MAKALAH
“Pengaturan Hak dan Kewajiban Secara Makro” MATA KULIAH HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN HUKUM PERBURUHAN Dosen Pengampu : Rahaditya Yunianto, SE, MM
Disusun Oleh : Anggoro Sapto Widodo
165020201111021
Adrian Bagus S.
165020207111054
Refqianto Aryoseno Aji
165020207111061
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019
Pengaturan Hak dan Kewajiban Secara Makro
A. Pengaturan Hak dan Kewajiban Hak dan kewajiban bagaikan koin dengan dua mata, dimana dalam suatu hak akan melekat kewajiban-kewajiban. Hak pengusaha akn disertai dengan kewajibankewajiban, demikian pula dengan hak pekerja juga akan disertai dengan kewajibankewajibannya. Untuk mengatur agar terjadi keseimbangan hak dan kewajiban dalam dunia usaha, maka perlu dibuat suatu aturan. Mengenai pengaturan hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha secara yuridis diatur dalam KUH perdata. Secara khusus KUH perdata pasal 1602 mengatur kewajiban pengusaha dan pasal 1603 mengatur kewajiban pekerja. Secara umum pengaturan hak dan kewajiban ini dikelompokan menjdi dua, yaitu secara makro dan mikro.
Secara Makro Pengaturan Hak dan Kewajiban
Peraturan Perundang-undangan
Individual Secara Mikro
Perjanjian Kerja Peraturan Perusahaan
Kolektif PKB/KB
B. Pengaturan Hak dan Kewajiban Secara Makro
Ketenangan Industrial Pertumbuhan Ekonomi
Pengaturan hak dan kewajiban secara makro berarti pengaturan ini menyangkut materi yang sifatnya umum saja. Dengan demikian pengaturan ini berlaku bagi semua perusahaan, tidak membedakan antara perusahaan satu dengan yang lain. Karena sifatnya umum, maka pengaturan ini sudah tertuang dalam undang-undang. Dalam situasi ini penawaran tenaga kerja jauh lebih besar dibanding permintaanya, kekuatan tawar menawar dari tenaga kerja menjadi rendah. Beberapa tenaga kerja bersedia untuk bekerja dengan gaji dibawah upah minimum proporsi (UMP) bekerja dengan jam kerja melebihi standar tanpa adanya uang lembur, atau bekerja dengan resiko kecelakaan yang tinggi tanpa perlindungan yang memadai. Dari
fenomena-fenomena ketenagakerjaan nasional seperti digambarkan diatas, maka dari tahun ke tahun telah terjadi perkembangan dalam undang-undang yang mempengaruhi tanggung jawab manajer. Intervensi hukum/undang-undang saat ini mempengaruhi semua aspek hubungan industrial. Sebagai contoh dalam seleksi dan pengadaan, pihak pengusaha harus sadar akan hak-hak karyawan terhadao diskriminasi dan syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan. Selama masa kerja harus memperhatikan masalah disiplin, kesehatan dan keselamatan.
1) Penarikan Tenaga Kerja
Setelah perusahaan menentukan kebutuhan tenaga kerja kemudian akan melakukan penarikan tenaga kerja. Sejalan dengan penjelasan sebelumnya bahwa tenaga kerja tenaga kerja yang ingin mengisi lowongan kerja harus harus lebih besar dari jumlah yang ditawarkan. Oleh karena itu perusahaan atau pengusaha mempunyai kekuatan tawar-menawar yang lebih kuat dibanding
pihak tenaga kerja. Beberapa peraturan dan undang-undang yang menyangkut masalah penarikan tenaga kerja akan dibahas dibawah ini:
Syarat-syarat Kerja Syarat-syarat kerja secara umum akan meliputi : tingkat pendidikan, prestasi pendidikan yang tercermin dalam indeks prestasi akademik (IPK), kemampuan, kecakapan, umur, dan pengalaman. Untuk pekerjaan tertentu syarat kerja ditambah dengan jenis kelamin dan tinggi badan, misalnya ABRI, pramugari/pramugara dan pramurukti.
Memperkerjakan Anak Dibawah Umur Pemerintah melarang tenaga kerja yang belum cukup umur untuk bekerja di perusahaan, yakni undang-undang nomor 12 tahun 1948, pasal 1 jo undang-undang nomor 1 tahun 1951. UU ini juga memberikan ketentuan sebagai berikut :
a)
Anak-anak mereka laki-laki atau perempuan yang berumur 14 tahun kebawah. Tidak boleh menjalankan pekerjaan (pasal 2 UU nomor 12 tahun 1948, jo UU nomor 1 tahun 1951).
b)
Orang Muda ialah laki-laki maupun perempuan yang berumur diatas 14 tahun akan tetapi masih dibawah 18 tahun diperbolehkan menjalankan kerja yang tidak berbahaya bagi kesehatan dan keselamatannya (UU Nomor 12 tahun 1948, Jo UU Nomor 1 tahun 1951 pasal 6)
c)
Orang dewasa baik laik-laki maupun perempuan yang telah cukup umur sebagai tenaga kerja yakni 18 tahun keatas (UU nomor 12 tahun 1948, jo UU nomor 1 tahun 1951 pasal 1 ayat 1 (b)).
Keterpaksaan memperkerjakan anak-anak dibawah umur, pengusaha mengacu pada peraturan tentang pembatasan pekerjaan anak-anak dan pekerjaan anak-anak dan pekerjaan wanita dimalam hari yang diatur dengan ordonansi 17 desember 1925, staatsbled nomor 647. a)
Menurut ordonansi ini kalau memang perusahaan terpaksa harus menerima tenaga kerja anak-anak, maka anak-anak tersebut tidak boleh dipekerjakan antara pukul 20.00 sampai pukul 05.00.
b)
Anak dapat dicirikan/dinyatakan bekerja pada suatu perusahaan menurut pasal 3 UU nomor 12 tahun 1948, jo UU nomor 1 tahun 1951, jika anak tersebut berada dalam ruangan tertutup dimana ditempat itu sedang dijalankan pekerjaan.
Menurut ordonansi 17 desemeber 1925, stbl. Nomor 647 anak-anak juga tidak diperbolehkan menjalankan pekerjaan pada beberapa tempat teretentu, seperti :
a)
Di pabrik-pabrik yaitu pada ruangan dimana digunakan suatu alat atau lebih yang digerakan dengan tenaga mesin
b)
Ditempat-tempat kerja, dimana biasanya pada ruangan-ruangan tersebut dilakukan pekerjaan tangan secara bersama-sama oleh sepuluh pekerja atau lebih
c)
Ditempat-tempat tertentu dimana dilakukan pembongkaran suatu bangunan, pekerjaan galian, bangunan air, gedung dan jalan
d)
Di perusahaan kereta api
e)
Di pemindahan barang, pelabuhan, dermaga, dan stasiun.
