MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA KELOMPOK 3 “AQIDAH ISLAMIYAH”
DISUSUN OLEH REIDHIKA EGY PRADANA (1701021043) YOLA PERMATA SARI (1701021067) SUCI ZULIANNI PUTRI MANDA (1701022024) RAFI AHMADI ISRA (1701022037)
POLITEKNIK NEGERI PADANG TAHUN AJARAN 2017/2018 SEMESTER GANJIL
1
KATA PENGANTAR الرحْ َم ِن ْ ِب س ِم ه َّللاِ ه Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji bagi Allah yang telah menganugrahkan keimanan, keislaman, kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik.tak lupa pula kita anugerahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW sehingga, penulis dapat menyusun makalah yang dapat memberikan ilmu pengetahuan mengenai Aqidah Islamiyah. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang penulis peroleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan agama islam, tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Pendidikan Agama Islam atas bimbingan dan arahan yang diberikan, meskipun, penulis meyakini masih banyak yang perlu diperbaiki dalam penyusunan makalah ini. Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan kita mengenai Aqidah Islamiyah. Padang, 19 Oktober 2017
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………
2
DAFTAR ISI ………………………………………………………….
3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..
4
A. Latar Belakang …………………………………………..
4
B. Rumusan Masalah ………………………………………
4
C. Tujuan Penulisan ………………………………………..
5
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………….
6
A. Pengertian Aqidah Islamiyah……………………………………
6
B. Keimanan dan Ketaqwaan……………………………………..
8
C. kaulitas rukun iman ……………………………………….
9
D. konsep ketuhanan dalam islam……………………………….
27
E. fungsi keimanan dalam kehidupan …………………………….
29
F. pemeliharaan iaman dari bahaya syirik ………………………..
32
BAB III PENUTUP ……………………………………………… . Simpulan …………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….
34 34 35
3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pembahasan aqidah merupakan pembahasan yang paling penting dibandingkan dengan berbagai perkara lainnya karena di era sekarang banyak sekali orang yang mengaku beragama Islam namun mereka tidak mau mengikuti aturan–aturan yang terdapat dalam Agama Islam. Pada umumnya orang – orang tersebut hanya menjadikan Agama Islam sebagai status keagamaan saja. Padahal Agama Islam merupakan agama yang fenomenal karena telah terbukti ajaran–ajaran di dalamnya mencakup aspek seluruh kehidupan. Di dalam ajaran–ajaran agama islam, islam tidak memiliki aturan yang dapat merugikan manusia.Untuk menghadapi zaman yang semakin mengalami krisis keagamaan ini, setiap umat islam harus selalu mengupayakan menanam aqidah yang kuat dalam hatinya. Aqidah bukan hanya diucapkan saja atau di niatkan saja, namun aqidah perlu kita niatkan dalam hati, ucapkan melalui lisan, dan mengaplikasikan aqidah yang telah di niatkan tadi ke dalam hidup kita. Maka dari itu makalah ini disusun guna mencari urat nadi dari pembahasan aqidah. Ini diperlukan guna membentuk fundamen pemahaman tentang aqidah bagi para kaum akademisi dan awam selama ini.
B. RUMUSAN MASALAH Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang: 1. Pengertian aqidah islamiyah 2. Keimanan dan ketaqwaan 3. Kausalitas rukun iman 4. Konsep ketuhanan dalam islam 4
5. Fungsi keimanan dalam kehidupan 6. Pemeliharaan iman dari bahaya syirik C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui pengertian dari aqidah islamiyah 2. Untuk menambah keimanan dan ketaqwaan 3. Untuk lebih memahami fungsi keimanan dalam kehidupan sehari-hari 4. Untuk memelihara diri dari bahayanya syirik
5
BAB 2 TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN AQIDAH ISLAMIYAH Aqidah dalam pengertian bahasa (etimology) memiliki arti sebagai ikatan, menguatkan, mengokohkan, meneguhkan. Apabila dirinci aqidah memiliki arti keyakinan seseorang tanpa ada perasaan ragu sedikit pun di hatinya. Sedangkan menurut istilah ( terminology ) pengertian aqidah yaitu suatu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa sehingga membuat orang tersebut menjadi tenteram karenanya, dan menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Secara harfiah kata aqidah di dalam AlQuran tidak ditemukan, namun demikian terdapat beberapa istilah yang memiliki akar yang sama aqidah yaitu ‘aqada yang terdapat pada : QS. An-Nisa 4:33, QS. AlMaidah 5:89, QS. Al–Maidah 5:1, QS. Al–Baqarah 2:235, QS. Thaha 20:27, Qs. Al–Falaq 113:4.
