Makalah Nikel Laterit.docx

  • Uploaded by: Dewantara
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Nikel Laterit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,366
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber daya mineral yang melimpah di

Indonesia. Cadangan bijih nikel laterit di Indonesia mencapai 12% cadangan nikel dunia, yang tersebar di Pulau Sulawesi, Maluku, dan pulau-pulau kecil disekitarnya. Bijih nikel laterit digolongkan menjadi dua jenis, yaitu saprolit yang memiliki kadar nikel tinggi dan limonit yang dengan kadar nikel rendah. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe(Besi) dan Mg(Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit mengandung Fe tinggi dan Mg rendah. Bijih nikel dapat diperoleh di alam berdasarkan kondisi geologis dari negara yang bersangkutan, contohnya bijih nikel jenis sulfida dan bijih nikel jenis oksida. Bijih nikel sulfida banyak terdapat di negara-negara sub tropis seperti Canada, Rusia, Eropa Utara, dan Australia. Sedangkan bijih nikel oksida terdapat di negara tropis seperti Indonesia, Filipina, Papua Nugini, Brazil, Afrika Barat, Meksiko dan negara-negara Amerika Tengah. Bijih nikel merupakan salah satu mineral ekonomis, sehingga eksplorasi mineral nikel banyak dilakukan. Sampel hasil eksplorasi nikel akan dianalisis di laboratorium untuk mengatahui kandungan bijih nikel yang terdapat pada sampel. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai analisis bijih nikel menggunakan salah satu metode analisis yaitu X-ray

Fluoroscence.

1.2

Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1

1. Bagaimana proses terbentuknya nikel di alam? 2. Bagaimana cara analisis bijih nikel menggunakan X-ray Fluoroscence? 3. Mineral apa saja yang dapat diidentifikasi dari nikel laterit menggunakan X-ray

Fluoroscence?

1.3

Tujuan Makalah Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Memprediksikan keberadaan nikel di alam berdasarkan lingkungan pembentukan nikel. 2. Memahami cara menganalisis bijih nikel menggunakan X-ray fluoroscence. 3. Mengidentifikasi mineral-mineral yang terdapat di dalam sampel nikel laterit menggunakan X-ray Fluoroscence.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Pengertian Nikel Laterit Nikel adalah elemen transisi yang menunjukkan campuran sifat logam besi dan non-

besi. Simbol kimia untuk nikel adalah Ni, nomor atomnya 28 dan massa atom 58,71. Nikel adalah logam keras berwarna putih keperakan dengan kekerasan dan kekuatan yang serupa dengan besi, tetapi lebih kuat dan lebih mudah digunakan pada mesin. Nikel memiliki karakteristik yang khusus dan ciri fisik yang berbeda dari mineral lainnya. Ketika dipadukan dengan elemen lain, nikel akan memiliki tahan, kuat, tahan korosi, dan memiliki sifat listrik, magnetik, dan tahan panas. Sifat fisik nikel sangat tergantung pada kemurnian logam, kondisi fisik logam, dan pada perlakuan sebelumnya. Logam sangat mudah ditempa, kuat, dan tahan korosi apabila terkena berbagai media. Logam ini dapat bertahan pada suhu di bawah nol. Beberapa sifat fisik penting nikel adalah sebagai berikut: 

Titik lebur

: 1453°C



Titik didih

: 2370°C



Berat jenis (25°C)

: 8,9



Peningkatan volume saat meleleh

: 4,5%



Panas fusi (mp)

: 302 J/g 3



Panas sublimasi (25°C)

: 7317 J/g



Panas penguapan (Tcrit)

: 6375 J/g



Entropi standar

: 29,81 J/°K

Dalam sifat kimianya nikel menyerupai besi dan kobalt, serta tembaga. Nikel biasanya memiliki bilangan oksidasi +2, meski ada juga nikel dengan bilangan oksidasi +3 dan +4. Oksidasi larutan garam nikel(II) dengan klorin, bromin, atau persulfat dalam larutan alkali cair menghasilkan nikel(III) oksida yang tidak larut atau b-NiO (OH). Nikel(IV) oksida NiO2.nH2O dibuat dengan persulfasi oksidasi nikel(II) hidroksida. Berbeda dengan kobalt dan besi, nikel biasanya hanya stabil dalam larutan dalam keadaan oksidasi +2. Ion nikel(II) berbentuk kompleks dengan sangat mudah. Warna hijau terhidrasi garam

nikel(II)

dan

larutannya

disebabkan

oleh

kation

Ni(H2O)6+2

oktahedral.