Memperkerjakan Tenaga Kerja Wanita
Tidak hanya laki-laki, perempuan juga punya hak dan kesempatan yang sama dalam mendapatkan pekerjaan. Namun demikian ada ketentuanketentuan yang mengatur. Dilihat dari fisiknya tenaga kerja perempuan tidak boleh bekerja sebagai tenaga lapangan (pasal 8 UU Nomor 1 tahun 1951).
Tenaga kerja perempuan tidak boleh mengerjakan pekerjaan dimalam hari antara pukul 22.00 sampai pukul 05.00 (UU nomor 1 tahun 1951 pasal 7, ordonansi 17 desember 1925, stbi. Nomor 647).
Pekerja perempuan juga tidak boleh mengerjakan pekerjaan yang berahaya bagi kesehatan dan keselamatan (UU nomor 12 tahun 1948 pasal 9, jo UU nomor 1 tahun 1951).
Tentang pemberian izin penyimpangan dalam hal penyalahgunaan tenaga kerja wanita pada malam hari menrut keputusan pemerintah nomor 12 tahun 1941, stbl. Nomor 45 pasal 1 menyatakan bahwa berdasar keperluan khusus dapat memberi izin contoh perusahaan atau instasi yang memperkerjakan perempuan pada malam hari antara pukul 22.00 sampai 05.00 adalah rumah sakit.
Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing
Menurut UU nomor 3 tahun 1958, pasal 1 ayat (a) dan (b) yang dimaksud dengan tenaga kerja asing adalah tiap orang yang bukan WNI yang melakukan pekerjaan dibawah perintah orang lain diindonesia dengan menerima upah atau tidak, atau yang melakukan pekerjaan di Indonesia yang dijalankan atas dasar borongan dalam suatu perusahaan. Apabila perusahaan akan memperkerjakan tenaga kerja asing, maka perusahaan harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemerintah, mengajukan izin kepada menteri tenaga kerja dan transmigrasi. Setelah mendapat izin tenaga asing tersebut sudah benar-benar bekerja di Indonesia, para pengusaha diwajibkan :
a)
Memberikan laporan yang benar tentang jumlah tenaga kerja asing di perusahaannya (pasal 2 UU nomor 3 tahun 1958).
b)
Tenaga kerja asing hendaknya mendidik tenaga kerja Indonesia diperusahaan tersebut, sehingga untuk masa yang akan datang kedudukan tenaga asing tersebut dapat digantikan oleh tenaga kerja Indonesia (pasal 12 UU Nomor 1 tahun 1967 tentang PMA)
c)
Tenaga kerja asing yang diberi izin adalah tenaga kerja yang berkualitas dan tenaga ahli yang dapat dimanfaatkan jasa jasanya untuk pembangunan perusahaan (pasal 11 UU nomor 1 tahun 1967).
Apabila perusahaan mengabaikan perizinan bagi tenaga kerja asing maka pihak perusahaan dapat ditindak sedang tenaga kerja asing yang bersangkutan harus meninggalkan Indonesia setelah urusannya selesai. Gaji atau penghasilan biasanya dibayar dengan dollar amerika atau mata uang tertentu sesuai dengan perjanjian yang dibuat diawal penempatan. Sedangkan gaji atau biaya tunggangan kepentingan hidup dan keluarganya dapat dikirmkan dalam bentuk valuta yang sesuai dengan mata uang negaranya. Setiap perusahaan yang didirikan di Indonesia entah itu joint venture, joint enterprise harus berbadan hukum Indonesia dan tunduk pada hukum perundang-undagan Indonesia.
Masa Percobaan
Pada umumnya perusahaan menerapkan masa percobaan bagi calon karyawannya. Masa percobaan dimaksudkan untuk mengetahui apakah calon karyawan mampu melakukan pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya (pasal 7 nomor 4 tahun 1986) sebagai berikut :
a)
Masa percobaan harus dinyatakan secara tertulis
b)
Lamanya masa percobaan paling lama 3 bulan
c)
Ketentuan adanya masa percobaan tidak berlaku untuk perjanjian kerja waktu tertentu.
Kepada calon karyawan yang telah mengikuti masa percobaan dan dinyatakan lulus, maka kepadanya akan diangkat sebagai karyawan tetap pada saat masa percobaan berakhir.
C. Pengupahan
Sebagai imbalan terhadap tenaga kerja dan pikiran yang diberikan pekerja kepada pengusaha maka pengusaha akan memberikan kepada pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah harga untuk jasa yang telah diberikan oleh orang lain bagi kepentingan sesorang atau badan hukum.
Jenis Upah
a) Upah Nominal (money wages) Sejumlah uang yang dibayarkan kepada para pekerja yang berhak secara tunai sebagai imbalan atas jasa-jasanya sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan. Contoh buruh bangunan menerima sejumlah uang secara tunai setiap minggunya.
b) Upah Nyata (real wages)
Upah yang benar-benar harus diterima oleh sesorang yang berhak. Upah yang diterima bukan hanya uang saja tetapi berupa fasilitas transport, fasilitas seragam, fasilitas perumahan, dan bahan makanan. Contoh angkatan bersenjata republic Indonesia (ABRI).
c) Upah Hidup (lifes wages)
Sejumlah upah yang diterima pekerja yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya maupun kebutuhan social keluarganya. Kebutuhan social keluarga seperti pendidikan, makanan bergizi, asuransi, dan hiburan.
d) Upah Minimum (minimum wages)
Pekerja akan mendapatkan upah sebesar kebutuhan hidup minimum untuk diri dan keluarganya. Disini tidak termasuk kebutuhan kebutuhan social maupun kebutuhan sekunder. e) Upah Wajar
Upah yang secara relative dinilai cukup wajar oleh pekerja dan pengusaha sebagai imbalan atas jasa-jasa yang diberikan pekerja kepada pengusaha dan sesuai dengan perjanjian kerja diantara mereka.
