Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धमम "Kebenaran Abadi" [1] ), dan VaidikaDharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini. [2] [3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 milyar jiwa. [4] Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis
- Sidrap).
1. Etimologi Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). [5] Dalam Regweda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua
1
India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.
2. Keyakinan dalam Hindu Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk. Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:
1. 2. 3. 4. 5.
Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan Punarbhawa Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi) Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia
2. 1. Widhi Tattwa
Omkara. Aksara suci bagi umat Hindu yang melambangkan "Brahman" atau "Tuhan Sang Pencipta" Artikel utama untuk bagian ini adalah: Brahman Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan dalam kitab Weda, Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebut Brahman. Filsafat tersebut juga enggan untuk mengakui bahwa dewa-dewi merupakan Tuhan tersendiri atau makhluk yang menyaingi derajat Tuhan [6] .
2. 2. Atma Tattwa Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman. Jiwatma bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri apabila Jiwatma mencapai moksa [7] .
2. 3. Karmaphala Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut Karmaphala (karma = perbuatan; phala = buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang
2
reinkarnasi, karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi) [8] .
2. 4. Punarbhawa Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila seseorang mencapai kesadaran tertinggi (moksha).
2. 5. Moksa Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena iu, Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.
3. Konsep ketuhanan
Salah satu bentuk penerapan monoteisme Hindu di Indonesia adalah konsep Padmasana, sebuah tempat sembahyang Hindu untuk memuja Brahman atau "Tuhan Sang Penguasa".
3
Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesaji di tempat suci keluarganya. Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia. [9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.
3. 1. Monoteisme Dalam agama Hindu pada umumnya, konsep yang dipakai adalah monoteisme. Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Adwaita Wedanta yang berarti "tak ada duanya". Selayaknya konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya, Adwaita Wedanta menganggap bahwa Tuhan merupakan pusat segala kehidupan di alam semesta, dan dalam agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan Brahman. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman merupakan sesuatu yang tidak berawal namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta. Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam konsep tersebut, posisi para dewa disetarakan dengan malaikat dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasajasanya sebagai perantara Tuhan kepada umatnya. Filsafat Adwaita Wedanta menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman, Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran Tuhan kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti misalnya: Wisnu, Brahma, Siwa, Laksmi, Parwati, Saraswati, dan lain-lain. Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di Bali), konsep Ida Sang Hyang Widhi Wasa merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.
3. 2. Panteisme Dalam salah satu Kitab Hindu yakni Upanishad, konsep yang ditekankan adalah panteisme. Konsep tersebut menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud tertentu maupun tempat tinggal tertentu, melainkan Tuhan berada dan menyatu pada setiap ciptaannya, dan terdapat dalam setiap benda apapun [10] , ibarat garam pada air laut. Dalam agama Hindu, konsep panteisme disebut dengan istilah Wyapi Wyapaka. Kitab Upanishad dari Agama Hindu mengatakan bahwa Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu, beliau tidak berada di sorga ataupun di dunia tertinggi namun berada pada setiap ciptaannya.
4
3. 3. Ateisme Agama Hindu diduga memiliki konsep ateisme (terdapat dalam ajaran Samkhya) yang dianggap positif oleh para teolog/sarjana dari Barat. Samkhya merupakan ajaran filsafat tertua dalam agama Hindu yang diduga menngandung sifat ateisme. Filsafat Samkhya dianggap tidak pernah membicarakan Tuhan dan terciptanya dunia beserta isinya bukan karena Tuhan, melainkan karena pertemuan Purusha dan Prakirti, asal mula segala sesuatu yang tidak berasal dan segala penyebab namun tidak memiliki penyebab [11] . Oleh karena itu menurut filsafat Samkhya, Tuhan tidak pernah campur tangan. Ajaran filsafat ateisme dalam Hindu tersebut tidak ditemui dalam pelaksanaan Agama Hindu Dharma di Indonesia, namun ajaran filsafat tersebut (Samkhya) merupakan ajaran filsafat tertua di India. Ajaran ateisme dianggap sebagai salah satu sekte oleh umat Hindu Dharma dan tidak pernah diajarkan di Indonesia.
3. 4. Konsep lainnya Di samping mengenal konsep monoteisme, panteisme, dan ateisme yang terkenal, para sarjana mengungkapkan bahwa terdapat konsep henoteisme, politeisme, dan monisme dalam ajaran agama Hindu yang luas. Ditinjau dari berbagai istilah itu, agama Hindu paling banyak menjadi objek penelitian yang hasilnya tidak menggambarkan kesatuan pendapat para Indolog sebagai akibat berbedanya sumber informasi. Agama Hindu pada umumnya hanya mengakui sebuah konsep saja, yakni monoteisme. Menurut pakar agama Hindu, konsep ketuhanan yang banyak terdapat dalam agama Hindu hanyalah akibat dari sebuah pengamatan yang sama dari para sarjana dan tidak melihat tubuh agama Hindu secara menyeluruh [12] . Seperti misalnya, agama Hindu dianggap memiliki konsep politeisme namun konsep politeisme sangat tidak dianjurkan dalam Agama Hindu Dharma dan bertentangan dengan ajaran dalam Weda. Meskipun banyak pandangan dan konsep ketuhanan yang diamati dalam Hindu, dan dengan cara pelaksanaan yang berbeda-beda sebagaimana yang diajarkan dalam Catur Yoga, yaitu empat jalan untuk mencapai tuhan, maka semuanya diperbolehkan. Mereka berpegang teguh kepada sloka yang mengatakan: “ Jalan mana pun yang ditempuh manusia kepada-Ku, semuanya Aku terima dan Aku beri anugerah setimpal sesuai dengan penyerahan diri mereka. Semua orang mencariku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna) [13] ”
4. Pustaka suci Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda. Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta. Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti. •
Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.
•
Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum,
5
sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.
Kitab Regweda dalam aksara Dewanagari dari abad ke-19.
Krishna Dwaipayana Wyasa, seorang Maharesi yang mengklasifikasi kitab Weda.
4. 1. Weda Weda merupakan kitab suci yang menjadi sumber segala ajaran agama Hindu. Weda merupakan kitab suci tertua di dunia karena umurnya setua umur agama Hindu. Weda berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu dari kata vid yang berarti "tahu". Kata Weda berarti "pengetahuan". Para nabi yang menerima wahyu Weda jumlahnya sangat banyak, namun yang terkenal hanya tujuh saja yang disebut Saptaresi. Ketujuh nabi tersebut yakni:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Resi Gritsamada Resi Wasista Resi Atri Resi Wiswamitra Resi Wamadewa Resi Bharadwaja Resi Kanwa
Ayat-ayat yang diturunkan oleh Tuhan kepada nabi-nabi tersebut tidak terjadi pada suatu zaman yang sama dan tidak diturunkan di wilayah yang sama. Resi yang menerima wahyu juga tidak hidup pada masa yang sama dan tidak berada di wilayah yang sama dengan resi lainnya, sehingga ribuan ayat-ayat tersebut tersebar di seluruh wilayah India dari zaman ke zaman, tidak pada suatu zaman saja. Agar ayat-ayat tersebut dapat dipelajari oleh
6
generasi seterusnya, maka disusunlah ayat-ayat tersebut secara sistematis ke dalam sebuah buku. Usaha penyusunan ayat-ayat tersebut dilakukan oleh Bagawan Byasa atau Krishna Dwaipayana Wyasa dengan dibantu oleh empat muridnya, yaitu: Bagawan Pulaha, Bagawan Jaimini, Bagawan Wesampayana, dan Bagawan Sumantu. Setelah penyusunan dilakukan, ayat-ayat tersebut dikumpulkan ke dalam sebuah kitab yang kemudian disebut Weda. Sesuai dengan isinya, Weda terbagi menjadi empat, yaitu:
1. 2. 3. 4.
