APAKAH UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) DAPAT MENINGKATKAN PROFESIONALISME TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN ???*) Oleh : Hakman P. Sarim**) I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pendidikan adalah upaya dan cita-cita negara dalam mencerdaskan bangsa. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu evaluasi. Ujian akhir nasional (UAN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan Pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) yang sebelumnya dihapus. Benarkah UAN merupakan alat ukur yang sesuai untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan khususnya profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan ?. Pemerintah tidak pernah berhenti berupaya meningkatkan profesionalisme guru dan kesejahteraan guru. Pemerintah telah melakukan langkah-langkah strategis dalam kerangka peningkatan kualifikasi, kompetensi, kesejahteraan, serta perlindungan hukum dan perlindungan profesi bagi mereka. Langkah-langkah strategis ini perlu diambil, karena apresiasi tinggi suatu bangsa terhadap guru sebagai penyandang profesi yang bermartabat merupakan pencerminan sekaligus sebagai salah satu ukuran martabat suatu bangsa. Hingga saat ini secara kuantitatif populasi guru di Indonesia sangat besar. Secara nasional masih banyak guru yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi akademik. Data tahun 2008 jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1/D IV sebanyak 1.656.548. Untuk mempercepat seluruh guru memenuhi persyaratan kualifikasi pendidikan yang diharapkan tuntas pada tahun 2015 sesuai dengan amanat UU Nomor 14 Tahun 2005, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional sejak tahun 2006 memberikan subsidi peningkatan kualifikasi guru pada satuan pendidikan dasar dan menengah yang sedang dan akan menempuh pendidikan jenjang S1/D-IV ,baik guru PNS maupun guru bukan PNS. Sejalan dengan itu, pelaksanaan sertifikasi guru yang telah dimulai sejak tahun 2007 akan terus dilakukan, sehingga diharapkan guru-guru yang ada dan telah memenuhi persyaratan dapat memperoleh sertifikat sesuai dengan kriteria dan rentang waktu yang ditetapkan dalam undang-undang (Baedhowi, 2009). II. MENGAPA HARUS ADA UAN…..? Ujian Akhir Nasional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk menguji mutu (kepandaian, kemampuan, hasil kerja, dan hasil belajar) siswa diberikan pada akhir jenjang pendidikan (SLTP dan SLTA sederajat) pada suatu bangsa. Mengapa harus ada UAN?, pertanyaan ini dapat dijawab karena beberapa hal yang dijadikan pertimbangan mendasar yang meliputi: 1. Sebagai pengendalian mutu dalam sistem pendidikan. Hal ini berarti ujian akhir diharapkan menjadi salah satu mekanisme dan instrumen pengendalian mutu lulusan agar sesuai dengan kualifikasi atau standar minimal yang telah ditetapkan. 2. Sebagai instrumen akuntabilitas sekolah, untuk menyampaikan informasi kepada orang tua dan masyarakat mengenai keberhasilan dan manfaat dari dana yang dikeluarkan untuk pendidikan dan menginformasikan kemajuan dan kemunduran prestasi akademik para lulusan setiap tahunnya. *)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
1
Sebagai bahan pertimbangan untuk seleksi, penempatan, dan penjurusan peserta didik. Evaluasi akhir dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penjurusan seorang lulusan. Di samping itu, nilai ini dapat dimanfaatkan pula sebagai bahan pertimbangan untuk menerima atau menolak seorang lulusan yang mendaftar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau melamar pekerjaan. 4. Sebagai alat diagnostik, berupa analisis statistik terhadap ujian akhir sebagai alat untuk mengevaluasi sistem maupun kebijakan yang telah diambil, serta mengidentifikasi variabel-variabel yang menentukan keberhasilan pada suatu kebijakan maupun pada sistem secara keseluruhan. 5. Ujian sebagai evaluasi eksternal, diharapkan berfungsi sebagai alat pendorong atau pemberi motivasi kepada peserta didik untuk belajar lebih sungguh-sungguh dan memotivasi guru untuk mengajar lebih sungguh-sungguh dalam mencapai standar nasional minimal yang telah ditetapkan. Ujian diharapkan pula berfungsi sebagai alat pendorong kepada orang tua murid dalam mempersiapkan masa depan anaknya (Badan Litbang Depdiknas 2003). 6. Keberhasian UAN merupakan sebuah indikator bahwa guru profesional. UN yang tinggi, dan mampu bersaing pada lomba-lomba mulai tingkat kabupaten, propinsi, nasional, bahkan internasional adalah indikator guru yang profesional (Sunyono, 2004). 3.