Dari Pembahasan mengenai upah diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya tingkat upah ditentukan oleh faktor faktor sebagai berikut:
a) Kondisi Penawaran dengan permintaan tenaga kerja. Pada kondisi dimana penawaran lebih tinggi dari permintaanya. Maka tingkat upah cederung rendah.
b) Hasil tawar menawar antara pekerja dan pengusaha. Masing masing mempunyai kemampuan tawar menawar sendiri sendiri, dimana pihak yang mampu menawar akan mendapatkan apa yang diinginkan. Namun lebih dari itu dalam kondisi dimana penwaran tenaga kerja lebih besar dari permintaanya, maka kekuatan tawar menawar pihak pekerja menjadi lebih lemah
c) Biaya Hidup di propinsi atau wilayah tertentu. Biaya hidup menjadi penentu tinggi rendahnya upah, dimana upah minimum propinsi atau wilayah tersebut harus mampu menutup kebutuhan hidup minimum. Setelah penentuan upah minimum kemudian digunakan sebagai dasar untuk menentukan upah pada tingkat yang lebih tinggi.
d) Kemampuan ekonomi perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan tinggi akan mampu memberikan gaji yang
lebih besar atau lebih tinggi di banding perusahaan yang tingkat keuntungan kecil atau bahkan perusahaan yang keadaanya rugi.
e) Tingkat upah pembanding. Pada umumnya suatu industry mempunyai tingkatan upah sendiri sendiri. Misalnya untuk perusahaan rokok pembandingnya adalah perusahaan rokok yang lain. Di samping itu karyawan pada umumnya juga membandingkan tinggi upah untuk pekerjaan yang sama. Misalnya
staf
membandingkan
pemasaran upahnya
perusahaan
dengan
staf
rokok
akan
pemasaran
dari
perusahaan mie instant.
f) Keterampilan dan pengalaman yang dimiliki pekerja. Pekerja yang mempunyai keterampilan dan pengalaman akan mendapat upah yang lebih tinggi. Pihak perusahaan akan menghargai mereka dengan memberikan yang lebih tinggi disbanding dengan
karyawan
yang
kurang
terampil
atau
kurang
berpengalaman meskipun posisinya sama.
g) Hasil Hasil evaluasi jabatan. Untuk perusahaan perusahaan yang memberlakukan evaluasi jabatan karyawan maka hasil evaluasi jabatan ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar penentuh upah.
D. Keselamatan dan Kesehatan
Selain memberikan upah atau gaji kepada karyawannya. Pengusaha juga dituntuk memberikan perlindungan kepada karyawannya. Tentang ketentuan yang menwajibkan perusahaan untuk memberikan perlindungan kerja ini dapat dalam bab IV pasal 9 UU nomor 14 tahun 1969. Dalam UU tersebut menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindunga atas : keselamtan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja, perlakukan yang sesuai dengan martaba manusia dan moral agama. Dari perindungan karyawan seperti yang diungkapkan terdapat dua program yang perlu mendapat perhatian lebih besar dari manajer, yakni program keselamtan dan program keselamtan kemudian berkaitan dengan masalah keselamatan akan dibahas ganti kerugian atau ganti rugi. Masing masing akan dibahas secara lebih rinci sebagai berikut:
a) Program Keselamatan Yang dimaksudkan ialah mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan berserta tindakan dan kewajiban pengusaha apabila terjadi kecelakaan. Program kesehatan dimaksudkan untuk memelihatan kondisi kesehatan pekerjda dan tindakan dan kewajiban pengusaha apabila ada karyawan yang sakit. Ketentuan yang mengatur keselamatan kerja ini di tuangkan dalam UU nomer 1 tahun 1970. Bahwa pengusaha wajib memperhatikan keselamatan kerja karyawannya yang bekerja di tempat kerja tertentu. Keselamtan pekejra yang
bekerja di tempat tempat tersebut harus mendapatkan perhatian lebih, karena adanya kemungkinan untuk mendatangkan kecelakaan yang lebih besar disbanding tempat kerja pada umumnya. Ditempat tempat kerja yang rawa kecelakaan, pengusaha harus memperhatikan syarat syarat keselamtan kerja sesuai UU nomor 1 tahun 1970 pasal 3. Bagi kepentingan pihak pekerja dan kemanan kerjanya dalam upayanya mewujudkan keselamatan kerja pekerja mempunyai kewajiban kewajiban yang diatur dalam pasa 12 UU nomer 1 tahun 1970. Secara rinci kewajiban pekerja akan meliputi:
Apabila terjadi kecelakaan, pekerja wajib memberikan keterangan kepada petugas atau ahli kselematan kerja dengan benar .
Memakai alat perlindunga diri yang diwajibkan pengusaha
Memenhu dan mentaati semua syarat keselamtan dan kehatan kerja yang diwajibkan.
Meminta kepada pengusaha dengan baik agar dipenuhi semua persyaratan dan keselamatan kerja.
Menyatakan keberatan melakukan tugas kerja, apabila syarat keselamtan dan kesehatan kerja dinyatakan meragukan atau tiodak layak oleh pegawai pengawasan dari departemen tenaga kerja.
Selain karyawan harus mentaati UU atau dalam bidang keselamtan kerja. Pihak manajemen juga harus mengupayakan agar program keselamtan kerja ini dapat berjalan dengan baik. Untuk itu pihak manajemen dapat menerapkan salah satu atay beberapa eleme program keselamtan kerja berikut: i.
Di dukung oleh manajemen puncak.
ii.
Menunjukan seorang direktur keselamatan.
iii.
Membuat pabrik dan kegiatan yang aman.
iv.
Mendidika karyawan untuk bertindak dengan aman.
v.
Menganalisis kecelakaan.
vi.
Menyelenggarakan perlombaan keamanan kerja.
b) Ganti Kerugian
Dalam hal salah satu pihak yang baik pengusaha maupun pekerja dapat melakukan wansprestasi atau pekanggaran hukum terhadap isi perjanjian yan telah disepakati bersama, maka pihak yang melakukan wansprestasi ataupun pelanggaran hukum dapat diminta untuk membayar ganti rugi. Hal ini diatur dalam pasal 1601 KUH perdata. Ganti rugi juga dapat dikenankan kepada pengusaha sebhubungan dengan adanya kecelakaan kerja. Ganti rugi sehubungan dengan adanya kecelakaan kerja diatur dalam pasa 10 UU nomer 33 tahun 1947 sebagai berikut:
Biaya pengangkutan pekerja yang mendapat kecelakaan ke rumahnya atau ke rumah sakit.
Biaya pengobatan atau perawatan , termasuk pembelian obat dan alat alat sejak terjadinya kecelakaan sampai berakhrinya keadaan semsentara tidak mampu bekerja.
Biaya penguburan apabila pekerja sampai meninggal.
Uang tunjangan yang menjadi haknya , seperti perumahan, makanan, bahan makanan, dan pakaian yang memberikan dengan Cuma Cuma.
