METODE PENELITIAN NORMATIF*) Oleh: Umu Hilmy**)
PENDAHULUAN Penelitian hukum normatif merupakan model penelitian hukum yang menjadi semakin penting akhir-akhir ini, di samping model penelitian hukum sosiologis yang oleh banyak sarjana disebut juga penelitian hukum empiris, karena masalah hukum menjadi mencuat di permukaan karena akhirnya semua persoalan yang terjadi setelah reformasi dilakukan bermuara pada hukum. Setiap orang berkomentar tentang hukum, keadilan, kepastian dan masih banyak lagi, walaupun orang-orang tersebut sering tidak belajar tentang hukum dengan tekun. Untuk mencoba mencari kebenaran tentang suatu masalah, suatu interpretasi dari suatu peraturan, tentang apakah peraturan tersebut sudah diterapkan dengan tepat, dan masih banyak lagi merupakan agenda pekerjaan dari para praktisi, ilmuwan maupun semua orang yang pekerjaannya terkait dengan hukum. Ilmu hukum mempunyai ciri tersendiri, oleh karenanya dalam meneliti mempunyai metode yang agak berbeda dengan metode penelitian yang lain. Metode penelitian sosial yang dapat dikatakan agak dekat dengan metode penelitian hukum. Apabila yang menjadi thema adalah kesenjangan antara “law in the books” dengan “law in action” maka model penelitian hukum empiris yang harus dilakukan; tapi apabila
yang
menjadi thema adalah masalah–masalah
yang timbul pada normanya, seperti tidak adanya konsistensi antara peraturan yang vertikal ataupun yang horisontal, atau adanya perubahan–perubahan peraturan karena adanya perbedaan waktu, dan lain-lain, maka model penelitian hukum normatiflah yang hendaknya dilakukan. Tidak satupun dari kedua model tersebut merupakan model yang lebih baik dari
lainnya.
Dalam
prakteknya,
seseorang
menggunakan
model
harus
berdasarkan masalah yang hendak diteliti atau dikaji dan tujuan yang hendak _________________________
1
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
dicapai. Kadang-kadang dalam mengkaji suatu permasalahan yang dihadapi dibutuhkan dua model sekaligus. Akhir-akhir ini bahkan untuk mencapai tujuan tertentu dapat pula digunakan penelitian aksi atau kaji tindak sebagaimana yang dilakukan oleh ilmu-ilmu sosial yang lain, terutama yang mempunyai tujuan untuk mencapai suatu perubahan. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari berbagai bidang ilmu (interdisipliner) merupakan suatu kebutuhan. PENGERTIAN Penelitian normatif yang sering juga disebut dengan penelitian hukum doktriner adalah: penelitian yang dilakukan atau ditujukan untuk meneliti suatu peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada saat ini berlaku maupun yang sudah tidak berlaku lagi. RUANG LINGKUP Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian hukum normatif adalah: mengkaji azas-azas, sistematika, sinkronisasi, perkembangan berdasarkan sejarah, dan perbandingan hukum antara suatu sistem hukum dengan sistem hukum yang lain ataupun antara hukum yang dipakai di satu negara dengan negara lain. JENIS-JENIS PENELITIAN NORMATIF Penelitian hukum normatif dapat dikegorikan menjadi 5 (lima) jenis (Soekanto dan Mamuji, 1990): 1. Penelitian terhadap Azas- azas Hukum Jenis penelitian hukum normatif yang ini biasanya membahas tentang hubungan antara ilmu hukum dengan hukum positif. Untuk itu diperlukaan telaah tentang unsur–unsur hukum. Dalam ilmu hukum unsur-unsur hukum terdiri dari unsur ideal yang terdiri dari hasrat susila (wujud azasnya adalah: ’’tiada hukuman tanpa kesalahan‘’) dan rasio manusia yang memunculkan konsep-konsep tentang masyarakat hukum, peristiwa hukum, subyek hukum, dan lain-lain. Sedangkan _________________________
2
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
