Setelah kita memahami makna syahadat yang mengandung konsekwensi keikhlasan dalam beribadah hanya kepada Allah maka kita bahas pada edisi kali ini tentang syahadat yang kedua yaitu محمداً رسول ال. Di dalam riwayat lain disebutkan dengan kalimat yang lebih lengkap : وأن محمدًا عبدُه ورسسولُه “Bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin AsShamit) yakni persaksian yang diberikan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib yang berasal dari bani Hasyim dari Quraisy dari kalangan Arab dengan dua sifat besar dan mulia yaitu Al-Ubudiyah (kehambaan khusus) dan Ar-Risalah (kerasulan). Sifat kehambaan ialah meyakini bahwa beliau, shalallahu 'alaihi wassalam adalah seorang hamba Allah yang diciptakan–Nya, milik Allah; yang berarti tidak memiliki sifat ketuhanan, rububiyah atau uluhiyah. Tidak pula memiliki sifat yang menyerupai sifat-sifat Allah. Di mana beliau Shalallahu 'alaihi wassalam tidak bisa menolak takdir, mengabulkan do’a, atau menentukan siapa yang mendapatkan hidayah dan siapa yang tidak, demikian seterusnya. Sedangkan sifat kerasulan menunjukan bahwa beliau Shalallahu 'alaihi wassalam benarbenar seorang rasul; utusan Allah yang dipilih dari hamba-hamba-Nya. Beliau Shalallahu 'alaihi wassalam adalah manusia terbaik, manu-sia pilihan, seorang yang terpercaya dan menjadi kepercayaan Allah. Dengan penetapan sifat kerasulan bagi beliau ini, mengandung konsekwensi-konsekwensi sebagai berikut :
1.
Kita harus memuliakan dan mengutamakan beliau Shalallahu 'alaihi wassalam di atas seluruh manusia. Meng-hormati beliau beserta segenap syariat yang dibawanya di atas seluruh syariat lainnya. Hal itu semua tidak akan terwujud kecuali dengan mengamalkan syariatnya dan mencintainya di atas kecintaan terhadap diri sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
” Sesungguhnya kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Q.S Al-Fath : 8-9)
2.
Mendahulukan ucapannya di atas seluruh ucapan manusia tanpa terkecuali dan ber-amal dengan sunnah-sunnahnya. Allah ta’ala berfirman:
” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Hujurat : 1)
3.
Mentaati perintahnya dan menjauhi larangannya. Allah ta’ala berfirman:
” Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya)...” (Q.S An-Nisa’ 59)
” Apa yang ditetapkan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarang bagimu, maka tinggalkanlah.” (Q.S Al-Hasyr : 7)
4.
Menjadikannya sebagai suri tauladan dalam semua sisi kehidupan kita yaitu dengan menjadikan sunnahnya sebagai sumber hukum yang tidak dapat dipisahkan dengan al Qur’an. Allah ta’ala berfirman:
”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S Al-Ahzab : 21)
”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”(Q.S An-Nisa’ : 65) Dengan dua sifat Rasulullah -yakni sebagai Rasul dan hamba Allah- ini tertutuplah dua pintu kesesatan dan penyimpangan dari golongan yang berlebih-lebihan (al-ifrath) dan golongan yang bermudah-mudahan (at-tafrifth). Golongan al-ifrath adalah mereka yang melampaui batas dalam memuji dan mengangkat Rasulullah sehingga menyamakan derajatnya dengan Allah atau memberikan sifat-sifat yang sesungguhnya hanya layak bagi Allah semata atau mendudukkannya seperti kedudukan Allah. Mereka yang berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam telah menyerupai Nashrani ketika menuhankan nabi Isa ‘alai-his sallam, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam pun memperingat-kan umatnya agar jangan seperti mereka. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: َْلُهُ َسُوْ َروَ للهِاعَبْدلُوْافَقُوْ عَ ْبدٌ نَاأ ّنمَاإ مَرْ َيمَ ا ْبنَ ى ال ّنصَارَ تِ َأطْرَ كَمَا نِي وْ ُتطْرُل Janganlah kalian memuji aku secara ber-lebihan sebagaimana Nashrani memuji Isa bin Maryam, aku hanyalah seorang hamba maka katakanlah: “Hamba Allah dan Rasul-Nya”. (H.R Bukhari, Muslim) Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam tidak berkenan dipuji se-cara berlebihan dan melampaui batas seba-gaimana umat Nashrani melakukannya kepa-da Isa bin Maryam. Sedemikian berlebihan-nya mereka dalam memuji Nabi Isa hingga mereka memberikan derajat ketuhanan kepadanya. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam tidak menghendaki hal itu terjadi pada dirinya dan dilakukan oleh umatnya. Dalam suatu riwayat disebutkan: “Ketika sekelompok orang datang kepada Ra-sulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sambil mengatakan: “Engkau adalah Yang paling Agung dan