Regweda Samhita Ayurweda Samhita Samaweda Samhita Atharwaweda Samhita
Keempat kitab tersebut disebut "Caturweda Samhita". Selain keempat Weda tersebut, Bhagawadgita yang merupakan intisari ajaran Weda disebut sebagai "Weda yang kelima".
4. 2. Bhagawadgita Bhagawadgita merupakan suatu bagian dari kitab Bhismaparwa, yakni kitab keenam dari seri Astadasaparwa kitab Mahabharata, yang berisi percakapan antara Sri Kresna dengan Arjuna menjelang Bharatayuddha terjadi. Diceritakan bahwa Arjuna dilanda perasaan takut akan kemusnahan Dinasti Kuru jika Bharatayuddha terjadi. Arjuna juga merasa lemah dan tidak tega untuk membunuh saudara dan kerabatnya sendiri di medan perang. Dilanda oleh pergolakan batin antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertanya kepada Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama. Kresna yang memilih menjadi kusir kereta Arjuna menjelaskan dengan panjang lebar ajaran-ajaran ketuhanan dan kewajiban seorang kesatria agar dapat membedakan antara yang baik dengan yang salah. Ajaran tersebut kemudian dirangkum menjadi sebuah kitab filsafat yang sangat terkenal yang bernama Bhagawadgita. Bhagawadgita terdiri dari delapan belas bab dan berisi ± 650 sloka. Setiap bab menguraikan jawaban-jawaban yang diajukan oleh Arjuna kepada Kresna. Jawaban-jawaban tersebut merupakan wejangan suci sekaligus pokok-pokok ajaran Weda.
Salah satu ilustrasi dalam kitab Warahapurana.
Sebuah ilustrasi dalam kitab Mahabharata, salah satu Itihasa (wiracarita Hindu).
4. 3. Purana Purana adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti "sejarah kuno" atau "cerita kuno". Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai sekitar
7
tahun 500 SM. Terdapat delapan belas kitab Purana yang disebut Mahapurana. Adapun kedelapan belas kitab tersebut yakni:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Matsyapurana Wisnupurana Bhagawatapurana Warahapurana Wamanapurana Markandeyapurana Bayupurana Agnipurana Naradapurana
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Garudapurana Linggapurana Padmapurana Skandapurana Bhawisyapurana Brahmapurana Brahmandapurana Brahmawaiwartapurana Kurmapurana
4. 4. Itihasa Itihasa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah kepahlawanan para raja dan kesatria Hindu di masa lampau dan dikombinasikan dengan filsafat agama, mitologi, dan cerita tentang makhluk supranatural, yang merupakan manifestasi kekuatan Brahman. Kitab Itihasa disusun oleh para Resi dan pujangga India masa lampau, seperti misalnya Resi Walmiki dan Resi Byasa. Itihasa yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahabharata.
4. 5. Kitab lainnya Selain kitab Weda, Bhagawadgita, Upanishad, Purana dan Itihasa, agama Hindu mengenal berbagai kitab lainnya seperti misalnya: Tantra, Jyotisha, Darsana, Salwasutra, Nitisastra, Kalpa, Chanda, dan lain-lain. Kebanyakan kitab tersebut tergolong ke dalam kitab Smerti karena memuat ajaran astronomi, ilmu hukum, ilmu tata negara, ilmu sosial, ilmu kepemimpinan, ilmu bangunan dan pertukangan, dan lain-lain. Kitab Tantra memuat tentang cara pemujaan masing-masing sekte dalam agama Hindu. Kitab Tantra juga mengatur tentang pembangunan tempat suci Hindu dan peletakkan arca. Kitab Nitisastra memuat ajaran kepemimpinan dan pedoman untuk menjadi seorang pemimpin yang baik. Kitab Jyotisha merupakan kitab yang memuat ajaran sistem astronomi tradisional Hindu. Kitab Jyotisha berisi pedoman tentang benda langit dan peredarannya. Kitab Jyotisha digunakan untuk meramal dan memperkirakan datangnya suatu musim.
5. Karakteristik
8
Ritual Keagamaan Hindu di Candi Prambanan, Yogyakarta, Indonesia. Dalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Brahman dan mengungkapkannya melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan filosofis. Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui praktik-praktik askese atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih, bakti dan percaya (Sradha). Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma yang kekal abadi. Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan oleh Tuhan sendiri, yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan Tuhan ke dunia pada jaman Dwaparayuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu [14] . Ajaran Kresna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawadgita, adalah kitab suci Hindu yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci atau wahyu dari Tuhan asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau untuk seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke waktu pada hakekatnya adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang kekal abadi, tentang hakekat akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana manusia lahir dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya manusia hidup ke dunia.
6. Enam filsafat Hindu Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu.
Filsafat India
Nastika
Buddha
Jaina
Astika
Carwaka
Kelompok Astika yang ajarannya bersumber langsung kepada Weda
Kelompok Astika yang ajarannya tidak bersumber langsung kepada Weda
9
Wedanta
Adwaita Dwaita
Mimamsa
Yoga
Samkhya
Waisiseka
Nyaya
Wisistadwaita
Keterangan: •
Kotak Hijau : Sad Darsana
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) — institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu — yaitu: Nyāya, Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka. Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari masingmasing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.
7. Konsep Hindu Hindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut meliputi pelaksanaan yajña, sistem Catur Warna (kasta), pemujaan terhadap Dewa-Dewi, Trihitakarana, dan lain-lain.
7. 1. Dewa-Dewi Hindu
Pelaksanaan Ngaben di Ubud, Bali Artikel utama: Dewa dalam konsep Hinduisme Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti “beResinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa. Mereka disebut Trimurti.
10
Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.
7. 2. Sistem Catur Warna (Kasta) Dalam agama Hindu, dikenal istilah Catur Warna bukan sama sekali dan tidak sama dengan kasta. Dalam ajaran Catur Warna, masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yaitu: • • • •
Brāhmana - golongan para pendeta, orang suci, pemuka agama dan rohaniawan Kshatriya - golongan para raja, adipati, patih, menteri, dan pejabat negara Waisya - golongan para pekerja material (petani, pedagang, nelayan, dsb.) Sudra - golongan para pembantu keempat golongan di atas
Menurut ajaran catur Warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Catur Warna menekankan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi suatu siklus “memberi dan diberi” jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.
7. 3. Pelaksanaan ritual (Yajña) Dalam ajaran Hindu, Yajña merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada para leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Biasanya diwujudkan dalam ritual yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan dunia, keselamatan leluhur, maupun sebagai kewajiban seorang umat Hindu. Bentuk pengorbanan tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya).
8. Sekte (aliran) dalam Hindu Jalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran terbesar agama Hindu saat ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta, Sekte Bhairawa, dan lain-lain. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekta Rudra, Sekte Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan (Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilakan memilih sendiri yang mana yang paling baik/bagus.