unsur rielnya adalah terdiri dari manusia, kebudayaan dan lingkungan alam dimana manusia tersebut tinggal dari interaksi antara ketiga unsur riel tersebut dapat memunculkan suatu tata hukum yang dari satu tempat berbeda dengan tempat yang lain. Di sisi lain penelitian tentang azas hukum adalah mempersoalkan tentang azas hukum sebagai patokan perilaku atau yang bersikap tindak yang pantas dan tidak pantas. Manusia pada dasarnya mempunyai aspek kehidupan pribadi yang terdiri dari keserasian kehidupannya dengan Tuhan dan keserasian dengan hati nurani. Selain itu manusia juga mempunyai aspek kehidupan antar pribadi yang akan mempersoalkan kehidupan antara pribadi manusia yang satu dengan pribadi manusia yang lain atau antar sesamanya. Kehidupan antar pribadi ini mempersoalkan antara ‘’ketertiban’’ dengan ‘’ketentraman‘’ dan keadilan. Pada dasarnya
manusia
mempunyai
unsur-unsur
jasmaniah
dan
rokhaniah,
konservastime dan innovatif, individualisme dan kolektivisme, dimana pasanganpasangan nilai-nilai tersebut akan menghasilkan azas-azas atau beginselen yang merupakan arah bagi pembentuk kaidah hukum secara dinamis. Di sisi lain azasazas hukum juga terdiri dari azas-azas yang konstitutif yang merupakan azas yang harus ada bagi kehidupan suatu sistem hukum dan berguna untuk menyelesaikan hubungan antar pribadi hukum; dan azas-azas hukum yang regulatif yang berguna bagi berprosesnya suatu sistem hukum. 2. Penelitian terhadap Sistematika Hukum Penelitian terhadap sistematika hukum mengacu pada penelitian yang mempersoalkan tentang pengertian-pengertian dasar dalam suatu sistem hukum, antara lain tentang masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum serta obyek hukum suatu undang-undang akan (seharusnya) mengatur semua hal yang berkaitan (mulai masyarakat hukum sampai dengan obyek hukumnya) secara sistematis. Namun demikian bisa terjadi bahwa undang-undang yang satu tidak sinkron dengan yang lain, padahal ada kaitannya. _________________________
3
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
Sebagai contoh adalah: UU tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur tentang sistem pemberian sanksi denda dan pidana penjara yang tidak sesuai dengan
pengaturanya dalam aturan pemidanaan. Denda ratusan juta
dalam UU Pengelolaan Lingkungan Hidup hanya diancam dengan pidana penjara 1-2 tahun, padahal aturan umum tentang denda dan sanksi dalam Kitab UU Hukum Pidana tidaklah seperti itu, celakanya kedua aturan itu masih berlaku. Walaupun dengan azas hukum lex spesialis derogat lege generalis hal itu dapat diselesaikan, namun demikian UU yang ada menjadi tidak sistematis, karena tidak ada siskronisasi antara UU yang satu dengan yang lain. 3. Penelitian terhadap Sinkronisasi Hukum: Vertikal dan Horisontal Jenis penelitian ini banyak dilakukan karena dinegara kita dalam membuat peraturan seringkali kurang adanya koordinasi antara instasi yang satu dengan instasi yang lain. Hal ini dapat menimbulkan tidak adanya sinkronisasi horisontal .contoh dari jenis penelitian terhadap sistematika hukum dapat dipakai untuk menjelaskan hal itu .selain tidak adanya sinkronisasi horisontal, tidak adanya sinkronisasi vertikal pun sering terjadi, seperti adanya peraturan menteri yang tidak sinkron dengan undang-undang atau peraturan pelaksanaannya, dalam peraturan perburuhan hal itu sering terjadi. 4. Perbandingan Hukum Penelitian tentang perbandingan hukum menurut Hartono (1994: 145) merupakan penelitian normatif. Selanjutnya diberikan contoh tentang penelitian yang membandingkan hukum perkawinan Filipia dan Indonesia, maka yang dilakukan adalah membandingkan mengenai perundang-undangan dan pranata hukumnya yang terdapat di dalam peraturan di kedua negara. Untuk
kepentingan
pembuatan
Naskah
Akademik
dan
drat
RUU
