Medscape.docx

  • Uploaded by: introvert ikon
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Medscape.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,744
  • Pages: 19
LATAR BELAKANG Ankle Joint dibentuk oleh 2 persendian yaitu: true ankle joint dan subtalar joint. Fraktur ankle mengacu pada fraktur distal tibia, distal fibula, talus dan kalkaneus. True ankle joint terdiri atas tibia (dinding medial), fibula (dinding lateral), dan talus (dasar dimana tibia dan fibula bertumpu). True ankle joint memungkinkan gerakan dorsofleksi dan plantar fleksi atau pergerakan ankle “up and down”. Kaki dapat dibuat menunjuk ke lantai dan ke langit-langit oleh karena true ankle joint. Subtalar joint dibentuk oleh talus dan kalkaneus. Subtalar joint memungkinkan untuk diinversi dan eversi, yaitu telapak kaki dapat dibuat untuk menghadap ke dalam (inversi) atau menghadap ke luar (eversi) menggunakan subtalar joint. Selama mendiagnosis fraktur ankle, mekanisme trauma (misal eversi, inversi, dorsoflekso, plantar fleksi), trauma yang berhubungan (misal vaskular, ligamen dan kapsular), perlunya immobilisasi (misal pemasangan splint), dan perlunya merujuk ke dokter spesialis untuk penanganan atau evaluasi lebih lanjut (misal immobilisasi tambahan, pembedahan, atau rehabilitasi) merupakan komponen penting dalam perawatan pasien.

PATOFISIOLOGI Gerakan utama ankle dari true ankle joint adalah plantar fleksi dan dorso fleksi. Inversi dan eversi terjadi pada subtalar joint. Tekanan inversi yang berlebihan merupakan penyebab paling banyak dari cedera ankle oleh karena 2 alasan anatomis. Pertama, malleolus medial lebih pendek dibandingan malleolus lateral, memungkinkan talus untuk inversi daripada eversi. Kedua, ligamen deltoid menstabilisasi aspek medial dari ankle joint memberikan support yang lebih kuat daripada ligamen lateral yang lebih tipis. Sehingga, ketika trauma eversi terjadi, seringkali ditemukan kerusakan yang besar pada struktur pendukung tulang dan ligamen, serta kehilangan stabilitas sendi. Fraktur malleolus posterior biasanya berkaitan dengan fraktur lain dan atau ligamen disruption. Fraktur ini paling sering berhubungan dengan fraktur fibula dan seringkali tidak stabil. Fraktur malleolus transversal biasanya menunjukkan adanya trauma tipe-avulsi. Fraktur malleolus vertikal merupakan akibat dari impaksi / hantaman talar.

EPIDEMOLOGI Dari seluruh trauma ankle yang dievaluasi di Departemen Emergensi, hanya 15% yang merupakan fraktur ankle. Frekuensi fraktur ankle telah mengalami peningkatan dalam 20 tahun terakhir, dan angka kejadiannya mencapai 187 : 100.000 orang per-tahun. Mortalitas dan Morbiditas Pasien dengan fraktur ankle terbuka yang tidak terdiagnosis atau tidak tertangani memiliki resiko tinggi infeksi termasuk infeksi lokal, osteomielitis, dan sepsis. Gas gangrene merupakan komplikasi infeksi yang paling serius dari fraktur ini. Infeksi ini dapat sangat berbahaya dan mengancam nyawa. Suplai darah ke ankle dan kaki dapat terganggu oleh karena adanya suatu sindrom kompartemen atau trauma langsung pada pembuluh darah oleh karena fragmen tulang. Fraktur talus merupakan trauma yang paling sering terjadi oleh karena snowboarding, dapat menyebabkan osteoartritis dan degenerasi subtalar joint. Fraktur kalkaneus dapat mengganggu inversi dan eversi ankle. Komplikasi pembedahan dan rehabilitasi yang lama merupakan hal yang biasa terjadi pada fraktur kalkaneus ini. Pasien usia tua dengan fraktur ankle menderita komplikasi jangka panjang yang lebih lama dibandingkan pasien dengan usia muda. Usia dan Jenis Kelamin Rasio laki-laki dan perempuan pada kejadian fraktur ankle yaitu 2:1. Sebagian besar pasien fraktur ankle usia kurang dari 50 tahun adalah laki-laki sedangkan sebagian besar pasien berusia lebih dari 50 tahun adalah perempuan. Pada anak-anak, fraktur ankle memiliki insiden kejadian 1 dari 10.000 orang per tahun. Tulang-tulang ankle pada anak-anak sangat rentan mengalami fraktur malleolar medial dan transisional pada distal tibia. Prognosis Prognosis dapat diperbaiki dengan diagnosis yang tepat, akurat dan penanganan serta rujukan yang sesuai. Fraktur terbuka kompleks dengan kerusakan jaringan lunak yang besar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan fraktur ankle tertutup dan terisolasi.

Fraktur malleolus lateral yang terisolasi dan non-displaced, yang merupakan fraktur ankle yang paling sering terjadi, memiliki prognosis yang menguntungkan dan sembuh seperti sediakala. Rehabilitasi yang giat dapat mengurangi mayoritas dari morbiditas yang terkait dengan fraktur ankle.

