LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE DI RUANG SHAFA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
OLEH: MUHAMMAD MAULIDAN 1812101020095
KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR (K3S) KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2019
A. Pengertian Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Putra, 2012). ADHF adalah didefinisikan sebagai perburukan keadaan dari simtom HF yang biasanya disebabkan oleh edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang cepat pada paru (Pinto, 2012).
B. Etiologi Menurut Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiati (2006) etiologi ADHF antara lain: 1. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati) 2. Sindroma koroner akut a. Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik b. Komplikasi kronik IMA. c. Infark ventrikel kanan 3. Krisis Hipertensi 4. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler, dll). 5. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada 6. Stenosis katup aorta berat 7. Miokarditis berat akut 8. Tamponade jantung 9. Diseksi aorta 10. Kardiomiopati pasca melahirkan 11. Faktor presipitasi non-kardiovaskular a. Pelaksanaan terhadap pengobatan kurang b. Overload volume c. Infeksi pneumonia atau septicemia d. Severe brain insult e.
C. Manifestasi Klinis
D. Patofisiologi ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF. Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurunan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini akan
menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah edema paru. Edema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer (Price, 2005). E. Penatalaksanaan Penanganan awal berupa tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dengan membatasi asupan garam dalam makanan untuk mengurangi beban awal dengan menurunkan retensi cairan. Apabila gejala menetap dengan pembatasan garam yang sedang, diperlukan diuretik oral untuk mengatasi retensi natrium dan air. Terapi awal bertujuan untuk memperbaiki dan menstabilkan kondisi hemodinamik, yaitu meliputi: 1. Oksigenasi dengan sungkup masker atau CPAP (continous positive airway pressure), target SaO2 94-96% 2. Pemberian vasodilator berupa nitrat dan nitroprusid 3. Terapi diuretik dengan furosemid atau diuretik kuat lainnya (dimulai dengan bolus IV dan bila perlu diteruskan dengan infus berkelanjutan) 4. Pemberian morfin untuk memperbaiki status fisik, psikologis dan hemodinamik 5. Pemberian infus intravena dipertimbangkan apabila ada kecurigaan tekanan pengisian yang rendah 6. Pacing, antiaritmia, atau elektroversi jika terjadi kelainan denyut dan irama jantung 7. Mengatasi komplikasi metabolik dan kondisi spesifik organ lainnya 8. Pemberian obat inotropik meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium, yaitu glikosida digitalis dan non glikosida meliputi epinefrin dan norepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase seperti amrinoon dan enoksimon (Price, 2005). F. Pemeriksaan Diagnostik 1. EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung 2. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
3. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. 4. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya. 5. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat. 6. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular. 7. Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding. 8. Kateterisasi jantung : Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas
G. Komplikasi 1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah. 2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata 3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Pengkajian Primer 1. Airway Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan. 2. Breathing Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, retraksi dada, adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara nafas tambahan. 3. Circulation Pengkajian mengenai volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi. 2. Pengkajian Sekunder a. Aktivitas/istirahat 1) Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
2) Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pada aktivitas. b. Sirkulasi 1) Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen. 2) Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ; Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting , khususnya pada ekstremitas. c.
Integritas ego 1) Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis) 2) Tanda
: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung. d. Eliminasi 1) Gejala
: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi. e. Nutrisi 1) Gejala
: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic. 2) Tanda
: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting). f.
Higiene 1) Gejala
: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
2) Tanda
: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori 1) Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan. 2) Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
h. Nyeri/Kenyamanan 1) Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot. 2) Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri. i.
Pernapasan 1) Gejala
: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan. 2) Tanda
: -
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
-
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
-
Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
j.