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada tahun 2001 Tim Peneliti dari Pusat Pengembangan Hukum dan Gender telah melakukan penelitian normatif dengan menggunakan jenis penelitian perbandingan hukum tentang _________________________
4
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
peraturan domestic violence di enam negara, yakni: Indonesia, Filipina, Malaysia, Turki, Negara Bagian Minnessota (Amerika Serikat) dan New Zealand. Yang diperbandingkan adalah: (1) definisi kekerasan; (2) ruang ingkup rumah tangga; (3) kewajiban pemerintah dan masyarakat; (4) perintah perlindungan dan (5) hukum acaranya. 5. Sejarah Hukum Adapun jenis penelitian sejarah hukum pada dasarnya mempunyai karakteristik penelitian yang memfokuskan pada pembahasan tahap-tahap perkembangan hukum. Setiap masa akan mempunyai pengaturan yang berbeda karena dipengaruhi oleh situasi dan kondisi masyarakat yang ada saat itu, politik hukum dari pemerintah yang berkuasa, budaya hukumnya, dan lain-lain. Oleh karena itu pada jenis penelitian ini juga banyak ahli yang berpendapat bahwa jenis inipun merupakan penelitian sosiologis, namun Soekanto dan Mamuji (1990: 2223) memasukkan ke dalam jenis penelitian normatif. Sebenarnya penelitian tentang sejarah hukum bisa diteliti dari sisi normatif maupun sosiologis, tergantung dari permasalahan yang akan dikaji. Apabila yang dikaji adalah masalah proses pembentukannya dengan menganalisis faktor-faktor non hukum yang berpengaruh dalam proses tersebut, maka penelitian empiris yang harus dilakukan. Tapi apabila yang hendak diteliti peraturannya, maka penelitian normatif berdasarkan terminologi waktu merupakan penelitian normatif. Sebagai contohnya adalah penelitian normatif tentang sejarah pengaturan (pemerintah) desa ketika membuat Naskah Akademik dan draft RUU Desa, Tim Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (2004-2005) telah melakukannya. Ada satu jenis penelitian normatif yang seringkali dilakukan oleh para peneliti hukum, yakni penelitian tentang inventarisasi peraturan perundangan tentang satu topik atau masalah hukum. Tapi jenis penelitian ini kebanyakan oleh para ahli dikategorikan sebagai satu langkah awal dari penelitian hukum,
_________________________
5
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
walaupun ada yang berpendapat bahwa inventarisasi ini sebagai salah satu jenis penelitian hukum. Dengan rincian yang demikian itu dapat dikemukakan bahwa penelitian normatif berguna antara lain untuk: (1) membuat Naskah Akademik suatu peraturan perundang-undangan; (2) juga untuk membuat draft peraturan yang baru, mengubah atau memperbaiki yang lama; (3) penelitian normatif selalu dilakukan oleh seorang profesional hukum dalam menjalankan
profesinya
dalam
kesehariannya,
membuat
legal
memorandum atau opinion, membuat surat gugatan, membuat advokasi atau sosialisasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan Strata satu (S1) model penelitian ini sangatlah penting dan pengajar S1 mutlak harus menguasai metodologi maupun prakteknya. Langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian hukum normatif Seperti juga dalam melaksanakan penelitian hukum yang menggunakan model lain (empiris, misalnya) maka langkah-langkahnya adalah : (1) pembuatan proposal; (2) mengumpulkan data atau bahan; (3) menganalisa bahan; (4) membuat laporan penelitian; Dalam pembuatan suatu proposal paling tidak harus ada point-point : 1. Judul; 2. Latar Belakang Masalah; 3. Permasalahan; 4. Tujuan dan Kegunaan; 5. Kerangka Teoritis atau Kajian Pustaka; 6. Metode Penelitian
_________________________
6
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
