Makalah_sejarah_masuknya_agama_islam_di Sulbar.docx

  • Uploaded by: Ippang Nak Mambi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah_sejarah_masuknya_agama_islam_di Sulbar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,829
  • Pages: 12
BAB I PENDAHULUAN A.

B. 1. 2. 3. 4. C. 1. 2. 3. 4.

Latar Belakang. Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh penyebar islam adalah walisongo antara lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaankerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin. Perumusan Masalah Bagaimana Sejarah masuknya Awal Islam Sulawesi Bagaimana Kerajaan Islam di Sulawesi Bagaimana Peninggalan sejarah islam di Sulawesi Bagaimana Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar Tujuan Penulisan Untuk mengetahui Sejarah masuknya Awal Islam Sulawesi Untuk mengetahui Kerajaan Islam di Sulawesi Untuk Mengetahui Peninggalan sejarah islam di Sulawesi Untuk mengetahui Bagaimana Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar

BAB II PEMBAHASAN

A.

Sejarah Awal Islam Sulawesi Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar. Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate. Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar. Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.

B.

Kerajaan Islam di Sulawesi Pada abad ke 15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya dari suku bangsa Makasar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo). 2 kerajaan yang memiliki hubungan baik yaitu kerajaan Gowa dan Tallo. Ibu kota kerajaannya adalah Gowa yang sekarang menjadi Makasar. Kerajaan ini pada abad ke 16 sudah menjadi daerah islam. Masuk dan berkembangnya Islam di Makasar atas juga datuk Ribandang (Ulama adat Minangkabau). Secara resmi kerajaan Gowa Islam berdiri pada tahun 1605 M. Raja-raja yang terkenal diantaranya : 1. Sultan Alaudin (1605-1639 M) raja pertama Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan ini adalah negara maritim yang terkenal dengan perahu-perahu layarnya dengan jenis Pinisi dan lImbo. Pada masa Sultan Alaudin berkuasa, Islam mengalami perkembangan pesat yang daerah kekuasaannya hampir mencakup seluruh daerah Sulawesi.Ia wafat pada tahun 1939 M, setelah menjadi raja selama 34 tahun dan digantikan putranya yang bernama Muhammad Said. 2. Muhammad Said (1639-1653 M). Raja ini berkuasa selama 14 tahun. 3. Sultan hasanuddin (1653-1669 M). Sultan ini sebagai pengganti dari Muhammad Saed. Pada masa Sultan hasanuddin berkuasa, Gowa – Tallo mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sampai ke pulau Selayar, Butung, Sumbawa dan Lombok. Ia berkuasa selama 16 Tahun.

C. 1.

Peninggalan sejarah islam di Sulawesi Batu Pelantikan Raja (Batu Pallantikang) Batu petantikan raja (hatu pallantikang) terletak di sebelah tenggara kompleks makam Tamalate. Dahulu, setiap penguasa baru Gowa-Tallo di sumpah di atas batu ini (Wolhof dan Abdurrahim, tt : 67). Batu pallantikang sesungguhnya merupakan batu alami tanpa pem¬bentukan, terdiri dari satu batu andesit yang diapit 2 batu kapur. Batu andesit merupakan pusat pemujaan yang tetap disakralkan masyarakat sampai sekarang. Pe-mujaan penduduk terhadap ditandai dengan banyaknya sajian di atas batu ini. Mereka meyakini bahwa batu tersebut adalah batu dewa dari kayangan yang bertuah

2.

Mesjid Katangka Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh: [a] Sultan Mahmud (1818); [b] Kadi Ibrahim (1921); [c] Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948); dan [d] Andi Baso, Pabbicarabutta GoWa (1962) sangat sulit meng¬identifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini. Yang masih menarik adalah ukuran tebal tembok kurang lebih 90 cm, hiasan sulur-suluran dan bentuk mimbar yang terbuat dari kayu menyerupai singgasana dengan sandaran tangan. Hiasan makhuk di samarkan agar tidak tampak realistik. Pada ruang tengah terdapat empat tiang soko guru yang mendukung konstruksi bertingkat di atasnya. Mimbar dipasang permanen dan diplaster. Pada pintu masuk dan mihrab terdapat tulisan Arab dalam babasa Makassar yang menyebutkan pemugaran yang dilakukan Karaeng Katangka pada tahun 1300 Hijriah.