III. APAKAH UAN DAPAT MENINGKATKAN PROFESIONALISME TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN ??? 1. Optimalisasi kelompok kerja guru (KKG) dalam: (1) memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat kegiatan guru berdasarkan masalah dan kesulitan yang dihadapi tenaga pendidik, (2) memberikan bantuan profesional kepada para guru kelas dan mata pelajaran di sekolah, (3) meningkatkan pemahaman, keilmuan, keterampilan serta pengembangan sikap profesional berdasarkan kekeluargaan dan saling mengisi (sharing), (4) meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan (Pakem). Sebagai implementasi Keputusan Mendikbud RI No. 0487 Tahun 1982 tentang Sekolah Dasar, dan Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 079/C/Kep./I/1993, tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru. 2. Optimalisasi supervise, yang secara umum meliputi 2 (dua) bagian kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni: Pertama Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru dan Kedua supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja. Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah, Supandi (1986:252). 3. Profesional guru-guru mapel UAN, melalui loka-karya, pelatihan, training dan kegiatan lainnya profesionalisme guru-guru UAN akan semakin meningkat. Pontianak Post 2006 : sebanyak 200 peserta guru bidang mapel UAN mengikuti kegiatan Lokakarya dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi peserta didik dalam peningkatan hasil UAN. 4. Keberhasilan evaluasi merupakan indicator keberhasilan guru dalam melakukan system pengajaran, dengan demikian guru mapel UAN akan senantiasa mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya
*)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
2
IV. UAN SULIT MEMBENTUK TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN PROFESIONAL 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8.
Pengingkaran terhadap Pancasila dan UUD 1945, Ayat 5 Pasal 31 bab XIII UUD 1945 “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradapan dan kesejahteraan umat manusia”. Penjabaran dari ayat di atas yang perlu dimajukan oleh pemerintah setidaknya ada tiga; Pertama, pegetahuan mencakup beberapa disiplin ilmu, Kedua, menguasai Teknologi, dan Ketiga, menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan, artinya dengan hanya beberapa mapel yang di UANkan berarti UAN tidak menjiwai UUD 1945. UAN bertentangan dengan UU Sisdiknas, Pasal 58 Ayat (1) dinyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan UAN telah merampas kewajiban guru dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa. UAN bertentangan dengan Otonomi Daerah, Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dipahami bahwa kebijakan UAN dilaksanakan bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. Selain itu pada saat yang sama juga dikenalkan kebijakan otonomi sekolah melalui manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah seharusnya menjadi hak dan tanggung jawab daerah termasuk sekolah, tetapi pelaksanaan UAN telah membuat otonomi sekolah menjadi terkurangi karena sekolah harus tetap mengikuti kebijakan UAN sebagai penentu kelulusan siswa. Evaluasi bertujuan untuk mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat yang harus memiliki satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif dan psikomotor, tetapi UAN hanya menguji kognitif saja. UAN tidak menganut Diversifikasi kurikulum, jika dihubungkan dengan kurikulum, maka UAN juga tidak sejalan dengan salah satu prinsip yang dianut dalam pengembangan kurikulum yaitu ”diversifikasi kurikulum”. Artinya bahwa pelaksanaan kurikulum disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masingmasing. Kondisi sekolah di Jakarta dan kota-kota besar tidak bisa disamakan dengan kondisi sekolah-sekolah di daerah