GEJALA KLINIS Anamnesis Seluruh pasien trauma sebaiknya dievaluasi sebagai trauma yang luas dan serius tergantung pada kondisi pasien. Pengetahuan tentang mekanisme trauma, seperti arah putaran yang terjadi pada ankle serta posisi kaki, mebantu untuk memprediksi sifat dan berat cedera ankle. Meskipun pasien mampu mengingat kembali kejadiannya, pasien seringkali tidak mampu menggambarkan secara jelas posisi dan tempat terjadinya trauma. Riwayat adanya trauma sebelumnya pada ankle dapat menunjukkan adanya kelemahan, instabilitas ataupun gambaran radiologi abnormal yang disalahartikan sebagai proses yang akut. Penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit vaskular perifer, dan penyakit tulang metabolik, dapat mempengaruhi pemeriksaan dan rencana terapi. Konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama merupakan bagian penting dari anamnesis dan mempengaruhi penanganan. Sebagai contoh, penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat memicu osteoporosis prematur, sedangkan penggunaan Non Steroid Anti Inflammation Drug (NSAID) dapat menurunkan derajat bengkak yang biasanya diharapkan pada pasien fraktur. Pemeriksaan Fisis Karena fraktur ankle seringkali datang dengan gejala yang mirip dengan pasien-pasien ankle sprain, pemeriksaan ekstremitas terlibat yang lengkap dan cermat sangat diperlukan untuk mencegah kesalahan diagnosis dan mencegah pemeriksaan radiologi yang tidak perlu. Indikasi kemungkinan adanya fraktur yaitu deformitas yang mencolok, swelling (terutama di sekitar malleolus), nyeri tekan tulang, perubahan warna, dan ekimosis. Ketidakmampuan untuk menopang berat badan pada kaki yang cedera juga mengindikasikan adanya fraktur. Inspeksi dengan teliti adanya luka terbuka pada daerah dekat ankle yang cedera.

Periksa status neurovaskular kaki dan ankle. Bandingkan temuan yang didapat dengan ekstremitas yang normal. a. Periksa adanya pulsasi serta kualitas pulsasi arteri tibialis posterior. Doppler dapat digunakan untuk merekam kualitas pulsasi arteri. b. Periksa adanya pulsasi serta kualitas pulsasi arteri dorsalis pedis. Perlu diketahui bahwa arteri dorsalis pedis secara kongenital tidak teraba pada 10-15% populasi. c. Periksa capillary refill time (CRT) Palpasi untuk mencari titik nyeri tekan tulang, khsusnya sepanjang malleolus lateral, medial dan aspek posterior dari ankle joint. Jika memungkinkan, palpasi pada area paling nyeri dilakukan paling terakhir. Nilai aktif dan pasif Range of Motion (ROM) ankle joint, perhatikan batasan pergerakannya. Selama fase akut cepat, sebagian besar ankle pasien terlalu nyeri untuk diperiksa pergerakan sendinya. Periksa lutut dan kaki ipsilateral, khususnya catat kondisi fibula proximal dan metatarsal V proximal. Penyebab Terdapat beberapa skema klasifikasi yang digunakan untuk fraktur ankle. Sistem LaugeHansen mengelompokkan fraktur ankle berdasarkan posisi kaki dan tekanan yang diterima pada saat trauma, sementara sistem Danis-Weber mendasarkan pada level fraktur fibula. Kedua klasifikasi tersebut belum terbukti sebagai prognostik, sehingga dokter-dokter departemen kegawatdaruratan biasanya mengelompokkan fraktur ankle berdasarkan jumlah fraktur pada ankle (unimalleolar, bimalleolar, trimalleolar). Klasifikasi Danis-Weber Fraktur ini diklasifikasikan berdasarkan lokasi fraktur dan tampilan komponen fibula. Sedikit banyak, klasifikasi Weber dihubungan dengan kebutuhan dilakukannya stabilisasi secara operatif. Ahli ortopedi seringkali menggunakan klasifikasi dari sistem ini: a. Tipe A menggambarkan fraktur avulsi transversal fibula, terkadang disertai dengan fraktur oblik maleolus medial. Hal ini merupakan akibat dari internal rotasi dan adduksi. Tipe ini biasanya merupakan fraktur yang stabil. b. Tipe B menggambarkan fraktur oblik mallelous lateral dengan atau tanpa ruptur sindesmosis tibiofibular dan cedera di medial (salah satu antara fraktur malleolus medial atau ruptur deltoid). Tipe ini disebabkan oleh eksternal rotasi. Tipe ini cenderung tidak stabil.

c. Tipe C ditandai dengan fraktur bagian atas fibula dengan ruptur ligamen tibiofibular dan fraktur avulsi transversal malleolus medial. Biasanya, trauma sindesmosis ini lebih luas dibandingkan dengan tipe B. Tipe ini diakibatkan oleh adduksi atau abduksi disertai eksternal rotasi. Tipe ini biasanya tidak stabil dan membutuhkan perbaikan secara operatif. Fraktur Pilon Fraktur pilon ditandai dengan adanya fraktur pada metafisis tibia distal disertai dengan disrupsi puncak tallus. Mekanisme beban axial membawa talus menuju atap tibia (permukaan distal sendi dari tibia). Mekanisme trauma yang paling sering yaitu kaki menekan kuat melawan lantai mobil pada sebuah tabrakan mobil. Pemain ski yang melakukan rem tiba-tiba sehingga terjatuh bebas dari ketinggian dapat pula menyebabkan fraktur Pilon. Insidensi fraktur Pilon berkisar antara 1-10% dari seluruh fraktur tibia. Suatu fraktur Pilon ditunjukkan dalam gambaran radiologi berikut.