3.

Makam Syekh Yusuf Kompleks makam ini terletak pada dataran rendah Lakiung di sebelah barat Mésjid Katangka. Di dalam kompleks ini terdapat 4 buah cungkup dan sejumlah makam biasa. Makam Syekh Yusuf terdapat di dalam cungkup terbesar, berbentuk bujur sangkar Pintu masuk terletak di sisi Selatan. Puncak cungkup berhias keramik. Makam ini merupakan makam kedua. Ketika wafat di pengasingan, Kaap, tanggal 23 Mei 1699, beliau di¬makamkan untuk pertama kalinya di Faure, Afrika Selatan. Raja Gowa meminta kepada pemerintah Belanda agar jasad Syekh Yusuf dipulangkan dan dimakamkan di Gowa. Lima tahun sesudah wafat (1704) baru per¬mintaan tersebut dikabulkan. Jasadnya dibawa pulang bersama keluarga dengan kapal de Spiegel yang berlayar langsung dan Kaap ke Gowa. Pada tanggal 6 April 1705, tulang kerangka Syekh Yusuf dimakamkan dengan upacara adat pemakaman bangsawan di Lakiung. Di atas makamnya dibangun kubah yang disebut kobbanga oleh orang Makassar. Makam Syekh Yusuf mempunyai dua nisan tipe Makassar, terbuat dari batu alam yang permukaannya sangat mengkilap. Hal ini dapat terjadi karena para peziarah selalu menyiramnya dengan minyak kelapa atau semacamnya. Sampai sekarang peziarah masih sangat ramai mengunjungi tokoh ulama (panrita)dan intelektual (tulnangngasseng) yang banyak berperan dalam perkembangan dan kejayaan kerajaan Gowa-Tallo abad pertengahan. Dalam lontarak "Riwayakna Tuanta Salamaka ri Gowa7, Syekh Yusuf dianggap Nabi Kaidir (Abu Hamid, 1994: 85). la tokoh yang memiliki keistimewaan, seperti berjalan tanpa berpijak di tanah. Dalam usia belia ia sudah tamat mempelajari kitab fiqih dan tauhid. Guru tarekat Naqsabandiayah, Syattariyah, Ba'alaniiyah, dan

Qa¬driyah. Wawasan sufistiknya tidak pernah menyinggung pertentangan antara Hamzah Fanzuri yang me-ngembangkan ajaran Wujudiyah dan Syekh Nuruddin arRaniri. 4. Benteng Tallo Benteng Tallo terletak di muara sungai Tallo. Benteng dibangun dengan menggunakan bahan batu bata, batu padas/batu pasir, dan batu kurang. Luas benteng diper¬kirakan 2 kilometer Bardasarkan temuan fondasi dan susunan benteng yang masih tersisa, tebal dinding benteng diperkirakan mencapai 260 cm. Akibat perjanjian Bongaya (1667) benteng dihancurkan. Sekarang, sisa-sisa benteng dan bekas aktivitas berserakan. Beberapa bekas fondasi, sudut benteng (bas¬tion) dan batu merah yang tersisa sering dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan darurat, sehingga tidak tampak lagi bentuk aslinya. Fondasi itu mengelilingi pemukiman dan makam raja-raja Tallo.

D.

Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar Bardasarkan sumber-sumber yang telah ditemukan, dapat dikatakan bahwa gelombang emigran orang-orang Bugis Makassar ke Semenangjung Melayu melalui tiga priode. , Pertama berlangsung pada masa sebelum kawasan Sulawesi Selatan memasuki proses Islamisasi. Mereka itu sudah tersebar di berbagai tempat semenangjung Sumatra, Malaka dan Kalimantan yang menghubungkan kawasankawasan itu dengan rute perdagangan dengan Pusat Melaka, Kelompok Bugis pada masa itu belum membentuk dirinya dalam suatu kekuatan militer, mereka umumnya masih hidup dalam kelompok-kelompok kecil sebagai pedagang antar pulau dan sebagai nelayan. Itulah sebabnya mereka pada umumnya tinggal di kawasan pantai mereka dapat dikatakan kelompok the sea men atau orang laut. Gelombang kedua terjadi padamasa proses Islamisasi sedang berlangsung di Sulawesi Selatan. Masa berlangsung Islamisasi itu berkaitan erat dengan gerakan politik yang si lancarkan Kerajaan Gowa dan sekutu-sekutunya untuk menundukkan kwasan-kawasan yang belum masuk Islam dan sampai Islam diterima masyarakat setempat konflik politik juga masih berlangsung. Gelombang ketiga berlangsung setelah kerajaan Gowa dan Wajo jatuh di tangan VOC . Masa inilah merupakan periode yang paling banyak terjadi perpindahan orang-orang Bugis Makassar kesemenagjung Melayu. Perpindahan yang terjadi dalam gelombang ini berbentuk kelompok yang besar . Mereka tidak saja terdiri dari masyarakat lapisan bawah tatapi apat dikatakan terdiri dari smua lapisan sosial Dari ketiga gelombang yang disebutkan di atas, gelombang terkhir inilah yang paling menarik, masalahnya adalah karena faktor pemindahan berkaitan erat dengan akibat langsung peperangan yang terjadi di kawasan Sulawesi Selatan. Orang-orang Bugis Makassar yang termasuk ke dalam gelombang yang terakhir ini dipimpin langsung oleh kelompok bangsawan. Dengan sisa-sisa kekuatan militer dan kekayaan yang mereka miliki kelompok bangsawan ini mengikuti pengikut pengikutnya atau rakyat yang meninggalkan kampung halamannya untuk merantau dengan tujuan utamanya untuk melanjutkan perjuangan melawan kekuasaan Belanda.Perjuangan dalam melawan kekuasaan Belanda itu dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan melakukan gangguan pada rute perdagangan atau pelayaran Belanda di Selat Makassar, pantai Ambon dan di Selat Malaka pantau Kaliman tan yang starategis dan Kepulauan Riau. Tindakan mereka dikaitkan dengan “bajak laut”

Sejak kedatangan orang-orang Melayu di kerajaan Makassar (Kerajaan Gowa) peranannya tidak hanya dalam perdagangan dan penyebaran agama, tetapi juga dalam kegiatan sosial budaya. Peranan orang-orang Melayu di Kerajaan Gowa misalnya, menyebabkan Raja Gowa ke XII, Mangarai Daeng Pamatte Karaeng Tunijallo membangun sebuah Mesjid di Kampung Mangallekana untuk kepentingan para saudagar Melayu agar mereka betah tinggal di Makassar, sekalipun ia sendiri belum beragama Islam. Adanya perkampungan para saudagara Melayu itu membuat struktur kekuasaan Kerajaan Gowa dibantu juga oleh orang-orang Melayu dan memegang peranan penting di Istana Kerajaan Gowa. Hal itu dapat ditemukan dalam untaian kalimat sebagai berikut: ‘Kamilah orang-orang Melayu yang mengajar anak negeri duduk berhadap hadapan dalam pertemuan adat, mengajar menggunakan keris panjang yang disebut tatarapang, tata cara berpakaian dan berbagai hiasan untuk para anak bangsawan Dalam periode tahun .1546-1565 pada masa raja Gowa ke 10, seorang keturunan Melayu berdarah campuran Bajo yang amat terkemuka bernama I Mangambari Kare Mangaweang, yang juga dikenal dengan nama I Daeng Ri Mangallekana diangkat sebagai sahbandar ke II Kerajaan Gowa, sejak saat itu secara turun temurun jabatan Sahbandar berturut-turut dipegang oleh orang Melayu sampai dengan Sahbandar Ince Husein, Sahbandar terakhir th 1669 ketika kerajaan Gowa mengalami kekalahan perang melawan VOC. Jabatan penting lainnya ialah juru tulis istana dijabat pula oleh orang-orang Melayu Incik Amin, juru tulis istana di zaman Sultan Hasanuddin Raja Gowa ke XVI (1653-1669) adalah juru tulis istana yang terakhir dan amat terkenal di zaman kebesaran Kerajaan Gowa. Sebuah karya tulisnya yang amat indah berjudul : Syair Perang Makassar” mengisahkan saat-saat terakhir kerajaan Gowa tahun 1669. Salah satu sumbangan utama orang-orang Melayu di Indonesia Timur, khususnya di Sulawesi ialah upayanya dalam menyebarkan Agama Islam dan penyebaran dan penyebaran Kebudayaan Melayu di Sulawesi. Pada tahun 1632 Rombongan Migran Melayu dari Patani tiba di Makassar. Rombongan besar ini dipimpin oleh seorang bangsawan Melayu dari Patani bernama Datuk Maharajalela Turut serta dengannya kemanakannya suami istri yang bergelar Datuk Paduka Raja bersama istrinya yang bergelar Putri Senapati, Raja Gowa memberinya tempat di sebelah selatan Somba Opu, Ibu Kota Kerajaan Gowa, karena disana telah berdiri Perkampungan Melayu asal Patani. Sejak saat itu Salajo diganti menjadi kampung Patani, hingga sekarang. Islam pertama kali masuk di Mandar, diperkirakan berlangsung pada Abad ke – 16. Tentang hal itu terdapat tiga pendapat sebagai berikut : 

