Makalah Geografi Pariwisata.docx

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Geografi Pariwisata.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,625
  • Pages: 24
Makalah Geografi Pariwisata Provinsi Sumatera Utara

D I S U S U N OLEH: 1.Annisa Nur Amalia/061840611824 2. Laila Rosvianti/061840611828 3.Riska Amelia/061840611836 4. Tri Nanda Agusvina/061840611841

Lambang Sumatera Utara terdiri dari padi dan kapas, perisai berbentuk jantung yang di dalamnya terdapat lukisan bintang bersudut lima, bukit barisan berpucuk lima, pelabuhan, dan pabrik. Di tengah perisai terdapat gambar seorang yang sedang menanam padi yang dikelilingi sawit, karet, ikan, dan daun tembakau. 

Kepalan tangan yang diacungkan ke atas dengan menggenggam rantai beserta perisainya, adalah lambang kebulatan tekad perjuangan rakyat Provinsi Sumatera Utara melawan imperialisme, kolonialisme, feodalisme dan komunisme.  Batang bersudut lima, perisai dan rantai, melambangkan kesatuan masyarakat di dalam membela dan mempertahankan Pancasila.  Pabrik. pelabuhan, pohon karet, pohon sawit, daun tembakau, ikan. daun padi dan tulisan "SUMATERA UTARA", melambangkan daerah yang indah permai, mashur dengan kekakayaan alamnya yang berlimpah-limpah.  Tujuh belas, kuntum kapas, delapan sudut sarang laba-laba dan empat puluh lima butir padi menggambarkan tanggal, bulan dan tahun kemerdekaan RI.  Tongkat di bawah kepalan tangan, melambangkan watak kebudayaan yang mencerminkan kebesaran bangsa, patriotisme, pencinta dan pembela keadilan.  Bukit barisan yang berpuncak lima, melambangkan tata kemasyarakatan yang berkepribadian luhur, bersemangat persatuan, kegotong-royongan yang dinamis.  Motto Daerah , adalah Tekun Berkarya, Hidup Sejahtera, Mulia Berbudaya.

Sejarah Pada zaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement van Sumatra dengan wilayah meliputi seluruh pulau Sumatera, dipimpin oleh seorang Gubernur yang berkedudukan di kota Medan. Setelah kemerdekaan, dalam sidang pertama Komite Nasional Daerah (KND), Provinsi Sumatera kemudian dibagi menjadi tiga sub provinsi yaitu: Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Utara sendiri merupakan penggabungan dari tiga daerah administratif yang disebut keresidenan yaitu: Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur, dan Keresidenan Tapanuli. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia (R.I.) No. 10 Tahun 1948 pada tanggal 15 April 1948, ditetapkan bahwa Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu: Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah, dan Provinsi Sumatera Selatan. Tanggal 15 April 1948 selanjutnya ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Sumatera Utara. Pada awal tahun 1949, dilakukan kembali reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan Keputusan Pemerintah Darurat R.I. Nomor 22/Pem/PDRI pada tanggal 17 Mei 1949, jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan. Selanjutnya dengan Ketetapan Pemerintah Darurat R.I. pada tanggal 17 Desember 1949, dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur. Kemudian, dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1950 pada tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan tersebut dicabut dan dibentuk kembali Provinsi Sumatera Utara. Dengan Undang-Undang R.I. No. 24 Tahun 1956 yang diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956, dibentuk Daerah Otonom Provinsi Aceh, sehingga wilayah Provinsi Sumatera Utara sebahagian menjadi wilayah Provinsi Aceh.[4]

Geografi Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km². Sumatera Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:



Pesisir Timur



Pegunungan Bukit Barisan



Pesisir Barat



Kepulauan Nias

Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa kolonial Hindia Belanda, wilayah ini termasuk residentie Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau. Di wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini. Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi penduduk yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara kultur dan etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam budaya dan Bahasa Minangkabau.[5]

Batas wilayah

Utara Provinsi Aceh dan Selat Malaka

Selatan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Samudera Indonesia

Barat Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia

Timur Selat Malaka

Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Sumatera (Malaka). Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli. Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara kepulauan Nias. Pulau-pulau lain di Sumatera Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga. Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120 hektare (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha. Namun angka ini sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de facto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi.