Fraktur Pilon pada laki-laki usia 35 tahun jatuh dari ketinggian 20 kaki. Foto ankle AP menunjukan terdapat paling sedikit 2 garis fraktur yang meluas ke premukaan sendi (plafon) tibia.

Fraktu Pilon biasanya terbuka. Terlepasnya kulit atau skin loss merupakan hal yang sudah sering terjadi. Edema subsekuen, fraktur blister, dan nekrosis kulit akibat cedera awal dapat mengubah fraktur tertutup menjadi trauma terbuka. Bergantung pada mekanisme trauma, trauma ini dapat disertai fraktur kompresi vertebra (terutama L1) dan fraktur os calcaneus, plat tibia, pelvis, atau acetabulum ipsilateral / kontralateral. Karena fraktur pilon biasanya berupa fraktur terbuka dan kominutif, seringkali terdapat diabilitas jangka panjang yang signifikan. Fraktur Maisonneuve Fraktur Maisonneuve, yang ditunjukkan pada gambar berikut, ditandai dengan adanya fraktur proksimal fibula disertai fraktur malleolus medial atau disrupsi ligamen deltoid. Fraktur Maisonneuve berhubungan dengan disrupsi sindemosis parsial atau komplit.

Trauma Maisonneuve menunjukkan fraktur transversal pada malleolus medial dan pelebaran sindesmosis tibiofibula tanpa adanya fraktur fibula. Trauma ini sugestif adanya fraktur fibula proximal (Fraktur Maisonneuve) Penanganan pada fraktur Maisonneuve bergantung pada stabilitas ankle.

Fraktur Tillaux Fraktur Tillaux menggambarkan cedera Salte-Harris (SH) tipe III pada epifisis tibia anterolateral yang disebabkan oleh eversi dan lateral rotasi yang ekstrim dari ankle. Insidensinya tertinggi pada usia remaja, biasanya pada usia 12-14 tahun, karena fraktur ini terjadi setelah tertutupnya aspek medial plat epifisis namun sebelum tertutupnya aspek lateral. Fraktur Tillaux ditunjukkan pada foto radiologi berikut.

Anak perempuan usia 11 tahun dengan fraktur juvenil Tillaux menunjukkan adanya fraktur yang melibatkan bagian lateral dari epifisis tibia Cara membedakan fraktur Tilleux dengan fraktur triplane yaitu, fraktur triplane merupakan kombinasi dari fraktur SH II dan III serta lebih baik dibanding fraktur Tillaux yang membutuhkan pemasangan ORIF. Fraktur triplane ditunjukkan pada foto radiologi berikut.

Anak perempuan usia 11 tahun dengan fraktur triplane. Foto ankle AP menunjukkan suatu komponen sagital yang melewati epifisis distal tibia. Fraktur Pott Fraktur bimaleolar, disebut dengan istilah fraktur Pott, melibatkan paling sedikit 2 elemen ankle ring. Fraktur ini perlu dipetimbangkan sebagai fraktur unstable dan memerlukan penanganan darurat ortopedi. Fraktur Cotton Fraktur trimalleolar, atau fraktur cotton, meibatkan malleolus lateral, medial dan posterior. Fraktur ini dianggap sebagai fraktur unstabil dan memerlukan penanganan darurat ortopedi. Fraktur Snowboard Dengan popularitas olahraga snowboard pada populasi remaja akhir dan dewasa muda, sangatlah memungkinkan seringnya terjadi fraktur prossesus lateral talus, yang disebut sebagai Fraktur ankle snowboardiang. Kombinasi gerakan dorsofleksi dan inversi ankle menyebabkan terjadinya fraktur talus lateral.