 

Menurut Lontara Balanipa masuknya Islam di Mandar dipelopori oleh Abdurrahim Kamaluddin yang juga dikenal sebagai Tosalamaq Dibinuang. Ia mendarat di Pantai Tammanggalle Balanipa. Orangpertama yang memeluk agama Islam Ialah Kanne Cunang Maraqdia”Raja” Pallis, kemudian Kakanna I Pattang Daetta Tommuane, Raja Balanipa ke-4. Menurut Lontara Gowa, Masuknya Islam di Mandar dibawa oleh Tuanta Syekh Yusuf (Tuanta Salamaka). Menurut salah sebuah surat dari Mekkah bahwa masuknya Islam di Sulawesi (Mndar) di bawa oleh Sayid Al Adiy bergelar Guru Ga’de berasal dari Arab

Keturunan Malik Ibrahim dari Jawa. Pendapat yang kedua diatas secara tidak langsung ditolak oleh Dr. Abu Hamid yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa Syekh Yususf Tuanta Salamaka tidak pernah kembali ke Sulawesi Selatan sejak kepergiannya ke Pulau Jawa sampai dibuang ke Kolombo Srilangka, kemudian ke Afrika Selatan dan meninggal disana. Diperkirakan Agama Islam masuk ke Daerah Mandar berlangsung dalam abad ke-16. Pada waktu itulah para pelopor membawa dan menyebarkan islam di Mandar yaitu Syekh Abdul Mannan ( Tosalamaq Disalabose) Sayid Al Adiy, Abdurrahim Kamaluddin, Kapuang Jawa dan Sayid Zakariah. Masuknya Islam di daerah ini dengan cara damai dan melalui Raja-raja. Adam to Salamaq Hidup pada permulaan abad ke-17 M dan beliau dikenal salah satu Penganjur Agama Islam termasuk di tanah Mandar, tidak diketahui jelas darimana asalusulnya, namun beliau diduga berasal dari Sumatera, sebelumnya beliau berdiam di kampong Melayu Makassar, dan dari Makassar beliau ke Mandar dan menetap di Luaor Pamboang. Alkisah beliau menyebarkan agama Islam ke daerah lain, dengan cara berdakwah pada daerah-daerah yang disinggahinya, ketika bersama dengan pelaut dan pedagang dari Luaor, pada waktu berlayar ke Manado, Ambon, Maumere dan tempat-tempat lain di pantai timur Sulawesi, dikisahkan rombongannya selalu luput dari para perompak kekejaman Bajak laut yang merajalela pada waktu itu, membuat dirinya di percaya oleh murid-muridnya memliki keistimewaan atau kesaktian pada waktu itu. Dari mulut kemulut kisah-kisah istimewah atau aneh ini yang terjadi pada diri yang dikenal sebagai Adam to Salamaq ini menyebar ke berbagai pelosok, terutama di daerah Pamboang sendiri. Keanehan-keanehan sering terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, bahkan ramalannya tepat tentang hari kematiannya dan tempat pemakamannya. Beliau dimakamkan di Lakkaqding Somba menjelang hari kematiannya, diatas perahu dalam perjalanan dari Sulawesi Utara ke Kampung Luaor yang dimanan sebelumnya beliau berpesan untuk singgah di Lakkading. Angin buritan sangat baik, anak buahnya bermaksud tidak akan singgah di Somba, namun perahu yang sedang melaju setelah melewati Somba, tiba-tiba terhenti, dan dalam keadaan sakit beleiau bertepi mendarat di Lakkaqding, kemudian berjalan menuju ketempat seberkas sinar yang memancar di kaki bukit, dimana disitulah tempat pemakaman yang sebelumnya ia sudah tentukan. Perjalanan lanjut ke Luaor, dimana perjalanan ini berjarak 22 KM dari Lakkaqding Somba. Keesokan harinya beliau meninggal dunia, Ahli warisnya memenuhi wasiatnya dimana yang sebelumnya ia berpesan untuk dimakamkan di lakkaqding. Sampai sekarang hamper setiap saat selalu saja ada pengunjung yang ziarah kemakamnya terutama warga masyarakat Luaor, Kec . Pamboang, kab. Majene. Sayid Al Adiy Penganjur agama islam bergelar Guru Gadge, ada yang berpendapat beliau adalah penganjur/pembawa Agama Islam yang pertama ke daerah Mandar. Makam beliau terletak di Lambanan Kec. Balanipa Kab. Polmas. Salah satu makam yang dianggap keramat dan selalu di ziarahi orang. Mempunyai silsilah yang lengkap sampai tujuh generasi/lapis. Turunannya berperawakan mirip Arab, Cucunya yang kedua bernama H. Muhammad Nuh.