Mulia yang tiada tandingannya”. Maka beliau berkata: “Berkatalah kalian tapi jangan dirasuki setan””. (HR Abu Dawud) Sebagian lagi ada yang berkata: “Ya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam engkau yang paling baik, anak orang yang paling baik dan sayyid kami, anak dari sayyid kami”. Beliau menjawab: “As-Sayyid adalah Allah” Dan bersabda : ”Wahai segenap manusia berkatalah kalian dengan perkataanmu dan janganlah kalian dikuasai hawa nafsu setan, aku adalah Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak suka jika kalian meninggikan kedudukanku di atas kedudukan yang telah Allah tempatkan bagiku.” (H.R Ahmad dan Nasa’i) Perbedaan mereka dengan kaum Nash-rani adalah bahwa jika kaum Nashrani menyatakan dengan tegas Isa adalah Tuhan-nya, titisan Tuhan, atau anak Tuhan sesuai dengan perselisihan yang ada pada mereka. Adapun mereka yang ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam tidak mengucapkan lafadz-lafadz seperti Nashrani, tetapi mereka mengungkapkannya dalam bentuk perbuatan yaitu: berdoa kepadanya, menganggapnya ikut menakdirkan sesuatu bersama Allah, dapat menentukan manfaat dan madharat, menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan dan lainlain. Bahkan mereka memberikan sifat-sifat yang sesungguhnya hanya layak bagi Allah seperti: (mengetahui yang ghaib), pemberi jalan keluar dari kesulitan-kesulitan, penolong hamba yang berada dalam kesusahan di manapun ia berada, ruhnya diyakini hadir di tengah-tengah mereka ketika membaca syi’ir pujian kepadanya, padahal beliau telah wafat. Lebih dari itu julukan-julukan yang berlebihan acap disandarkan kepada beliau seperti:
ٍأَ ْنتَ ُنوْرٌ فَوْقَ ُنوْر
ْع ْلمُ عِ ْل ِمكَ َومِن ِ ْوَالْقَلَم حِ اللّو Dan termasuk dari ilmumu adalah ilmu Lauhul mahfudz dan pena. Dan ucapan-ucapan ghuluw lainnya. eliau tidak ridho dengan semua yang mereka ucapkan dan sangkakan kepadanya. Karena Allah ta’ala telah memerintahkan beliau untuk menyatakan:
” Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan sekiranya Aku mengetahui yang ghaib, tentulah Aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan Aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (Q.S Ala’raaf : 188)
”Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka Sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (Q.S Al-Jin : 23) Allah ancam mereka dengan kesesatan di dunia dan adzab neraka di akhirat, Allah ta’ala berfirman:
”Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburukburuk tempat kembali.” (Q.s An-Nisa’ : 115)
Dan dari kedermawananmu (adanya) dunia dan pasangannya,
َومِنْ جُ ْو ِدكَ الدّنْيَا َوضَرّ ُتهَا
:Serta
Engkau (Muhammad) adalah cahaya di atas cahaya,
Keyakinan dan prinsip batil itu masih hidup di tengah-tengah umat. Inilah yang kita katakan dengan golongan ahlul ifrath atau ahlul ghuluw (golongan yang melampaui batas). Sebaliknya bagi golongan ahlut tafrith, mereka menjatuhkan martabat beliau dan merendahkannya dengan menolak sunnah-sunnahnya secara total seperti yang terjadi pada para pengingkar sunnah yang dikenal dengan istilah aliran ingkarus sunnah atau qur’aniyyun. Mereka ini dikafirkan oleh para ulama dan dihukumi sebagai murtad (keluar dari agama Islam) dikarenakan kalimat syahadat yang diyakininya hanya sebatas sehingga membatalkan persaksiannya terhadap kalimat dengan pengingkarannya terhadap sunnah-sunnah nabinya. Para pengingkar sunnah itu diancam oleh Allah dengan ancaman yang berat. Allah ancam mereka dengan Jahannam dan kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ta’ala berfirman:
diancam
dengan
fitnah
kesesatan
dan
kekufuran.
Sebagaimana
firman
Allah
”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” (Q.S An-nuur : 63) Demikian pula bagi mereka yang meno-lak sebagiannya seperti yang terjadi pada ahlul bid’ah dari kalangan mu’tazilah, kaum rasionalis, Islam liberal (liberal yang mengaku Islam, seperti Ulil Abshor Abdalla, red)dan sejenisnya. Mereka adalah golongan sesat yang diancam oleh Rasulullah dengan neraka. Inilah yang dikatakan dengan ahlut tafrith. Mereka merendahkan Rasulullah dengan menganggapnya hanya sebagai seorang pengantar surat; mereka menerima suratnya yaitu al-Qur’an –menurut mereka- dan tidak ada ka-itannya dengan pengantarnya. Kesimpulan dari pembahasan kali ini adalah bahwa syahadat mem-berikan konsekwensi kepada kita yaitu keha-rusan bagi kita untuk mentaati hal-hal yang diperintahkannya, membenarkan segenap apa yang dikabarkannya, meninggalkan segala yang dilarang dan dicelanya. Dan kita tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan sya-riat yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam kepada kita serta mendahulukan sunnah beliau di atas segenap ucapan manusia tanpa terkecuali siapapun ia orangnya dengan tanpa ifrath dan tafrith