Iklim Daerah ini beriklim tropis. Pada bulan Mei hingga September, curah hujan ringan. Sedangkan Oktober hingga April, curah hujan relatif lebat akibat intensitas udara yang lembap.

Penduduk Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2010 jumlah penduduk Sumatera Utara telah meningkat menjadi 12,98 juta jiwa. Kepadatan penduduk

Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per km². Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen. Sensus penduduk tahun 2015, penduduk Sumatera Utara bertambah menjadi 13.937.797 jiwa, dengan kepadatan penduduk 191 jiwa/km². Kadar Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tidak tetap. Pada tahun 2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen.

Suku bangsa Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, Siladang[27], Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau. Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa. Ada juga etnis India (terutama Tamil) dan Arab yang beradu nasib di Sumatera Utara. Berdasarkan Sensus tahun 2010, mayoritas penduduk Sumatera Utara adalah Batak, sudah termasuk semua sub suku Batak. Kemudian Jawa, Nias, Melayu, Tionghoa, Minang, Aceh, Banjar, India, dan lain-lain.

Suku di Sumatera Utara Suku

Persen

Batak



Jawa



41.93 % 32.62 %

Nias



6.36%

Melayu



5.92%

Tionghoa



3.07%

Minang



2.66%

Suku Aceh



1.03%

Banjar



0.97%

Banten



0.36%

Sunda



0.27%

Papua



0.09%



0.23%



4.49%

Asal Luar Negeri Lain-lain

Agama Berdasarkan Sensus tahun 2015, mayoritas penduduk Sumatera Utara menganut agama Islam yakni 63.91%, kemudian Kristen Protestan 27.86%,Katolik 5.41%, Buddha 2.43 %, Hindu 0.35 %, Konghucu 0.02, dan Parmalim 0.01%

Agama di Sumatera Utara Agama

Persen



63.91%



27.86%

Katolik



5.41%

Buddha



2.43%

Hindu



0.35%

Konghucu



0.02%

Parmalim



0.01%

Islam Kristen Protestan

Agama utama di Sumatera Utara berrdasarkan Etnis adalah:



Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu, Pesisir, Minangkabau, Jawa, Aceh, Arab, Mandailing, Angkola, sebagian Karo, Simalungun, Batak Pesisir dan Pakpak



Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Nias dan sebagian Batak Angkola, Tionghoa.



Hindu: terutama dipeluk oleh suku Tamil di perkotaan



Buddha: terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan



Konghucu : terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan



Parmalim: dipeluk oleh sebagian suku Batak yang berpusat di Huta Tinggi



Animisme: masih ada dipeluk oleh suku Batak, yaitu Pelebegu Parhabonaron dan kepercayaan sejenisnya

Sejarah bandara kualanamu (Medan)

Bandar Udara Internasional Kualanamu (IATA: KNO, ICAO: WIMM) adalah Bandar Udara yang terletak di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Bandara ini terletak 39 km dari kota Medan. Bandara ini adalah Bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Lokasi Bandara ini dulunya bekas areal perkebunan PT Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa yang terletak di Kecamatan Beringin, Deli Serdang, Sumatera Utara. Pembangunan Bandara ini dilakukan untuk menggantikan Bandar Udara Internasional Polonia yang sudah berusia 85 tahun. Bandara Kualanamu diharapkan dapat menjadi “Main Hub” yaitu pangkalan transit internasional untuk kawasan Sumatera dan sekitarnya. Selain itu, adanya kebijakan untuk melakukan pembangunan Bandara Internasional Kualanamu adalah karena keberadaan Bandar Udara Internasional Polonia di tengah kota Medan

yang mengalami keterbatasan Operasional dan sulit untuk dapat dikembangkan serta kondisi fasilitas yang tersedia di Bandar Udara Polonia sudah tidak mampu lagi menampung kebutuhan pelayanan angkutan udara yang cenderung terus meningkat.