Syekh Syarif Ali Syekh Syarif adalah salah satu Penganjur agama Islam di Tanah Mandar. Dikisahkan beliau berasal dari Mekah, dirinya meninggalkan Mekah bersama saudaranya ,Syekh Syarif Husain, (menurut cerita bahwa beliau tinggal di Cikoang, Kab Takalar). Menurut cerita rakyat, bahwa beliau berangkat dari Mekah melalui laut, dengan mengendarai selembar appar pasambayyaganna atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai Tikar Sembahyangnya, kemudian ia memiliki tongkat besi sepanjang 2 meter, diceritakan ada 7 tongkat yang berganti-ganti dijadikan kemudi, perjalanan ditempuh 7 hari 7 malam. Peppitu raqda Peppitu tuo ringena’ tujuh kali tanggal tujuh kali tumbuh giginya,. Tanggal diwaktu malam dan tumbuh diwaktu siang. Beliau tinggal di Lakkaqding Somba (Kec. Sendana, Kab. Majene) membangun sebuah Masjid dan kawin dengan yang bernama Manaq, dari hasil perkawinannya tersebut beliau dianugerahi tiga orang anak yaitu : Syekh Haedar tinggal di Lakkading Somba, Syekh Muhammad tinggal di Luaor pamboang, dan Syekh Ahmad yang tinggal di Salaparang. Dari Somba melanjutkan dakwah Agama Islam ke daerah Buol Toli-toli, di daerah ini beliau menderita sakit hingga menemui ajalnya di daerah ini, Kuburan Makamnya ada didaerah Buol Toli-toli Syekh Muhammad Ali Syekh Muhammad, adalah penganjur agama Islam. Ada yang mengatakan dia dating dari Buol Toli-toli, menurut Lakasi, M. Sakoh dan Djalani, Syekh Muhammad berasal dari Pulau Dewakang, Pangkajene Kepulauan. Pertama kali tiba di Luaor, Kec. Pamboang Kab. Majene, beliau menginap dirumah penduduk bernama Pua Djaodi. Pua Djaodi lantas berguru kepada Syekh Ahmad dan sekaligus menjadi muridnya yang setia. Pua Djaodi mengajaknya menetap di Luaor dan dibuatkan sebuah rumah tinggal, disekitar rumah tersebut ada mata air, lantas dari mata air trersebut Syekh Muhammad menyuruh muridnya untuk membuat sebuah kolam kecil yang difungsikan menjadi tempat mengambil air wudhu. Warga disekitarnya bersimpati, mereka memperbaiki dan memperbesar tempat mengambil air wudhu atau tempat mengambil air sembahyang tersebut dan akhirnya dikenal dengan nama Kollang “Kolam”. Syekh Muhammad kawin dengan seorang janda yang mempunyai dua orang anak, setahun kemudian ia dianugerahi anak kandung laki-laki yang diberi nama Bolong “Hitam”., karena kulit anak tersebut gelap hitam maka digelar Bolong. Syakh Muhammad cukup disegani oleh warga masyarakat disekitarnya, menurut keyakinan mereka, kalua berbuat tidak sepatutnya kepada Syekh, mereka akan mabusung, “kena tulah atau kualat”. Menjadi guru di samping menyebarkan syariat agama Islam dan akhirnya Syekh menderita sakit selama tiga hari tiga malam. Setelah meninggal beliau dikuburkan ditempat sesuai yang diamanahkannya. Aneh hari keempat sejak kematiannya tanah kuburannya mengembang menjadi tinggi seperti ditimbuni. Makamnya dipelihara oleh masyarakat dengan baik, Bangunan makam dibiayai oleh Puaq Sewali (Almarhum). Menurut cerita rakyat, pada Makamnya biasa terjadi hal-hal yang luar biasa, dan dianggap keramat. Peristiwa-peristiwa itu antara lain :