perkampungan, apalagi di daerah terpencil. Kondisi yang jauh berbeda mengakibatkan proses belajar mengajar juga berbeda. Sekolah di lingkungan kota relatif lebih baik karena sarana dan prasana lebih lengkap. Mapel UAN menyuburkan lahan diskriminatif sesama guru, tanggung jawa, Prioritas, dan Pendapatan. Faktor keberuntungan yang menyertai UAN, untuk mencapai suatu keberhasilan setiap anak akan melakukan berbagai hal tanpa terkecuali, dan menurut saya itu hal yang wajar karena memang kondisi mengharapkan demikian (Kiranya kita semua memahami akan hal itu), bekerja sama, mencontek, atau yang terpuruk menyilang indah (asal-asalan dan nasib-nasiban), Pada akhirnya lulus. Apakah ini termasuk kedalam arti sebuah keberhasilan?. Mungkin berdasarkan bukti fisik mungkin ia tetapi dalam konteks keberhasilan yang hakiki sudah barang tentu tidak. Berbicara mengenai keberuntungan lulus UAN bagaimana tentang Maia Rosyida siswa sekolah menengah universal (SMU) alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga yang hanya menyilang indah alias ngawur dan lulus UAN kendatipun mendapatkan nilai yang pas-pasan (Samba S., 2006). Komersialisasi Buku-Buku UAN, realitas di dunia pendidikan kita tiap tahun ajaran baru atau pergantian kurikulum siswa disibukkan dengan buku-buku baru yang ditawarkan guru (pihak sekolah). Hampir setiap tahun ajaran baru maupun
*)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
3
pergantian semester, orang tua dipusingkan oleh banyaknya sumbangan ditambah beban biaya pendidikan untuk membeli buku, di samping itu guru sedikit banyaknya harus mempelajari lagi muatan kompetensi dasar dan standar kompetensi yang ada. 9.
Pelaksaan UAN bukti tidak sepahamnya Ditjen Dikdasmen dengan Ditjen Dikti, Kebijakan UAN selama ini menunjukkan ketidaksinkronan dua lembaga strategis di dalam Depdiknas, yakni antara Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti). Indikasinya, nilai ujian akhir pada jenjang SD bisa digunakan untuk masuk SMP dan nilai ujian akhir SMP bisa dipakai untuk masuk SMA, akan tetapi, nilai ujian akhir SMA tidak bisa dipergunakan untuk masuk perguruan tinggi. Setiap tahun perguruan tinggi tetap mengadakan seleksi penerimaan mahasiswa baru. Ini berarti jajaran Ditjen Dikti tak percaya dengan mutu pembelajaran dan hasil ujian akhir pada SMA yang dinaungi Ditjen Dikdasmen.
10.
UAN mengabaikan pola pembelajaran kontekstual, seorang guru matematika merasakan sebuah kesia-siaan ketika usaha untuk menemukan pembaharuanpembaharuan dalam pembelajaran itu pupus. Bagai mana usaha membawa siswa ke hutan sekolah untuk belajar matematika secara bermakna, siswa melakukan pengukuran tinggi pohon di hutan sekolah tanpa harus memanjat pohon itu. Siswa harus mengukur sudut elevasi ke arah puncak pohon dengan teropong dari gulungan kertas, lalu mengukur jarak pohon ke tempat pengamatan. Berdasarkan konteks nyata ini lalu siswa diajak berdiskusi. Pembelajaran berlangsung bebas dan menyenangkan. Hasilnya relatif bermakna, permanen dan memberi citra positif pada matematika.Akan tetapi, kalau nilai UAN yang dijadikan patokan, percuma melakukan itu semua. Percuma mengkondisikan siswa untuk berusaha menerapkan materi matematika dalam kehidupan praktis sehari-hari. Untuk memperoleh nilai UAN yang tinggi, tidak perlu repot-repot menerapkan pembelajaran kontekstual, tidak perlu menggunakan alat peraga, dan tidak perlu mengaitkan materi pembelajaran dengan kebutuhan anak didik.
11.
UAN sumber ketidakseriusan guru dan siswa, Secara psikologis juga guru-guru mata pelajaran yang tidak termasuk dalam UAN bisa merasa rendah diri, jengkel, frustasi, dan lain-lain, dan itu akan menurunkan semangat mengajar, sehingga mengajar hanya asal-asalan (karena tidak punya beban atau karena kecewa?), dan begitu juga mungkin siswa tidak respek terhadap mapel selain UAN.