9. Toleransi umat Hindu Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut: Sansekerta: एक म् सत् ििपा : बहुधा िदिित Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama." — Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46) Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:
11
samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham (Bhagavad Gītā, IX. 29) Arti: Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk. Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi. Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham, mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah (Bhagavad Gītā, 4.11) Arti: Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna) Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati, tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham (Bhagavad Gītā, 7.21) Arti: Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang, Aku perlakukan mereka sama dan Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥ te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam (Bhagavad Gītā, IX.23) Arti: Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna) Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam". Mereka diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi untuk kehidupan pembunuhan dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk) untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta jujur dalam melakukan segala pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Aktualisasi Weda Melalui Proses Catur Konsep Weda adalah kitab suci agama Hindu, diyakini dan dipedomi oleh umat Hindu sebagai satu satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari, maka kitab suci Weda adalah sumber ajaran agama Hindu.
12
Weda dihimpun menjadi 4 (empat) disebut "Samhita" dan keempat ini dikenal dengan nama Catur Weda yang terdiri dari Rg Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda. Umat Hindu dengan kepercayaan dan keyakinannya mengaktualisasikan Weda dalam kehidupannya melalui proses Catur Konsep. Catur Konsep yang kita bahas disini terdiri dari Catur Weda, Catur Purusartha, Catur Dharma, Catur Yuga, Catur Asrama, Catur Warna, dan Catur Marga. Melalui Catur Konsep inilah umat Hindu melakukan pencerahan kehadapan Yang Widhi Wasa disamping konsep2 lainnya seperti Panca Yadnya, Trikaya Parisuda, Tri Hita Karana dan lain lainnya. Diantara Catur Konsep tersebut satu sama lainnya saling keterkaitan dan mempunyai korelasi sehingga maksud dan tujuannya akan menjadi lebih jelas apabila kita mencoba melakukan simulasi dari Catur Konsep tersebut. Tetapi sebelum melakukan simulasi sebaiknya Catur Konsep didalami terlebih dahulu, sehingga dapat dihubungkan antara Catur Konsep yang satu dengan yang lain dan mempunyai keterkaitan. Setiap konsep pasti tidak terlepas dari konsep inti yaitu Weda, sebab Wedalah merupakan inti sari dari semua konsep yang ada dan tidak boleh menyimpang dari kitab suci Hindu Weda. Catur Konsep. Catur Konsep adalah suatu konsep dasar ajaran agama Hindu yang merupakan kepercayaan dan keyakinan umat Hindu yang terdiri dari Catur (empat) himpunan (bagian) yang saling keterkaitan satu dengan yang lain. Didalam Catur Konsep ini adalah pembahasan mengenai Visi Missi dan Etika yaitu tindakan yang harus dilakukan sebagai kewajiban agar umat Hindu dapat dengan mudah dan cepat dapat melakukan pendekatan atau pencerahan kehadapan Yang Maha Kuasa. Dengan memperdalam Catur Konsep ini, umat Hindu dapat dengan jelas kemana arah tujuan yang akan ditempuh, sebab tahap2 yang wajib diaplikasikan secara sistematis sudah diatur didalam Catur Konsep ini. Tujuan akhir dari umat Hindu adalah Moksa, yang terdapat dalam Catur Purusartha, untuk mencapai Moksa dibutuhkan Catur Dharma sebagai landasannya. Umat Hindu percaya adanya ruang dan waktu (kala), dan diatur dalam Catur Yuga, setiap Yuga mempunyai pengaruh terhadap kehidupan di alam semesta ini. Manusia dalam proses kehidupan dibagi dalam Catur Asrama sesuai dengan tingkat umur, masa, asrama dan setiap asrama mempunyai tanggung jawab yang berbeda beda sesuai dengan tujuan hidup yang terdapat dalam Catur Purusartha. Disamping Catur Asrama, manusia dalam kehidupannya mempunyai profesi masing masing sesuai tingkat bakat dan kemampuannya yang disebut Catur Warna (bukan Kasta). Dalam mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa, dalam agama Hindu ada beberapa cara dapat ditempuh sesuai dengan kemampuan serta keinginan. Dalam agama Hindu diatur umatnya apabila ingin menunjukan Cinta Kasih kepada Tuhan melalui Catur Marga dan jangan dipermasalahan jalan (marga) mana yang akan ditempuh, terserah masing2 individu sesuai dengan keyakinanya. Sebagai ilustrasi Catur Konsep dapat digambarkan sebagai berikut : AKTUALISASI CATUR KONSEP. Dalam mengaktualisasikan ajaran2 Weda tidak terlepas dari Panca Srada, Ritual dan Etika yang merupakan inti ajaran Agama Hindu. Untuk pembahasan dalam tulisan ini kita membatasi hanya beberapa Catur Konsep yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya dan hanya ringkasan saja tidak dibahas secara detail, sebab yang ditonjolkan dalam tulisan ini adalah metodelogi cara pembahasan. Adapun Catur Konsep yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Catur Weda. Nama Catur Weda dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa weda merupakan himpunan (Samhita) dari RgWeda, Yajur Weda, Samaweda dan Atharwaweda. Setiap ajaran Agama selalu memberikan tuntunan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia baik lahir maupun bathin. Dan diyakini bahwa ajaran agama
13
bersumber dari kitab suci yang merupakan wahyu atau sabda Tuhan yang disebut Sruti yang artinya didengar. Weda sebagai himpunan sabda (wahyu) berasal dari Tuhan bukan dari manusia (Resi), sebab para resi penerima wahyu hanya berfungsi sebagai sarana dari Tuhan untuk menyampaikan ajaran sucinya. Svami Dayanada Saraswati menyatakan bahwa Weda adalah sabdanya Tuhan dan segala kuasanya bersifat abadi mengacu kepada Yayurweda sebagai berikut: Tasmad Yajnat sarvahuta Rcah samani jajnire Chandamsi jajnire tasmad Yajus tasmad ajayata (Yayurweda XXX.7) Artinya : Dari Tuhan yang maha agung dan kepadanya umat Manusia mempersembahkan berbagai yadna dan Dari padanya muncul Rgweda dan Samaweda. Dari padanya muncul Yayurweda dan Samaweda. Weda mengandung ajaran2 yang bersifat rahasia yakni ajaran Moksa atau kelepasan. Ajaran Weda meliputi ajaran Ketuhanan serta penciptaan alam ini yang penuh misteri, manusia sebagai salah satu makluk Tuhan yang mempunyai kemampuan terbatas harus selalu mendalami ajaran Tuhan sehingga