Pengertian aqidah dalam agama islam berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Dalam pengertian lengkapnya, aqidah adalah suatu kepercayaan dan keyakinan yang menyatakan bahwa Allah SWT itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia tidak beranak dan tida diperanakkan dan tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya. Keyakinan terhadap keesaan Allah SWT disebut juga‘Tauhid’, dari kata ‘Wahhada-Yuwahidu’, yang artinya mengesakan. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah, baik itu benar atau pun salah. Aqidah menurut hasan al-Banna adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit dengan keraguanraguan. Aqidah menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy adalah sejumlah kebenaran yang 6
dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.
Sebutan aqidah islamiyah ditunjukkan pada iman kepada Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan kepada qadha dan qadhar, baik burukya berasal dari Allah SWT. Namun demikian, bukan berarti selain hal ini tidak ada lagi perkara yang wajib diimani, tapi enam perkara terseb merupakan kerangka aqidah islam. Masih banyak terdapat perkara yang lain yang termasuk pada bagian aqidah, yaitu iman kepada Al-Maut (ajal), rezeki, tawakkal kepada Allah SWT, iman dengan pertolongan Allah SWT, iman terhadap sifat-sifat Allah SWT, iman terhadap kema’shuman para nabi dan rasul, mu’jizat Al-Qur’an, dan lain-lain. Begitu pula keimanan terhadap adanya surga dan neraka, hari perhitungan, iman terhadap keberadaan jin, setan dan berbagai perkara gaib lainnya berbentuk kisah-kisah yang tercantum dalam Al-Qur,an dan hadits Rasulullah SAW, yang mutawatir. Dari hal diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pembahasan aqidah menyangkut aqidah pokok semata sedangkan perkara yang termasuk aktivitas dan perbuatan manusia termasuk dalam bagian syariat islam fiqih islam.
Aqidah Islam mempunyai kekhususan-kekhususan diantaranya adalah: 1. Aqidah Islam dibangun berlandaskan akal. Selama kita beriman kepada Allah, alquran, dan kepada kenabian Muhammad saw dengan jalan akal, maka wajib bagi kita mengimani segala hal yang diberitakan al-Quran kepada kita.
7
2. Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia. Beragama (al-tadayun) merupakan hal yang fitri pada diri manusia. Perwujudan dari naluri beragama ini adalah kenyatan bahwa dirinya penuh kelemahan, kekurangan, dan serba membutuhkan terhadap sesuatu yang lain. Kemudian aqidah Islam hadir untuk memberikan pemenuhan terhadap naluri beragama yang ada pada diri manusia, dan membimbing mausia untuk mendapatkan kebenaran akan adanya Pencipta Yang Maha Kuasa. Dimana, semua makhluk yang ada, keberadaanNya sendiri tidak bergantung pada siapapun.
3. Aqidah Islam komprehensif (menyeluruh). Aqidah Islam telah menjawab seluruh pertanyaan manusia tentang alam semesta, manusia, kehidupan, dan menetapkan bahwa semuanya itu adalah makhluk. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa sebelum kehidupan dunia ada Allah swt, sedangkan setelah kehidupan dunia akan ada hari kiamat. Aqidah Islam juga menetapkan bahwa hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia adalah keterikatan manusia dengan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah swt. Sedangakan hubungan antara kehidupan dunia ini dengan kehidupan sesudahnya adalah perhitungan, surga dan neraka.
B. KEIMANAN DAN KETAQWAAN Iman berasal dari kata kerja bahasa Arab amina-ya’manuamanan yang berarti percaya. Taqwa yang berasal dari kata waqa artinya memelihara sesuatu. Oleh karena itu, iman menunjukan sikap batin yang terletak dalam hati sehingga, orang yang percaya atau beriman kepada Allah akan menunjukkan sikap batin yang sesuai dengan ajaran Allah. Walaupun, dalam kesehariannya tidak mencermikan ketaatan (taqwa) kepada yang telah dipercayainya masih disebut beriman.
8
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani, Iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dalam lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan. Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup. Akidah islam dalam Al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seseorang untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan yang diyakininya. Oleh karena itu, orang yang mengimani aqidah islam akan melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan hukum islam. Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam disebut sebagai akhlak mahmudah. Keimanan pada keesaan Allah (tauhid) dibagi menjadi dua yaitu Tauhid Teoritis (tauhid rububiyyah) dan Tauhid Praktis (tauhid uluhiyyah). Tauhid Teoritis adalah tauhid yang membahas tentang Keesaan Zat, Keesaan Sifat, dan Keesaan perbuatan Tuhan. Dengan demikian, didapatkan konsekuensi logis Tauhid Teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber semua Wujud. Tauhid Praktis adalah Tauhid Ibadah, berhubungan dengan amal ibadah manusia. Tauhid Praktis merupakan terapan Tauhid Teoritis. Tauhid praktis atau Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan Tauhid yang sempurna adalah Tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan kehidupan sehari– hari. Dalam menegakkan Tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. 9
Oleh karena itu, seseorang baru dikatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu alla ilaaha illallah, (aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala laranganNya.