Sejarah bandara Silangit

Bandar Udara Silangit dibangun pada masa penjajahan Jepang. Pembangunan kembali bandara ini mulai dilakukan sejak tahun 1995 dengan menambah landas pacu sepanjang 900 meter sehingga menjadi 1.400 meter. Pada Maret 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan langsung pengoperasian Bandara Silangit, sejak saat itu pembangunan Bandara pun mulai dilakukan dengan gencar. Pada tahun 2011, Bandara Silangit akhirnya memiliki landas pacu sepanjang 2.400 meter dan direncanakan pada tahun 2015 akan diperpanjang kembali menjadi 3800 oleh 45 meter (12467 ft × 148 ft), sehingga bisa didarati pesawat berbadan lebar secara reguler. Pada tanggal 18 Januari 2011, Bandara Silangit didatangi oleh Presiden RI beserta rombongan yang menggunakan pesawat Boeing 737-500. Dengan kedatangan Presiden tersebut, dinyatakanlah bahwa Bandara Silangit telah sanggup melayani pesawat sekelas A320, A320neo, A330, & B737 Next Generation, & MAX. Luas Terminal saat ini = 100 m2 (Terminal A) & 700 m2 (Terminal B), Fasilitas Navigasi = NDB, AFIS, PAPI & DVOR/DME, Fasilitas Keamanan Penerbangan = X-Ray Baggage, X-Ray Cabin, Walk-through Metal Detector & Handheld Metal Detector, Fasilitas Keselamatan Penerbangan = PKP-PK Type V, Gunebo & Ambulance, Fasilitas Listrik = Generator Set 25 & 125 KVA, Airfield Lighting System (AFL), Apron Light & Apron Flood Light, Fasiitas Terminal = Conveyor Belt, Timbangan Digital, Running Text, LCD Information, Fasilitas Peralatan = Wheel Tractor Rotary Mower, Hand Mower, .

1. Rumah Adat Bolon

Rumah adat Bolon yang ada di provinsi Sumatera Utara ini biasanya disebut Rumah Balai Batak Toba, dan telah diakui oleh Nasional sebagai perwakilan rumah adat Sumatera Utara. Dilihat dari bentuknya, rumah adat ini berbentuk persegi panjang, termasuk kategori rumah panggung. Dan hampir keseluruhannya bangunannya terbuat dari bahan alam. Rumah panggung ini umumnya dihuni oleh 4-6 keluarga yang hidup bersama-sama. Tujuan rumah panggung adat bolon di buat supaya memiliki kolong rumah. Kolong rumah tersebut digunakan sebagai kandang hewan pemeliharaan masyarakat Batak, seperti babi, ayam, dan kambing.

2. Rumah Adat Karo

Rumah adat Karo ini biasanya disebut sebagai rumah adat Siwaluh Jabu. Siwaluh Jabu sendiri memiliki makna sebuah rumah yang dihuni oleh delapan keluarga. Masing-masing keluarga mempunyai peran tersendiri didalam rumah tersebut.

Penempatan keluarga-keluarga dalam rumah Karo ditentukan oleh adat Karo. Secara umum, rumah adat ini terdiri atas Jabu Jahe (hilir) dan Jabu Julu (hulu). Jabu Jahe juga dibagi menjadi dua bagian, yakni Jabu ujung kayu dan Jabu rumah sendipar ujung kayu. Biasanya rumah adat ini terdiri dari delapan ruangan dan dihuni delapan keluarga. Sementara dalam rumah adat karo hanya terdapat empat dapur. Masing-masing jabu dibagi menjadi dua, sehingga terbentuk beberapa jabu-jabu. Anatara lain, sedapuren bena kayu, sedapuren ujung kayu, sedapuren lepar bena kayu, dan jabu sadapuren lepar ujung kayu.