Kriteria kecelakaan kerja menurut UU kecelakaan Nomor 33 tahun 1947 adalah kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat dijabarkan berikut :
Pekerja yang jatuh sakit sewaktu menjalankan pekerjaan.
Penyakit yang timbul karena swaktu menjalankan pekerjaan.
Pekerja yang menderika luka dan cacat badan.
Pekerja yang meninggal dalam sewaktu melaksanakan tugas.
Perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dan gati rugi sehubunga dengan terjadinya kecelakaan kerja seperti dijealskan di atas. Peberian tunjangan dapat di atur dalam pasal 2 UU nomor 33 tahun 1947 sebagai berikut:
didalam perusahan dugnakan satu atau beberapa mesin
didalam perusahaan digunakan gas yang telah dicarikan dikempa atau cair karena tekanan.
Didalam persuahaan dibangkitkan duibah didistribusikan dialirkan atau dikumpulkan tenaga listrik
Bidak usaha dari perusahaan itu melakuka pecarian dan penggaalian bahan bahan dalam tanah.
Didalam perusahaan itu dijalankan pekejraan bongkar muat barang.
Perusahaan perusahaan yang belum termasuk klasifikasi diatas namun bidang usahanya berbahaya bagi pekerja.
Dari pihak pengusaha apabila dianalisis dari prosesdur pendirian perusahaan, dimana harus mendapat izin usaha maupun izin tempat usaha , amaka diperoleh izin tersebut membawa konsekuensi bahwa pengusaha harus mentaati:
Ketentuan huum, UU, dan peraturan yang pelaksanaanya yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat.
Harus mentaati kententuan khusus yang diberikan pemerintah tingkat daerah perusahaan yang bersangkutan.
E. Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK)
Merupakan
system
perlindungan
yang
dimaksudkan
untuk
menanggulangi risiko sosial yang secara langsung mengakibatkan berkurangn atau hilangnya penghasilan pekerja (pasal 1 ayat 10 PP nomer 33 tahun 1977). Ketentuan mengikutsertakan karyawan ke program ASTEK ini berlaku bagi semua perusahan, baik swasta termasuk perusahaan yang didirikan menurut peraturan PMA, perusahaan milik nergara seperti Perum dan Persero. Maupun perusahan milik negaara lain yang didirikan berdasarkan UU tersendiri (pasal 1 ayat PP nomor 33 tahun 1977). Program ASTEK meliputi asuransi kecelakaan kerja, asuransi kematian dan tabungan hari tua (THT). Mengenai menyelenggarakan prgraom
ASTEK, melalui UU nomer 3 tahun 1992, pemerintah mengatur bawah penyelenggara program ASTEK adalah PT JAMSOSTEK. Namum wacana ke depan, dimungkinan bahwa perusahaan dapat mengelola sendiri program ASTEK untuk karyawannya. a) Asuransi Kecelakaan Diatur dalam pasal 5 PP Nomor 33 tahun 1977 . peraturan pemerintah ini secara rinci mengatur masalah kecelakaan kerja sebagai berikan : -
Iuran untuk pembiayaan program asuransi kecelakaan kerja diitanggung oleh perusahaan.
-
Besarnya
iuran
unutk
pembiayaan
program
asuransi
kecelakaan kerja dibagi dalam sepuluh kelas , dengan iuran terendah 2,4 permil dan iuran tertinggi 36 permil dari upah sebgaimana tercantum dalam peraturan pemerintahan Nomor 33 tahun 1977 Lampiran A. -
Perubahan terhadap ketentuan ketentuan dalam lampiran dimaksud, ditetapkan dengna keputusan presiden.
b) Asuransi Kematian Diatur dalam pasal 13 PP Nomor 33 tahun 1977. Peraturan ini membahas asuransi kematian bagi pekerja yang meninggal karena kecelakaan kerja atua mneinggal sebelum pekerj berusia 55 tahun. Secara rinci peraturan ini adalah sebagai berikut : -
Iuran untuk pembiayaan program asuransi kematian ditanggun oleh perusahaan.
-
Besarnya iuran untuk pembiayaan program asuransi kematian ditentapkan seperti 0,5 persen dair upah
-
Perusahaan wajib mebayar iuran asuransi kematian tersebut pada ayat 2 kepada badan penyelenggara (PT ASTEK)
c) Program Tabungan Hari Tua (THT) Diatur dalam pasal 9 PP Nomor 33 tahun 1977. Selain kedua iuran diatas dalam program ASTEK masih terdapat satu lagi yaitu iuran pembiayaan program tabungan hari tua (THT). Penejelasan peraturan ini adalah sebagai Berikut . i. Iuran untuk pembiayaan program tabungan hari tua ditanggun bersama oleh perusahaan dan pekerja ii. Besarnya iuran pembiayaan program hari tua ialah : 1. Dari perusahaan sebesar 1,5 % dari upah 2. Dari pekerja sebesar 1% dari upah iii. Untuk melaksanakan kentetuan tersebut dalam ayat dua perusahaan diberi wewenang untuk melakukan pemotongan upah dair tenaga kerja bersangkutan sepanjang yang menjadi kewajiban tenaga kerja dan wajib membayarkan kepada badan penyelenggara bersama sama denga iuran perusahaan. iv. Pembayaran iuran program tabungan hari tua dilakukan sesuau ketentuan dalam pasal 6 ayat 2.
Secara Umum Astek bermafaat bagi pekerja mupun pengusahanya, manfaat ASTEK adalah sebagai berikut :
-
Memberi ganti rugi kepada pekerja yang mengalami kecelakaan atau meninggal dalam usia pension
-
Mendidik pekerja untuk menabung yang dapat dinikmati dikemudian hari
-
Mendidik pengusaha untuk turu menanggun beban sosial yang dialami pekerja
-
Memberikan ketenangan kepada pekerja dan keluarganya terhadap hal hal yan tidak dinginkan seperti : kecelakaan, meninggal sebelum usia pension dan hilangnya penghasilan karena pension.
F. Program Kesehatan Kesehatan karyawan dapat terganggu karena penyakit, ketegangan mental, atau karena kecelakaan, dengan demilikian meliputi baik kesehatan fisik maupun mental :
Kesehatan Fisik Kesehatan fisik adlaha kesehatan yang berhubungan dengan
fisik atau tubuh manusia. Meskeipun kesehatan mental dapat berpengaruh kepada kesehatan fisik, namum dalam pembhasan ini khsuius hanya keseshatan yang secar alangsung berhubungan dengan fisik saja. Usaha mempertahankan kesehatan para karyawan menjadi salah satu tugas atau tanggu jawab personalia. Pada umumnya program kesehatan fisik yang dapat di buat terdari dari satu atau kombinasi dari elem elemen berikut :
1. Pemeriksaan kesehatan pad awaktu karyawan pertama kali diterima kerja. 2. Pemeriksaan
keseluruhan
karyawan
kunci
secara
periodic 3. Pemeriksaan kesehatan secara sukarela untuk semua karyawan secara periodic 4. Disediakan peralatan dan staf medis cukup 5. Pemebrian perhatian yang sistematis dan preventif terhadap masalah dengan ketengan industry 6. Pemeriksaan yang sistematis dan periodic terhadap persyaratan sanitasi yang baik.