Tingkat kecurigaan yang tinggi tetap perlu diberikan pada snowboarder yang mengeluh nyeri ankle lateral meskipun dengan gambaran radiologi yang normal. CT Scan seringkali diperlukan untuk mendiagnosa fraktur talus. Fraktur Ankle Varian Hiperplantarfleksi “Spur sign” pada fraktur ankle ditemukan sangat berkaitan dengan fraktur ankle varian hiperplantarfleksi, yang ditentukan dengan penilaian gambaran radiologi dari cedera. Fraktur ini terbentuk oleh fraktur tepi posterior tibia dengan fragmen fraktur posterolateral dan posteromedial yang dipisahkan oleh garis fraktur vertikal. Spur sign merupakan densitas kortikal ganda pada metafisis inferomedial tibia. Pada penelitian, insidensi fraktur ankle varian hiperplantarfleksi dari seluruh fraktur ankle adalah 6.7% (43/640). Spur sign didapatkan pada 79% (34/43) dari fraktur varian dan tidak didapatkan pada seluruh fraktur non varian, memberikan spesifisitas 100% dalam mengidentifikasi fraktur varian. Nilai prediksi positif dan prediksi negatif adalah 100% dan 99% secara berturut-turut.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS Sindrom Kompartemen Akut Sindrom kompartemen akut terjadi jika tekanan jaringan di dalam kompartemen tertutup otot melebihi tekanan perfusi dan menyebabkan iskemia otot dan saraf. Sindrom ini secara khusus terjadi setelah adanya trauma, dan paling sering terjadi pada fraktur. Siklus kejadian yang menyebabkan terjadinya sindrom komprtemen dimulai saat tekanan jaringan melebihi tekanan vena dan mengganggu aliran darah. Kurangnya oksigenasi oleh darah dan akumulasi produk pembuangan menyebabkan rasa nyeri dan penurunan sensibilitas perifer hingga iritasi saraf. Manifestasi lambat dari kompartemen sindrom yaitu pulsasi tidak teraba di distal, hipoestesia, dan paresis ekstremitas, yang disebabkan karena siklus peningkatan tekanan jaringan pada akhirnya mengganggu aliran darah arteri. Jika dibiarkan tidak tertangani atau ditangani secara tidak adekuat, otot dan saraf dalam kompartemen akan mengalami nekrosis iskemik, dan kontraktur tungkai yang disebut dengan kontraktur Volkman. Beberapa kasus dapat menuju ke keadaan gagal ginjal hingga kematian. Insidens dari kompartemen sindrom tergantung pada populasi pasien dari suatu penelitian serta etiologi sindrom kompartemen. Pada penelitian oleh Qvarfordt dkk, 14% pasien dengan nyeri kaki dicatat memiliki kompartemen sindrom di anterior; kompartemen sindrom terlihat pada 1-9% fraktur tungkai bawah.

Kompartemen sindrom dapat terjadi di manapun, termasuk tangan, lengan bawah, lengan atas, abdomen, dan gluteus, serta di seluruh ekstremitas bawah. Hampir seluruh jenis trauma dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk trauma yang disebabkan oleh latihan / olahraga yang terlalu berlebihan. Dokter harus mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi jika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Terapi pembedahan definitif untuk kompartemen sindrom adalah fasciotomy segera (untuk membebaskan kompartemen), baru kemudian reduksi atau stabilisasi fraktur dan perbaikan vaskuler bila perlu. Tujuan dari dekompresi yaitu mengembalikan perfusi jaringan otot dalam waktu 6 jam. Disloksi Ankle Dislokasi ankle tanpa adanya fraktur terjadi ketika tekanan yang signifikan diberikan pada sendi sehingga menyebabkan hilangnya oposisi permukan sendi. Karena dibutuhkan tekanan yang besar dan tibiotalar joint memiliki stabilitas yang kuat, maka dislokasi ankle sangat jarang terjadi tanpa disertai fraktur. Bebrapa studi berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh kuatnya ligamen ankle joint dan relatif lemahnya tulang-tulang yang membentuk ankle joint. Masih sedikit literatur yang menjelaskan tentang pemeriksaan penting, protokol penanganan, serta hasil dari trauma ini. Pada 1939, Wilson, Michele dan Jacobsen membahas dislokasi ankle tanpa fraktur namun terbatas hanya pada 2 pasien khusus kasus penelitian dan hanya 14 kasus yang telah diaporkan sebelumnya sejak 1913. Terdapat beberapa kontroversi terkait dengan penanganan dislokasi fraktur. Didapatkan hasil yang memuaskan pada kasus yang ditangani dengan reduksi segera dan membebaskan tekanan neurovaskular sebagai tujuan utama dari penangan trauma ini. Karmpinas dkk mengevaluasi secara rektrospektif pada ekstrusi talus komplit tanpa diserti fraktur dan dilakukan reimplantasi segera dan dilaporkan bahwa penting untuk dilakukan reimplantasi talus karena memberikan hasil yang baik. Dislokasi talus direduksi dan difiksasi dengan 2 pin Steinmann yang diletakkan pada aspek inferior kalkaneus, melewati talus, dan sampai ke aspek inferior tibia. Eksternal fiksasi dibutuhkan untuk stabilisasi tungkai bawah.

PENEGAKKAN DIAGNOSIS Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu diperlukan dalam mendiagnosis fraktur ankle yang disebabkan oleh trauma yang sudah jelas. Namun, fraktur ankle yang berulang atau fraktur yang disebabkan oleh tekanan trauma yang rendah dan simpel maka memerlukan pemeriksaan laboratorium curiga adanya osteoporosis, arthritis, penyakit jaringan ikat, atau penyakit vaskular perifer. Pemeriksaan Radiologi Indikasi pemeriksaan radiologi pada pasien dengan nyeri akut ankle termasuk nyeri di regio ankle yang disertai disertai salah satu kriteria berikut: a. Nyeri tekan tulang pada 6 cm distal dari tepi posterior malleolus medial b. Nyeri tekan tulang pada 6 cm distal dari tepi posterior malleolus lateral c. Ketidakmampuan untuk menopang berat badan Terdapat 3 posisi standar dalam pemeriksaan radiologi ankle yaitu anteroposterior (AP), lateral, dan mortise view. Pada mortise view, kaki dirotasi internal 15°, memberikan visualisasi mortise ankle yang lebih baik. Ankle joint biasanya melekat pada ring axiom (misal, fraktur pada salah satu bagian dari ring seringkali dikaitkan dengan terjadinya trauma sekunder). Sebaiknya mencari adanya kemungkinan fraktur malleolus medial jika terdapat fraktur spiral pada proximal fibula pada mortise ankle. Fraktur vertikal pada malleolus medial dikaitkan dengan fraktur malleolus lateral atau ruptur ligamentum lateral. Pemeriksaan radiologi pada kaki tidak diperlukan pada pasien dengan keluhan ankle yang terisloasi. Namun mungkin saja terdapat fraktur yang tersembunyi dan memerlukan pemeriksaan radiologi yang adekuat. Ottawa Ankle Rules for Ankle Injury Radiography Serial x-ray ankle hanya diperlukan jika ada rasa sakit di zona malleolus dan salah satu dari temuan berikut ini a. Nyeri tekan tulang di tepi posterior atau ujung malleolus lateral b. Nyeri tekan tulang di tepi posterior atau ujung malleolus medial c. Ketidakmampuan untuk mengambil 4 langkah baik segera setelah trauma maupun di IGD Serial x-ray pedis hanya diperlukan jika ada rasa nyeri di zona midfoot dan salah satu dari temuan ini: a. Nyeri tekan tulang di pangkal metatarsal ke-5