Kecenderungan kuat ion nikel (II) untuk membentuk kompleks dengan amonia, misalnya Ni(NH3)6+2 atau Ni(H2O)2(NH3)4+2, digunakan dalam sejumlah proses ekstraksi. Sifat nikel yang tidak biasa adalah kemampuannya untuk bereaksi langsung dengan karbon monoksida untuk membentuk karbonil biner kompleks. Ketika karbon monoksida bereaksi dengan logam nikel pada suhu 60°C membentuk tetracarbonyl atau Ni(CO)4 yang mudah menguap. Reaksi ini bersifat reversibel, dengan senyawa karbonil terurai menjadi karbon monoksida dan nikel pada suhu yang lebih tinggi (180°C). 𝑁𝑖 + 4𝐶𝑂 ←→

60℃

180℃

𝑁𝑖(𝐶𝑂)4

4

Reaksi di atas merupakan dasar untuk pemurnian nikel secara metalurgi uap. Tidak ada logam lain yang membentuk senyawa karbonil serupa dalam kondisi ringan pada tekanan atmosfir. Nikel memiliki ketahanan korosi yang tinggi terhadap udara, air laut, dan asam tidak teroksidasi pada suhu sedang. Nikel cukup elektropositif dengan potensial elektroda standar -0,25 V yang mirip dengan kobalt (-0,28 V). 𝑁𝑖 →

𝑁𝑖 +2 + 2𝑒 − (𝐸 = −0,25𝑉)

Properti nikel yang luar biasa adalah ketahanan korosi terhadap alkali. Oleh karena itu logam tersebut sering digunakan dalam produksi dan penanganan soda kaustik. Kondisi sebaliknya, nikel akan bereaksi dengan larutan amonia. Nikel menyerap hidrogen, penyerapan hidrogen meningkat dengan meningkatnya suhu. Nikel adalah salah satu unsur yang umum dalam komposisi bumi, tetapi tidak banyak tersebar di kerak bumi. Sebagian besar sumber daya nikel yang dikenal terjadi pada mineral garnierite dan nickeliferous

limonite. Mineral-mineral yang terkandung dalam endapan nikel adalah sebagai berikut. Mineral Sulfides Pentlandite Millerite Hazlewoodite Polydymite Siegenite Violarite Arsenides Niccolite Rammelsbergite Gersdorffite Antimonides Breithauptite

Ideal Formula

Nickel Content (%)

(Ni,Fe)9S8 NiS Ni3S2 Ni3S4 (Co,Ni)3S4 Ni2FeS4

34,22 64.67 73,3 57,86 28,89 38,94

NiAs NiAs2 NiAsS

43,92 28,15 35,42

NiSb

32,53

5

Silicates and Oxides Gamierite Nickeliferous Limonite

(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8 (Fe,Ni)(OH).n H2O

≤47

Low

Sebagian besar nikel yang ditambang berasal dari dua jenis endapan bijih: •

Laterit di mana mineral bijih utama adalah limonit dan nikel garnierite.



Deposit magmatik sulfida di mana mineral bijih utamanya adalah pentlandit.

Jari-jari ionik nikel divalen dekat dengan divalen besi dan magnesium, memungkinkan ketiga elemen untuk menggantikan satu sama lain dalam kisi kristal beberapa silikat dan oksida. Endapan nikel sulfida umumnya dikaitkan dengan zat besi dan batuan yang kaya magnesium disebut ultramafik dan keduanya dapat ditemukan di peristiwa vulkanik dan plutonik. Banyak endapan sulfida terjadi pada kedalaman yang sangat besar. Laterit terbentuk oleh pelapukan batuan ultramafik dan berada dekat dengan fenomena permukaan.