3. Rumah Adat Pakpak

Rumah adat Pakpak/Dairi memiliki bentuk yang khas. Rumah tradisional ini dibuat dari bahan kayu serta atapnya dari bahan ijuk. Bentuk desainnya, selain sebagai wujud seni budaya Pakpak, juga bagian-bagian rumah adat Pakpak mempunyai arti sendiri. Selanjutnya, Rumah adat Pakpak disebut Jerro.Rumah adat ini sama halnya dengan rumah adat lainnya di Sumatera Utara (Sumut). Yang pada umumnya menggunakan tangga dan tiang penyangga.

4. Rumah Adat Nias

Rumah adat Nias dinamai Omo Hada, bentuk rumah adat ini adalah panggung tradisional orang Nias. Selain itu, juga terdapat rumah adat Nias dengan desain yang berbeda, yaitu Omo Sebua.Omo Sebua ini merupakan rumah tempat kediaman para kepala negeri (Tuhenori), kepala desa (Salawa), atau kaum bangsawan. Rumah adat ini dibangun diatas tiang-tiang kayu nibung yang tinggi dan besar, serta beralaskan

Pakaian adat Pakaian Adat Simalungun

Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya. Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung “kekuatan” yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya. Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan mangulosi (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima ulos.Ulos dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain. Ulos dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya ulos penutup kepala wanita disebut suri-suri, ulos penutup badan bagian bawah bagi wanita disebut ragipane, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Ulos dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut Dalihan Natolu, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (sarung). Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara

kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik. Pakaian Adat Batak Toba

Kali ini penulis akan memaparkan pakaian pengantin perempuan Batak Toba. Terdapat beberapa filosofi Batak yang terkandung didalam setiap incinya. Untuk bagian kepala terdiri dari: 1. Sortali = Digunakan sebagai mahkota, terbuat dari tembaga disepuh dengan emas 2. 3 Lembar Daun Sirih = Diselipkan di bagian depan, tepatnya diatas kening 3. Ulos Bittang Maratur = Penghias kepala yang terbuat dari emas atau kuningan, biasanya di bagian konde 4. Sanggul berukuran sedang Untuk bagian tubuh terdiri dari: 1.Baju kurung (Bilulu Na Torang) yang berwarna hitam 2.Selendang dari Ulos Ragi Hotang 3. Rok dari Ulos Ragi Hotang 4. Sepatu (biasanya pada untuk perkawinan Batak zaman dulu tidak dikenakan) Untuk perhiasan terdiri dari: 1.Borgut = kalung yang terbuat dari emas 2. Golang = Gelang

3. Tittin = Cincin 4. Atting-Atting = Anting – Anting 5. Tas untuk tempat sirih yang terbuat dari Ulos

Pakaian Adat Batak Angkola

baju adat raja batak toba Sangat Murah Pakaian Adat Batak Angkola Murah Baju Adat Sumatera Utara historic Suku Batak Angkola merupakan sub suku Batak yang ada di daerah Tapanuli Selatan. Angkola sendiri merupakan nama salah satu sungai/batang besar yakni Batang Angkola. Seperti pakaian adat suku batak yang lain, pakaian adat batak Angkola juga didominasi oleh kain ulos sebagai bahan wajib. Pakaian adat Batak Angkola hampir sama dengan pakaian adat Batak Mandailing hanya saja setelan baju adat ini lebih didominassi oleh warna hitam dan penggunaan aksesoris berwarna keemasan.

Pakaian Batak Pakpak

Suku Batak Pakpak adalah etnis suku batak yang tinggal di Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi. Tak mau kalah dengan daerah lain yang ada di Sumatera Utara, Kabupaten Pakpak juga memiliki kain khas yang menarik yaitu kain Oles. Pakaian adat Batak Pakpak dikenakan dengan berbagai aksesoris seperti bulangbulang(penutup kepala), borgot, rante abak, ucang, tongket dan lain-lain. Pakaian adat Batak Pakpak dikenal dengan nama baju merapi-api yang umum terbuat dari kain beludru. Untuk pakaian pria baju yang dikenakan adalah baju model melayu dengan leher berwarna hitam yang dihiasi manikmanik (api-api) dan detail pada bagian leher dan ujung lengan berwarna hitam putih. Sedang untuk pakain wanita baju yang dikenakan berupa baju model melayu dengan bentuk leher segitiga dengan hiasan manik-manik. Dan bubuhan detail manik-manik pada bagian atas lengan yang manis membentuk gambar seperti kepala kerbau.