b. Nyeri tekan tulang di navicular c. Ketidakmampuan untuk mengambil 4 langkah lengkap baik segera setelah cedera maupun di UGD Terapkan Aturan Ottawa Ankle secara akurat: a. Palpasi seluruh 6 cm distal fibula dan tibia b. Jangan mengabaikan pentingnya nyeri tekan malleolus medial c. Jangan gunakan pada pasien di bawah usia 18 tahun Penilaian klinis harus berlaku atas aturan dalam keadaan berikut: a. b. c. d.

Jika pasien terintoksikasi atau tidak kooperatif Jika pasien memiliki cedera lain yang mengganggu Jika pasien memiliki penurunan sensibilitas di kaki Jika pasien mengalami pembengkakan hebat yang menyulitkan untuk palpasi nyeri tulang malleolus

Pemeriksaan radiologi CT dan MRI dapat menjadi bagian dari manajemen pasien rawat jalan jika pemeriksaan radiologi dengan modalitas lain masih samar-samar. Pemeriksaan radiologi tingkat lanjut (CT dan MRI) paling berguna untuk mendiagnosis fraktur talar dome dan triplane, membedakan pilon dari fraktur trimalleolus, dan membedakan tulang kecil aksesori dari fraktur avulsi. Kadang-kadang, tes ini digunakan untuk menilai kompleksitas fraktur dan associated injury pada ligamen dan intra-artikular. CT scan tulang jarang diindikasikan secara darurat. Mungkin bermanfaat untuk mendiagnosis dan melokalisasi stress fraktur, infeksi, dan lesi neoplastik. Sebuah studi terhadap pasien di perkotaan yang datang ke trauma center tingkat 1 dengan cedera ankle akut menemukan bahwa sensitivitas bedside ultrasonografi dalam mendeteksi fraktur kaki dan / atau ankle adalah 100% dan bahwa spesifisitas Ottawa Foot and Ankle Rules meningkat dari 50% menjadi 100% dengan penambahan ultrasonografi. Nilai prediksi negatif adalah 100%, dan nilai prediksi positif adalah 100%. PENATALAKSANAAN Perawatan Pre-Hospital Pasien dengan cedera ankle harus dievaluasi untuk trauma lebih lanjut. Pada cedera ankle terisolasi, untuk memastikan kondisi neurovaskular dari ekstremitas yang terkena, mengurangi rasa sakit, dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

a. Tutup fraktur terbuka dengan kasa steril basah. b. Menstabilkan lokasi fraktur yang dicurigai dengan pillow splint, air splint, atau balutan Jones yang tebal sebelum transportasi pasien. Cobalah untuk imobilisasi ankle dalam posisi netral jika memungkinkan tetapi hindari penanganan yang berlebihan. Imobilisasi membantu mengurangi rasa sakit, perdarahan, dan kerusakan jaringan lunak di sekitarnya. c. Reduksi fraktur pre-hospital tidak disarankan kecuali gangguan neurovaskular terbukti (misalnya, adanya kaki yang dingin dan kehitaman) dan waktu transportasi yang lama secara signifikan perlu diantisipasi. Penanganan di IGD Pertama, pasien harus dievaluasi untuk trauma multisistem. Setelah trauma tambahan disingkirkan, fraktur ankle harus diidentifikasi sebagai stable atau unstable. Fraktur yang unstable termasuk setiap fraktur-dislokasi, fraktur bimalleolar atau trimalleolar, atau fraktur malleolus lateral dengan talar shift yang signifikan. Jika status neurovaskular ekstremitas terganggu, fraktur harus direduksi sesegera mungkin dan reduksi harus dipertahankan selama periode healing dengan gips, fixator eksternal, atau reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF). Open fraktur harus dijaga dari kontaminasi lebih lanjut dengan menutupi luka dengan pembalut steril basah yang diamankan dengan kasa steril kering yang dibungkus longgar. Konfirmasi imunisasi tetanus saat ini, berikan tetanus imunoglobulin jika pasien mengalami penurunan imun dan lindungi luka yang terkontaminasi. Pertimbangkan profilaksis antibiotik, berikan sefazolin untuk luka ringan sampai sedang dan tambahkan aminoglikosida untuk luka yang sangat terkontaminasi. Berikan vankomisin dan gentamisin jika pasien alergi terhadap penisilin. Biarkan fraktur blisters utuh. Jika terjadi ruptur, blister lebih mudah terkontaminasi oleh flora kulit. Kecuali jika ada gangguan neurovaskular, reduksi paling baik ditunda ke konsultan ortopedi saat didiagnosis fraktur ankle unstable. Reduksi tertutup dilakukan sebagai berikut: Konsultan ortopedi biasanya melakukan reduksi pada fraktur ankle. Dislokasi ankle dapat direduksi dengan mudah, dan dokter yang menangani fraktur baru harus terampil dalam manajemen awal. Namun, reduksi segera pada dislokasi mungkin tidak diperlukan kecuali terdapat gangguan pada aliran darah ke kaki. Berikan anestesi lokal dengan blok hematoma atau sedasi prosedural. Reduksi tertutup paling baik dilakukan dengan memanipulasi ekstremitas untuk mengembalikan arah deformasi awal. Misalnya, dislokasi-fraktur akibat stress abduktif membutuhkan penekanan pada lokasi yang