tujuan tertinggi yaitu Moksa dapat tercapai. Masing2 himpunan Weda ini mempunyai isi yang berbeda beda baik banyaknya Mantra dan Isi Mantranya. Rg Weda terdiri dari 10.589 mantra dibagi dalam 10 mandala (buku), yang berisi pujian terhadap Agni yaitu Dewi Api dan Dewa Indra. Sama Weda terdiri dari 1875 mantra dibagi dalam 6 prapathaka (buku) yang berisi pujian terhadap Soma yaitu Dewa Surya (Dewa Matahari). Yayur Weda terdiri dari 1975 mantra dalam 41 adhyaya, yang berisi tata cara pemujaan yaitu Yadnya. Atharwa Weda terdiri dari 5.977 mantra dibagi dalam 20 kanda, yang berisi nyanyian suci dan tata cara pengobatan serta bahan2 obat untuk penyembuhan Catur Purusartha. Didalam Catur Purusartha tergambar Visi Misi dari umat Hindu, yaitu tujuan mutlak yang tertinggi yang ingin dicapai adalah Moksa yaitu pembebasan Atma dari Triguna (Satwam, Rajas dan Tamas) melalui Reinkarnasi dengan hukum Karmanya (Karma Pala).Untuk mencapai Moksa harus dilandasi dengan Dharma dan setiap tindakan (karma) yang dilakukan harus berdasarkan Dharma, serta Ajaran Dharma yang terdapat dalam Weda harus ditegakkan. Dalam proses kehidupan ini, umat Hindu tidak terlepas dari kewajiban (duty) untuk melakukan Yadnya, yang dikenal dengan Panca Yadnya. Untuk mendukung kehidupan dibutuhkan Artha yang akan dipergunakan untuk korban suci (Yadnya), maka Artha ini harus dicari sebanyak banyaknya, tetapi berdasarkan Dharma. Didalam kehidupan diduni ini, manusia pada umumnya selalu mendabakan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yaitu Kama. Sesuai dengan konsep Catur Purusartha, semua kenikmatan yang ingin dicapai harus berdasarkan Dharma pula sehingga kita selalu mendapat keselamatan. Maka dalam Catur Purusartha yang terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa harus merupakan kesatuan yang saling terkait, yang harus diaplikasikan dalam kehidupan ini sehingga tujuan akhir dapat tercapai yaitu Moksa. Catur Dharma. Kata Dharma berasal dari bahasa sansekreta dari urat kata DHR yang artinya menjunjung, memangku, mengatur dan menuntun. Dharma berarti hukum yang mengatur dan memelihara alam semesta beserta semua makluk. Untuk peredaran alam semesta , Dharma dapat diartikan dengan Kodrat. Sedangkan untuk kehidupan umat manusia Dharma berarti ajaran2/kewajiban2 atau peraturan suci yang memelihara dan menuntun umat manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup demi tercapainya Moksarthan Jagadhita (kesejahteraan, kebahagiaan dan kebebasan Atma) dari penjelmaan. Dalam menjalankan Dharma harus ditumbuhkan dalam diri kita sifat sifat yang mulia dan suci , dan memancar dalam jiwa kita yaitu sifat2 Tuhan. Didalam Catur Dharma terdiri dari Satya (kebenaran), Virtue (kebijakan), Ahimsa (tanpa kekerasan) dan Shanty (kedamaian). Didalam menjalankan kebenaran membutuhkan pengertian apa itu Benar, sebab benar belum tentu Baik, maka antara Benar dan Baik sering menjadi kontradiksi dalam
14
kehidupan manusia. Tujuan dari Satya ini adalah bagaimana kita dapat menegakkan kebenaran menuju perbaikan bagi umat manusia dengan tetap berpegang kepada ajaran2 Tuhan yaitu Weda. Maka dalam Catur Dharma dalam menegakkan Dharma disamping kebenaran harus disertai dengan Virtue yaitu kebijaksanaan. Setiap mengambil keputusan harus dengan bijak dengan menguntungkan semua pihak, dan hindari menggunakan kekerasan (Ahimsa). Dengan sikap selalu mendahulukan kebenaran serta kebijaksanaan dengan tanpa kekerasan maka keselamatan atau kedamaian (Shanty) akan selalu tercapai. Inilah tujuan dari Catur Dharma yang harus diterapkan oleh setiap umat Hindu dalam kehidupan, sehingga tujuan akhir yaitu Moksa pasti akan tercapai. Catur Yuga. Makluk hidup yang ada di alam semesta ini akan selalu melewati Catur Yuga yaitu 4 (empat) zaman, yang merupakan batas2 kehidupan setiap periode mempunyai sifat2 tertentu. Catur Yuga terdiri dari Kerta Yuga, Treta Yuga, Dewapara Yuga dan Kali Yuga. Setiap Yuga mempunyai karakteristik masing2, seperti Kerta Yuga adalah zaman Spiritual, Treta Yuga adalah zaman ilmu pengetahuan, Dewapara Yuga adalah zaman upacara ritual dan Kali Yuga adalah jaman dunia material. Hubungan dengan Dharma adalah pada saat Kerta Yuga, manusia menjalankan Dharma adalah 100 %, Treta Yuga adalah sebesar 75 %, Dewapara Yuga adalah sebesar 50 % dan Kali Yuga hanya 25 % yang saat ini kita alami dimana dunia ini penuh dengan gejolak sebab tindakan manusia selalu menjauhi Dharma. Catur Asrama. Setiap periode tertentu manusia dalam kehidupannya dibagi dengan asrama yaitu suatu phase yang harus dilakukan sebagai manusia. Setiap phase mempunyai karakteristik masing2 sesuai dengan umur dan kemampuan manusia. Diharapkan pada saat akhir hidupnya apabila berjalan normal manusia dapat dengan mudah munuju moksa. Tahap2 yang harus dilalui di jaman Kali oleh setiap manusia adalah pada saat manusia masih menuntut ilmu (umur 7-24 tahun ) phase ini disebut Brahmacharia, setelah kawin dan bekerja maka phase ini disebut Grhasta (umur 24-55 tahun), pada saat manusia berhenti bekerja (pensiun) dengan melakukan kegiatan spiritual disebut Wenaprasta (umur 55-65 tahun) dan setelah melepaskan semua dunia material disebut Bhiksuka (umur 65-meninggal), umur atau phase disesuaikan dengan Yuga yang dilalui. Hubungannya dengan Catur Purusartha adalah saat Brahmacharia kegiatan mempelajari ajaran Dharma, Grhasta adalah saat mengumpulkan Arta dan menikmati Kama, Wanaprasta sudah mulai sebagian meninggalkan dunia material (Artha dan Kama) menuju alam spiritual, dan Bhiksuka sudah penuh mininggalkan dunia material dan mulai melakukan Yoga (dunia spiritual) untuk menuju Moksa. Catur Warna. Setiap manusia dalam kehidupan ini pasti mempunyai profesi sesuai dengan bakat maupun kemampuannya. Didalam menunjang kehidupan ini, manusia harus bekerja untuk mencari Artha dan Kama, maka pembagian profesi didalam bidang pekerjaannya. Sudra adalah golongan pekerjaan2 kasar yang tidak banyak membutuhkan ilmu pengetahuan (Jnana) dan Triguna yang menguasai adalah Tamas, Wesia adalah pekerjaan dalam perdagangan membutuhkan ilmu pengetahuan niaga dan Triguna yang menguasai adalah Rajas Tamas, Kesatria adalah pekerjaan yang membutuhkan ilmu yang cukup agar dapat memimpin negara atau pemerintahaan Triguna yang menguasai adalah Rajas satwam, dan Brahmana adalah yang mempunyai latar belakang Spiritual seperti pemuput upacara2 ritual dan Triguna yang menguasai adalah Satwam. Catur Marga. Didalam mendekatkan diri (Bhakti) kehadapan Yang Widhi Wasa banyak jalan yang dapat ditempuh sesuai dengan bakat dan kemampuan spiritualnya. Bagi umat Hindu yang belum banyak mengetahui pengetahuan (Jnana) spiritual jalan yang terbaik adalah Bhakti Marga. Bagi umat yang banyak berkarya maka Karma Marga yang harus dilakukan, dan apabila tertarik dengan ilmu pengetahuan maka Jnana Marga yang sebaiknya
