Kata pengantar Daftar isi BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanankesehatan maternal dan neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uteruspada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral ( Obstetri dan Ginekologi ). Terjadinya rupture uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena rupture uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai dinegaranegara yang sedang berkembang, seperti afrika dan asia. Angka ini sebenarnya dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting. Ibu-ibu yang telah melakukan pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan perasaan takut diceraikan oleh suaminya. Oleh karena itu, diagnosis yang tepat serta tindakan yang jitu juga penting, misalnya menguasai teknik operasi.
B. Etiologi Penyebab (etiologi) dari ruptur uteri adalah sebagai berikut : 1. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uteru 2. Induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
3. Presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ) Secara etiologi penyebabnya dibagi menjadi 2: 1. Karena dinding rahim
yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas
SC,miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual 2. Karena peregangan yang luar biasa pada rahim, misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, post maturitas dan grande multipara. Rupture uteri vioventa (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti: 1. ekstraksi forsep 2. Versi dan ekstraksi 3. Embriotomi 4. Versi brakston hicks 5. Sindroma tolakan (pushing sindrom) 6. Manual plasenta 7. Curetase 8. Ekspresi kisteler/cred 9. Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan 10. Trauma tumpul dan tajam dari luar Kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah: 1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali 2. Riwayat SC classic ( midline uterine incision ) 3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “ 4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis 5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun 6. LSCS pada uterus dengan kelainan congenital 7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam 8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC 9.
Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi
C. Manifestasi klinis Diagnosis dan gejala klinis: a. Gejala rupture uteri mengancam
Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong atau didorong oleh dukun atau bidan, partus sudah lama berlangsung.
Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan,bahkan
meminta
supaya
anaknya
secepatnya
dikeluarkan.
Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged laboura), yaitu mututkering, lidah kering dan halus badan panas (demam).
His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus.
Ligamentum rotundum teraba seperrti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras terutama sebelah kiri atau keduannya.
Pada waktu datangnya his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan sbr teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
Penilaian korpus dan sbr nampak lingkaran bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan sbr yang semakin tipis dan teregang. sering lingkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya sbr didinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa. Misalnya terjadi pada asinklintismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuria.
Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti edema portio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Gejala-gejala rupture uteri: 1. Anamnesis dan infeksi
a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,menjerit seolaholah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps. b.
Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
c. Muntah-muntah karena rangsangan peritoneum d. Syok nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak teratur e.
Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tidak begitu banyak, lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
f. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu. g. Kontraksi uterus biasanya hilang. h. Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi kembung dan meteoristis (paralisis khusus). 2. Palpasi a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan. b.
Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari PAP.
c.
Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada dirongga perut, maka teraba bagianbagian janin langsung dibawah kulit perut, dan di sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek
3. Auskultasi a. Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah rupture, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk kerongga perut. 4. Pemeriksaan dalam a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat
didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak.
b.
Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi maka dapat diraba usus,omentum dan bagian-bagian janin
c. Kateterisasi hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung
kemih. d. Catatan : 1) Gejala rupture uteri incomplit tidak sehebat komplit 2) Rupture
uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak didahului oleh uteri mengancam. 3) Sangat penting untuk diingat lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja tim setelah mengerjakan sesuatu operative delivery, misalnya sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsef, embriotomi dan lain-lain
D. Patofisiologi Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri. Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Umum Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen
2.
Pemeriksaan Abdomen Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahanintraperitoneum.
3.
Pemeriksaan Pelvis Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum. Perdarahan pervaginam mungkin hebat. Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur. Apabila robekannya lengkap, jarijari pemeriksa dapatmelalui tempat ruptur langsung ke dalam rongga peritoneum, yang dapat dikenali melalui : a. Permukaan serosa uterus yang halus dan licin b. Adanya usus dan momentum c. jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas
4.
Hitung Darah lengkap dan Apusan Darah
Batas dasar hemoglobin dan nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan banyaknya kehilangan darah.
5.