C. KAUSALITAS RUKUN IMAN Rukun Iman merupakan sesuatu yang hal wajib di yakini seseorang yang mengaku beragama Islam. Tidak meyakini salah satu rukun iman, maka keimanan orang tersebut akan diragukan.
Komponen rukun iman terdiri dari: 1. Iman kepada Allah SWT. 2. Iman kepada malaikat – malaikat Allah 3. Iman kepada kitab – kitab Allah 4. Iman kepada rasul – rasul Allah 5. Iman kepada hari akhir 6. Iman kepada Qadha dan Qadar
Allah SWT berfirman dalam Al_Quran: 1. QS. An – Nisa : 136
Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul -Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada 10
Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul -Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya .” 2. QS. Al – Baqarah : 285
Artinya : “ Rasul telah beriman kepada Al – quran yang diturunkan kepadanya dari tuhannya demikian pula orang – orang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab – kitab – Nya, dan rasul – rasul – Nya. Kami tidak membeda – bedakan antara seorang rasul dan lainnya. “
Berikut penjelasan mengenai rukun iman, yaitu: 1. Iman Kepada Allah SWT. Mengimani adanya Allah ini bisa dibuktikan dengan: • Bahwa manusia mempunyai fitrah mengimani adanya Tuhan tanpa harus di dahului dengan berfikir dan sebelumnya. Fitrah ini tidak akan berubah kecuali ada sesuatu pengaruh lain yang mengubah hatinya. Nabi Shallahu’alaihi wa sallam bersabda: ”Tidaklah anak itu lahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanya lahyang menjadikan mereka Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” • Bahwa makhluk tersebut tidak muncul begitu saja secara kebetulan, karena segala sesuatu yang wujud pasti ada yang mewujudkan yang tidak lain adalah Allah, Tuhan semesta alam. Allah berfirman, ”Apakah 11
mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” Maksudnya, tidak mungkin mereka tercipta tanpa ada yang menciptakan dan tidak mungkin mereka mampu menciptakan dirinya sendiri. Berarti mereka pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah yang maha suci. • Adannya kitab-kitab samawi yang membicarakan tentang adanya Allah. Demikian pula hukum serta aturan dalam kitab-kitab tersebut yang mengatur kehidupan demi kemaslahatan manusia menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. • Adanya orang-orang yang dikabulkan do’anya. Ditolongnya orangorang yang sedang mengalami kesulitan, ini menjadi bukti -bukti kuat adanya Allah. Allah berfirman: ”Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan kami memperkenankan doanya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar. • Adanya tanda-tanda kenabian seorang utusan yang disebut mukjizat adalah suatu bukti kuat adanya Dzat yang mengutus mereka yang tidak lain Dia adalah Allah Azza wa Jalla. Misalnya adalah mukjizat yang diberikan kepada nabi Isa ’Alaihissalam berupa membuat burung dari tanah, menyembuhkan orang buta sejak lahirnya dan penyakit sopak menghidupkan orang mati dan mengeluarkan dari kuburannya atas izin Allah. Mengimani sifat rububiyah Allah (Tauhid Rububiyah) Yaitu mengimani sepenuhnya bahwa Allah-lah memberi rizki, menolong, menghidupkan, mematikan dan bahwasanya Dia itu adalah pencipta alam semesta, Raja dan Penguasa segala sesuatu. 12
Mengimani sifat uluhiyah Allah (Tauhid Uluhiyah) Yaitu mengimani hanya Dia lah sesembahan yang tidak ada sekutu bagi -Nya, mengesakan Allah melalui segala ibadah yang memang disyariatkan dan diperintahkan-Nya dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.
Tauhid rububiyah saja tanpa adanya tauhid uluhiyah belum bisa dikatakan beriman kepada Allah karena kaum musyrikin pada zaman Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam juga mengimani tauhid rububiyah saja tanpa mengimani tauhid uluhiyah, mereka mengakui bahwa Allah yang memberi rizki dan mengatur segala urusan tetapi mereka juga menyembah sesembahan selain Allah. • Mengimani Asma’ dan Sifat Allah (Tauhid Asma’ wa Sifat) Yaitu menetapkan apa-apa yang Allah dan RasulNya telah tetapkan atas diriNya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah. Prinsip dalam meyakini sifat Allah Subhanahu wa ta’ala : • Allah Subhanahu wa ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya. • Allah mempunyai nama dan sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.