1. Suatu saat ketika sejenis penyaki berjangkit merajalela di Luaor, tiba-tiba terdengar keluar suara Adzan, suara Adzan tersebut diyakini suara Syekh Muhammad Ali 2. Pernah terjadi tanpa diketahu sebab musababnya air kollang “kolam” meluap dan mengeluarkan bau harum. 3. Menurut kebiasaan mereka yang percaya atas kesaktian Syekh Muhammad Ali, orang-orang dari dalam dan juga luar daerah Luaor, apabila akan berpergian menyeberangi lautan, mereka dating mengambil air kolam tersebut, dan dibawa sebagai jimat penangkal bala. Ketika angin kencang dan ombak besar menghadang di tengah lautan, dengan menyebut namanya, demikian yang dipesankan sewaktu masih hidup, menuangkan air azimat tersebut itu kelaut, maka ombak besar segera menjadi tenang, dan angin kencang itupun akan mereda. Syekh Al Magribi Syekh Al Magribi dikenal juga dengan gelar saiyyeq Kittaq. Menurut cerita, beliau berasal dari Maroko Afrika. Murid To Salamaq di binuang. Dikisahkan pada suatu hari seorang ahli sihir yang punggawa rampok di Tammanggalle mendengar berita bahwa ada orang sangat berpengaruh di Kerajaan Binuang karena kesaktiannya. Orang yang dimaksud adalah Tuan di Binuang, popular juga disebut to Salamaq di Binuang. Ahli sihir yang punggawa rampok dari Tammangalle berlayar menuju Binuang, untuk mencari Tosalamq di Binuang, sebelum sampai kepada tujuan perahunya dilanda badai dan terhanyut dibawa arus laut. Kitab-kitabnya yang berisi ilmu Ghaib yang sedianya hendak dijadikan acuan untuk mendebat Tosalamaq di binuang tenggelam kedasar laut. Sang ahli sihirpun pingsan, dan setelah sadar ternyata dia ada di Pantai Takkatidung. Sang ahli sihir berjalan tertatih-tatih, tiba-tiba dilihatnyaseorang lelaki berjubah putih berjalanjalan di Pantai. Dia bertanya “hai orang berjubah!.. apa nama daerah ini..? Lelaki berjubah putih itu tidak menjawabnya, ia hanya menancapkan tongkatnya di depan kaki ahli sihir tersebut yang merupakan punggawa Rampok tersebut. Dari bekas tancapan tongkatnya terlihat mengalir air, tidak berapa lama kemudian ia bertanya, Apa yang tuan cari di tempat ini..? Saya hendak mencari Tuan di Binuang,” jawab ahli sihir tersebut. Ada keperluan apa tuan mencarinya..? Aku ini murid beliau,” kata lelaki berjubah putih tersebut. Aku akan menantangnya adu kesaktian dan ilmu ghaib, kata sang ahli sihir yang punggawa rampok,” tapi sayang kitab-kitab yang berisi ilmu gaibku telah tenggelam ke dsar laut, ketika perahuku diserang badai.” “Bukankah itu kitab-kitab yang kau bawah dari rumahmu..? kata lelaki yang berjubah putih tersebut sambil menunjukkan kitab-kitab yang tiba-tiba muncul keluar dari dsar laut melalui tongkatnya. “Betapa tinggi ilmu berjubah ini, apalagi gurunya, katanya dalam hati.” Ahli sihir yang juga Punggawa rampok tersebut mengurungkan niatnya untuk meneruskan perjalanannya ke Binuang untuk menantang Tuan di Binuang. Serta merta berjongkok, takluk di hadapan Syekh Al Magribi. Ia menyatakan kesediannya menjadi pengikut agama Islam. Tempat air yang memancar dari bekas tancapan tongkat Syekh Al Maghribi masih ada sampai sekarang, oleh masyarakat setempat disebut Bujung Manurunggnge “Sumur Manurung”, maksudnya sumur ghaib turun dari langit. Bujung Manurunggnge terdapat di pantai Takatidung Polewali, “hilang buat sementara” bila air laut pasang dan jika telah surut, sumur itu tampak lagi. Airnya tawar dan segar, digunakan oleh penduduk disekitarnya.