2.2

Cadangan Nikel Nikel yang digunakan dalam produksi secara besar berasal dari sulfida atau

laterit, sekitar 60% dari sumber daya nikel dunia dikenal dalam bentuk nikel laterit. Namun, sumber produksi nikel terbesar berasal dari sulfida karena alasan ekonomis. Berikut merupakan diagram sumber daya nikel di dunia dan nikel yang dijadikan sebagai sumber produksi.

6

Sumber

daya

berbasis

ekonomi

darat

yang

teridentifikasi

rata-rata

mengandung 1% nikel atau lebih dengan jumlah 140 juta ton logam nikel. Sumber daya nikel dunia (seperti logam), terhitung memiliki kandungan 1% Ni atau lebih. Berikut

merupakan

negara-negara

yang

dengan

sumber

daya

nikel

yang

teridentifikasi.

Contries Australia Botswana Brazil Canada China Colombia Cuba Dominic Republic Greece Indonesia New Caledonia Philippines Russia South Africa Venezuela Zimbabwe Other Countries World Total (Rounded)

Company Information 22,000,000 490,000 4,500,000 4,800,000 1,100,000 830,000 5,600,000 720,000 490,000 3,200,000 4,400,000 940,000 6,600,000 3,700,000 560,000 15,000 2,100,000 62,000,000

General Directorate of Mineral Research and Exploration

27,000,000 920,000 8,300,000 15,000,000 7,600,000 1,100,000 23,000,000 1,000,000 900,000 13,000,000 12,000,000 5,200,000 9,200,000 12,000,000 630,000 260,000 5,900,000 140,000,000 7

Distribusi sumber daya nikel laterit di dunia ditunjukkan pada diagram berikut. 70% sumber daya nikel laterit adalah jenis limonitik dan 30% adalah golongan silikat.

2.3

Kegunaan Nikel Sekitar 69% dari output nikel dunia digunakan dalam pembuatan baja tahan

karat. Ketika nikel ditambahkan ke baja tahan karat, maka ketahanan dan kekuatan korosinya meningkat. Baja paduan yang mengandung nikel banyak digunakan di Indonesiadalam bidang industri kimia, biasanya digunakan dalam pembuatan pipa air dan komponen untuk motor seperti poros. Nikel juga banyak digunakan dalam pembuatan koin. Paduan nikel mampu menahan suhu ekstrem dan tahan tekanan. Besi paduan yang mengandung lebih dari 50% nikel, telah dikembangkan agar tahan suhu tinggi pada turbin pesawat dan mesin jet. Nikel juga digunakan sebagai bahan untuk pembuatan baju besi, senjata, dan peluru. Nikel juga digunakan untuk mengkatalisis penambahan hidrogen ke minyak alami yang akan mengubah minyak menjadi padatan yang bisa digunakan dalam sabun dan margarin.

8

2.4

Bijih Nikel

2.4.1 Bijih Nikel Sulfida Endapan nikel sulfida terbentuk dari proses magmatik dan bersifat primer deposit nikel. Nikel umumnya terkait dengan batuan ultramafik dan dapat ditemukan pada proses vulkanik dan plutonik. Bijih nikel sulfida sebagian terdiri dari nickeliferous pyrrhotite (Fe7S8),

pentlandite (Ni,Fe)9S8, dan chalcopyrite (CuFeS2). Mineral lain yang terbentuk dalam jumlah yang kecil seperti magnetite (Fe3O4), ilmenite (FeTiO3), pyrite (FeS2), cubanite (CuFe2S3),

millerite (NiS), heazlewoodite (Ni3S2), polydmite (Ni3S4), siegenite ((Co,Ni)3S4) and violarite (Ni2FeS4). Bijih sulfida biasanya mengandung 0.4-2.0% nickel, 0.2–2.0% copper, 10–30%