terkena ke arah adduksi untuk memulihkan. Pemberian tekanan distraksi yang dilakukan secara bersamaan sering membantu upaya reduksi. Fraktur malleolus lateral sederhana dan tidak rumit biasanya dapat dilakukan pemasangan splint di UGD, diikuti dengan manajemen perawatan tindak lanjut ortopedi yang tepat waktu. Fraktur bimalleolar, trimalleolar, dan pilon membutuhkan penanganan ortopedi yang urgen untuk kemungkinan pemasangan ORIF. Analgesik oral harus diberikan secara bebas selama tidak mengganggu pengobatan lain atau kemampuan pasien untuk ambulasi. Dokter IGD mungkin mempertimbangkan untuk meresepkan narkotik karena ada kontroversi bahwa NSAID dapat merusak penyembuhan fraktur dan ligamen. Kriteria pemberiannya meliputi open fraktur, fraktur unstable yang memerlukan stabilisasi melalui operasi segera, dan adanya atau kemungkinan adanya gangguan neurovaskular (misalnya fraktur pilon kominutif berat yang menyebabkan sindrom kompartemen). Pemasangan Splint dan Casting Splint ankle tersedia secara komersial atau dapat dibuat dengan menjepit 10-12 lapisan plester di antara 4 lembar kapas. Splint posterior: Stable injury dapat ditangani dahulu dengan pemasangan splint posterior. Minta pasien untuk berbaring posisi pronasi dengan lutut ditekuk ke sudut 90 derajat saat dilakukan pemasangan splint posterior. Perpanjang splint dari metatarsal head hingga ke permukaan posterior kaki hingga setinggi caput fibula. Pertahankan ankle pada sudut 90 derajat dan bentuk di daerah malleolar. Sugar tong / short leg stirrup splint: Alternatif untuk splint posterior adalah sugar tong atau short leg stirrup splint. Dengan menggunakan plester 4 atau 6 inci, letakkan splint di bawah aspek plantar kaki, antara kalkaneus dan metatarsal head. Amankan pada tempat dengan bungkus elastis. Pemasangan splint pada fraktur dengan bantalan besar (misalnya, balutan Jones) diindikasikan jika imobilisasi dan kompresi diperlukan namun pembengkakan diperkirakan akan berlanjut. Pada fraktur ankle yang sangat unstable, pasangkan gips bivalvia. Gips normal dibivalve dengan cara memotong sepenuhnya dengan bahan casting pada aspek medial dan lateral secara longitudinal untuk menghindari kompresi ekstremitas. Selanjutnya, gips bivalvia ditindih dengan perban elastis untuk menstabilkan lokasi fraktur, sehingga masih memungkinkan adanya ruang bila ada pembengkakan dan ekspansi.

Rujukan Rujuk ke konsultan ortopedi jika didapatkan kondisi berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i.

Fraktur displaced pada malleolus medial, lateral, atau posterior Fraktur malleolus medial dengan kerusakan ligamen lateral Fraktur malleolus lateral dengan kerusakan ligamentum deltoid Fraktur fibula di atau dari proksimal ke tibiotalar joint line (mis., Klasifikasi Danis-Weber tipe C) Semua fraktur bimalleolar Semua fraktur trimalleolar Semua fraktur intra-artikular Semua open fraktur Semua fraktur pilon