Buah Beriman Kepada Allah : • Merealisasikan pengesaan kepada Allah sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut, dan tidak menyembah kepada selainNya. 13
• Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan kandungan makna nama-nama-Nya yang indah dan sifatsifat-Nya Yang Agung. • Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya. 2. Iman Kepada Malaikat – Malaikat Allah SWT Malaikat adalah makhluk yang hidup di alam ghaib dan senantiasa beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah sedikit pun. Diciptakan dari cahaya dan diberikan kekuatan untuk mentaati dan melaksanakan perintah dengan sempurna. Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda: ”Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api yang menyala nyala, dan adam ’Alaihissalam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian” Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: ”Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikatmalaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”
Beriman kepada malaikat mengandung tiga unsur: • Mengimani wujud mereka, bahwa mereka benar-benar ada bukan hanya khayalan, halusinasi, imajinasi, tokoh fiksi, atau dongeng belaka. Dan mereka jumlahnya sangat banyak, dan tidak ada yang bisa m enghitungnya kecuali Allah. Seperti dalam kisah mi’raj-nya Nabi 14
Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam, bahwa ketika itu Nabi Shallahu’alaihi wa sallam diangkat ke Baitul Ma’mur di langit, tempat para malaikat shalat setiap hari, jumlah mereka tidak kurang dari 70.000 malaikat. Setiap selesai shalat mereka keluar dan tidak kembali lagi. • Mengimani nama-nama malaikat yang kita kenal. Adapun yang tidak diketahui namanya, kita mengimani keberadaan mereka secara global. Dan penamaan ini harus sesuai dengan dalil dari al-Quran dan Hadist Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallamyang shahih. • Mengimani sifat-sifat malaikat yang kita kenali, misalnya: Memiliki sayap, ada yang dua, tiga atau empat. Dan juga khususnya Malaikat Jibril, sebagaimana yang pernah dilihat oleh Nabi Shallahu’alaihi wa sallam yang mempunyai 600 sayap yang menutupi seluruh ufuk semesta alam. Allah berfirman,
Buah Iman Kepada Malaikat Allah • Mengetahui dengan benar keagungan, kebesaran, kekuasaan malaikat, dan kebesaran makhluk menjadi bukti atas kebesaran Penciptanya. • Bersyukur kepada Allah atas perhatianNya yang diberikan kepada anak Adam dengan menugaskan beberapa malaikat yang menjaga, mencatat amal mereka dan tugas-tugas lainnya dalam kemaslahatan hidup manusia. • Kecintaan kita kepada para malaikat atas tugas-tugas yang mereka tunaikan dalam rangka mengabdi dan taat kepada Allah. 3. Iman Kepada Kitab – Kitab Allah Iman kepada kitab -kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-NYA kepada 15
nabi dan rasul yangberisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia . Dalam AlQur’an disebutkan ada 4 kitab Allah. Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s. , Zabur diturunkan kepada nabi Daud a.s. , Injil kepada Nabi Isa a.s. , Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Allah menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah berikut ini. Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul -Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul -Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya”. (QS An Nisa : 136) Kitab yaitu kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada para rasul untuk diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Suhuf yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada rasul, tetapi masih berupa lembaranlembaran yang terpisah. Ada persamaan dan perbedaan antara kitab dan suhuf: • Persamaan : Kitab dan suhuf sama-sama wahyu dari Allah. • Perbedaan : Isi kitab lebih lengkap daripada isi suhufKitab dibukukan sedangkan suhuf tidak dibukukan.
Perlu kita ketahui bersama bahwa keimanan kepada kitab-kitab Allah terkandung di dalamnya empat unsur, yaitu: Pertama, adalah beriman bahwa kitab -kitab itu benar-benar diturunkan dari sisi Allah ta’ala. Kedua, beriman kepada apa yang telah Allah namakan dari kitab kitabNya dan mengimani secara global kitab-kitab yang kita tidak ketahui namanya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul -rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” 16
Ayat ini menunjukkan bahwa terdapat kitab bagi setiap Rasul, akan tetapi kita tidak mengetahui seluruh namanya. Ketiga, yaitu membenarkan berita -berita yang benar dari kitab-kitab tersebut sebagaimana pembenaran kita terhadap berita-berita Al-Qur’an dan juga beritaberita lainnya yang tidak diganti atau dirubah, dari kitab kitab terdahulu (sebelum Al-Qur’an). Keempat, yaitu mengamalkan hukum-hukum yang tidak dihapus (nasakh) serta dengan rela dan pasrah menerimanya, baik kita ketahui hikmahnya atau tidak.