Urinalisis :
Hematuria sering menunjukkan adanya hubungan denga perlukaan kandung kemih.
6.
Golongan Darah dan Rhesus
4 sampai 6 unit darah dipersiapkan untuk tranfusi bila diperlukan
G. Penatalaksanaan Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi : 1. histerektomi baik total maupun sub total 2. histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya 3. konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala : 1. keadaan umum penderita 2. jenis ruptur incompleta atau completa 3. jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis 4. tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim 5. perdarahan dari luka : sedikit, banyak 6. umur dan jumlah anak hidup 7. kemampuan dan ketrampilan penolong
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat 1. Penanganan Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi. sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.
2. Umumnya histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus,dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis.
H. Pengkajian 1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun 2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang. 3.
Dilakukan pengkajian ABC a) Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas) 1) korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka. cara membebaskan jalan nafas Angkat Dagu Tekan Dahi Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver Membersihkan Jalan Nafas b) BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN) Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan. Teknik memberikan bantuan nafas : o moe to mount o moe to nose o dengan bantuan alat : Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM) c) CIRCULATORY
SUPPORT (Bantuan
Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnioan, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
5. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi 6.
Pengkajian fisik : Tanda vital : • Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg) • Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit) • Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit ) • Suhu : Normal/ meningkat • Kesadaran : Normal / turun • Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi • Kulit : Dingin,v berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill memanjan • Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis ) • Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang
I. Diagnose 1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam 2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam 3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian 4. Resiko infeksi b/d perdarahan 5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan
Daftar pustaka
A. Pengkajian a. Identitas Nama Ibu
: Ny. M
Usia
: 35 thn
Suku/ Bangsa
: Jawa/ Indonesia
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Surabaya
MRS
: 20 Mei 2013
b. Riwayat kesehatan - Keluhan Utama : kenceng-kenceng -
Riwayat penyakit sekarang : Ny. M usia 35 tahun multipara datang ke rumah sakit karena merasakan kenceng-kenceng. Setelah pemeriksan dinyatakan pasien dalam inpartu fase laten dan kemudian diobservasi, setelah dilakukan observasi selama 6 jam keadaan pasien semakin memburuk. pasien tampak lemah, frekuensi nafas cepat dan dangkal 28x/menit, TD 80/60, nadi 110, anemis, nyeri tajam yang sangat pada abdomen bawah dengan skala 8, perdarahan pervagina sedikit, HIS (+), DJJ(+) tidak teratur perlahan-lahan turun, bagian janin lebih mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan kemudian menurun. Klien didiagnosa ruptur uteri pada segmen bawah rahim.
-
Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak punya riwayat penyakit keturunan dan penyakit mengkhawatirkan sebelumnya.
-
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada yang anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
-
Riwayat Menstruasi : 1. Menarche: umur 14 tahun 2. Siklus: teratur tiap bulan 3. Lama: Rata-rata 6-7 hari. 4. Dismenorhea: -
Riwayat Obstetri:
1. GIIP10001 2. Riwayat kehamilan sebelumnya: Anak I : 2009 lahir secara SC pada usia kehamilan 37 minggu. -
c. Pola Gordon Pola nutrisi Pola eliminasi Pola aktivitas Pola istirahat tidur d. Pemeriksaan fisik Kesadaran : menurun Keadaan umum : lemah BB/TB
: 62,3 kg / 158cm
Tanda tanda vital TD
: 80/60 mmHg
N
: 110
RR
: 28x/menit cepat dan dangkal
S
: 36,5 C
Head to toe a. Kepala dan leher 1. Rambut
: tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe.
2. Mata
: konjungtiva anemis sklera putih; pupil midriasis;
cowong 3. Wajah
: adanya kloasma
b. Dada
: pergerakan seimbang
c. Payudara
: konsistensi normal; hiperpigmentasi areola mamae
terlihat; puting menonjol; simetris d. Abdomen 1. Inspeksi adanya linea nigra 2.
HIS menurun, DJJ tidak teratur perlahan-lahan turun, bagian janin
lebih mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan kemudian menurun. e. Genitalia
: perdarahan sedikit
f.
