pemain di industri telekomunikasi belum melahirkan kualitas layanan yang memuaskan. Kisah di bawah ini hanya satu dari sekian banyak keluhan tersebut. Kawan saya - inisial DR - pelanggan prepaid operator selular dirugikan oleh operator selular tersebut. Ceritanya, seseorang berinisial AR yang berdomisili di kota Jom di Jatim sana, mengaku kehilangan ponsel berserta sim card-nya. Nomor yang dilaporkan hilang oleh AR tersebut adalah nomor milik DR yang masih aktif. Setelah menerima laporan kehilangan dari AR, tanpa melakukan check and recheck petugas

pelayanan pelanggan berinitial PR langsung memroses dan menerbitkan SIM card baru dan diberikan kepada AR. secara otomatis sim card nomor asli tersebut yang masih dipegang oleh DR menjadi tidak aktif. DR tidak segera menyadari bahwa salah satu nomornya telah digunakan oleh AR yang tidak dikenalnya. DR mulai sadar bahwa ada yang tidak beres ketika di nomor telepon lainnya ia menerima komplain dari teman - temannya yang menerima pesan tidak enak dari nomor ponsel yang sekarang dikuasai oleh AR. Setelah nomor cantiknya tersebut digunakan untuk membuat panggilan ternyata sudah tidak bisa untuk memanggil. Kemudan ia mencoba memanggil nomor tersebut ternyata yang terima sudah orang lain. DR mulai gusar, merasa pasti ada yang tidak beres. Dalam hati dia bertanya, “Kenapa nomor saya jadi mati?”. Padahal nomor prepaid tersebut didaftarkan atas namanya, dan masih valid karena selalu mengisi ulang pulsa. DR bingung apakah mesti lapor ke polisi atau ke operator yang bersangkutan. Ia putuskan mendatangi gerai tersebut di kantor pusatnya. Dan akhirnya didapat informasi bahwa seseorang (AR) yang mengaku sebagai pemilik nomor (milik DR) telah melaporkan kehilangan, dan atas laporan tersebut, petugas (PR) menerbitkan SIM card pengganti. Atas terbitnya SIM card tersebut, SIM card asli milik DR langsung off, dan SIM card baru digunakan oleh AR untuk keperluannya yang merugikan DR secara material maupun moral. Penjelasan kronologis diberikan secara tertulis oleh pejabat yang mewakili operator tersebut, dan dalam surat itu operator menyatakan dirinya bersalah serta minta maaf. Ya hanya pernyataan maaf saja yang diterima oleh DR, dengan sedikit hadiah hiburan – menurut DR – ditawari jadi pelanggan eksekutif. Saya tidak paham benar, apakah DR sudah minta ganti rugi material dan immaterial, yang pasti nomor cantik tersebut sekarang sudah kembali menjadi miliknya. Kepada saya dia hanya menyampaikan penyesalan mengapa peristiwa itu (penggunaan nomor teleponnya oleh orang lain karena kelalaian petugas operator) terjadi sampai dua minggu. DR menanyakan apakah operator selular tidak punya SOP pelayanan pelanggan? Mengapa hanya selembar surat maaf saja, kenapa bukan pernyataan maaf secara pribadi dari pimpinan perusahaan. Secara bergurau saya berujar kepadanya “emang elo siapa?" DR menjawab dengan bercanda juga “ya emang saya rakyat biasa, tetapi kalau semakin banyak rakyat seperti saya dicederai (karena layanan buruk) jangankan cuma operator telepon, Pak Harto dulu saja tumbang” mendengar jawaban DR, saya jadi ingat bagaimana kelakuannya dulu tahun 1998 ketika dia (saat itu kami tercatat sebagai mahasiswa pasca sarjana) ikut merancang pendudukan gedung DPR/MPR. saya juga ingat bagaimana setelah tahun - tahun itu dia begitu dekat dengan sosok yang sekarang menjadi pemimpin negeri ini. Gawat nich, begitu pikir saya.

Related Documents

Kabel
October 2019 35
Kabel
December 2019 29
Kabel
August 2019 37
Peletakan Kabel-kabel
May 2020 32
Urutan Kabel
August 2019 31