Buah Keimanan Kepada Kitab-Kitab Allah • Menjadikan manusia tidak kesulitan, atau agar kehidupan manusia menjadi aman, tenteram, damai, sejahtera, selamat duni a dan akhirat serta mendapat ridha Allah dalam menjalani kehidupan. (keterangan selanjutnya lihat QS Thaha :Artinya: Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; • Untuk mencegah dan mengatasi perselisihan diantara sesama manusia yang disebabkan perselisihan pendapat dan merasa bangga terhadap apa yang dimilkinya masing-masing, meskipun berbeda pendapat tetap diperbolehkan • Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa • Untuk membenarkan kitab-kitab suci sebelumnya
17
• Untuk menginformasikan kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai syariat (aturan) dan jalannya masing-masing dalam menyembah • Untuk menginformasikan bahwa Allah tidak menyukai agama tauhid Nya (islam) dipecah • Untuk menginformasikan bahwa Al Qur’an berisi perintah-perintah Allah, larangan -larangan Allah, hukum-hukum Allah, kisah-kisah teladan dan juga kumpulan informasi tentang takdir serta sunatullah untuk seluruh manusia dan pelajaran bagi orang yang bertakwa. • Al Qur’an adalah kumpulan dari petunjuk-petunjuk Allah bagi seluruh umat manusia sejak nabi Adam a.s sampai nabi Muhammad SAW yang dijadikan pedoman hidup bagi manusia yang takwa kepada Allah untuk mencapai islam selama ada langit dan bumi 4. Iman Kepada Rasul – Rasul Allah Rasul adalah orang laki-laki pilihan yang Allah berikan wahyu berisi syari’ah dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaumnya. Sedang nabi adalah orang laki -laki yang Allah berikan wahyu kepadanya berisi syari’ah, tetapi tidak diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaumnya. Rasul dan nabi sama-sama mendapatkan wahyu, tetapi sering kali seorang Nabi diutus Allah kepada kaum yang memang sudah beriman sehingga perannya hanya menjalankan syari’ah yang sudah ada itu dan tidak membawa ajaran yang baru. Seperti para Nabi yang pernah Allah utus kepada Bani Israil setelah ditinggalkan Nabi Musa, mereka bertugas mengajarkan dan mengamalkan Taurat, tidak membawa ajaran yang baru/bukandari Taurat. 18
“Dan sesungguhnya telah kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah dari Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.” (Q.S. Al-Mukmin : 78) Dalam ayat di atas dijelaskan, bahwa rasul-rasul yang pernah diutus oleh Allah swt. adalah mereka dari golongan laki -laki, tidak pernah ada rasul berjenis kelamin perempuan, dan jumlah rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammad saw. sebenarnya sangat banyak. Di antara para rasul itu ada yang diceritakan kisahnya di dalam Al-Quran dan ada yang tidak. “Dari Abu Dzar ia berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah : berapa jumlah para nabi? Beliau menjawab: Jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang dan di antara mereka yang termasuk rasul sebanyak 315 orang suatu jumlah yang besar.” (H.R. Ahmad)terdapat lima orang rasul yang dikenal dengan Ulul- Azmi minarrusul, yaitu : Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW. Nabi Nuh, as. Kegigihannya dalam berda’wah siang dan malam, tanpa mengharapkan jasa dan imbalan dari kaumnya. Keberadaan istri dan anak yang menjadi pengahalang da’wahnya serta ia tidak pernah terpengaruh oleh tantangan dan ejekan itu.
Nabi Ibrahim, as. Kepatuhannya dalam menjalankan perintah Allah, mulai dari pernyataannya memisahkan diri dari kepercayaan kaumnya termasuk ayahnya sendiri, caranya berdialog menunjukkan kebatilan patung/berhala kepada kaumnya, keberaniannya menghancurkan patungpatung sesembahan Namrud dan kaumnya, hingga murka dan pembakaran Ibrahim oleh kaumnya. 19
Nabi Musa, as. Kisah terbanyak dalam Al Qur’an adalah kisah Musa dan Fir’aun. Sejak kecilnya sudah dihadapkan dengan bahaya. Kerelaan ibunya menghanyutkan bayi Musa di sungai Nil, adalah sebuah pengorbanan yang tak terhingga.
Nabi Isa, as. Kelahiran tanpa ayah, tuduhan keluarga Maryam atas diri Maryam, Tantangan dari kaum Yahudi, yang berusaha membunuhnya Pengkultusan yang dilakukan oleh kaum Nasrani, karena Isa dianggap memiliki sifat-sifat ketuhanan, seperti menyembuhkan orang sakit, menghidupkan orang mati, dan membuat burung dari tanah. Nabi Muhammad, SAW. Kesabarannya yang tak terhingga dalam mengajak kaumnya bertauhid kepda Allah. Tantangan dari kaumnya dan bahkan pamannya sendiri, hingga ia harus terusir dari kampung halamannya. Ke Thaif, dilempari batu, dituduh orang gila, tapi yang keluar dari mulutnya, hanya permohonan kepada Allah agar menunjuki mereka. Dst.