Urutan dan point-point yang harus ditulis tidak harus seperti itu, karena kalau penelitian tersebut dilakukan dengan biaya pihak donor atau funding, maka urut-urutannya tergantung dari keinginan pemberi dana. Sedangkan kalau hal tersebut dilakukan untuk mencapai gelar akademis (skripsi, thesis ataupun disertasi), maka juga tergantung pedoman yang dikeluarkan oleh lembaga dimana skripsi dan lain-lain dibuat; di samping tentu saja menyesuaikan dengan kemauan pembimbing masing-masing. Selanjutnya apabila semua penelusuran bahan atau pengumpulan data telahs elesai dilakukan, maka analisis bahan harus dilaksanakan. Bagian berikutnya adalah pembuatan laporan penelitian. Untuk pembuatan laporan ini pembuatannya mulai dari A sampai dengan D tersebut, tapi harus ditambah dengan: 7. Hasil dan pembahasan (untuk bagian ini bisa terdiri satu atau lebih bab) 8. Penutup: yang terdiri dari kesimpulan dan saran atau rekomendasi. Dalam pembuatan laporan sudah tentu point 1-6 agak berbeda isinya, terutama pada metode penelitiannya (point 6). Pada point ini harus dialkukan penyesuaian-penyesuaian, karena harus dilaporkan pengalaman peneliti dalam proses melaksanakan penelitian. Jadi ada kemungkinan apa yang telah direncanakan atau ditulis dalam proposal dalam pelaksanaan tidak dapat dilakukan, atau dapat dilakukan tetapi tidak sama dengan yang menjadi target dalam penelitian. Apabila terjadi hal yang
demikian itu, peneliti wajib
mengemukakannya di dalam laporan di bagian metode, mengapa tidak sama atau yang dalam proposal tidak cocok, atau kalau tidak tercapai target apa kendalanya dan sejauh mana upaya peneliti untuk mengatasi serta mengapa upaya yang dilakukan peneliti tidak berhasil. Demikian pula kalau ada hal-hal baru yang semuala dala proposal tidak dicantumkan dan ternyata merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam penelitian.
_________________________
7
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
1. JUDUL PENELITIAN Membuat
judul
penelitian
tidak
mudah,
karena
ada
syarat-syarat
pembuatan judul yang harus dipahami oleh peneliti. Untuk membuat judul dari suatu usul penelitian yang diajukan pada pemberi dana tertentu haruslah menarik, bombastis, membuat setiap orang atau paling tidak evaluator menyukainya dan tertarik untuk membaca lebih lanjut. Untuk itu peneliti harus tahu lebih dulu tentang isu yang lagi “in” atau yang lagi banyak dibicarakan masyarakat. Berbeda dengan usul penelitian yang dibuat untuk memenuhi tugas suatu mata kuliah atau untuk memperoleh suatu gelar. Untuk hal yang terakhir ini judul harus dibuat sedemikian rupa sesuai dengan minat para kandidat, juga isu yang marak, dan masalah-masalah yang di ruang lingkup akademik dianggap penting dan menarik. Yang terakhir dalam hal pembuatan judul adalah: kapan judul harus dibuat. Pada dasarnya judul boleh dibuat sebelum ataupun sesudah topik dan permasalahan ditulis. Dari pengalaman penulis, seringkali lebih mudah membuat permasalahan ditentukan lebih dahulu, baru membuat judul, dari pada sebaliknya. 2. LATAR BELAKANG MASALAH Setelah persoalan pembuatan judul selesai, maka pembuat usul penelitian harus mengungkapkan tentang pembuatan latar belakang masalah yang akan diteliti atau yang ada dalam judul. Dalam membuat latar belakang masalah tersebut paling tidak ada lima hal yang sebaiknya dicantumkan: (1) menariknya isu atau topik yang akan diteliti; (2) kenyataan yang terjadi (das sein); (3) keadaan yang seharusnya (das sollen) dan (4) kesenjangan antara yang nyata terjadi dan yang seharusnya; (5) hasil-hasil penelitian pada topik atau masalah yang hampir sama. Untuk menulis tentang menariknya isu yang hendak diteliti, maka pembuat usul penelitian harus menggunakan kalimat-kalimat yang membuat pembaca atau evaluator sepakat tentang pentingnya isu. Keterampilan membuat kalimat yang berisi advokasi diperlukan di bagian ini. _________________________
8
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
