MELAKUKAN PERJALANAN LAUT Negara kita adalah negara kepulauan. Ribuan pulau tersebar di seantero wilayah Indonesia. Lautan memisahkan satu desa, kabupaten, propinsi dan wilayah di satu pulau dengan pulau lainnya. Memisahkan keluarga, teman, sanak saudara, pacar, handai tolan dan sebagainya. Memisahkan kawasan wisata dan petualang yang menarik, unik dan menantang. Transportasi yang menghubungkan antar pulau biasanya berupa jembatan, pesawat udara dan kapal laut. Di beberapa wilayah di Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Sulawesi, Papua dan wilayah lainnya, merupakan tujuan wisata dan petualangan yang eksotik dan menantang. Dan transportasi laut kadang menjadi pilihan satusatunya untuk mencapai kawasan tersebut. Maka, mau tidak mau, suka atau tidak suka, bila kita ingin bertualang atau berwisata di kawasan tersebut kita harus siap-siap menggunakan transportasi laut. Walaupun kita sudah memprediksi atau mendapat informasi dari masyarakat kalau cuaca bagus, langit cerah tidak berawan, tidak ada angin, namun namanya alam tidak bisa kita duga, bisa berubah setiap saat, ombak besar bisa tiba-tiba muncul, angin berhembus kencang dan semuanya bisa saja membalikan kapal kita. Belum lagi factor teknis dan kesalahan manusia, seperti kapal yang sudah tua, tidak lihat batu karang, kelebihan muatan….semuanya bisa jadi petaka yang tidak kita inginkan. Sebesar dan secanggih apapun kapal laut kemungkinan terburuk yaitu terbalik, karam atau musibah lainnya bisa saja terjadi. Apalagi bila menggunakan longboat, speed boat, kapal dan perahu kayu yang notabene lebih labil. Karena lautan yang demikian luas dengan ombaknya yang tinggi sama sekali tidak bisa dihadapi oleh jenis kapal apa pun. Ingat Titanic kan…lho. Berjaga-jaga dari segala kemungkinan terburuk dan keadaan darurat yang akan menimpa kapal yang kita tumpangi adalah hal terbaik bila kita memang ingin bertahan hidup. Kapal laut yang melayani transportasi regular untuk masayarakat banyak biasanya menyediakan alat penyelamat seperti perahu penyelamat dan pelampung untuk penumpangnya. Atau bahkan tidak ada sama sekali. Maka tidak ada salahnya kalau pelampung kita bawa sendiri dan selalu ada dekat kita karena bila terjadi sesuatu dengan kapal, pelampung mudah dijangkau dan kita kenakan. Selain pelampung ada baiknya juga kita membawa dry bag atau dry box yang berisi alat komunikasi seperti telepon selular, hp satelit dan GPS kemudian obat-obatan, makanan dan minuman, pisau lipat, peluit, senter, topi, kacamata, sunblock. Usahakan dry box ini tergantung terus di badan kita kemanapun berpergian di kapal atau selama kita melakukan aktifitas di kapal. Setidaknya keberadaannya dekat dengan kita sehingga mudah dijangkau dan diambil. Dalam keadaan darurat di kapal, misalnya kapal mau karam, kepanikan pasti melanda seisi kapal, saking paniknya kadang kita jadi lupa atau tidak sempat mengambil pelampung yang disediakan di kapal. Seluruh penumpang pasti berebut pelampung dan akan membuat suasana kacau balau. Bila kita sudah siap dengan pelampung dan dry box yang kita isi dengan berbagai peralatan dan makanan tersebut kita bisa dengan mudah menjangkaunya. Palampung akan membuat kita mengapung di lautan lepas, bisa bertahan lebih lama ketimbang sama sekali tidak memakai pelampung, hingga ditemukan Tim SAR atau kapal lain yang berada disekitar lokasi musibah. Tanpa pelampung, perenang setangguh apapun tidak akan bertahan lama di laut dan dipastikan akan tenggelam. Tidak ada yang bisa kita lakukan ketika mengapung di lautan lepas. Jangan berusaha berenang atau