Adapun tugas para nabi dan rasul adalah sebagai berikut: Mengajarkan aqidah tauhid, yaitu menanamkan keyakinan kepada umat manusia bahwa: a. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa dan satu-satunya dzat yang harus disembah (tauhid ubudiyah). b. Allah adalah maha pencipta, pencipta alam semesta dan segala isinya serta mengurusi, mengawasi dan mengaturnya dengan sendirinya (tauhid rububiyah) c. Allah adalah dzat yang pantas dijadikan Tuhan, sembahan manusia (tauhid uluhiyah) d. Allah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan makhluqNya (tauhid sifatiyah) Mengajarkan kepada umat manusia bagaimana cara menyembah atau 20
beribadah kepada Allah swt. Ibadah kepada Allah swt. sudah dicontohkan dengan pasti oleh para rasul, tidak boleh dibikin-bikin atau direkayasa. Ibadah dalam hal ini adalah ibadah mahdhah seperti salat, puasa dan sebagainya. Menambah-nambah, merekayasa atau menyimpang dari apa yang telah dicontohkan oleh rasul termasuk kategori “bid’ah,” dan bid’ah adalah kesesatan. Menjelaskan hukum-hukum dan batasan-batasan bagi umatnya, mana hal-hal yang dilarang dan mana yang harus dikerjakan menurut perintah Allah swt. Memberikan contoh kepada umatnya bagaimana cara menghiasi diri dengan sifat-sifat yang utama seperti berkata benar, dapat dipercaya, menepati janji, sopan kepada sesama, santun kepada yang lemah, dan sebagainya. Menyampaikan kepada umatnya tentang berita -berita gaib sesuai dengan ketentuan yang digariskan Allah swt. Memberikan kabar gembira bagi siapa saja di antara umatnya yang patuh dan taat kepada perintah Allah swt. dan rasulNya bahwa mereka akan mendapatkan balasan surga, sebagai puncak kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya mereka membawa kabar derita bagi umat manusia yang berbuat zalim (aniaya) baik terhadap Allah swt, terhadap manusia atau terhadap makhluk lain, bahwa mereka akan dibalas dengan neraka, suatu puncak penderitaan yang tak terhingga.(Q.S. al Bayyinah: 6 -8).
5. Iman Kepada Hari Akhir Beriman kepada Hari Akhir artinya meyakini dengan teguh apa yang diberitakan oleh Allah dalam kitabNya dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya terkait dengan peristiwa yang terjadi sesudah mati, mulai fitnah kubur, azab dan nikmat kubur dan seterusnya sampai surga dan neraka. Di dalam al-Qur`an dan di dalam hadits beriman kepada Hari Akhir sering digandengkan dengan beriman kepada Allah 21
karena orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak mungkin beriman kepada Allah, orang yang tidak beriman kepada Hari Akhir tidak akan beramal, orang beramal karena ada harapan kemuliaan di Hari Akhir dan ada ketakutan terhadap azab di Hari akhir, jika dia tidak beriman kepadanya maka dia seperti orang -orang yang disebutkan oleh Allah dan firmanNya, Artinya : “Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa,’ dan mereka sekali -kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Al-Jatsiyah: 24).
Hikmah Iman Pada Hari Akhir : Dengan iman kepada hari akhir senantiasa memotivasi untuk beramal kebajikan dengan ikhlas mengharap ridho Allah semata. senantiasa pula membendung niat-niat buruk apalagi melaksanakannya. Menjauhkan diri dari asumsi-asumsi yang mengkiaskan apa yang ada di dunia ini dengan apa yang ada di akhirat. Adanya rasa kebencian yang dalam kepada kema’siatan dan kebejatan moral yang mengakibatkan murka Allah di dunia dan di akhi rat. Menyejukkan dan menggembirakan hati orang-orang mukmin dengan segala kenikmatan akhirat yang sama sekali tidak dirasakan di alam dunia ini. Senantiasa tertanam kecintaan dan ketaatan terhadap Allah dengan mengharapkan mau’nah Nya pada hari itu.
6. Iman Kepada Qadha Dan Qadar Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa, Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah 22
ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradahNya.Beriman kepada qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Ibnu Abbas pernah berkata, “Qadar adalah nidzam (aturan) tauhid. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan tauhidnya” (Majmu’ Fataawa Syeikh Al-Islam, 8/258).
Hubungan antara qadha dan qadar selalu berhubungan erat. Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan. Perbuatan Allah berupa qadar -Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya.Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut : ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya. 23
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya ”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya,tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.” Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”. Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab 24
Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah” . Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah” . Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam : 1.Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman: Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia . ( Q.S ArRa’d ayat 11) 2.Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. 25
Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya. Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar. Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian Firman Allah:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada -Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An -Nahl ayat 53).
Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata -mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah. Firman Allah SWT : Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87) Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
26
Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Firaman Allah : Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu da ri (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang -orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai -Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hambahamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku .( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
D. KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM Konsep ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar al-Qur’an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mandalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.
27
Menurut para mufasir, melalui wahyu pertama al-Qur’an (Al-‘Alaq [96]:1-5), Tuhan menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal termasuk di antaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya alQur’an adalah kalam Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’an merupakan “penuturan Allah tentang diri-Nya.”
Selain itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan (Al-A’raf [7]:172). Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8 dan surah Luqman [31]:32.