Makam Syekh Al Maghribi terletak dalam kompleks Makam Tosalamaq di Binuang bersama Makam Syekh Al Ma’ruf di Pulo Tangnga, Desa Ammasangangan, Kec Binuang. Kab. Polmas. Syekh Abdul Mannan Syekh Abdul Mannan, bergelar To Salamaq di Salabose. Pembawa dan penganjur Agama Islam yang pertama masuk di wilayah kerajaan Banggae, diperkirakan pada abad ke-16 (ada juga yang berpendapat pada abad ke-17). Pada masa itu yang menjadi Raja Banggae adalah, Tomatindo di Masigi (gelar yang diberikan kepada Raja tersebut setelah meninggal dunia), putra Daetta Melattoq Maraqdia Banggae-Putri Tomakakaq / Maraqdia Totoli. Membangun dan menjadi Imam yang pertama di Masjid Salabose di Buttu Sallabose, Banggae. Makamnya terletak di arah utara, 500 meter dari Masjid tersebut. Makamnya dikeramatkan, dan ramai diziarahi orang dari berbagai penjuru. Syekh Zariah Syekh Zakariah adalah penganjur Agama Islam, yang pertama masuk ke Kerajaan Pamboang sekitar Tahun (1665). Bergelar Puang di Somba berasal dari Magribi Zazirah Arab. Raja Pamboang masa itu, Isalarang Idaeng Mallari bergelar Tomatindo Diagamana. Kawin dengan puatta Boqdi putri Raja Pamboang. Beliau dimakamkan di Somba Kec. Sendana Kab. Majene. Bersama Raden Suryodigolo (atau ada juga yang menulis Surya Adilogo) Kapuang Jawa berlayar dari Tanah Jawa langsung ke Pelabuhan Pamboang.

DAFTRAR PUSTAKA Drs. Suwardi. 2006. LKS Merpati. Karanganyar : Graha Multi Grafika. Siti Waridah Q, Dra. 2001. Sejarah Nasional dan Umum. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Nico Thamiend R.M.P.B. Manus. 2000. Sejarah. Jakarta : Yudhistira.

KATA PENGANTAR Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah Sejarah ini dapat terselesaikan. Dengan mempelajari sejarah, manusia akan memperoleh banyak manfaat sehingga menjadi lebih arif dan bijak. Oleh karena itu, sejarah harus disusun secara jujur, obyektif, dan tidak direkayasa. Dalam makalah disebutkan bahwa tujuan pelajaran sejarah nasional dan umum dimaksudkan untuk menanamkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan rasa kebangsaan, cinta tanah air, bangga sebagai warna negara Indonesia, serta memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa. Makalah ini dimaksudkan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dari berbagai lapisan dalam mendalami, memahami sejarah nasional dan umum. Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada guru pembimbing dan semua pihak yang telah membantu, sehingga makalah sejarah ini dapat terselesaikan dan dimanfaatkan. Kami juga menyadari atas kekurangsempurnaan makalah ini. Suatu kehormatan apabila para pembaca yang budiman memberi masukan yang membangun. Terima kasih.

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penulisan

A. B. C. D.

BAB II PEMBAHASAN Sejarah Awal Islam Sulawesi Kerajaan Islam di Sulawesi Peninggalan sejarah islam di Sulawesi Kedatangan Orang Melayu di Tanah Bugis Makassar

More Documents from "Ippang Nak Mambi"