Selanjutnya ditulis mengenai das sein, yang berisi tentang kenyataan yang terkait dengan topik yang akan diteliti. Untuk itu pembuat usul penelitian harus mengemukakan data yang dapat menunjang pendapatnya. Data tersebut bisa diperoleh dari Biro Pusat Statistik, instansi atau lembaga yang hendak diteliti, media cetak dan elektronik, hasil penelitian yang telah dilakukan, atau observasi awal dari pembuat usul penelitian. Namun demikian pendeskripsian data tersebut tidak usah terlalu detail, melainkan hanya sekedar dapat memberikan bukti bahwa topik yang akan dibahas dalam usul penelitian telah ada data awal yang dapat menjelaskan salah satu indikator dari topik tersebut. Das sollen juga harus dikemukakan dalam latar belakang masalah. Hal-hal yang seharusnya dapat dikemukakan berdasarkan peraturan yang mengatur yang lebih tinggi mulai dari grund-normnya kalau meneliti tentang undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Kalau meneliti pasal-pasalnya dalam satu undangundang, mungkin cita hukum dari undang-undang tersebut. Sama dengan das seinnya, dalam menulis das sollen ini juga jangan terlalu rinci, tapi hanya sekedar dapat menunjukkan bahwa keharusannya seperti yang dideskripsikan oleh pembuat usul penelitian. Ketika sudah mengemukakan menariknya topik dan sein dan das sollen, maka harus pula dikemukakan kesenjangan antara das sollen dan das seinnya. Terakhir, hendaknya dikemukakan tentang hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan usul penelitian, kemudian dijelaskan tentang bedanya penelitian yang telah dilakukan dan penelitian yang diusulkan. 3. PERMASALAHAN Penulisan masalah paling tidak ada dua model. Model pertama adalah model dimana calon peneliti menuliskan rumusannya. Model ini banyak digunakan di beberapa perguruan tinggi atau beberapa pemberi dana. Menulis rumusan masalah secara langsung ini dapat menggunakan kalimat positif maupun kalimat tanya. Untuk model pertama ini permasalahannya seringkali telah dideskripsikan dengan rinci di bagian akhir penulisan latar belakang masalah. _________________________
9
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
Model kedua, model dimana deskripsi permasalahan dirinci di bagian awal point permasalahan (3, dalam makalah ini) yang bisa ditulis satu atau dua alinea sesuai kebutuhan. Setelah itu baru dituliskan rumusannya. Membuat rumusan masalah tidaklah mudah. Apalagi kalau calon peneliti belum mempunyai pengetahuan awal yang luas dalam topik yang bersangkutan. Lagi pula kebanyakan seorang yang sedang belajar membuat usul penelitian selalu kebingungan tentang mana yang lebih dulu antara membuat judul dengan permasalahan. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa dua hal ini tidak menjadi masalah mana yang terlebih dahulu dibuat, yang penting adalah kesesuaian antara keduanya. 4. TUJUAN DAN KEGUNAAN Tujuan dan kegunaan merupakan hal yang penting untuk menunjang untuk memahami pentingnya usul penelitian ini dilakukan. Bahkan beberapa pemberi dana menganggap bagian ini merupakan bagian yang paling penting karena bagian inilah yang dapat menunjukkan arah dan manfaat penelitian ini. Model penulisannya ada yang dijadikan satu point ada yang masing-masing ditulis dalam satu point. 4.1.
TUJUAN
Merumuskan tujuan penelitian haruslah dapat menunjukkan bahwa tujuan penelitian yang dilakukan oleh pembuat usul penelitian sebagaimana yang diharapkan oleh evaluator. Untuk merumuskan hal tersebut pengetahuan tentang kepentingan evaluator penting dipelajari, ini tidak sulit karena biasanya ada pada brosur penawarannya. Kesulitannya adalah pada menyesuaikan kepentingan pengusul dengan evaluator. Lagi pula perumusan ini harus konsisten dengan permasalahan yang telah dirumuskan. 4.2.