15
dilaksanakan dan bagi umat yang sudah mulai mempelajari Yoga maka Raja Yoga yang sebaiknya dilakukan. Diantara Catur Marga ini jangan dipermasalahkan mana yang terbaik, semua marga ini mempunyai nilai yang sama dihadapan Yang Widhi Wasa yang penting kesucian dan ketulusan dalam diri sendiri. PENUTUP Apabila kita perhatikan Konsep2 dalam ajaran agama Hindu cukup banyak dan saling terkait satu sama lainnya, tinggal kita harus mengetahui sistimatika cara belajar (membahas). Catur Konsep adalah baru sebagian kecil dari konsep2 agama Hindu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Untuk mempelajari secara keseluruhan konsep 2 Hindu membutuhkan waktu dan tenaga disamping refrensi2 agama Hindu belum banyak diterjemahkan sehingga kita harus mencari sendiri. Gambar dalam ilustrasi Catur Konsep adalah sebagai metodelogi mempelajari ajaran Agama Hindu, sehingga dapat dimengerti lebih mudah, tepat dan cepat. Apabila sudah dimengerti Catur Konsep tersebut, maka kita dapat melakukan semacam simulasi yaitu mencoba menganalisa hubungan Catur Konsep yang satu dengan Catur Konsep yang lain. Dalam simulasi setiap lingkaran dapat diputar putar kekanan maupun kekiri sehingga dapat dikelompokkan Catur Konsep yang terkait, apabila ditarik garis lurus dari titik sentral lingkaran. Mudah2 an dengan Catur Konsep ini dapat memperjelas dari ajaran yang terdapat dalam agama Hindu, dan kita mengetahui posisi masing2 dimana berada pada masa yang lalu, saat ini maupun dimasa yang akan datang, sehingga dapat berperan sesuai dharmanya. T.G. Putra
Apakah Agama Hindu Bila kita ditanya: "Apakah agama saudara?" Kita pasti akan menjawab: "Saya beragama Hindu?". Bila kita ditanya lagi: "Apa buktinya saudara beragama Hindu?" Kita bisa menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita yang dalam kolom agama tertulis "Hindu". Atau kita mengatakan kita lahir dari orang tua Hindu. Atau kita kawin dengan seorang laki-laki atau wanita Hindu. Atau kita melakukan ibadah Hindu. Sembahyang sesuai dengan agama Hindu. Jawaban-jawaban di atas memang benar. Tapi belum seluruhnya. Inti pertanyaannya sebenarnya adalah: "Apakah hidup saudara mencerminkan agama yang saudara anut?. Apakah tingkah laku saudara sehari-hari merupakan perwujudan dari agama Hindu?". Apakah Ciri-ciri Seorang Pemeluk Hindu Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita ikuti kisah nyata berikut ini: Pada tahun1992 ada seorang imigran dari Bangladesh ditangkap di Toronto Kanada. Nama imigran tersebut sebagaimana tertera dalam paspornya adakah Khudrat Bari. Beragama Islam. Karena diduga sebagai imigran gelap, ia hendak dideportasi, atau dikembalikan kenegaranya oleh pemerintah Kanada. Tapi Khudrat Bari menolak. Ia datang ke Kanada untuk meminta suaka. Berdasarkan apa? Tanya petugas imigrasi Kanada. Karena alasan agama! Jawab Khudrat Bari. Menurut kelajiman hukum internasional, permintaan suaka dapat dikabulkan berdasarkan alasan-alasan politik dan agama. Tapi Bangladesh adalah negara Islam. Dan Khudrat Bari beragama Islam. Tidak mungkin seorang Islam mendapat masalah agama di negaranya sendiri yang memakai Islam sebagai agama negara. Khudrat Bari membuat pengakuan: "Sesungguhnya agama saya adalah Hindu. Dan nama saya yang sebenarnya adalah Diren Biswas!" Petugas imigrasi Kanada tentu saja tidak percaya begitu saja. Orang dari negeri jauh yang miskin, datang ke Kanada yang kaya untuk mencari perbaikan kehidupan ekonomi. Mereka ini dapat menempuh berbagai cara, demikian pikir petugas imigrasi tersebut. Khudrat Bari atau Diren Biswas diminta membuktikan "Kehinduannya". Mula-mula imigran ini pergi ke dokter untuk mendapat keterangan bahwa ia tidak disunat. Seorang Islam wajib disunat. Khudrat Bari atau Diren Biswas ternyata memang tidak disunat. Kemudia ia mencari kenalannya semasa
16
di Bangladesh yang bersaksi bahwa ia beragama Hindu. Setelah itu ia meminta keterangan dari Misi Hindu di Toronto yang menerangkan bahwa ia sering ikut persembahyangan di Pura Missi tersebut. Terakhir ia mendatangi seorang Profesor perbandingan agama di Universitas Mac Gill. Dr. Arvin Sharma, untuk diuji pengetahuannya tentang agama Hindu. Dan ia dianggap mengetahui ajaran-ajaran Hindu dengan baik. Jadi seorang Hindu bisa diketahui dari keterangan- keterangan tentang dirinya baik lisan maupun tertulis. Atau dari ibadah yang dilakukannya. Atau dari pengetahuannya tentang agama Hindu. Tapi apakah mungkin mengetahui seorang Hindu dari tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari?. Tidak mungkin mengetahui agama seseorang hanya dengan melihat tingkah laku atau sikap hidupnya. Tapi seorang Hindu wajib mencerminkan ajaran-ajaran Hindu dalam kehidupannya. Untuk dapat melakukan ini seorang Hindu harus mengetahui agama Hindu secara baik. Apakah Arti Agama? Kata "agama" berasal dari bahasa sansekerta. Agama berasal dari kata "gam" yang artinya pergi, diberi awalan "a" menjadi "agam" yang berarti datang. Diberikan akhiran "a" menjadi "agama" yang berarti "kedatangan". Kedatangan apa? Atau kedatangan siapa?. Kedatangan Tuhan dalam hidup kita!. Dalam bahasa inggris agama disebut religion, berasal dari bahasa latin religio yang berarti "membawa kembali" atau "mengikat" (re=kembali; ligere=membawa atau mengikat). Jadi yang mengikat jiwa untuk kembali kepada Tuhan. Agama Hindu Disebut Juga Hindu Dharma. Apakah arti Dharma? Kata dharma berasal dari kata "dhr" yang artinya "menyangga". Alam semesta dan kehidupan didalamnya menjadi teratur karena ada yang "menyangga", yaitu hukum-hukum ciptaan Tuhan. Dalam kaitannya dengan alam, hukum-hukum tersebut disebut hukum alam. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia disebut sebagai "kebajikan" dan "kebenaran". Jadi Hindu Dharma berarti "Kebajikan-kebajikan dan kebenaran-kebenaran" Hindu. Apakah Keyakinan Pokok Agama Hindu? Keyakinan pokok dari agama Hindu terdiri dari 5 (lima) hal yang disebut Panca Crada. Panca artinya 5 (lima); Crada berarti keyakinan (creed dalam bahasa inggris; credo dalam bahasa latin). Lima keyakinan dasar itu adalah: 1. Percaya kepada Tuhan (Brahman) 2. Percaya dengan adanya Jiwa (Atman) 3. Percaya dengan Hukum Karma 4. Percaya dengan adanya kelahiran kembali (Punarbawa atau Reinkarnasi). 5. Percaya dengan Moksha. Masing-masing dari keyakinan ini akan kita bahas dalam pembicaraan berikutnya.