Rujuk ke ahli bedah vaskular jika aliran vaskular ke ankle atau kaki terganggu. Pada fraktur dengan gangguan vaskular, angiografi mungkin diperlukan. Perawatan Instruksi merujuk harus disertai dengan edukasi berupa elevasi ekstremitas yang terkena, aplikasi ice, dan tidak boleh memberikan beban pada sendi yang cedera. Ice pack dapat diaplikasikan pada area yang bengkak selama 10-15 menit setiap 3-4 jam saat bangun dalam 24-48 jam pertama. Ice bekerja meskipun dipasangi splint. Anjurkan pasien untuk menahan diri dari memberikan beban pada ankle sampai dilihat oleh spesialis ortopedi. Berikan tongkat dan edukasi tentang penggunaannya yang benar. Pastikan penggunaan tongkat yang benar sebelum dikeluarkan dari UGD. Semua pasien dengan fraktur ankle harus menerima instruksi tindak lanjut untuk konsultasi dengan spesialis (misalnya ahli ortopedi, podiatris). Banyak fraktur, kecuali pada sebagian besar fraktur unimalleolar, pada akhirnya akan membutuhkan pemasangan ORIF. Pasien dengan gait disorder atau alasan lain yang menyebabkan fraktur ankle harus dinilai apakah bisa pulang ke rumah. Fraktur ankle mungkin memiliki morbiditas yang rendah, tetapi ketidakmampuan untuk mengerjakan kegiatan sehari-hari karena kondisi. Berikan informasi tertulis dan lisan tentang perawatan gips dan / atau splint dan pastikan bahwa pasien memahami gejala mana yang memerlukan pemberitahuan dokter segera dan / atau kembali ke UGD.

Dengan peningkatan imobilisasi, pasien berisiko lebih tinggi untuk trombosis vena dalam (DVT). Indikasi untuk mentransfer pasien dengan fraktur ankle termasuk permintaan pasien atau konsultan untuk transfer dan ketidakmampuan fasilitas perawatan untuk cukup menangani fraktur ankle (misalnya, diperlukan pemasangan ORIF di fasilitas tanpa ruang operasi). Berikan stabilisasi yang adekuat sebelum pengangkutan. Diskusikan jenis imobilisasi dengan dokter penerima. Mungkin splint jenis "bantal" yang sederhana atau balutan steril yang lebih kompleks dan kombinasi splint posterior dan stirrup. Pastikan untuk mendokumentasikan status neurovaskular tungkai dan kaki sebelum dan sesudah imobilisasi. Komplikasi Fraktur nonunion membutuhkan rujukan ortopedi untuk repair melalui tindakan operasi. Malunion pada lokasi fraktur terjadi lebih sering daripada nonunion dan berpotensi menyebabkan perubahan degeneratif sendi. Gejala kronis persisten seperti nyeri, kelemahan, dan ketidakstabilan ankle dapat terjadi. Rujuk pasien tersebut ke ahli ortopedi untuk evaluasi dan kemungkinan pembedahan. Artritis traumatik merupakan komplikasi dari 20-40% dari fraktur ankle. Secara umum, semakin parah fraktur, semakin besar kemungkinan artritis pasca trauma; fraktur pilon kominutif adalah yang paling berisiko. Pasien yang lebih tua memiliki risiko komplikasi artritis yang lebih besar. Sudeck atrofi, suatu distrofi refleks simpatis (RSD), dapat mendahului fraktur ankle. Gambaran klinis meliputi nyeri kompleks, atrofi otot, sianosis, dan edema. Istilah atrofi Sudeck dicadangkan untuk kondisi seperti RSD yang disertai dengan penampilan radiografi yang khas (seperti spotty rarefaction). Fraktur osteochondral pada permukaan talus dapat dengan mudah tidak dikenali dan jika tidak diobati dapat menyebabkan nyeri kronis, locking, dan pembengkakan. Pada anak-anak, fraktur ankle yang melibatkan lempeng pertumbuhan dapat menyebabkan deformitas kronis dengan gangguan pertumbuhan ekstremitas. Dorong pasien untuk menjalani rehabilitasi untuk mendapatkan kembali kekuatan sendi ankle. Orthotics dan perlengkapan sepatu yang tepat dapat membantu mencegah cedera di masa depan. PENGOBATAN

Berikan analgesia yang cukup untuk pasien yang mengalami fraktur ankle. Berbagai obat dapat digunakan, mulai dari acetaminophen oral hingga narkotika parenteral. Untuk sedasi prosedural, agen termasuk sedatif-hipnotik kerja singkat dan analgesik opiat, biasanya dalam kombinasi. Selain itu, berikan tetanus profilaksis untuk fraktur terbuka. Narkotik/analgetik Kontrol nyeri sangat penting untuk perawatan pasien yang berkualitas karena memastikan kenyamanan pasien dan membantu rejimen terapi fisik. Sifat sedatif dari narkotika bermanfaat bagi pasien yang mengalami fraktur. Morfin Sulfat (Duramorf, Astramorf, MS Contin) Digunakan untuk mencapai efek anxiolitik dan analgesik yang diinginkan karena mudah dititrasi ke tingkat kontrol nyeri atau sedasi yang diinginkan. Dosis untuk nyeri akut: Per-oral (10-20 mg / 4 jam kalau perlu), Suppositoria (10-20 mg / 4 jam kalau perlu), Intramuskular: 5-10 mg / 4jam kalau perlu, dosis range 5-20 mg, Intravena (2.5-5mg / 3-4 jam kalau perlu, drips dalam 4-5 menit, dosis range 4-10 mg). Pertimbangan Pemberian Dosis: a. Formulasi injeksi tidak dianjurkan untuk pemberian IV kecuali jika antagonis opioid segera tersedia b. Dosis lazim morfin IV pada orang dewasa, terlepas dari apapun indikasinya, adalah 2-10 mg / 70 kg berat badan c. Pertimbangkan kisaran dosis terendah dan pantau efek samping pada pasien usia lanjut dan pasien dengan gangguan ginjal atau hati d. Pasien yang toleran terhadap opioid mungkin memerlukan dosis awal yang lebih tinggi; pasien dianggap toleran terhadap opioid jika menggunakan setidaknya 60 mg / hari morfin per oral, 30 mg / hari oxycodone per oral, 12 mg / hari hydromorphone per oral, atau dosis equianalgesic dari opioid lain selama> 1 minggu e. Sediaan per oral: konsentrasi 100 mg / 5 mL hanya sesuai untuk pasien yang toleran terhadap opioid f. Sediaan parenteral: Injeksi IM terasa nyeri dan memiliki onset analgesia yang bervariasi karena onset aksi yang tertunda dan penyerapan yang tidak menentu; Pemberian injeksi IM yang berulang dapat menyebabkan kerusakan jaringan lokal, serta indurasi, iritasi, dan nyeri pada tempat injeksi Fentanil Sitrat (Duragesic, Sublimaze)