Kesehatan Mental Upaya kesehatan mental ini masih jarang dilakukan. Sedikitnya
perusahan melakukan upaya kesehatan mental karena pada umumnya akibat dair perusahaan yang berdampak pada keseahtan mental ini jumlah relative sendikit dan tidak tampak secara langsung. Mengingat dampak kesehatan mental yang begitu besar, maka perusahaan perlu mencegah timbulkan ketegangan dengan cara sebagai berikut : 1. mencari sumber menyebabkan stress 2. mengupayakan solus 3. memebrikan perawan khusus kepada karyawan mengalami stress
4. menyediakan
wahan
untuk
berhubungan
sosial
seperti
pertemuan informal dan organisasi informal 5. menyediakan wahan untuk mengurangi ketegangan mental misalnya rekreasi dan olah raga.
G. Pemutusan Hubungan Kerja Bagi pekerja masalah Pemutusan Hubunga Kerja (PHK) merupakah maslah kompleks, karena mempuynai hubungan dengan masalah ekonomi maupun psikologi. Maslah ekonomi karena PHK akan menyebabkan hilangnya pendapatan, sedang masalah psikologi yang berkaitan denga hilangnya status seseorang. Dalam skala luas , dapat merambat masalah pengangguran dan kriminalitas. PHK ialah berkahirnya hubungan kerja natara pengusaha dengan pekerja. 1. Jenis PHK a. Berdasarkan jumlah orang yang terkena i. PHK perseorangan PHK yang terajadinya sehubungan denga keinginan perseorangan atau perbuatan perseorangan. Dalam hal ini inisatif PHK dapat berasal dari pekerja maupun dari penguasa. ii. PHK besar besaran PHK terhadap sepuluh karyawan atau lebih dalam satu bulan atau perusahaan
melakukan
serangkaian
PHK
yang
dapat
menggambarkan suatu itikad untuk mengadakan PHK besar besaran. PHK ini dengan inisaitf PHK dari pengusaha. Alasan pengusaha melakan PHK ini ialah sejumlah pekerja yang dipandang mengagngu
ketenangan
perusahaan., dll
pekerja
lain
maupun
ketenangan
b. Berdasarkan sumber/inisiatif i. Inisiatif dari pengusaha Dalam situasi diamna inisaitif PHK dari pengusaha maka harus ada jaminan bahwa pekerja diperlakukan dengan adil ii. Inisiatif dari pekerja PHK dengan inisaitif dari pekerja juga dapat merugikan perusahan, namum dalam kondisi dimana penawaran tenaga kerja melimpah seperti Indonesia maka kerugian yang ditimbulkan tidak sebesar apabila inisiatif dari pengusaha. Berdasarkan alsasan ini lah Pemerintah mentapkan UU nomer 12 dan tahun 1964 tentang PHK di perusahan swasta. UU tidak berlaku baagi karyawan perusahaan Negara dan daerah karena pemerintah bermaksud mengatan peraturan tersendiri
H. Cara-cara PHK Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1964 dan ketentuan dalam bab 7A Buku III KUH Perdata, terdapat 4 cara terjadinya PHK sebagai berikut : a) PHK demi hukum PHK demi hukum berarti hubungan kerja antara pengsaha dengan pekerja berakhir dengan sendrinya dimana kedua belah pihak hanya pasif saja. PHK demi hokum ini dapat terjadi pada kasus atau situasi sebagai berikut.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu Dalam pasal 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/Men/1968 disebutkan: perjanjian kerja untuk waktu tertentu berakhir demi hokum dengan
berakhirnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian kerja atau dengan selesainya pekerjaan yang disepakati. Dari ketentuan ini pada prinsipnya tidak ada keharusan bagi pengusaha untuk memberitahukan kepada pekerja bahwa PHK akan dilakukan pada waktu tertentu. Namun demikian, sebaiknya aktu berakhirnya hubungan kerja ini harus diketahui sebelumnya oleh pekerja yang menanyakan kepada pengusaha atau pengusaha yang memberitahukan kepada pekerja.
Pekerja meninggak dunia Pasal 13 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-15/Men/1968 menyebutkan: kesepakatan kerja untuk waktu tertentu berakhir karena meniggalnya pekerja yang bersangkutan. Untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu berakhir karena meniggalnya pekerja yang bersangkutan. Untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu diatur dalam pasal 1601 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu hubungan kerja berakhir dengan meninggalnya seorang pekerja. Dari kedua ketentuan diatas menunjukkan bahwa perjanjian kerja itu bersifat pribadi, artinya kerja dengan manusia tidak dapat dipisahkan. Berarti yang kerja adalah manusia itu sendiri. Dengan meninggalnya pekerja, maka terjadi PHK demi hokum.
b) PHK oleh pekerja Dalam pengertian pihak pekerja yang mempunyai inisiatif agar diputuskan hubungan kerjanya. PHK oleh pekerja dapat terjadi pada beberapa kasus di bawah ini.
Dalam masa percobaan Pekerja dapat memutuskan hubungan kerjanya sewaktu-waktu, dengan menyatakan pengunduran diri. Pada umumnya pekerja yang mengundurkan diri dalam masa percobaan ini karena merasa pekerjaan yang ditugaskan tidak sesuai dengan harapannya atau kemampuan fisik maupun mentalnya. Selain itu dapat pula disebabkan pekerja diterima di tempat lain yang lebih diminati.
Meninggalnya pengusaha Meskipun pada umumnya dengan meniggalnya pengusaha hubungan kerja tidak berakhir, namun dapat terjadi dalam perjanjian kerja dinyatakan demikian. Dalam kasus dimana dalam perjanjian kerja dinyatakan bahwa dalam meninggalnya pengusaha hubungan kerja dinyatakan berkahir maka pekerja akan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan ahli waris dari pengusaha tersebut. Pengakhiran hubungan kerja ini akan mengikuti ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja.