Atman : Jiwa Yang Kekal Pada suatu ketika saya mendapat kabar bahwa seorang kerabat saya meninggal. Saya kaget sekali. Kerabat ini umurnya sekitar 55 tahun. Anak-anaknya memang sudah pada dewasa, karena ia kawin ketika usianya cukup muda. Saya bertanya kepada si pembawa berita : "Kenapa ia meninggal?" Si pembawa berita juga tidak tahu. Baru seminggu sebelumnya saya bertemu dengan mendiang. Ia nampaknya sehat-sehat saja. Selama ini saya tahu ia tidak mengidap suatu penyakit berat. Maka saya lalu bergegas ke rumah duka. Seorang keponakannya menuturkan: "Pagi-pagi seperti biasanya ia jalan-jalan sebentar. Setelah jalan-jalan ia mandi lalu sarapan pagi kemudian ke kantor. Tapi tadi pagi, setelah jalan-jalan ia menyatakan tidak enak badan lalu tidur. Ketika dibangunkan untuk mandi, ternyata ia sudah tidak
17
bernyawa. Dia sudah meninggal". Lalu kami menduga-duga, mungkin dia sakit jantung. Demikianlah dalam setiap mendapat kabar kematian kita bertanya: "Apa sebabnya?" Jawabnya : "Karena usia tua. karena sakit, karena kecelakaan atau karena perang". Ta[i apakah yang dimaksud dengan mati? Kapankah seseorang disebut mati?. Apakah yang disebut mati? Dalam dunia medis ada dua definisi tentang mati. Yang pertama disebut "mati jantung". Seorang pasien disebut mati bila denyut jantungnya sudah berhenti, pupil matanya sudah tidak lagi bereaksi terhadap cahaya dan nafasnya berhenti. Tapi Dr. Christian Barnard yang pada tahun 1967 berhasil mencangkokan jantung pertama kali di dunia menerapkan prinsip "mati batang otak". Bila prinsip "mati jantung" dianut, orang tersebut sudah terlalu jauh mati sehingga jantungnya tidak bisa lagi dipindahkan kepada orang lain yang memerlukan. Tujuan mencangkokkan jantung adalah mengubah matinya seseorang menjadi hidupnya orang lain. Karena jantungnya harus tetap hidup, maka harus diambil dari sang donor sedini mungkin. Tapi kalau sang donor belum meninggal kapan sebenarnya sang donor itu dapat dikatkan telah mati. Maka Dr. Christian Barnard menggunakan hilangnya gelombang otak sebagai kriteria terakhir sebagai matinya seseorang. Demikianlah para ahli medis be;um sepenuhnya sependapat tentang apa yang disebut mati. *) Lalu apakah yang disebut mati menurut agama? Menurut agama seseorang disebut mati adalah kita jiwa telah pergi meninggalkan tubuh. Dengan definisi ini kita memasuki pembicaraan selanjutnya. Ada tiga pertanyaan penting yang akan coba kita bicarakan yaitu: (1) Apakah Jiwa; (2) Dari mana datangnya jiwa dan (3) ke manakah jiwa pergi ketika kita mati? Pada bagian ini kita bahas pertanyaan pertama dan kedua. Sedangkan pertanyaan ketiga akan kita bahas dalam pembicaraan tentang Reinkarnasi. Untuk menjawab pertanyaan pertama dan kedua akan dijelaskan sedikit tentang asal-usul manusia menurut agama. Penciptaan Manusia menurut Mitologi Yunani. Menurut mitologi Yunani manusia pertama kali diciptakan oleh tiga orang dewa yaitu Amos, Promoteus, dan Epimetius. Mereka bertiga mula-mula membuat patung dari tanah liat yang menyerupai dewa. Amos kemudian menghembuskan nafas kehidupan ke dalam hidung patung. Minerva, putri dewa Yupiter menganugrahkan jiwa dan dengan demikian bersemilah hidup dalam patung itu. Dengan demikian terciptalah manusia pertama di dunia ini. Bagaimana ia berkembang biak? Dengan siapa manusia pertama itu kawin memang tidak dijelaskan. Penciptaan Menurut agama-agama rumpun Yahudi Menurut kepercayaan Yahudi Kristen alam beserta isinya termasuk manusia diciptakan dalam enam hari. Pada hari pertama Yahweh (Tuhan orang Yahudi) menciptakan langit dan bumi. Pada hari kedua Yahweh menciptakan siang dan malam. Pada hari ketiga ia menciptakan sayuran-sayuran dan pohon buah-buahan. Pada hari keempat ia menciptakan dua buah sinar, yang satu lebih besar (matahari) untuk menerangi siang, sinar yang lebih kecil (bulan) untuk menerangi malam. Pada hari kelima ia menciptakan khewan temasuk ikan dan burung-burung. Pada hari keenam ia menciptakan manusia dari tanah liat yang menyerupai diriNya. Kemudian Yahweh menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya, demikianlah manusia menjadi mahluk yang hidup. Dan untuk membuatkan taman bagi manusia pertama itu Yahweh lalu mengambil satu tulang rusuk manusia itu, dan tulang rusuk itu kemudian dijadikan wanita. Karena kedua manusia ini memakan buah larangan, maka mereka kemudian diusir dari surga. Demikianlah asal-usul manusia menurut Perjanjian lama, merupakan suatu peristiwa kejatuhan karena suatu dosa. Manusia pertama itu disebut Adam (adama dalam bahasa Hibrani berarti tanah) dan yang perempuan disebut Eva (Hawa).Di bumi mereka mempunyai dua anak laki-laki, namanya Cain dan Abel. Cain cemburu karena persembahan Abel diterima oleh Yahweh. Cain membunuh Abel. Cain lalu pergi ke tanah Nod, disana ia kawin dengan seorang wanita. Jika Adam dam Hawa adalah manusia pertama, siapa wanita yang dikawini oleh
18
Cain? Siapakah bapak dan ibu wanita ini? Agama Islam juga mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah liat. dam diakui sebagai manusia pertama dam disebut Nabi Adam. Hawa diciptakan dari bagian tubuh Adam. Al Quran, Kitab suci orang Islam berkalikali menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah dan kemudian dari air yang hina (mani). Ikan dan Hewan diciptakan dari air. Doktrin penciptaan versi rumpun Yahudi mendapat serangan yang hebat dari ilmu pengetahuan. Charles Darwin mengemukakan teori evolusi yang terkenal, yang menyatakan bahwa alam dan kehidupan di dunia ini berkembang secara perlahan. Mulai tingkatan terendah sampai pada tahapnya sekarang diperlukan waktu berabad-abad. Bukan hanya enam hari. Seorang teolog Kristen, DR. Olaf Schuman mengatakan bahwa kepercayaan tentang penciptaan Adam dan Hawa versi Injil adalah mitologi belaka, yang dipengaruhi oleh mitologi tentang Promoteus dalam mitologi Yunani. **) DR. Franj Dahler SJ. seorang Pastor mengatakan bahwa Adam dan Hawa bukanlah manusia historis, bukan manusia yang pernah hidup seperti kita, tapi hanyalah manusia simbolis, hanya manusia kiasan. ***) Dari kalangan Islam, misalnya Ali Akbar, penulis buku "Manusia dan Tuhan" menduga sebelum