12.
Negara perlu mengalokasikan anggaran yang besar, finansial dari anggaran negara, dari proses pengadaan, percetakan, distribusi soal, hingga penentuan kelulusan siswa. Proyek itu menelan biaya resmi dari negara Rp255 miliar. Rinciannya, Rp238 miliar jatah daerah mencetak dan mendistribusikan soal, Rp10 miliar dipakai Jakarta mencetak ijazah, dan Rp 7 miliar bagi tim pemantau independen. Biaya sesungguhnya justru membengkak berlipat-lipat. Mari kita hitung. Katakan, setiap provinsi menyisihkan dana dari APBD minimal Rp10 miliar, total untuk 33 provinsi Rp330 miliar. Kalau kabupaten/kota juga mengeluarkan minimal Rp5 miliar, terkumpul Rp2 triliun untuk 400 kabupaten/kota se-Indonesia. Ditambah pungutan oleh sekolah kepada peserta UN, minimal Rp100 ribu per siswa dengan jumlah peserta 3 juta orang sehingga terkumpul Rp3 triliun, (Keuntungan Besar Dibalik Pelaksanaan UAN, 2006).
*)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
4
V. Solusi 1.
Meningkatkan Profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan, melalui Pertama, penempuhan studi lanjut, alternatif penempuhan studi lanjut diprioritaskan kepada guru untuk mencapai kualifikasi minimal akademisnya; yaitu guru SD yang belum berpendidikan D-2, guru SMP yang belum berpendidikan D-3 keguruan, guru SMA yang belum berpendidikan S-1 keguruan, dan guru SMK yang belum berpendidikan S-1 keguruan. Penempuhan studi lanjut, sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Ayat (2) hanya dilakukan pada PTN dan PTS yang terakreditasi. Kedua, Pendalaman pengetahuan, Alternatif pendalaman pengetahuan dilaksanakan dengan mempertinggi frekuensi penataran, seminar, diskusi, lokakarya, dan sejenisnya. Kegiatan ini diprioritaskan pada guru yang jarang diikutkan dalam kegiatan sejenis; adapun materi pengetahuan dipilih yang berkait dengan tugas pokoknya, dalam hal ini adalah pengetahuan kebidangstudian, pengetahuan metodologi pembelajaran, serta pengetahuan pengelolaan kelas. Ketiga, Peningkatan keterampilan, Sementara itu, alternatif peningkatan keterampilan dilaksanakan dengan mempertinggi frekuensi latihan, workshop, praktik kerja lapangan, seminar, dan sejenisnya. Kegiatan ini diprioritaskan pada guru yang jarang diikutsertakan dalam kegiatan sejenis; adapun materi keterampilan dipilih yang berkait dengan tugas pokoknya, dalam hal ini menyangkut keterampilan kebidangstudian dan keterampilan manajerial kelas/ sekolah. Keempat, Penyelenggaraan forum diskusi dan magang, alternatif penyelenggaraan diskusi antar teman (peer group) dilaksanakan dengan membuat sistem dan mengadakan fasilitas yang memungkinkan para guru bisa saling berbagi pengalaman, utamanya pengalaman mengajar siswa dan menangani kasus-kasus yang muncul selama proses belajar mengajar berlangsung. Alternatif penukaran lingkungan kerja dilakukan dengan membuat sistem dan mengadakan fasilitas yang memungkinkan guru bisa saling bertukar tempat atau lingkungan kerja dalam jangka waktu yang tertentu (teacher exchange programme). Misalnya guru dari SD A diminta mengajar di SD B selama satu tahun, dari SD B diminta mengajar di SD C, dst. Program ini bisa menambah pengalaman guru di samping akan menyegarkan motivasi mengajarnya. Kelima, Peningkatan kesejahteraan, alternatif peningkatan kesejahteraan guru tidak diberikan dalam bentuk gaji atau tunjangan fungsional karena hal ini harus diberlakukan kepada pegawai yang lain; akan tetapi diberikan dalam bentuk tunjangan mengajar atau tunjangan mendidik yang hanya bisa diterima oleh seseorang yang berprofesi sebagai pengajar atau pendidik. Khusus alternatif yang terakhir ini perlu dilakukan dengan lembaga terkait, khususnya lembaga yang lebih berwenang menentukan kesejahteraan guru.