-
Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
-
Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
-
Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
Interaksi sosial 1) Gejala
: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu. 2. Intoleransi
aktivitas
b/d
ketidakseimbangan
antara
suplai oksigen/kebutuhan,
kelemahan d/d pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktivitas. 3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung b/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels, wheezing. 4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer sekunder terhadap penurunan curah jantung d/d pengisian kapiler lambat, warna kuku pucat atau sianosis
5. Nyeri b/d iskemia jaringan b/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia. 6. Perubahan pola tidur b/d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan (sesak, batuk) b/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.
C. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Diagnosa I : Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu. Kriteria tujuan : Pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal dan pasien bebas dari distress pernafasan. Rencana Tindakan Rasionalisasi 1. Auskultasi bunyi nafas, krekels, wheezing. 1. Memantau adanya kongesti paru untuk intervensi 2. Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan nafas lanjut. dalam. 3. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler. 4. Kolaborasi untuk memantau analisa gas darah & nadi oksimetri. 5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi. 6. Kolaborasi untuk pemberian diuretik dan bronkodilator
2. Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen. 3. Menurunkan konsumsi oksigen dan memaksimalkan pegembangan paru. 4. Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. 5. Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar untuk memperbaiki hipoksemia jaringan. 6. Diuretik dapat menurunkan kongesti alveolar dan meningkatkan pertukaran gas. Broncodilator untuk dilatasi jalan nafas.
2. Diagnosa II : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d pasien terus menerus sepanjang hari sesak nafas saat aktivitas, tanda vital berubah saat beraktifitas. Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi kebutuhan perawatan sendiri. Rencana Tindakan 1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas.
Rasionalisasi 1. Hipotensi ortostatik dapt terjadi dengan aktivitas
2. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, takikardi, disritmia, dispneu, berkeringat, pucat.
2. Ketidakmampuan miokardium meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat meningkatkan frekuensi jantung, kebutuhan oksigendan peningkatan 3. Berikan bantuan dalamaktivitas perawatan kelelahan. diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat. 3. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi stres miokard/kebutuhan 4. Kolaborasi untuk mengimplementasikan oksigen berlebihan. program rehabilitasi jantung 4. Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung dan konsumsi oksigen berlebihan
3. Diagnosa III : Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas krekels,wheezing. Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria : Keseimbangan intake dan output Bunyi nafas bersih/jelas Tanda vital dalam batas normal Berat badan stabil Tidak ada edema
Rencana Tindakan 1. Pantau haluaran urine, warna, jumlah. 2. Pantau intake dan output selama 24 jam. 3. Pertahankan posisi duduk semifowler selama masa akut. 4. Timbang berat badan setiap hari.
atau
Rasionalisasi 5. Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis. 6. Memantau respon terapi. 7. Retensi cairan berlebihan dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema.
8. Kelebihan volume cairan sering menimbulkan 5. Kaji distensi leher dan pembuluh kongesti paru. perifer, edema pada tubuh. 9. Menunjukkan adanya komplikasi edema paru 6. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi atau emboli paru. tambahan mis: krekels, wheezing. Catat adanya peningkatan dispneu, takipneu, 10. Hipertensi dan peningkatan PND, batuk persisten. CVP menunjukkan kelebihan volume cairan. 7. Selidiki keluhan dispneu ekstrem tiba11. Memantau adanya asites tiba, sensasi sulit bernafas, rasa panik. • Perluasan jantung menimbulkan kongesti 8. Pantau tekanan darah dan CVP. vena sehingga terjadi distensi abdomen, 9. Ukur lingkar abdomen. pembesaran hati dan nyeri. • Diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium dan Catat keluhan nyeri abdomen kuadran klorida pada tubulus ginjal. kanan atas. • Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan 11. Kolaborasi dalam pemberian obat: kalium berlebihan Diuretik 12. Menurunkan air total tubuh/mencegah 12. Kolaborasi untuk mempertahankan reakumulasi cairan cairan/pembatasan natrium sesuai indikasi. 13. Memberikan diet yang dapat di teri ma pasien 13. Konsultasi dengan bagian gizi. 10. Palpasi hepatomegali.