1. Allah mengirimkan utusan Allah juga mengirimkan utusan-Nya saat kerusakan moral terjadi untuk mengembalikan hakekat tauhid dan menegakkan ajaran-Nya (Al-Anbiya [21]:25). Semua utusan diutus untuk tujuan yang sama, yaitu tauhid. 2. Allah Maha Esa Keesaan Allah atau Tauḥīd adalah mempercayai dan mengimani dengan sepenuh hati bahwa Allah itu Esa dan (wāḥid). Al-Qur’an menegaskan keberadaan kebenaran-Nya yang tunggal dan mutlak yang melebihi alam semesta sebagai; Zat yang tidak tampak dan wahid yang tidak diciptakan. Menurut al-Qur’an: “Dan Tuhanmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orangorang lain.” (al-An’am [6]:133) 28
3. Sifat Allah Al-Qur’an merujuk sifat Allah ada pada asma’ul husna . 4. Allah Maha Tahu Al-Qur’an menjelaskan Allah Maha Tahu atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta, termasuk hal pribadi dan perasaan, dan menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu yang dapat sembunyi dari-Nya: “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” —Yunus [10]:61 KONSEP TUHAN BERDASAR SPEKULASI a. Hulul Hulul atau juga sering disebut “peleburan antara Tuhan dan manusia” adalah paham yang dipopulerkan Mansur al-Hallaj. Paham ini menyatakan bahwa seorang sufi dalam keadaan tertentu, dapat melebur dengan Allah. Dalam hal ini, aspek an-nasut Allah bersatu dengan aspek allahut manusia. Al-Lahut merupakan aspek Ketuhanan sedangkan AnNasutadalah aspek kemanusiaan. Sehingga dalam paham ini, manusia maupun Tuhan memiliki dua aspek tersebut dalam diri masing-masing. b. ITTIHAD Berbeda dengan Hulul, jika dalam Hulul “Tuhan turun dan melebur dalam diri manusia”, maka dalam Ittihad manusia-lah yang naik dan melebur dalam diri Tuhan.
c. Wahdatul Wujud
29
Menurut paham ini, Tuhan dahulu berada dalam kesendirian-Nya yang mutlak dan tak dikenal. Lalu Dia memikirkan diri-Nya sehingga muncul nama dan sifat-Nya. Kemudian Dia menciptakan alam semesta. Maka seluruh alam semesta mengandung diri Allah, sehingga Allah adalah satusatunya wujud yang nyata dan alam semesta hanya bayang-bayang-Nya. Bedasar pikiran tersebut, Ibnu Arabi berpendapat seorang sufi dapat keluar dari aspek kemakhlukan dan dapat melebur dalam diri Allah.
E. FUNGSI KEIMANAN DALAM KEHIDUPAN 1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan pada benda Orang yang beriman hanya percaya pada kekuasaan Allah. Karena jika Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satupun kekuataan yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, tidak ada satupun kekuaatan yang sanggup menahannya. Oleh karena itulah, iman mampu menghilangkan kepercayaan terhadap dewadewa, manusia yang memiliki kekuasaan, serta benda-benda keramat. Orang beriman selalu mengikuti perintah Allah yang terdapat dalam surah Al-Fatihah ayat 1-7. 2. Iman menanamkan semangat berani mengahadapkan maut Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian ada di tangan Allah dan hanya Allah yang dapat menghidupkan dan mematikan seseorang. “Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (Q.S An-Nisa: 78) 30
3. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan Dalam mencari rezeki kadang-kadang manusia rela melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, serta memperbudak diri. Hal tersebut semata-mata hanya ingin mendaptakan materi di muka bumi ini. Orang yang beriman tidak akan melakukan hal tersebut karena ia percaya bahwa Allah memberikan rezeki kepada semua umatnya. “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang member rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauhmahfuzh).” (Q.S Hud: 6) 4. Iman memberikan ketentraman jiwa Orang yang beriman jika tertimpa malapetaka, ia akan bersabar dan memohon rahmat kepada yang memiliki rahmat. Dengan demikian ketenangan akan meliputi hati mukmin. Dia yakin bahwa Allah akan mengabulkan do’anya, meneguhkan hatinya, dan memberikan kemenangan. “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S Ar-Ra’d: 28) 5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatantayibbah) Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguh nyaakan Kami berikan kepada-Nya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S An-Nahl: 97) 6. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
31
Iman memberikan pengaruh kepada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah “Katakanlah:”sesungguhnyas halatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.” (Q.S Al-An’am:162) 7. Iman memberikan keberuntungan Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena Allah membimbingnya dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. “Mereka itulah yang tetap mendapatkan petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S Al-Baqarah :5) 8. Iman mecegah penyakit Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman. Dalam hal ini iman mampu mengatur hormon dan selanjutnya membentuk gerak, tingkah laku, dan akhlak manusia. Oleh karena itulah, orang–orang yang dikontrol oleh iman tidak akan mudah terkena penyakit seperti darah tinggi, diabetes, dan kanker.