Pemutusan hubungan kerja sewaktu-waktu Pemutusan hubungan kerja ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang bersifat hukum dan tidak melawan hukum. Pemutusan hubungan kerja yang bersifat melawan hukum adalah sebagai berikut: Dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu, sebelum waktu yang telah ditentukan berakhir atau sebelum saat selesainya pekerjaan. Dalam perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu tanpa pernyataan pengakhiran atau tanpa mengingat tenggang pengakhiran.
Terhadap PHK yang melawan hukum seperi diatas, karyawan dikenakan membayar ganti rugi kepada pengusaha. Mengenal pembayaran ganti rugi diatur dalam pasa 1603 huruf Q KUH Perdata sebagai berikut:
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tertentu adalah sama dengan jumlah upah untuk jangka waktu hubungan kerja seharusnya berlangsung.
Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu adalah sama dengan jumlah upah yang harus dibayar sampai hari berikut hari putusnya hubungan kerja dengan pernyataan pengakhiran.
Pemutusan hubungan kerja tidak dinyatakan melawan hukum, karena alasan mendesak. Pengertian alasan mendesak/memaksa diatur dalam pasal 1603 huruf P KUH Perdata sebagai beikut: 1) Jika majikan menganiaya, menghina secara kasar, atau dengan sangat mengancam buruh, anggota keluarha atau anggota rumah tangga buruh atau membiatkan perbuatan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh bawahan majikan. 2) Jika majikan membujuk atau mencoba membujuk buruh, anggota keluarha atau anggota rumah tangga buruh, untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan atau jika ia membiarkan anggota rumah tangga atau bawahannya melakukan pembujukan atau percobaan pembujikan demikian. 3) Jika majikan tidak membayar upah pada waktu yang ditetapkan. 4) Jika mjikan dimana makan dan pemondokan yang diperjanjikan, tidak dipenuhinya secara layak.
5) Jika majikan tidak memberikan cukup pekerjaan kepada buruh yang upahnya ditetapkan tergantung pada pekerjaan yang dilakukannya. 6) Jika majikan tidak memberikan atau tidak cukup memberikan bantuan yang diperjanjikan kepada buruh dalam hal mana upahnya ditetapkan tergantung pada hasil pekerjaan yang dilakukannya. 7) Jika majikan dengan cara lain melalaikan kewajiban yang ditetapkan pada perjanjian kerja. 8) Jika majikan memerintahkan buruh melakukan pekerjaan di perusahaan majikan lain walaupun buruh menolak pekerjaan itu, sedangkan pekerjan itu tidak timbul dari hubungan kerja. 9) Jika berlangsungnya hubungan kerja itu dapat membahayakan sekali jiwa, kesehatan atau nama baiknya, sedangkan itu tidak ternyata (tidak Nampak) pada saat mengadakan pernjanjian kerja. 10) Jika buruh karena sakit atau sebab lain, tidak karena perbuatannya sendiri, menjadi tidak dapat melakukan pekerjaan yang diperjanjikan.
Alasan mendesak seperti dinyatakan diatas dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/Men/1986 disebut kesalahan berat akibat perbuatan pengusaha. Dalam hal ini pekerja dapat minta Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) menyelesaikan masalah yang timbul akibat PHK ini. Namun apabila pekerja mampu menyelesaikan sendiri, tidak perlu minta bantuan P4. Adanya atasan memaksa juga dapat menyebabkan PHK tanpa melawan hukum. Mengenal alasan memaksa ini dinyatakan dalam pasal 20 Peraturan
Menteri Tenaga Keja Nomor Per-05/men/1986. Namun demikian dalam peraturan ini tidak ada penjelasan lebih lanjut. Sebagai bahan pegangan dapat digunakan ayat dua (02) pasal 1603 huruf V KUH Perdata yang berbunyi: perubahan keadaan pribadi atau kekayaan dari pemohon atau pihak lainnya atau perubahan keadaan dalamn mana pekerjaan dilakukan, yang sedemikian rupa sifatnya sehingga layak segera atau dalam waktu dekat diputuskan hubungan kerjanya. c) PHK oleh pengusaha Mendapat perhatian pemerintah yang sangat besar, dengan maksud agar pekerja mendapat perlindungan terhadap tindakan pengusaha. Dalam situasi dimana penawaran tenaga kerja jauh lebih besar di banding permintaan tenaga kerja, maka perlindungan yang demikian menjadi sangat penting.
Secara umum alasan PHK oleh pengusaha karena keadaan perusahaan yang tidak memungkinkan lagi atau karena kesalahan pekerja. Kedaan perusahaan yang mengakibatkan PHK dapat terjadi karena sebab-sebab berikut:
Perubahan metode kerja, dimana pekerja tidak dapat mengikutinya.
Perusahaan melakukan ganti usaha, sehingga pekerja tertentu tidak dibutuhkan lagi.
Perusahaan mengalamu penciutan,
Perusahaan bangkrut sehingga usahanya ditutup.
Kesalahan pekerja yang mengakibatkan PHK, yakni pekerja melanggar hukum atau dengan sengaja merugikan perusahaan. Dalam menyelesaikan persoalan PHK seperti ini, harus jelas dasar alasan untuk menentukan kapan pekerja
dianggap melanggar hukum atau merugikan perusahaan. Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Keja Nomor 362 tahun 1967, kesalahan dikelompokkan menjadi tiga tingkat, yaitu kesalahan kecil, kesalahan sedang, dan kesalahan besar. 1) Kesalahan kecil Merupakan kesalahan akibat kurang pengetahuan, kurang mampu, atau kurang tanggap pekerja. Kesalahan ini bukan karena itikad/niat buruk dan masih dapat dibina, agar yang bersangkutan dapat memperbaiki kesalahannya. Contoh kesalahan yang masuk kategori kesalahan kecil yaitu:
Menempatkan alat kerja tidak pada tempanya.
Mengerjakan tugas di luar ketentuan atau prosedur yang berlaku.
Selalu bingung menghadapi pekerjaan.
2) Kesalahan sedang Merupakan kesalahan yang diakibatkan karena kecerobohan pekerja atau karena itikad buruh. Contoh kesalahannya yaitu:
Menolak perintah kerja yang layak.
Melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya.
Bertindak ceroboh dalam mengangani pekerjaan.
Bekerja sambal berbincang secara berlebihan atau memancing pekerja lain untuk bekerja sambal berbincang.
3) Kesalahan besar
Merupakan kesalahan yang diakibatkan karena perbuatan pekerja yang negative, yang sulit untuk dimaafkan sehubungan dengan akibat yang ditimbulkan akan merugikan atau membahayakan pengusaha maupun pekerja lain dalam perusahaan itu.