KEGUNAAN
Bagian kegunaan sering dikacaukan dengan bagian tujuan penelitian dilakukan, pada hal kedua hal ini berbeda jauh. Kalau kegunaannya adalah untuk menunjukkan bahwa kalau penelitian ini dilakukan hasilnya dapat dipakai oleh _________________________
10
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
pihak-pihak yang diprediksikan oleh calon peneliti, untuk memperbaiki keadaan. Namun kalau tujuan adalah untuk mencapai tujuan penelitiannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan untuk mendeskripsikan tercapainya target usul penelitian tersebut (internal); sedangkan kegunaan adalah untuk mendeskripsikan dapat dicapainya tujuan yang telah ditargetkan oleh usul penelitian tersebut yang berarti di luar area penelitian itu sendiri. Kegunaan bisa dideskripsikan untuk institusi pemberi dana, institusi dimana pengusul berada, subyek yang diteliti atau masyarakat luas. Untuk model penelitian terapan bagian inilah yang merupakan bagian terpenting dari seluruh isi usul penelitian. Sedangkan dalam penelitian untuk memperoleh jenjang kesarjanaan, kegunaan dalam menambah keilmuan, ferifikasi teori, memperbaiki teori ataupun membuat teori. 5. KERANGKA TEORITIS ATAU KAJIAN PUSTAKA Membuat kerangka teoritis dalam penelitian normatif merupakan bagian yang tersulit dalam penelitian. Kerangka teoritis merupakan alur pemikiran yang nantinya digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian normatif kerangka teoritis dibuat berdasarkan teori-teori yang runtut dari dasar pemikiran tentang arti hukum. Sebagaimana dikemukakan oleh Warrasih (2005: 21-23) bahwa hukum memiliki banyak arti, namun dapat dikelompokkan menjadi tiga: (a) hukum dipandang sebagai kumpulan ide atau nilai abstrak, sehingga konsekwensi metodologinya bersifat filosofis; (b) hukum dipandang sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak, maka fokus perhatiannya ada pada hukum sebagai suatu lembaga yang benar-benar otonom, yang terlepas dari hal-hal di luar peraturan, dengan konsekwensi metodologinya bersifat normatif analitis; (c) hukum diartikan sebagai sarana/alat untuk mengatur masyarakat, maka metode yang digunakan adalah empiris. Jadi penelitian normatif merupakan metode dari pemberian arti hukum yang kedua. Oleh karena itu teori-teori dan konsep-konsep yang digunakan adalah teori dan konsep yang diturunkan dari pemberian makna hukum tersebut. Prinsip_________________________
11
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
prinsip lex superior derogat lege inferior, lex specialis derogat lege generalis, dan lex posteriori derogat lege preori merupakan prinsip-prinsip yang sering digunakan dalam menganalisis hukum positif yang dikaji. Selain itu konsep-konsep mengenai masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum serta obyek hukum (Soekanto dan Mamuji; 1990: 8-13) juga dapat digunakan. Dalam penelitian normatif kerangka teoritik lebih merupakan alur atau kerangka yang nantinya dapat digunakan untuk pisau analisis permasalahan yang diajukan oleh peneliti. Kerangka teoritik yang dibuat dapat mengemukakan teori maupun konsep yang ada dalam kepustakaan, tapi yang lebih penting adalah kerangka atau alur yang dibuat oleh peneliti sendiri dengan cara mengkaitkan teori dan konsep dari para ahli yang satu dengan lainnya. Sudah tentu harus sesuai dengan permasalahan yang hendak diteliti. 6. METODE PENELITIAN Metode penelitian normatif berbeda dengan metode penelitian hukum empirik. Dalam metode penelitian normatif urutan logisnya yang harus ada, yaitu: (1) pendekatan; (2) isu hukum yang dikaji; (3) bahan hukum yang dikaji; (4) teknik penelusuran bahan; (5) teknik analisis bahan. 6.1.