Nabi Adam yang selama ini secara umum dianggap sebagai manusia atau nabi pertama, sebenarnya mungkin telah ada ribuan adam-adam sebelumnya. Hanya tidak dijelaskan bagaimana adam-adam itu diciptakan. ****) Penciptaan menurut Agama Hindu Penciptaan dalam agama Hindu dijelaskan dalam Prasna Upanishad sebagai berikut: "Pada awalnya Sang Pencipta (Tuhan) merindukan kegembiraan dari proses penciptaan. Dia lalu melakukan meditasi. Lahirlah Rayi, jat ataumateri dan Prana, roh kehidupan, lalu Tuhan berkata: "kedua hal ini akan melahirkan kehidupan bagiku". Demikianlah mahluk hidup diciptakan, melalui suatu perkembangan perlahan dari dua unsur yang mula-mula diciptakan Tuhan sehingga mencapai bentuk-bentuknya sekarang. Bagaimanakah alam semesta diciptakan? Mundaka Upanishad menyebutkan : "Seperti laba-laba mengeluarkan dan menarik benangnya, demikianlah alam semesta ini muncul dari Tuhan Yang Maha Esa". laba-laba mengeluarkan jaringnya secara perlahan-lahan dari perutnya. Menurut penelitian ilmiah modern, alam semesta kita sampai sekarang masih berkembang secara perlahan-lahan. menurut teori ledakan besar (big bang) alam semesta ini dari titik kecil perlahan-lahan berkembang makin membesar seperti balon karet yang ditiup. Dari pernyataan di atas jelaslah menurut agama Hindu kehidupan pada alam semesta ini berkembang melalui evolusi. Jiwa dan Raga. Pasangan dua kata di atas sering kita temukan dalam lagu-lagu kebangsaan kita. bangunlah badannya, bangunlah jiwanya. Padamu negeri, kupersembahkan jiwa dan ragaku. Dalam percakapan sehari-hari kita mengatakan "badanku terasa ngilu dan sakit". kalau kita dikhianati oleh seseorang kita mengatakan "hatiku sakit sekali". Aku hidup dalam kelimpahan harta, tapi jiwaku gersang", demikian mungkin yang dikatakan seseorang yang secara materi berlebihan namun miskin secara spiritual. Badanku, hatiku, jiwaku! Jadi siapa "aku" yang memiliki badan, hati dan jiwa? Manusia terdiri dari badan dan jiwa. Badan tanpa jiwa ibarat mobil yang lengkap badan dan mesinya tapi tanpa aki. mobil ini tidak bisa bergerak, karena tidak ada panas atau api yang menghidupkan mesinnya. Jiwa tanpa raga ibarat aki tanpa mobil, panas atau tenaga yang tersimpan dalam aki menjadi tenaga yang tidur karena tidak ada mesin untuk digerakkan. Jiwa dan raga itu merupakan satu kesatuan. Tanpa Jiwa tidak dapat melakukan aktivitasnya. Pengandaian diatas mengikuti pengandaian dalam Katha Upanishad yang mengatakan badan adalah kereta, akal(ilmu pengetahuan) adalah kusirnya, pikiran adalah kendali, dan indriya adalah kuda-kudanya. Sedangkan
19
jiwa adalah pemilik kereta. Dikatakan selanjutnya, mereka yang mengetahui hakikat dan tujuan hidup ibarat kusir yang cakap dengan kuda terlatih baik, akan mencapai tujuan perjalanan. Tapi meeka yang tidak mengetahui hakikat dan tujuan hidup, ibarat kusir bodoh dengan kuda liar, tidak akan mencapai tujuan perjalanan, akan mengembara dari satu kematian kepada kematian yang lain. Dari mana datangnya raga atau badan? Badan datang dari orang tua kita, Percampuran sperma dan ovum dari bapak dan Ibu kita membentuk badan dalam rahim ibu. Dari mana datangnya Jiwa? Agama-agama rumpun Yahudi mengatakan jiwa atau roh itu ditiupkan oleh Tuhan kepada janin ketika masih dalam kandungan ibu. Ketika itu Tuhan juga menetapkan nasib atau jalan hidup bayu ini setelah ia lahir. Menurut agama Hindu, jiwa kita sudah ada sebelumnya dan ia masuk ke tubuh bayi dengan membawa "karma wasana" atau hasil-hasil perbuatan dalam hidupnya sebelumnya. Tubuh tak Kekal Badan merupakan bagian yang tidak kekal dari manusia. Karena ia berubah. Dari setetes cairan ia tumbuh menjadi janin, lahir sebagai bayi berkembang menjadi manusia dewasa. Badan yang tegap ketika remaja berubah menjadi bungkuk ketika tua. Kulit yang halus dan kencangketika remaja, berobah menjadi kisut dan layu ketika tua. Ketia sudah mati badan hancur. badan disebut stula sarira. Jiwa Kekal Jiwa merupakan bagian yang kekal dari manusia. Ia tak pernah berobah. Ia tidak mati ketika badan mati. Iatidak terluka oleh senjata, tidak terbakar oleh api. Ia ada selamanya. Jiwa disebut sukma sarira. Menurut agama rumpun Yahudi, badan manusia hanya terbuat dari satu jat yaitu tanah liat. Menurut agama Hindu badan terdiri dari lima unsur yang disebut panca maha buta yaitu : tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), angin (bayu) dan ether (akasa). Pandangan Hindu kemudian dibenarkan oleh hasil penelitian ahli fisika ternama Albert Eistein bersama ahli fisika bangsa India Satyendra Nath Bose. Dalam bahasa fisika unsur-unsur at adalah : padat, cair, gas dan plasma dan unsur yang kelima disebut KBE (kondesat Bose-Eistein). *****) Jiwa berasal dari Tuhan. Atman adalah jiwa dari mahluk. Brahman adalah jiwa alam semesta. Atman merupakan bagian dari Brahman. Seperti setitik air hujan yang berasal dari samudera luas.
Bagaimana Saya Menjadi Hindu Oleh Dr. David Frawley (Pandit Vamadewa Shastri) "Pencarian jiwa saya menemukan dalam agama Hindu apa yang tidak saya temukan dalam agama Katolik, Buddha dan Eksistensialisme" Pengantar: Tulisan berikut ini merupakan salah satu contoh tentang bagaimana seorang non-Hindu khususnya dari latar belakang budaya Barat masuk Hindu. Tulisan ini merupakan petikan dari buku Dr. David Frawley "How I Became a Hindu" yang merupakan satu tulisan dalam buku karangan Satguru Sivaya Subramuniyaswami, editor Hinduism Today : "How to Become a Hindu." Dr. David Frawley adalah Director of the America Institue of Vedic Studies di Santa Fe, New Mexico. Dia juga adalah pengarang terkemuka mengenai ayurveda dan astrologi Weda. Beberapa istilah, nama atau lembaga yang disebut oleh penulisnya akan saya berikan penjelasan singkat supaya kita mempunyai gambaran umum mengenai apa yang dimaksudkan. Penjelasan ini saya ambil dari berbagai sumber, terutama Oxford Companion of World Religion. Bila penjelasan itu justru malah dirasakan
20
mengganggu, bisa diabaikan saya. NPP ------------------------------Dalam kasus saya bukanlah peralihan agama secara cepat seperti menerima Jesus sebagai penyelamat pribadi atau penyerahan diri pada Allah.