Menurut pasal 1603 huruf O KUH Perdata, yang dapat dikategorikan kesalahan besar yaitu:
Melakukan pencurian atau penggelapan barang milik pengusaha atau teman sekerja dalam lingkungan perusahaan.
Melakukan
penganiayaan
terhadap
pengusaha,
keluarha
pengusaha, atau teman sekerja dalam lingkungan perusahaan.
Membujuk atau mencoba membujuk pengusaha atau keluarga atau teman sekerja, untuk berbuat yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan atau tata susila.
Dengan sengaja atau atas kecerobihannya menimbulkan kerusakan inventris perusahaan.
Menggunakan keterangan palsu dalam melakukan hubugan kerjanya dengan pengusaha.
Melakukan mabuk-mabukan di tempat kerja.
Melakukan
penghinaan
secara
kasar
dengan
disertai
penantangan terhadap pengusaha, mengancam pengusaha, keluara pengusaha, dan teman sekerjanya.
Dengan
sengaja
membocorkan
rahasia
perusahaan,
menyebarkan isu-isu, dan fitnah yang merugikan reputasi
pengusaha dan perusahaan, keluarga pengusaha atau teman sekerja.
d) PHK oleh pengadilan Selain ketiga cara PHK seperti yang disebutkan di atas, masih ada satu cara lain yaitu PHK oleh pengadilan. Meskipun cara ini jarang dilakukan, namun dimungkinkan baik pekerja maupun pengusaha minta kepada Pengadilan Negeri agar hubungan kerjanya yang terjadi karena adanya perjanjian kerja diputuskan.
1) Alasan penting PHK oleh pengadilan ini diatur dalam pasal 1603 huruf V KUH Perdata sebagai berikut: tiap pihak setiap waktu, juga sebelum pekerjaan dimulai, berwenang berdasarkan alasan penting mengajukan permintaan tertulis kepada pengadilan di tempat kediamannya yang sebenarnya untuk menyatakan perjanjian kerja putus. Yang dimaksud alasan penting dalam pasal tersebut adalah:
Alasan mendesak Mengenai alasan mendesak ini telah dibahas pada bagian atas. Sedang mengenai ketentuan hukum yang mengaatur alasan mendesak adalah pasal 1603 huruf P KUH Perdata.
Perubahan keadaan pribadi atau kekayaan dari pihak pemohon atau perbuatan keadaan dalam mana pekerjaan dilakukan yang sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak segera atau dalam waktu pendek diputuskan hubungan kerja itu.
2) Pembatalan oleh wali PHK oleh pengadilan juga dapat terjadi jika wali menurut Undangundang dari seorang karyawan yang belum dewasa berpendapat bahwa perjanjian kerja yang diadakan oleh karyawan yang belum dewasa, akan atau telah mempunyai akibat merugikan bagi dirinya, atau bahwa syaratsyarat yang tercantum dalam surat kuasa tidak dipenuhi. Dalam hal ini Pengadilan baru akan meluluskan permohonan PHK setelah mendengar atau memanggil secara sah pihak lainnya. Jika Pengadilan
meluluskan
permohonan
PHK
mana
Pengadilan
menetapkan saat (kapan) hubungan kerja itu akan berakhir.
Hal-hal lain yang berhubugan dengan PHK Sehubungan dengan adanya PHK, akan menibulkan kewajiban-kewajiban bagi pengusaha. Kewajiban pengusaha ini dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Memberitahukan akan adanya PHK Apabila PHK dengan inisiatif dari pengusaha, baik itu PHK perseorangan maupun PHK besar-besaran, maka pengusaha harus menjelaskan terlebih dahulu tentang maksud PHK tersebut. Hal ini diatur dalam pasal 2 UU Nomor 12 tahun 1964. Tujuan pemberitahuan ini adalah untuk menyadarkan kepada pekerja akan segera dilakukan PHK terhadap dirinya. Pemberitahuan ini akan berbeda bagu karyawan yang bukan anggota serikat pekerja dengan cara langsung memberitahukan kepada yang bersangkutan. Adanya persetujuan atau tidak dari pihak karyawan akan diputuskan oleh karyawan yang bersangkutan.
Apabila karyawan yang bersangkutan adalah anggota serikat pekerja, maka pihak pengusaha harus merundingkan masalah PHK ini dengan serikat pekerja tidak menghasilkan kesepakatan, maka PHK hanya dapat dilakukan setelah mendapat isin dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4). Untuk PHK perseorangan cukup sampai P4-Daerah, namun untuk PHK besar-besaran harus mendapat izin dari P4-Pusat.
b) Memberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (jasa), dang anti kerugian Kewajiban pengusaha sehubungan dengan terjadinya PHK ini dikelompokkan menjadi tiga, yiatu: memberikan pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan memberikan uang ganti kerugian, yang diatur dalam pasal 21 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-150/Men/2000 sebagai berikut:
1) Uang pesangon Besarnya uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 diatas ditetapkan paling sedikit sebagai berikut Masa Kerja
Jumlah Pesangon
< 1 tahun
1 bulan upah
1 tahun tetapi < 2 tahun
2 bulan upah
2 tahun tetapi < 3 tahun
3 bulan upah
3 tahun tetapi < 4 tahun
4 bulan upah
4 tahun tetapi < 5 tahun
5 bulan upah
5 tahun tetapi < 6 tahun
6 bulan upah
6 tahun atau lebih
7 bulan upah
2) Uang penghargaan masa kerja (jasa) Besarnya uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 diatas ditetapkan sebagai berikut:
Masa Kerja
Jumlah Pesangon
3 tahun atau lebih tetapi < 6 tahun
2 bulan upah
6 tahun atau lebih tetapi < 9 tahun
3 bulan upah
9 tahun atau lebih tetapi < 12 tahun 4 bulan upah 12 tahun atau lebih tetapi < 15 5 bulan upah tahun 15 tahun atau lebih tetapi < 18 6 bulan upah tahun 18 tahun atau lebih tetapi < 21 7 bulan upah tahun 21 tahun atau lebih tetapi < 24 8 bulan upah tahun 24 tahun atau lebih
10 bulan upah
3) Ganti kerugian Bagi pengusahan atau manajer yang dikabulkan izin PHK-nya oleh P4Daerah atau P4-Pusat, maka ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 diatas meliputi:
Ganti kerugian untuk cuti tahunan yang belum di ambil dan belum gugur.
Ganti kerugian untuk cuti panjang, bilamana di perusahaan yang bersangkutan berlaku peraturan cuti panjang dan pekerja belum mengambil istirahat itu menurut perbandingan antara masa kerja pekerja dengan masa kerja yang ditentukan untuk dapat mengambil cuti panjang.
Ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja.
Penggantian perumahan, pengobatan, dan perawatan ditetapkan sebesar 15% dari uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja.
Hal-hal lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah (P4-D) atau Panitia Pusat (P4-P).
Masalah selanjutnya adalah bagaimana pengusahan atau manajer mengartikan upah yang dijadikan sebagai dasar pembayaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dang anti kerugian. Menurut pasal 25 ayat 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-150/Men/2000, upah disini meliputi:
Upah pokok,
Segala macam tunjangan yang berdifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya.
Harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja secara CumaCuma. Apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja.
Dalam hal pekerja diberikan upah atas dasar perhitungan upah borongan atau upah potongan, besarnya upah sebulan sama dengan pendapatan selama tiga bulan terakhir. Dalam hal pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 bulan terakhir. Bagi pekerja yang menerima upah secara harian atau secara borongan, maka segala macam tunjangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat 1 huruf B Kep-150/Men/2000, yang dibayarkan oleh pengusaha dihitung sebagai komponen upah untuk dasar perhitungan pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerha, dan ganti kerugian.
c) Ketentuan pemenuhan kewajiban sehubungan dengan PHK Ketentuan ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor 362 tahun 1967 pasal 4 sebagai berikut: i.
Jika kesalahan dianggap besar, maka kepada karyawan yang bersangkutan tidak diberikan uang pesangon maupun uang penghargaan masa kerja (jasa). Dasar pertimbangan perusahaan tidak memberikan uang pesangon maupun uang penghargaan masa kerja (jasa) karena
kesalahannya sudah demikian besar, sulit dimaafkan, atau akibatnya merugikan perusahaan. Namun terhadap hak-hak pekerja yang memang menjadi haknya akan diberikan, misalnya ganti kerugian dan THT. ii.
Jika kesalahan yang diperbuat untuk mana diberi peringatan terakhir, maka setelah diberi peringatan terakhir ternyata yang bersangkutan masih saja melakukan kesalahannya, kepadanya akan diberi hukuman PHK dengan pemberian uang pesangon. Tidak diberikannya uang jasa, karena karyawan ini dinilai kurang berjasa terhadap perusahaan, misalnya kurang mampu dan kurang tanggap terhadap tugas yang dibebankan kepadanya, terhadap hak-hak karyawan seperti ganti kerugian dan THT akan diberikan sesuai dengan haknya,
iii.
Dalam hal kesalahan untuk mana diberikan peringatan dan yang bersangkutan tidak menghiraukannya, maka kepadanya dapat diberi hukuman PHK biasa, untuk mana ia mendapat pesangon menurut pemberhentian biasa. Terhadap kesalahan ini kepada karyawan yang bersangkutan akan diberikan pula uang penghargaan masa kerja dang anti rugi. Dalam prakteknya, untuk ketentuan ketiga ini berlaku pemenuhan kewajiban pengusaha kepada pekerja seperti ketentuan kedua. Sedangkan bagi pekerha yang mengundurkan diri secara baik-baik, atau PHK atas inisiatif pengusaha namun bukan disebabkan kesalahan pekerja kepada yang bersangkuran akan
mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja san ganti kerugian.
Ketentuan pemebuhan kewajiban pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dang anti kerugian juga diatur dalam Kep-150/Men/2000 sebagai berikut: Pasal 26 Dalam hal terjadi PHK karena pekerja mengundurkan diri secara baik atas kemauan sendiri, maka pekerja berhak atas uang penghargaan masa kerja dang anti kerugian sesuai dengan ketentuan pasal 23 dan 24 Pasal 27 Ayat 1 Dalam hal PHK perorangan bukan karena kesalahan pekerja tetapi pekerja dapat menerima PHK, maka pekerja berhak uang pesangon paling sedikit 2kali sesuai ketentuan pasal 22, uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 23, dan ganti kerugian sesuai ketentuan pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak ditentukan lain. Ayat 2 Dalam hal PHK massak bukan karena perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus-menerus disertai dengan bukti laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik paling singkat2 tahun terakhir, atau keadaan memaksa besarnya yang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian ditetapkan berdasar ketentuan pasal 22, pasal 23, pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak ditetapkan lain.
Ayat 3 Dalam hal PHK massal, karena perusahaan tutup bukan karena alasan mengalami kerugian atau karena perusahaan melakukan efisiensi, maka pekerja berhak uang pesangon sebesar dua kali sesuai dengan ketentuan pasal 22, uang penghargaan masa kerha sesuai ketentuan pasal 23, dan ganti kerugian sesuai ketentuan pasal 24, kecuali atas persetujuan kedua belah pihak ditentukan lain.
Memberikan surat keterangan Pada saat terjadinya PHK pengusahan berkewajiban memberikan surat keterangan. Pemberian surat keterangan ini diatur dalam pasal 1602 huruf Z KUH Perdata sebagai berikut: pada waktu berkahirnya hubungan kerja, pengusaha wajib memberikan kepada pekerja surat keterangan yang dibubuhi tanggal dan ditandatangani olehnya atas permintaan pekerja yang bersangkutan. Dari ketentuan diatas, maka surat keterangan ini anya diberikan atas permintaan pekerja. Dalam hal pekerja tidak memintanya, maka manajer/pengusaha tidak perlu memberikan surat keterangan. Dalam hal isi dari surat keterangan ini, yang prinsip/pokok adalah manyatakan bahwa pekerja yang bersangkutan sudah bekerja selama jangka wantu tertentu, dan menduduki posisi atau jabatan tertentu. Atas permintaan khusus dari pekerja, pengusaha dapat mencantumkan informasi mengenai bagaimana pekerja yang bersangkutan melakukan pekerjaannya. Apabila menghadapi kasus seperti ini, bagi manajer/pengusaha harus bertindak jujur dalam menilai
bagaimana yang bersangkutan melakukan pekerjaannya. Apabila manajer menilai bahwa pekerja tidak mempunya reputasi atau prestasi baik dalam melakkan pekerjaannya, sebaiknya manajer cukup memberikan surat keterangan dengan isi jangka waktu bekerja dan posisi/jabatan yang pernah dipegang selama itu. Dalam kasus dimana PHK dilakukan ileh pengusahan karena pekerja yang bersangkutan melanggat hukum, manajer dapat menolak memberikan surat keterangan, namnum pada umumnya untuk tidak mengecewakan pekerja, manajer biasanya tetap bersedia memberikan surat keterangan. Surat keterangan ini isinya hanya menyangkut jangka waktu bekerja dan posisi/jabatan yang pernah dipegang.