2. Perbaikan metode evaluasi pada tingkat pendidikan melalui ; Pertama, Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak dapat diukur hanya dengan tes tertulis belaka, untuk itu evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik secara menyeluruh. Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara mengafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil bekerja, karena cukup dengan menghafal *)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
5
walaupun tidak begitu mengerti maka dia dapat mengerjakan tes. Sebagai konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat menjawab semua kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti pendidikan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi tidak bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara komperehensif atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Kedua, Evaluasi harus dapat dimaknai siswa, agar UAN berfungsi seperti yang diharapkan oleh pemerintah sebagai pengendali mutu yang bermuara pada pengembangan SDM Indonesia, hendaknya UAN punya ruh yang mampu memberikan motivasi berprestasi dan berkompetisi antar siswa, serta guru-gurunya. Bagi siswa jurusan IPS dan Tekonologi Informasi mapel UAN seolah tidak menyentuh esensi apa yang selama ini dipelajari. Ciri khas jurusan yang menjadi kebanggaanya, seperti Sejarah , Geografi dan Komputer tak begitu bermakna bila dibanding dengan mapel UAN. Makna mengapa siswa mengambil jurusan IPS merupakan pilihan azasi yang berkait dengan pilihan hidup. Untuk itu UAN harus bisa dimaknai oleh siswa. Menyikapi permasalahan tersebut layaknya jika UAN berlaku pada setiap mata pelajaran dengan demikian UAN akan lebih dapat dimaknai bagi peserta didik ataupun guru sebagai pendidik. Ketiga, evaluasi adalah keputusan bersama antara jenjang-jenjang pengambil keputusan, antara Dikdasmen dan Dikti. Dengan demikian SPMB di tingkat Perguruan Tinggi. Keempat, Evaluasi tidak menghambat karir siswa. Evaluasi diharapkan tidak menghambat karir siswa. Adanya kasus yang menghebohkan terjadi pada UAN tahun 2006, Di detik.com ataupun Surat Kabar memberitakan tentang UAN 2006 yang sadis. Seorang murid di Kalimantan bunuh diri karena tidak lulus UAN. Kak Seto yang mewakili Komnas Perlindungan Anak berteriak-teriak agar anak-anak pintar yang tidak lulus UN jangan mengambil jalan pintas (bunuh diri). Ada gadis pintar yang sudah diterima ke salah satu perguruan tinggi Jerman jurusan Psikologi dengan beasiswa, ternyata harus mengurungkan niatnya gara-gara jatuh di matematika UAN. Komentarnya yang dirilis koran-koran sungguh membuat trenyuh, “kenapa negara lain bisa menghargai saya, sementara negara sendiri tidak perduli”. Alex termasuk salah satu siswa yang tidak lulus UAN. Padahal ia tercatat sebagai finalis dalam Olimpiade Fisika tahun 2005 yang diadakan oleh Universitas Negeri Semarang. Dalam kejuaraan bergengsi tingkat Jawa Tengah ini, ia mendapat nomor 4. Bahkan Alex saat ini sudah diterima di Universitas Negeri Semarang jurusan fisika melalui jalur program seleksi siswa berprestasi. Kini pupus sudah harapan masuk kuliah tanpa tes. Ujian nasional yang menjadi harapan melangkah ke jenjang pendidikan lebih tinggi gagal. Dari segelintir wacana di atas bayangkan sudah berapa banyak peluang untuk menumbuh kembangkan karir dari seorang siswa yang direnggut paksa UAN. Pengalaman menarik lainnya adalah di suatu sekolah, ditemukan bahwa ada seorang siswa hanya lulus pada UAN susulan, tetapi ia berhasil diterima masuk di