iron, and 5–20% sulfur. Pentlandite adalah mineral bijih nikel sulfida yang paling umum, dan menyumbang sekitar tiga perempat dari nikel yang ditambang di dunia. Pentlandite sebagian besar berasosiasi dengan pirhotit, sebagai besi sulfida. Millerite ditemukan dalam beberapa bijih nikel, biasanya hanya sebagai konstituen minor. Heazlewoodite memiliki kandungan nikel tertinggi yang terjadi secara alami dari nikel sulfida atau arsenida. Nikel sulfida banyak ditemukan di daerah Kanada, Uni Soviet, Republik Afrika Selatan, Australia, Zimbabwe, dan Finlandia. 2.4.2 Fungsi Bijih Nikel Sulfida Logam dengan Kandungan bijih nikel sulfida menjadikan nikel tidak cocok untuk peleburan langsung atau pemrosesan hidrometalurgi langsung. Karena Mineral sulfida biasanya muncul sebagai butiran yang berbeda dalam matriks batuan. Kandungan logam bijih terkonsentrasi dengan perlakuan fisik sebagai kominusi untuk membebaskan butiran logam sulfida, diikuti oleh flotasi buih atau pemisahan magnetik untuk memulihkan konsentrat yang kaya logam. Konsentrat nikel yang dihasilkan dari proses pyrometalurgi melalui peleburan di tungku ekstraksi dan membuang terak kaya besi untuk menghasilkan 9

matte nikel. Matte ini sebagian besar terdiri dari nikel, besi, tembaga, dan kobalt. Matte tersebut kemudian diproses lebih lanjut untuk menghasilkan logam nikel dan produk sampingan lainnya. Sebagian besar produsen nikel, tidak mendapatkan nikel, tembaga, dan besi yang terpisah tetapi berkonsentrasi dalam menghasilkan konsentrat massal yang mengandung pentlandit, pirhotit, dan kalkopirit untuk peleburan. Di Kanada, produsen utama memisahkan pirhotit dari pentlandit dan kalkopirit, dan selanjutnya pentlandit dan kalkopirit menjadi konsentrat nikel dan tembaga yang terpisah.

Pyrrhotite dapat dipisahkan dari pentlandit dan kalkopirit dengan menggunakan sifat feromagnetik atau flotasi. Salah satu proses konsentrasi nikel yang kompleks adalah yang dioperasikan oleh Inco dengan operasi Sudbury. Dalam konsentrasi primer, bijih dengan kadar 1,2% Ni dan 1,2% Cu, ditumbuk dengan ukuran partikel 200 μm dan diperlakukan dengan pemisahan magnetik dan pengapungan dengan pereaksi natrium amil xantat untuk menghasilkan konsentrat nikel-tembaga konsentrat pirhotit. Kedua konsentrat primer selanjutnya ditingkatkan menggunakan Copper Cliff mill. Konsentrat nikel-tembaga dipisahkan oleh flotasi menjadi nikel dan tembaga yang terpisah dengan menggunakan kapur dan natrium sianida pada 30-35°C untuk menekan pentlandit dan pirhotit. Dalam kondisi ini sekitar 92% dari tembaga dipulihkan ke konsentrat dengan kadar 29% Cu dan 0,9% Ni. Sebagian besar kandungan pirhotit dari bijih ditolak langsung ke kolam tailing. Pemisahan nikel dan tembaga dalam konsentrat curah dilakukan dalam proses pemurnian matte setelah peleburan. 2.4.3 Bijih Nikel Laterit Nikel laterit berasal dari batuan ultramafik dan mengandung ekonomis cadangan nikel yang dapat dieksploitasi dan umumnya adalah kobalt. Nikel laterit ditemukan pada singkapan batuan ultramafik di area yang luas. Endapan ini dikembangkan pada batuan ultramafik 10

olivine bearing, terutama dunite dan olivin-piroksen peridotit, serta serpentin. Bijih oksida nikel dibentuk oleh proses konsentrasi kimia sebagai akibat pelapukan lateralis batuan peridotit. Peridotite sebagian besar terdiri dari olivin, silikat besi magnesium yang mengandung hingga 0,3% nikel. Batu peridotit sebagian besar telah diubah menjadi serpentin magnesium terhidrasi silikat, sebelum terpapar pelapukan. Olivin dan serpentin terurai oleh air tanah yang mengandung karbon dioksida untuk membentuk magnesium, besi, dan nikel, dan silika dalam bentuk koloid. Batuan dengan cepat teroksidasi jika terkena udara dan mengendap dengan hidrolisis untuk membentuk goethite dan hematite, yang tetap dekat permukaan deposit. Nikel dan magnesium terlarut meresap ke dalam endapan laterit, tersisa dalam larutan selama solusinya bersifat asam. Ketika larutan dinetralkan oleh reaksi dengan batu dan tanah, kandungan nikel, silika, dan beberapa endapan magnesium akan terhidrasi sebagai silikat. Proses pengidealan nikel laterit ditunjukkan pada gambar berikut.