PENDEKATAN
Pada bagian pendekatan hendaknya dikemukakan tentang pendekatan apa yang digunakan dalam penelitian yang dibuat oleh calon peneliti. Penentuan pendekatan
ini
disesuaikan
dengan:
(1)
arti
hukum
bagi
peneliti;
(2)
permasalahan; (3) kajian teori dan konsep-konsep yang digunakan sebagai pisau analisis. Dengan penyesuaian ketiga hal tersebut, dipilih pendekatan yang digunakan. Kalau peneliti memandang bahwa hukum merupakan asas-asas kebenaran, kedilan dan berlaku universal atau hukum merupakan norma positif atau yang diputuskan oleh hakim secara konkrit, maka pendekatan normatif atau doktriner yang harus dipilih. Tetapi kalau peneliti beranggapan bahwa hukum merupakan pola-pola perilaku sosial yang eksis dalam berbagai variabel sosial _________________________
12
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
empirik atau merupakan makna simbolik para pelaku sosial yang tampak dalam interaksi antar mereka, maka penelitian empiris yang harus dilakukan. Selain mengkonsistenkan arti hukum dengan metode yang dipilih, permasalahan
yang
yang
hendak
diteliti
juga
harus
digunakan
untuk
mempertimbangkan pemilihan pendekatan, karena memberikan arti hukum harus pula konsisten dengan permasalahan dan terakhir juga harus konsisten dengan kajian teori yang tercantum dalam Kerangka teoritisnya. 6.2.
ISU HUKUM YANG HENDAK DIKAJI
Isu hukum yang hendak dikaji sebenarnya analogi dengan variabel dalam penelitian empiris. Isu hukum dalam penelitian normatif bisa didapat dari teori-teori atau konsep-konsep hukum yang ada dalam kerangka teoritis atau yang ada dalam permasalahan. Apabila seseorang peneliti hendak membuat naskah akademik masalah penghapusan KDRT misalnya, maka penelitian normatif dengan memilih jenisjenis penelitian sinkronisasi dan sistematika hukum dapat dilakukan. Oleh karena itu isu hukum yang dikaji dalam penelitian tersebut adalah: (1) keserasian peraturan perundangan yang terkait, baik secara vertikal maupun horisontal; (2) subyek hukumnya; (3) hak dan kewajiban; (4) peristiwa hukum, (5) hubungan hukum dan (6) obyek hukumnya pada hukum positif yang berlaku di Indonesia, yang dibandingkan dengan beberapa negara lain. 6.3.
BAHAN HUKUM YANG HENDAK DIKAJI
Memilih bahan hukum yang hendak dikaji secara tepat dalam usul penelitian merupakan reputasi dari penelitinya. Pada langkah ini, inventarisasi bahan hukum yang hendak dikaji sangatlah penting yang kemudian harus diikuti dengan mensistematisir bahan-bahan tersebut. Semakin lengkap dan sistematis bahan hukumnya semakin besar harapan bahwa penelitian yang akan dilaksanakan akan dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Bahan hukum yang hendak dikaji dalam penelitian normatif dapat diaktegorikan menjadi tiga macam: (a) bahan hukum primer yang terdiri dari (1) _________________________
13
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
UU, peraturan pelaksanaannya dari Peraturan Pemerintah sampai Peraturan Desa (lihat tata urutan yang dikemukakan dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; (2) perjanjian; (3) putusan hakim; (4) konvensi internasional; (5) bilateral atau multilateral agreement; (b) bahan hukum
sekunder
yang
terdiri
dari
(1)
penjelasan
UU
dan
peraturan
pelaksanaannya; (2) notulen pembahasan peraturan perundang-undangan; (3) hasil-hasil penelitian; (4) pendapat para ahli hukum, praktisi ataupun subyek hukumnya; (c) bahan hkum tersier yang terdiri dari ensiklopedi, kamus, dll. 6.4.