perguruan tinggi (PT) melalui jalur PMDK. Setelah beberapa semester sekolah mengecek keberadaan mahasiswa tersebut apakah kena DO atau tidak, tetapi malah mengherankan bahwa mahasiswa tersebut punya indek prestasi yang bagus. Lalu apa kaitannya dengan UAN? Bila UAN dengan mapel yang sekarang diujikan, sebaiknya sistem tidak lulus ditiadakan karena hanya menghambat karier siswa. Hasil UAN tidak perlu dijadikan tolok ukur kelulusan sekolah tetapi dijadikan acuan indeks peringkat sekolah. Sehingga tidak diperlukan batas ambang, berapapun hasil UAN yang ada ditulis pada ijazah. Namun hanya *)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
6
dengan tiga mapel, hasil UAN tidak valid untuk menggambarkan prestasi sebuah sekolah. Semestinya sistem tidak lulus ditiadakan, pengertian yang dimaksud dengan sistem tidak lulus ditiadakan adalah berapapun nilai UAN yang diperoleh oleh siswa, tidak mempengaruhi siswa untuk tidak lulus. Tetapi bila hal ini diterapkan, tentunya sistem tidak naik kelas juga tidak ada. Sehingga yang ada adalah siswa naik kelas dan lulus. Pengaruhnya terhadap siswa, memungkinkan ia mengembangkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin. Karena sejak awal ia sudah punya pilihan mapel sesuai dengan potensi dirinya, dan tentunya ia dengan senang hati mempelajari mapel tersebut secara sungguh-sungguh. Dampak negatifnya akan ada mapel yang diabaikan, sehingga nilainya sangat rendah. Tetapi ke depan ia akan menjadi seorang spesialis yang professional bukan generalis yang canggung. Sebaliknya dengan adanya UAN sebagai pertimbangan kelulusan, siswa suka atau tidak suka, mendapat manfaat atau tidak bagi kehidupannya kelak, siswa terpaksa belajar karena takut gagal, dan menghambat karier hidupnya. Siwa tidak punya pilihan lain untuk belajar materi tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki. UAN sebagai alat kontrol sekolah pada era otonomi masih diperlukan sepanjang tidak digunakan sebagai penentu kelulusan namun berfungsi layaknya instrumen penelitian. Tetapi mapel UAN diperluas. Dari data yang diperoleh bisa digunakan sebagai bahan rekomendasi terhadap Depdiknas dalam pengambilan kebijakan pendidikan untuk meningkatkan mutu. Dari hasil tersebut bisa juga diperoleh peringkat kedudukan sekolah yang satu dengan yang lain. Akibatnya sekolah secara moral tetap terikat komitmen pada standar baku yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Dan kekhawatiran terjadinya rentang mutu sekolah yang jauh antara satu dengan yang lain bisa dihindari. Sekaligus melindungi hak guru sebagai pemegang otoritas evaluasi seperti tercantum pada pasal 58 UU Sisdiknas. Alasan lain UAN tetap diperlukan adalah sebagai alat seleksi ke PT dan dunia kerja, oleh sebab itu bukan sebagai bahan pertimbangan kelulusan. Namun dengan tiga mapel UAN tersebut tidaklah representatif, harus ditambah sesuai dengan kebutuhan di PT dan dunia kerja (lembaga pemerintah dan swasta. Dan sudah barang tentu tidak semua siswa melanjutkan ke ke PT, konsekuesinya juga tidak semua siswa mengikuti UAN. Karena menyangkut dengan institusi lain, koordinasi antara Departemen Pendidikan, PT dan Ketenagakerjaan diperlukan. Persaingan antar sekolah akan memacu menggenjot siswanya belajar semaksimal mungkin dengan harapan untuk mendapatkan peringkat teratas. Namun hal ini pun juga tidak punya makna bila kecurangan - kecurangan tetap muncul di sekolah (Kompas, 29/1/2005). Dan ini bukan sebuah dilema tetapi sebuah persoalan yang menarik untuk selalu dicermati. Evaluasi bukan merupakan standar penentu kelulusan, evaluasi dipergunakan untuk; (1) Mengukur tingkat keberhasilan pemerintah dalam penentuan kebijakan pada sistem pendidikan, dan selanjutnya melakukan serangkaian tindakan lanjutan untuk pembenahan, (2) sebagai standar nilai untuk memasuki dunia kerja atau Perguruan Tinggi. 