Diagram di atas menggambarkan variasi komponen kimia utama dengan kedalaman. Zona sumber daya yang penting ada dua yaitu limonit dan saprolit. Limonit memiliki warna kemerahan yang berbeda dan berkarat memudar menjadi coklat dengan kedalaman. Bahan dengan besi rendah adalah saprolit, dan memiliki kadar nikel tertinggi sementara kekurangan 11

dalam kobalt. Saprolite kurang lapuk dan cenderung lebih keras dari pada limonit. Limonit adalah istilah yang digunakan untuk kristal oksida yang kurang baik untuk besi oksida yang mengandung nikel dalam deposit laterit yang dikembangkan dari batuan ultrabasa.

2.5

X-Ray Fluorescence (XRF) X-Ray Fluorescence (XRF) merupakan teknik analisa non-destruktif yang digunakan

untuk identifikasi serta penentuan konsentrasi elemen yang ada pada padatan, bubuk ataupun sample cair. XRF mampu mengukur elemen dari berilium (Be) hingga Uranium pada level trace element, bahkan di bawah level ppm. Secara umum, XRF spektrometer mengukur panjang gelombang komponen material secara individu dari emisi flourosensi yang dihasilkan sampel saat diradiasi dengan sinar-X. Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur suatu material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel, metode ini dipilih untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung pada penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar-X tetapi juga sumber eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron dengan energi yang tinggi. Apabila terjadi eksitasi sinar-X primer yang berasal dari tabung X ray atau sumber radioaktif mengenai sampel, sinar-X dapat diabsorpsi atau dihamburkan oleh material. Proses dimana sinar-X diabsorpsi oleh atom dengan mentransfer energinya pada elektron yang terdapat pada kulit yang lebih dalam disebut efek fotolistrik. Selama proses ini, bila sinar-X primer memiliki cukup energi, elektron pindah dari kulit yang di dalam sehigga menimbulkan kekosongan. Kekosongan ini menghasilkan keadaan atom yang tidak stabil. Apabila atom kembali pada keadaan stabil, elektron dari kulit luar pindah ke kulit yang lebih dalam dan proses ini menghasilkan energi sinar-X yang tertentu dan berbeda antara dua energi ikatan pada kulit tersebut. Emisi sinar-X dihasilkan dari proses yang disebut X Ray

Fluorescence (XRF). Proses deteksi dan analisa emisi sinar-X disebut analisa XRF. Pada 12

umumnya kulit K dan L terlibat pada deteksi XRF. Sehingga sering terdapat istilah Kα dan Kβ serta Lα dan Lβ pada XRF. Jenis spektrum X ray dari sampel yang diradiasi akan menggambarkan puncak-puncak pada intensitas yang berbeda. Energi pada XRF adalah karakteristik level energi dari lintasan elektron tiap elemen. Level energi berbeda untuk setiap elemen. Dengan analisis energi pada spektrm XRF yang diemisikan oleh sebuah zat, dapat ditentukan elemen yang ada pada unsur dan konsentrsai tiap zat. Informasi ini dibutuhkan untuk mengidentifikasi suatu unsur. Berdasarkan karakteristik sinar yang dipancarkan, elemen kimia dapat diidentifikasi dengan menggunakan WDXRF (wavelength dispersive XRF) dan EDXRF (Energy Dispersive XRF). WDXRF (wavelength dispersive XRF) dispersi sinar-X didapat dari difraksi dengan menggunakan analyzer yang berupa kristal yang berperan sebagai grid. Kisi kristal yang spesifik memilih panjang gelombang yang sesuai dengan Hukum Bragg. Sedangkan EDXRF (Energy