Upacara Adat Sumatera Utara

Banyak momentum yang digelar oleh masyarakat Sumut terkait dengan upacara adatnya. Bisa karena ada peristiwa kematian, ada juga upacara dari adat Batak, adat Tapanuli dan adat karo. Masing – masing memiliki ritual berbeda sesuai dengan adat yang diwariskan dari zaman dahulu. Keberagaman yang ada harus mendapat perhatian dari pemerintah. Dari upacara adat Sumatera Utara ini banyak pesan moral yang bisa Anda dapatkan, mulai dari kebersamaan, kekhidmatan dan kepedulian. Budaya yang ada dan terus dirawat oleh generasi selanjutnya merupakan modal sebuah bangsa yang berperadaban. Tidak semua upacara adat Sumatera Utara masih eksis. Hal ini karena pengaruh dari keyakinan agama dan masifnya budaya asing yang masuk kedalam negeri dan memberikan pengaruhnya. Kini sebagian upacara adat masih ada dan yang tinggal sejarah saja. Sebelumnya, kami sudah mengulas beberapa informasi tentang upacara adat Aceh dan upacara adat Lampung untuk bisa Anda baca pada bloh ini. Berikut adalah kumpulan upacara adat Sumatera Utara yang pernah ada.

1. Tarian Sigale-gale

Sigale-gale via Wikipedia Jika Anda pernah ke danau toba, maka tidak asing dengan tarian Sigale-gale. Ya, Sigale-gale adalah boneka kayu menyerupai manusia, dan biasanya patung ini berada di rumah adat Batak desa Tomok. Boneka ini digerakkan oleh manusia yang berada di belakang patung Sigale-gale. Bagi masyarakat setempat, tarian Sigale-gale merupakan ritual memanggil arwah Sigale-gale, sehingga boneka itu bisa menari-nari dengan iringi musik adat Batak.

2. Lompat Batu (Hombo Batu)

Hombo Batu via Tribunnews Hombo Batu atau Lompat batu adalah sebuah ritual yang berasal dari Desa Bawo Mataluo Nias, Kabupaten Nias Selatan provinsi Sumatera Utara. Tradisi ini merupakan ritual khusus buat para pemuda suku Nias. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk menentukan apakah seorang pemuda sudah dewasa dan telah memenuhi syarat untuk menikah atau belum. Batu yang dilompati setinggi 2 meter melalui sebuah batu kecil untuk pijakan. Biasanya ada ritual khusus sebelum melompati batu, dengan memakai pakaian adat mereka akan bersemangat agar bisa melompati batu. Baca : Alat Musik Tradisional Sumatera Utara

3. Mangokal Holi

Mangokal Holi via Sportourism Upacara adat Sumut yang berikut adalah Mangokkal Holi yang berarti mengambil tulang belulang dari leluhur mereka dari dalam kuburan. Setelah tulang diambil, lalu ditempatkan di dalam peti, dan diletakkan dalam buah bangunan tugu khusus untuk menyimpan tulang belulang leluhur. Ada biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan tradisi ini. Dan membutuhkan biaya besar karena selain memotong hewan ternak, acara dilaksanakan hingga beberapa hari. Semua etnis Batak melaksanakan tradisi dengan nama Mangokkal Holi. Tradisi ini berbeda-beda tiap etnis, bagi etnis Toba dan Simalungun menyebutnya Mangokkal Holi, pada etnis Karo disebut dengan Nampakken Tulan, serta etnis Pakpak mengenalnya tradisi Mengkurak Tulan.