: Edema (-), varises (-)
Ekstremitas
e. Data penunjang Gol darah O rhesus (+)
HB: 11,5 (12-14 )
Hematokrit: 30 % (Perempuan : 35-47 %)
f. Terapi
Analisa data No.
Data
Masalah
Etiologi
1.
DS : Keluhan : Pasien mengeluh nyeri Pengkajian nyeri: p. P : Terdapat robekan uterus q. Q : Nyeri yang dirasakan tajam r. R : Pasien melaporkan nyeri di seluruh lapang abdomen s. S : Skala nyeri 8 (1-10) t. T : Nyeri bertambah hebat seiring dengan kontraksi uterus DO : Nadi : 110 x/menit RR : 28 x/menit Temp : 37,50C
2
3
DS: Pasien mengeluh lemas, kelelahan Kulit dingin, pucat, lembab DO: Pasien tampak pucat, mata cowong Konjungtiva anemis TD 90/60 mmHg Nadi 110x/ menit HB: 11,5 CRT>3detik DS: Pasien mengeluh janin nya bergerak lebih aktif DO: DJJ terdengar tidak teratur (100x/ menit)
Gangguan rasa
uterus, nyaman
kontraksi
terputusnya kontinuitas jaringan
dan
syaraf
pada dinding uterus
Syok hipovolemik Perdarahan intra uteri
Resiko cidera janin
kondisi gawat janin
B. Diagnose 1. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan 2. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus, terputusnya kontinuitas jaringan dan syaraf pada dinding uterus 3. Resiko cidera janin berhubungan dengan kondisi gawat janin
C. Intervensi Hari/tgl
Diagnose Syok
NIC
hipovolemik Setelah
berhubungan perdarahan
dengan keperawatan diharapkan
NIC tindakan Kolaborasi
dilakukan selama volume
1x24 cairan
jam
TTD
pemberian
transfusi
darah
tubuh Pantau intake dan output
seimbang dengan Kriteria Hasil : CRT <2 detik
Setelah 24 jam anjurkan untuk minum tiap jam
Hb normal (12-14g/dl)
Pantau
TTV normal (T: 120/80 mmHg,
TTV
serta
tanda-tanda
dehidrasi
RR: 20x/menit, S: 37,5 C, Nadi : 80-100 x/memit)
Nyeri
berhubungan Setelah
dilakukan
tindakan
- Tentukan sifat, lokasi dan durasi
dengan kontraksi uterus, keperawatan selama 3x24 jam
nyeri,
terputusnya
hemoragic dan nyeri tekan abdomen
kontinuitas Nyeri akan berkurang dengan criteria
jaringan dan syaraf pada hasil : dinding uterus
kaji
kontraksi
- Berikan lingkungan yang nyaman,
Skala nyeri (0-3) dari (1-10)
tenang
TTV normal (T: 120/80 mmHg,RR
untuk mengalihkan nyeri
: 20x/menit, S : 37.5 C, Nadi 80-
uterus,
dan
aktivitas
(relaksasi)
- Kuatkan dukungan sosial/ dukungan
100 x/menit)
keluarga.
Klien tampak rileks
- Kolaborasi pemberian
Kemajuan persalinan baik
narkotik,
sedative, analgesik sesuai instruksi dokter
Resiko janin
tinggi
cidera Setelah
dilakukan
tindakan
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam janin
dengan kondisi gawat dalam kondisi selamat dengan criteria janin
- Observasi tekanan darah dan nadi klien - Dapatkan data dasar DJJ secara
hasil :
manual dan atau elektronik, pantau
- DJJ normal (120-160×/menit)
dengan sering. perhatikan variasi
- Pergerakan bayi normal
DJJ dan perubahan periodic pada
- Bayi lahir selamat
respon terhadap kontraksi uterus.
- Kemajuan persalinan baik
- Berikan O2 10-12 liter dengan masker
jika
terjadi
tanda-tanda
distress janin -
- Kolaborasi untuk tindakan operasi