RENUNGAN MALAM Waktu berjalan bagaikan anak panah yang terlepas dari busur yang dipentangkan tangan sakti. Cepat dan tak terasa. Hal ini terasa oleh kita semua kalau kita mau berhenti sejenak dan menengok kebelakang, masa lalu terlewatkan begitu cepatnya, seperti dalam mimpi saja. Betapa kita msh ingat betul semua peristiwa dimasa kita masih kanak-kanak, kalau kita melewati sebuah tempat yang lama kita tinggalkan, tempat dimana bermain-main ketika kita masih kanak-kanak, maka semua peristiwa yang terjadi ketika kita masih kecil, itu seolah-olah baru saja terjadi kemarin dulu, satu bulan atau satu tahun yang lalu saja. Padahal belasan atau puluhan tahun telah lewat tak terasa, dan tahu-tahu kita telah menjadi tua. Kalau tidak diperhatikan jalannya, sang waktu melesat dengan kecepatan mukjizat. Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun ditelannya bulat-bulat dengan amat cepatnya. Sebaliknya kalau kita memperhatikan jalannya sang waktu, detik demi detik, menit demi menit sang waktu akan bergerak lebih lambat rangkakannya daripada seekor siput. Apalagi kalau kita menanti sesuatu yang kita harapkan akan tiba dengan cepat, sang waktu agaknya tak mau diajak kompromi dan sengaja memperlambat jalannya. Hidup adalah saat ini, sekarang, saat demi saat. Orang yang hidup dimasa lampau seperti keadaan mati, sudah lewat, sudah berlalu, sudah tidak ada. Masa lalu hanyalah mendatangkan kesenangan yang menciptakan dendam, kecewa, duka karena iba diri. Masa depan pun merupakan sesuatu yang belum ada, hanya merupakan suatu khayal, suatu mimpi dari keadan yang penuh harapan, penuh dengan segala keindahan yang kita gambarkan, kemudian kita kejar-kejar, untuk kemudian menjadi “frustasi” kalau kita gagal, atau kita merasa puas sebentar kalau berhasil untuk kemudian kita menjadi bosan atau juga kecewa karena yang kita dapatkan itu ternyata tidaklah seindah atau sehebat seperti yang kita gambarkan atau bayangkan dan mimpikan semula !. Masa lampau sudah mati, masa lalu hanya mimpi, masa kini, sekarang, saat demi saat inilah hidup kita dan harus kita hayati sepenuh perhatian, barulah hidup menjadi berarti dan berisi. Saat demi saat, membuka mata lahir dan batin
menghadapi kenyataan apa adanya. Ya apa adanya ! inilah seni hidup terbesar, terindah, termulia !. Menghadapi apa adanya, saat demi saat, menghadapi kenyataan yang ada yang menimpa diri kita didalam maupun diluar tubuh dengan mata terbuka penuh kesadaran dan kewaspadaan. Dalam keadaan begini, tanpa penilaian, tanpa ego yang menilai sesuai dengan selera dan keinginan masing-masing, maka kewaspadaan akan membuat kita dapat melihat semua rangkaian yang terjadi dalam setiap peristiwa, lingkaran setan berupa sebab akibat, melihat betapa kekuasaan Tuhan menyusup dan melingkupi segala sesuatu, segala yang terjadi tak terlepas dari kehendak-Nya, keadlan-Nya,
kasih
sayang-Nya,
dan
kebesaran-Nya.
Setiap
peristiwa
mengandung hikmah suci, karena sudah menjadi kehendak Illahi, baik yang dianggap oleh kita suatu peristiwa yang baik (menguntungkan kita) maupun yang buruk (merugikan kita). Malam terasa seram sewaktu sendiri, suara kesunyian, melihat pohon seolah hidup, begitulah kondisi kegelapan segala persepsi muncul dalam diri. Memang tepat kata orang tua bahwa setan tidak akan muncul di siang hari, dan didongengkan bahwa setan atau iblis, demit takut akan sinar matahari ! Buktinya diwaktu siang hari waktu matahari bersinar terang, perasaan takut terhadap setanpun lenyap dari hati orang. Sampai disini mata terasa ngantuk sekali, mau tidur dulu disambung lain kali.