melalukan gerakan-gerakan yang tidak perlu. Biarkan tangan dan kaki lepas, rileks. Biarkan ombak membawa kita kemanapun mereka mau. Ini dimaksudkan agar kita menghemat tenaga. Sehingga kita tetap bisa berfikir jernih untuk menentukan tindakan selanjutnya. Kecuali kita melihat pulau atau kapal penolong, kita berusaha berenang mendekatinya. Lihat keadaan sekitar, amati apa yang terapung. Bila ada benda lain yang lebih besar yang terapung dekat kita, raihlah dan naik ke benda tersebut, misalnya gerigen besar, potongan kayu, box atau lainnya, hal ini berguna agar kemampuan daya apung kita lebih besar, karena kita tidak tahu seberapa lama pelampung yang kita kenakan mampu mengapungkan kita dilautan lepas. Ikat badan kita di benda tersebut agar tangan kita terbebas dan bisa lebih menghemat tenaga. Coba orientasi medan, ingat-ingat di peta, perkirakan keletakan kita dimana, ada pulau dimana, kalau kita tidak terlalu jauh dari pulau dan tahu kira-kira ada pulau dimana. Coba berenang dengan mengikuti ombak, agar tidak terlalu cape dan melelahkan. Walaupun dalam keadaan haus, jangan sesekali meminum air laut, karena akan membuat sakit
tenggorokan dan perut. Tutup rapat-rapat mulut dan hidung bila ada ombak datang menerjang badan kita. Air hujan adalah minuman terbaik yang bisa kita peroleh. Tampunglah air hujan yang turun atau mangaplah biar kita bisa minum atau sekedar membasahi tenggorokan. Bila lautan berombak besar, jangan sekali-kali membuka dry box, atau dry bag yang kita bawa. Karena bila air masuk dry bag maka seluruh peralatan elektronik yang kita bawa akan rusak dan tidak berfungsi. Bila lautan tenang, permukaan air flat seperti kaca, buka pelan-pelan dan hati-hati dry bag, ambil sepotong makanan kemudian teguk sedikit air, yang penting ada yg dimakan dan menghilangkan dahaga. Air dan makanan harus dihemat. Gunakan sunblock untuk melindungi kulit wajah dan tangan dari sengatan matahari. Karena badan yang terluka akibat terbakar matahari hanya akan memperlemah tubuh dan pergerakan. Kemudian kita coba aktifkan GPS agar diketahui koordinat kita, setelah itu bisa buka Hp Satelit dan coba komunikasi dengan rekan kita dimanapun untuk minta pertolongan. Koordinat di GPS yang kita sampaikan ke rekan kita memudahkan mencari kita di lautan lepas. Hubungi orang yang mengerti kondisi darurat, disarankan jangan hubungi keluarga atau pacar dalam keadaan darurat seperti ini. Karena siapa tahu, itu komunikasi terakhir yang bisa kita lakukan, akibat low bat atau hp rusak terkena air. Kadang keluarga atau pacar atau istri karena panik dan khawatir malah heboh dan tidak sempat mencatat atau salah catat, bahkan lebih parah lagi tidak mengerti apa itu kooardinat GPS. Kalau ini terjadi, hilang sudah kesempatan kita ditemukan Tim SAR lebih cepat dan akan lebih lama lagi kita berusaha bertahan hidup dilautan lepas. Bila kita melihat ada kapal melintas disekitar kita, coba teriak minta tolong atau menggunakan peluit yang kita bawa. Tiup keras-keras. Bila malam hari, lampu senter yang bawa bisa kita sorotkan ke kapal sebagai kode permintaan tolong. Semoga anda cepat ditemukan Tim SAR dan kembali ke pangkuan keluarga dan teman. Semoga bermanfaat, selamat bertualang….jangan lupa berdoa. Salam, (Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman terbalik dari Long Boat di Laut Aru, Papua, dalam perjalanan dari Asmat ke Timika. Kemudian terapung di lautan lepas selama 24 jam lamanya dan akhirnya mendarat di pulau kosong dan bertahan hidup di pulau tersebut sampai akhirnya ditemukan Tim SAR dari Timika..... 5 hari kemudian)