4. Mandi Balimo

Balimo via Blogger Upacara Mandi Balimo adalah tradisi atau upacara pembersihan badan sebelum bulan Ramadhan bagi masyarakat Sumatera Utara yang meyakininya. Sebelum bulan Ramadhan tiba, ramai warga mengadakan prosesi mandi Balimo dengan cara mandi guyuran air yang telah dicampur rempah – rempah. Umumnya mereka memakai perasan jeruk purut yang airnya akan diguyurkan ke seluruh tubuh mereka. Meski ada yang menolak, upacara Mandi Balimo ini masih ada yang menjaga keberadaannya hingga kini.

5. Mangirdak

Mangirdak via batakgaul.com

Mangirdak adalah upacara adat Sumatera Utara, yaitu pemberian semangat kepada ibu hamil dimana usia kandungannya sudah menginjak 7 bulan. Upacara Mangirdak ini dilakukan dengan cara mengunjungi dan mendatangi ibu hamil 7 bulan tersebut dengan membawa oleh – oleh atau makanan. Kedatangan mereka memberikan semangat secara lebih kepada sang ibu hamil agar kandungannya dijaga dengan baik sampai dengan masa kelahiran sang bayi. Baca : Lagu Daerah Sumatera Utara PROMOTED CONTENT

Rp 488.237.000 Dalam 1 hari! Astaga!

Dokter asal Beijing ungkap cara memulihkan persendian

Dia memenangkan Rp 848.655.000 dalam 1 hari!

Tumbuhkan rambut yang hilang dalam 21 hari

6. Mangulosi

Mangulosi via puteriputeri.com Upacara Pemberian Ulos Tondi merupakan upacara adat Sumatera Utara yang dilakukan untuk menyambut kedatangan sang bayi yang baru lahir di kepercayaan masyarakat Batak yang dilakukan kepada ayah dan ibu sang bayi. Di upacara ini sang ayah dan ibu akan diberikan kalungan kain ulos yang merupakan kain khas Batak sebagai penghormatan dan rasa syukur mereka kepada keluarga yang telah dikaruniai anak bayi guna meneruskan keturunannya di masa yang akan datang. Bersifat sakral, tradisi Mangulosi masih dilestarikan oleh masyarakat Batak di Sumatera Utara sampai sekarang.

7. Martutu Aek

Martutu Aek via Gobatak.com Martutu Aek adalah upacara adat Sumatera Utara. Yaitu sebuah tradisi proses pemandian dan pemberian nama kepada anak di masyarakat Batak dimana anak akan disucikan dan didoakan agar sang anak mendapatkan keberkahan dan nasib mujur kedepannya. Konon, pada usia anak menginjak 7 hari setelah hari kelahirannya anak bayi wajib dimandikan di pancuran air. Usai itu anak bayi akan diberkati oleh sesepuh adat dimana sesepuh adat ini wajib memberikan rekomendasi nama.

8. Mangharoan Mangharoan adalah upacara adat Sumatera Utara usai 2 minggu umur kelahiran si anak bayi dalam kepercayaan masyarakat Batak. Dalam ini akan dilakukan perjamuan makan bersama yang dilakukan oleh pihak keluarga dengan para tetangga terdekat. Pada upacara Mangharoan ini si ibu dari si anak bayi akan diberikan asupan makanan yang diharapkan bisa memperlancar suplai sir susunya kepada si anak. Tradisi ini bertujuan mendekatkan diri secara lebih antara si anak dengan si ayah dan ibunya agar keterikatan mereka bisa terjaga dengan baik untuk ke depannya.

Baca : Rumah Adat Sumatera Utara

9. Marhajabuan

Marhajabuan adalah upacara ada Sumatera Utara yang biasa dilakukan pada pesta pernikahan oleh sebagian warga Batak. Upacara ini dilakukan dengan mengundang kerabat, tetangga maupun tamu undangan. Para pasangan pengantin wajib berbagi kebahagiaan dengan yang lain lewat sebuah pesta pernikahan. Pada prosesi Marhajabuan ini kedua pasangan pengantin akan diberikan pengalungan kain ulos simbol penghormatan.

Related Documents

Geografi Makalah
August 2019 38
Geografi
May 2020 49
Geografi
April 2020 61
Geografi
May 2020 49
Geografi
November 2019 64