TEKNIK PENELUSURAN BAHAN
Untuk menelusuri bahan hukum primer harus dijelaskan bagaimana cara menulusurinya, dicopy dari perpustakaan atau pusat-pusat dokumentasi dan informasi hukum, atau mengakses dari situs suatu lembaga (misalnya DPR, Mahkamah Agung, Departemen Luar Negeri, Kedutaan negara-negara tertentu, dan lain-lain. Bahan sekunder juga dapat ditelusuri dengan cara yang sama, hanya untuk menelusuri pendapat para pakar hukum atau praktisi bisa ditelusuri dengan cara wawancara bebas atau dengan teknik delphi atau FGD. Yang terkahir penelusuran bahan tersier sama dengan penelusuran bahan primer. 6.5.
TEKNIK ANALISIS BAHAN
Seperti juga yang dilakukan dalam penelitian empiris, maka bahan-bahan hukum yang diperoleh dikateforikan, dan disusun secara sistematis, kemudian dianalisis dengan teknik analisis isi (content-analysis) dengan berbagai metode interpretasi yang digunakan oleh para ahli hukum, antara lain interpretasi analogi, ekstensif, restriktif, formal, dan interpretasi-interpretasi yang lain. 7. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam menulis hasil penelitian, membuat kerangka penulisan yang runtut merupakan hal yang dapat memudahkan untuk mendeskripsikan analisis bahan yang didapat. Apabila pembuatan rumusan masalahnya runtut, maka kerangka pembahasan menurut rumusan masalah memudahkan kerangka berpikir peneliti maupun pembaca laporan penelitiannya. _________________________
14
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
8. PENUTUP Bagian penutup selalu terdiri dari dua bagian, yakni: bagian simpulan dan rekomendasi. 8.1.
SIMPULAN
Bagian simpulan sebaiknya tidak terlau pendek ataupun terlalu panjang. Apabila simpulan dibuat terlau pendek, maka pembaca sulit untuk mengerti dan percaya akan keabsahan pengambilan kesimpulannya, sebaliknya bila terlau panjang, pembaca dapat terkesan akan terjadinya pengulangan dari bagian analisis di Bab sebelumnya. 8.2.
REKOMENDASI
Pembuatan rekomendasi atau istilah lain yang juga sering digunakan “saran”, haruslah diperkirakan yang dapat dilakukan oleh lembaga atau orang atau kelompok orang yang diberi rekomendasi. Pemberian rekomendasi jangan terlalu tinggi targetnya, tapi juga jangan hal-hal yang terlalu umum dan dengan mudah dapat dilakukan; sehingga terkesan bahwa tanpa penelitian yang dilakukan oleh peneliti, setiap orang juga dapat memberikan saran tersebut. Selain itu memberikan rekomendasi jangan hal-hal yang menyimpang jauh dari hasil penelitiannya, serta rincian rekomendasi perlu dikemukakan untuk dapat digunakannya dengan mudah.
Malang, 10 April 2005 Bahan Bacaan Waluyo, Bambang; Penelitian Hukum Dalam Praktek; Sinar Grafika, Jakarta; 1991. Hilmy, Umu; “Metode Penelitian Hukum Normatif”; Makalah yang dipresentasikan pada “Pendidikan dan Latihan Dasar” yang diselenggarakan _________________________
15
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.
oleh Forum Kajian dan Penelitian Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang; tanggal 9-11 Desember 1999. Soekanto, Soerjono & Mamuji, Sri; Penelitian Hukum Normatif: suatu tinjauan singkat; Rajawali Pers, Jakarta; 1990. Hartono Sunaryati; Penelitian Hukum di Indoensia Pada Akhir Abad ke 20; Alumni; Bandung; 1994. Warassih, Esmi; Pranata Hukum: sebuah telaah sosiologis; editor: Karolus Kopong Medan dan Mahmutarom HR; Suryandaru Utama; Semarang; 2005. Soekanto, Soerjono; Pengantar Penelitian Hukum; UI Press; Jakarta, 1986.
_________________________
16
*) Makalah yang disampaikan dalam Lokakarya Pembakuan Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Penelitian (BPP) yang bekerja sama dengan Program Hibah Kompetisi (PHK) A2 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, tanggal 12-13 April 2005. **) Penulis adalah staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, staf peneliti di Pusat Pengembangan Hukum dan Gender Fakulta Hukum Universitas Brawijaya.