Dispersive XRF) bekerja tanpa menggunakan kristal, namun menggunakan software yang mengatur seluruh radiasi dari sampel ke detektor. Radiasi emisi dari sampel yang dikenai sinar-X akan langsung ditangkap oleh detektor. Detektor menangkap foton–foton tersebut dan dikonversikan menjadi impuls elektrik. Amplitudo dari impuls elektrik tersebut bersesuaian dengan energi dari foton–foton yang diterima detektor. Impuls kemudian menuju sebuah perangkat yang dinamakan MCA (Multi Channel Analyzer) yang akan memproses impuls tersebut. Sehingga akan terbaca dalam memori komputer sebagai channel. Channel tersebut yang akan memberikan nilai spesifik terhadap sampel yang dianalisa. Pada XRF jenis ini, membutuhkan biaya yang relatif rendah, namun keakuratan berkurang. Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan pencacahan X-Ray yang terjadi akibat efek fotolistrik. Efek fotolistrik terjadi karena elektron dalam atom pada

13

sampel terkena sinar berenergi tinggi (X-Ray). Berikut adalah penjelasan prinsip kerja XRF berdasarkan efek fotolistrik.

1.

X-Ray ditembakkan pada sampel, jika selama proses penembakan X-Ray mempunyai energi yang cukup maka elektron akan terlempar (tereksitasi) dari kulitnya yang lebih dalam yaitu kulit K dan menciptakan vacancy atau kekosongan pada kulitnya, ditunjukkan pada gambar 1.

2.

Kekosongan tersebut mengakibatkan kondisi yang tidak stabil pada atom. Untuk menstabilkan kondisi maka elektron dari dari tingkat energi yang lebih tinggi misalnya dari kulit L dan M akan berpindah menempati kekosongan tersebut, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. Pada proses perpindahan tersebut, energi dibebaskan karena adanya

perpindahan dari kulit yang memiliki energi lebih tinggi (L/M)

kedalam kulit yang memiliki energi paling rendah (K). Emisi yang dikeluarkan oleh setiap material memiliki karakteristik khusus. 3.

Proses tersebut memberikan karakteristik dari X-Ray, yang energinya berasal dari perbedaan energi ikatan antar kulit yang berhubungan. X-ray yang dihasilkan dari proses ini disebut X-Ray Fluorescence atau XRF (Gambar 3).

4.

Proses untuk mendeteksi dan menganalisa X-Ray yang dihasilkan disebut X-Ray Fluorescence Analysis. Penggunaan spektrum X-Ray pada saat penyinaran suatu material akan didapatkan multiple peak (puncak ganda karena adanya K dan K) pada 14

intensitas yang berbeda. Model yang lain yaitu alfa, beta, atau gamma dibuat untuk menandai X-Ray yang berasal dari elektron transisi dari kulit yang lebih tinggi. K dihasilkan dari transisi elektron dari kulit L ke kulit K dan X-Ray K dihasilkan dari transisi elektron dari kulit M menuju kulit K, seperti gambar berikut:

Teknik analisis X-Ray Fluoresence (XRF) menggunakan peralatan spektrometer yang dipancarkan oleh sampel dari penyinaran sinar-X. Sinar-X yang dianalisis berupa sinar-X karakteristik yang dihasilkan dari tabung sinarX, sedangkan sampel yang dianalisis dapat berupa sampel padat pejal dan serbuk. Dasar analisis alat X-Ray Fluoresence (XRF) adalah pencacahan sinar-X yang dipancarkan oleh suatu unsur akibat pengisian kembali kekosongan elektron pada orbital yang lebih dekat dengan inti atom (kulit K) oleh elektron yang terletak pada orbital yang lebih luar. Kekosongan elektron ini terjadi karena eksitasi elektron. Pengisian elektron pada orbital K akan menghasilkan spektrum sinar-X deret K, pengisian elektron pada orbital berikutnya menghasilkan spektrum sinar-X deret L, deret M, deret N dan seterusnya. Spektrum sinar-X yang dihasilkan selama proses di atas menunjukkan puncak (peak) karakteristik yang merupakan landasan dari uji kualitatif untuk unsur-unsur yang ada pada sampel. Sinar-X kara teristik diberi tanda sebagai K, L, M, N dan seterusnya untuk menunjukkan dari kulit mana unsur itu berasal. Penunjukkan alpha (α), beta (β) dan gamma 15

(γ) dibuat untukmemberi tanda sinar- X itu berasal dari transisi elektron dari kulit yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Kα adalah sinar-X yang dihasilkan dari transisi elektron kulit L ke kulit K.