Pilihan yang baik untuk menghilangkan rasa sakit segera dan sedasi sadar karena onsetnya cepat dan durasinya pendek (30-60 menit). Mudah dititrasi ke tingkat kontrol nyeri atau sedasi yang diinginkan. Mudah dikembalikan dengan nalokson. Anxiolytic/hypnotics Pasien dengan cedera yang sangat menyakitkan/nyeri biasanya mengalami kecemasan yang signifikan. Anxiolytics memungkinkan pemberian dosis analgesik yang lebih kecil untuk mencapai efek yang sama. Midazolam Hidroklorida Benzodiazepine / sedatif hipnotik kerja pendek digunakan karena bersifat ansiolitik, amnestik, dan sedasi. Mudah dititrasi dan mudah dikembalikan dengan flumazenil. Sediaan oral (sirup): 2mg/ml, sediaan injeksi 1 mg/ml dan 5 mg/ml. Antibiotics Terapi harus mencakup semua kemungkinan patogen dalam kondisi klinis. Cefazolin (Ancef, Kefzol, Zolicef) Sefalosporin yang berikatan dengan 1 atau lebih protein pengikat penisilin, menahan sintesis dinding sel bakteri, dan menghambat replikasi bakteri. Terutama aktif terhadap flora kulit, termasuk Staphylococcus aureus. Total dosis harian sama untuk rute IV dan IM. Sediaan bubuk injeksi: 500mg, 1g, 2g, 10g, 20g, 100g, dan 300g. Dosis untuk infeksi sedang – berat: 0.5 – 1 gr IV / 6 – 8 jam. Dosis untuk infeksi ringan dengan kokus gram positif: 250-500 mg IV / 8 jam. Dosis profilaksis preoperatif: 1-2g IV/IM dan post-operatif: 0.5 – 1g IV / 6-8jam. Gentamicin (Gentacidin, Garamycin) Antibiotik aminoglikosida digunakan untuk cakupan bakteri gram negatif. Umumnya digunakan dalam kombinasi dengan kedua agen terhadap organisme gram positif dan yang mencakup anaerob. Digunakan bersama dengan ampisilin atau vankomisin untuk profilaksis pada pasien dengan fraktur terbuka. Sediaan injeksi: 10mg/ml dan 40mg/ml. Dosis konvensionalnya yaitu 3-5mg/kgBB/hari IV/IM dibagi dalam 3 dosis (per 8jam). Vancomycin

Antibiotik yang ampuh langsung pada organisme gram positif dan aktif melawan spesies enterococcal. Juga berguna dalam pengobatan infeksi septikemia dan struktur kulit. Digunakan bersamaan dengan gentamisin untuk profilaksis pada pasien dengan fraktur terbuka. Mungkin perlu menyesuaikan dosis pada pasien dengan gangguan ginjal. Sediaan kapsul: 125mg dan 250mg, sediaan injeksi: 500mg, 750mg, 1g, 5g, 10g. Toxoids Agen ini digunakan untuk imunisasi tetanus. Suntikan booster pada individu yang sebelumnya diimunisasi dianjurkan untuk mencegah sindrom yang berpotensi mematikan ini. Tetanus toxoid adsorbed or fluid Digunakan untuk menginduksi imunitas aktif terhadap tetanus pada pasien tertentu; toksoid tetanus dan difteri adalah agen imunisasi pilihan bagi sebagian besar orang dewasa dan anak-anak> 7 tahun; berikan dosis booster sepanjang hidup untuk mempertahankan kekebalan tetanus; pasien hamil harus menerima hanya toksoid tetanus, bukan produk yang mengandung antigen difteri. Pada anak-anak dan orang dewasa, dapat diberikan di otot deltoid atau midlateral paha. Pada bayi, lokasi yang paling sering adalah midthigh lateral. Imunisasi Utama yatu 0,5 mL IM; ulangi pada 4-8 minggu setelah dosis pertama dan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Booster: 0,5 mL IM per 10 tahun. Immunoglobulins Berikan imunoglobulin tetanus pada pasien yang mungkin belum diimunisasi terhadap produk Clostridium tetani. Tetanus immune globulin (TIG) diberikan untuk imunisasi pasif pasien dengan luka yang mungkin terkontaminasi dengan spora tetanus. Sediaan bubuk injeksi: 250mg, dosis profilaksis: 250U IM (single dose), dosis tetanus aktif: 3000-6000U IM

More Documents from "introvert ikon"