3. Kurikulum yang konsisten Hampir setiap pergantian pemerintahan terjadi perubahan kurikulum sehingga siswa harus membeli buku-buku pelajaran baru karena yang ada tidak relevan lagi untuk dipergunakan siswa didik ataupun guru. Format raport yang berubah, guruguru harus belajar kembali bagaimana cara membuat perangkat mengajar, Prota, Promes, RPP, Silabus dan lainnya. Untuk menghindari kesemua ini kiranya Kurikulum diharapkan konsisten. *)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
7
4. Komponen pendidikan dan kependidikan di daerah melihat secara objektif setiap kebijakan pusat dengan memberikan konstribusi-kontribusi yang positif untuk pembenahan. 5. Optimalisasi sistem pengasawan di daerah-daerah VI. PENUTUP Meningkatkan Profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan dapat dilakukan dengan 5 cara, yang meliputi : (1) optimalisasi potensi diri langsung pada tenaga pendidik dan kependidikan, (2) perbaikan metode evaluasi, (3) persamaan persefsi terhadap kebijakan ditingkat pusat, (3) penerpan kurikulum yang konsisten, (4) kontribusi positif daerah terhadap kebijakan pusat dan (5)optimalisasi pengawasan yang logis.
PUSTAKA Baedhowi, 2009, Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik dalam upaya Mewujudkan Sumber Daya Manusia Pendidikan yang Unggul dan Mandiri, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional. Baedhowi, 2009, Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik dalam upaya Mewujudkan Sumber Daya Manusia Pendidikan yang Unggul dan Mandiri, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional. Hakman P.S., 2007. Haruskah UAN di pertahankan. Gema Tenera. Sebelat Bengkulu Utara. Keputusan Mendikbud RI No 0487 Tahun 1982 tentang Sekolah Dasar, dan Keputusan Dirjen Dikdasmen No. 079/C/Kep./I/1993, tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru. Keuntungan Besar Dibalik Pelaksanaan UN, 2006. Samba Sujono, Lebih baik tidak sekolah, Qaryah Thayyibah. Kalibening Salatiga. Sunyono, 2004. 'Assessor' Sertifikasi Guru Supandi. 1996. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama Universitas Terbuka.
*)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
8
BUKU YANG DIBUAT
Nama TTL Phone Pendidikan Pekerjaan Istri
: Hakman Pawiran Sarim : Manna, 08 Februari 1976 : 081373645822 : S1 Kehutanan UNIB : Guru dan Kaur Kurikulum SMP Tenera : Enung Sri Hindayani, S.Pd.
Riwayat Pekerjaan : 1. Administrasi Tinar Usaha Putri Lampung 2. Jurnalis Semarak Bengkulu 3. Jurnalis Ratra Nasional 4. Pengajar SMP Tenera 5. Pembina Paskibraka Pendidikan Tenera 6. Pembina Karya buku dan karya ilmiah Pendidikan Tenera Agricinal. 7. Pimred Bulletin Jum’at Masjid Baabussalam Agricinal Sebelat. Pengalaman Organisasi : 1. Ketum Ikatan Pelajar Argamakmur 2. BPM FP. UNIB 3. LSM MIRAF Bengkulu
Bengkulu
Selatan
di
Tulisan : 1. Haruskan UAN dipertahankan 2. TIK untuk SMP kelas VII 3. Modul pelatihan OpenOffice.org Calc 4. Pemberdayaan perpustakaan yang efektive 5. Budidaya Nilam
*)Makalah disampaikan pada seminar nasional “Peningkatan Profesionalisme Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unib” 6 Juni 2009. **)Guru SMP Tenera Agricinal Sebelat Putri Hijau Bengkulu Utara
9