F. PEMELIHARAAN IMAN DARI BAHAYA SYIRIK Syirik selain merusak iman dan amalan, juga membahayakan diri dan masyarakat sebagai pelaku syirik itu sendiri. Orang yang berbuat syirik hatinya ditutupi kegelapan, jauh dari cahaya iman yang pada akhirnya mudah bertindak zhalim. Perbuatan syirik akan membelenggu jiwa dan membungkam pikiran, sebab keterikatannya kepada benda-benda mengakibatkan ketergantungannya kepada benda yang diyakini itu sehingga dapat menghilangkan fikiran jernih. Perbuatan syirik yang dianggap sebagai perbuatan dosa berat bukan disebabkan karena Allah itu iri hati, sebenarnya menurut al-qur’an iri hati tidak mungkin dianggap sebagai sifat Tuhan, adapun dosa berat itu disebabkan karena 32
adanya kenyataan bahwa syirik itu merusak akhlak manusia, sedangkan tauhid mengangkat manusia ke tingkat akhlak yang tinggi.
Adapun kiat-kita pemeliharaan aqidah adalah: 1. Menambah atau memperdalam ilmu Firman Allah dalam surat Fathir ayat 28 yang artinya: “… Sesungguhnya yang takut pada Allah diantara hamba-hambanNya, hanyalah ulama (orang-orang yang beriman). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Menambah dan memperoleh ilmu yang dimaksud adalah ilmu tauhid (akidah) itu sendiri secara keseluruhan. Bila telah menguasai ilmu akidah Islam secara benar, maka akan menjadikan pribada yang jujur, disiplin, dan sopan. 2. Membiasakan amal shalih Akidah yang telah dikuasai diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata dalam kehidupa sehari-hari yang disebut amal shaleh, baik dalam bentuk ibadah mahdhah maupun dalam bentuk ibadah ghairu mahdhah. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nur ayat 55. 3. Membiasakan jihad Firman Allah dalam surat As-shaffat ayat 10-11 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.” 4. Berserah diri kepada Allah Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 112 yang artinya: “Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala disisi Tuhan-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” 33
5. Selalu mencari keridhaan Allah Bila ingin meraih ridha Allah dalam hidup ini maka lakukan semua aktifitas yang sesuai dengan koridor yang ditetapkan Allah yang dijelaskan dan dicontohkan Rasulullah. 6. Memakmurkan masjid Masjid adalah salah satu lembaga pembinaan akhlak mulia pertama di zaman Rasulullah. Diharapkan kita meramaikan masjid untuk mendidik jiwa disamping untuk menunaikan ibadah. 7. Membiasakan zikir dan membaca serta mendengarkan Al-Qur’an Berzikir dapat menumbuh kembangkan potensi hati yang dimiliki. Zikir meliputi seluruh potensi hati yang dimiliki manusia, sehingga disebut zikir lidah, zikir hati, zikir otak, dan zikir anggota tubuh.
BAB 3 PENUTUP
A. SIMPULAN Aqidah adalah ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan, atau sebuah keyakinan. Keyakinan yang kokoh kepada Allah SWT dimana tidak ada keraguan di dalam dirinya. Yakin bahwa Allah itu Esa/ satu, dan tidak berbuat kafir atau menyekutukan Allah.
34
Aqidah islam itu sendiri bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunah, bukan dari akal atau pikiran manusia. Akal pikiran itu hanya digunakan untuk memahami apa yang terkandung pada kedua sumber aqidah tersebut yang mana wajib untuk diyakini dan diamalkan. Atas dasar ini, akidah merzcerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan mu'jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam. Keyakinan harus di dasari dengan mengesakan Allah, karena barang siapa yang menyakin adanya Tuhan maka hendaknya harus yakin bahwa Allah itu esa/satu. Seperti di tuangkan pada surat Al Ikhlas bermakna memurnikan ke esaan Allah SWT, diterangkan bahwa kandungan Al-Qur’an ada tiga macam: Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung sifat-sifat Allah yang merupakan tauhid. Dinamakan surat Al-Ikhlash karena didalamnya terkandung keikhlasan (tauhid) kepada Allah dan dikarenakan membebaskan pembacanya dari syirik (menyekutukan Allah )
35
DAFTAR PUSTAKA
Al –Jumanatul Ali Al-Quran Terjemahan. Khan, Walduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983) Rahman, Roli Abdul dan M.Khamzah.2008. Menjaga Akidah dan Akhlaq.Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Suparmin, dkk.TT. Akidah Akhlaq.TK:Rahma Media Pustaka. Syaikh Muhammad tamimi, e-book kitab tauhid. Al-jauziyah, ibnu karim. Madarijus salikin. Jakarta: Pustaka AlKautsar, 1998.
36