Masrukan dkk. (2007: 3) menyatakan bahwa unsur yang dapat dianalisis adalah unsur yang mempunyai nomor atom rendah seperti unsur karbon (C) sampai dengan unsur yang mempunyai nomor atom tinggi seperti uranium (U). Unsur C mempunyai sinar-X transisi ke kulit K sebesar 0,28 keV sedangkan sinar-X karakteristik dari kulit L pada atom U sebesar 13,61 keV (Masrukan & Rosika, 2008: 3). Oleh karena energi setiap atom terdiri dari energi pada kulit atom K, L, M dan seterusnya maka energi yang diambil untuk analisis adalah energi sinar-X yang dihasilkan oleh salah satu kulit atom tersebut. Pada pengoperasian alat X-Ray Fluoresence (XRF) diperoleh bahwa rentang energi Sinar-X pada peralatan adalah 5–50 keV. Oleh karena itu, untuk menganalisis atom U harus diambil pada energi kulit L (13,61 keV) karena energi kulit K sangat besar (97,13 keV) dan berada di luar kemampuan alat. Analisis menggunakan alat X-Ray Fluoresence (XRF) akan menghasilkan suatu spektrum yang menunjukkan kandungan unsur-unsur pada tingkat

16

energi tertentu sesuai dengan orbital yang mengalami kekosongan elektron dan pengisian elektron dari orbital selanjutnya seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah.

Data hasil pengukuran XRF berupa sumber spektrum dua dimensi dengan sumbu-x adalah energi (keV) sedangkan sumbu-y adalah cacahan/intensitas sinar-x yang dipancarkan oleh setiap unsur. Setiap unsur menghasilkan spektrum dengan energi yang spesifik. Energi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan inti elektron dan juga energi yang dipancarkan oleh transisi merupakan karakteristik dari setiap unsur. Transisi dari kulit elektron L yang mengisi kulit K menghasilkan transisi, sedangkan kulit elektron M yang mengisi kulit K menghasilkan transisi. XRF sangat cocok untuk menentukan unsur seperti Si, Al, Mg, Ca, Fe, K, Na, Ti, S, dan P dalam batuan siliciclastik dan juga untuk unsur metal seperti Pb, Zn, Cd, dan Mn.

17

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan

18

DAFTAR PUSTAKA

Budi, P.,A., Iwan S., dan Meyta. 2016. Analisis XRD dan SEM Terhadap Hasil Kalsinasi pada

Bijih Nikel Laterit Jenis Saprolit. Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2016. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta. Engelbrecht, C., 2011. XRF Analysis of Base Metals Prepared by Fused Bead Method. Johannesburg: University Of The Witwatersrand Johannesburg. Fatimah, S., 2018. Identifikasi Kandungan Unsur Logam Menggunakan XRF dan OES sebagai

Penentu Tingkat Kekerasan Baja Paduan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Goveli, A., 2006. Nickel Extraction from Gördes Laterites by Hydrochloric Acid Leaching. Turkey: Middle East Technical University. Imam, S., M., 2018. Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Nikel (Ni) dengan

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Tipe B Surabaya. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Rinawan, F, I., Hary N., Dan Romzi R., W., 2014. Pemodelan Tiga Dimensi (3D) Potensi

Laterit Nikel Studi Kasus: Pulau Pakal, Halmahera Timur, Maluku Utara. Jurnal Itenas Rekayasa No.1 Vol. XVIII, ISSN: 1410-3125. Surabaya: Institut Teknologi Nasional.

19

Related Documents


More Documents from "Alfath Qara"

Metode Analisis.xlsx
October 2019 51
Makalah Nikel Laterit
October 2019 37
Daftar Isi
October 2019 38
Kata Pengantar.docx
October 2019 33