Bagian 1 Bukan pula peralihan agama itu sebagai hasil dari upaya terencana untuk mengalihagamakan saya oleh seorang pengkotbah agama yang berbicara mengenai dosa atau penebusan dosa, atau kaum intelektual agama yang mencoba meyakinkan saya mengenai keutamaan dari philsafat atau teologi yang khusus. Peralihan agama ini adalah keputusan pribadi yang terjadi sebagai hasil dari pencarian yang lama, sebuah sentuhan akhir dari pencarian batin yang ekstensif yang berjalan selama bertahun-tahun. Bagi banyak orang di Barat menjadi seorang Hindu mirip dengan ikut suatu agama suku, agama asli Amerika atau Afrika yang percaya pada banyak dewa dan ritual yang aneh, dari pada beralih agama kepada satu keyakinan dari sebuah agama dunia yang terorganisasi. Menemukan agama Hindu adalah sesuatu yang purba, menyentuh akar-akar lebih dalam dari alam, dimana jiwa bersembunyi, bukan sebagai keyakinan historis sebagai kekuatan misterius yang tak bernama. Ia bukan pula seperti mengambil satu keyakinan monotheistik tetapi sebagai hubungan yang sepenuhnya berbeda dengan kehidupan dan kesadaran dari pada yang disediakan oleh agama Barat kepada kita. Saya sampai kepada agama Hindu setelah eksplorasi awal dari pemikiran intelektual Barat dan tradisi mistik dunia, sejalan dengan praktek yoga dan Vedanta 1) dan penelitian yang mendalam terhadap Weda-Weda. Dalam proses itu saya bersentuhan dengan berbagai aspek masyarakat Hindu yang sangat luas dan dengan para guru Hindu yang sedikit sekali dikenal oleh Barat, membuat saya memahami makin dalam dari persepsi umum dan miskonsepsi mengenai agama Hindu. Pengalaman langsung semacam itu, yang cukup berbeda dari pada apa yang telah saya harapkan atau seperti akibat-akibat yang telah disampaikan kepada saya, merobah pandangan saya dan membawa saya pada pendirian saya sekarang. Saya harapkan cerita saya akan membantu orang-orang lain merobah pandangannya tentang agama Hindu sebagai sesuatu yang primitif kepada pemahaman akan keindahan dari tradisi spiritual yang besar ini yang mungkin paling baik menyajikan warisan spiritual kita sebagai satu ras manusia. Saya selalu memiliki rasa mistis, sejak masa kanak-kanak. Apakah melihat ke langit dan menatap awan-awan atau melihat gunung di kejauhan yang tertutup salju, saya tahu dalam hati saya bahwa disana ada satu kesadaran yang lebih tinggi di balik dunia ini. Saya merasa ada satu misteri suci dan mengagumkan dari mana kita datang dan kemana kita akan kembali setelah persinggahan sejenak dalam planet yang aneh ini. Saya mempunyai kesulitan mendamaikan rasa mistis ini dengan idea agama yang terkait dengan latar belakang Katolik saya. Kedua orang tua saya tumbuh di peternakan di Midwest dari Amerika Serikat (Wisconsin) dan berasal dari latar belakang Katolik yang kuat. Khususnya keluarga ibu saya sangat saleh dan merupakan pilar dari Gereja dimana mereka tinggal, mengikuti semua aturan gereja dan banyak menyumbang untuk kegiatankegiatan gereja. Salah seorang saudara lelakinya menjadi pastor dan seorang missionari di Amerika Selatan, dan dia sangat dihormati, melakukan tugas mulia dan memiliki kedudukan suci. Patung Jesus yang kami lihat selama kebaktian missa tampak agak mengerikan dan kurang menyenangkan. Tidak ada orang yang ingin melihat kepadanya. Kami diberi tahu bahwa kami telah membunuh Jesus. Kami dikatakan bertanggung jawab atas kematiannya dengan dosa-dosa kita, yang sangat mengerikan di mata Tuhan. Tapi saya tidak pernah mengenal Jesus dan karena konon ia hidup dua ribu tahun lalu, bagaimana mungkin tindakan saya mempunyai suatu akibat bagi dia? Saya tidak pernah sungguh-sungguh bisa menghubungkan diri kepada patung dari seorang penyelamat yang dikorbankan yang menyelamatkan kita, kita yang tidak mampu menyelamatkan diri kita sendiri. Saya juga mulai memperhatikan bahwa kita semua memiliki kelemahan-kelemahan pribadi kita, temasuk para suster yang mengajarkan kami yang memiliki temperamen suka gusar atau marah yang nyata dan tidak banyak memiliki kesabaran. Seluruhnya bukanlah sesuatu yang telah diberikan oleh Tuhan sebagaimana
21
kami telah diberi tahu. Penjelasan 1). Vedanta berasal dari kata Ved yang artinya pengetahuan dan ant yang artinya akhir (Inggris end) artinya akhir dari pengetahuan, atau lebih tepatnya puncak dari pengetahuan yang telah diverifikasi atau telah dibuktikan kebenarannya, yaitu seperti yang terdapat bagian akhir dari Weda, Upanishad. Namun Vedanta dipahami sebagai puncak dari Weda-weda dalam refleksi yang teratur (dhi sebagai tradisi philsafat dan agama) yang juga terdapat dalam Bagawad Gita dan Brahma Sutra dari Badarayana (yang juga dikenal sebagai Vedanta Sutra) yang dimaksudkan untuk membuat teratur dan selaras berbagai refleksi atau pemikiran dalam Upanishad mengenai hakikat Brahman dan hubungan Brahman dengan keteraturan ciptaan, khususnya kehadiran Brahman yang berlanjut dalam ciptaan yang disebut Atman. Ketiga kitab ini menjadi dasar dari philsafat Vedanta, dan menjadi subyek komentar (bhasya) yang menghasilkan berbagai interpretasi dari Vedanta, misalnya oleh Sankara, Ramanuja, Madhva, dll. Jadi Vedanta adalah antonim atau lawan dari keyakinan buta dan sinonim dengan pengetahuan yang berdasarkan akal yang telah diverifikasi atau dicek kebenarannya. Bagian 2 Pada usia lima belas tahun saya mempunyai seorang guru yang istimewa yang mengajarkan di kelas mengenai sejarah kuno yang membuka mata saya mengenai dunia lama. Hal ini mengawali kegemaran saya dengan kebudayaan kuno dan akhirnya membimbing saya kepada Weda-Weda. Saya merasakan bahwa orang-orang di zaman dahulu memiliki hubungan yang lebih baik dengan alam semesta dari pada kita yang hidup di zaman modern dan bahwa hidup mereka memiliki makna yang lebih tinggi. Pada umur enam belas tahun saya mengalami kesadaran intelektual yang sangat penting. Ia datang sebagai satu pengalaman yang sangat kuat dan secara radikal merobah pikiran dan persepsi saya. Awalnya hal ini sangat mengganggu dan mengaburkan orientasi saya. Sementara semacam ragi intelektual telah berkembang dalam diri saya untuk beberapa tahun, yang satu ini mengakibatkan satu pemutusan yang dalam dari otoritas dan cita-cita dari masa kecil saya dan sisa-sisa dari pendidikan Amerika saya. Dia berawal dari studi-studi yang meliputi pemikiran intelektual Barat dan mula-mula mengantar saya pada persentuhan dengan spiritualitas Timur. Ini menandai satu transisi penting dalam hidup saya. Sepanjang pemberontakan intelektual ini saya tidak pernah kehilangan wawasan bahwa ada satu realitas yang lebih tinggi. Saya mengkhayalkan diri saya menjadi seorang atheis mistis (a mystical atheist) sebab sekalipun saya menolak ide-ide Bible mengenai Tuhan yang berpribadi (a personal God), saya mengakui satu kesadaran impersonal atau mahluk murni ada dibalik alam semesta ini. Hukum karma dan proses reinkarnasi yang telah saya pelajari melalui philsafat Timur lebih masuk akal bagi saya daripada dogma-dogma Kristen. Setelah mempelajari sejumlah kitab suci dan buku-buku spiritual dari seluruh dunia, pandangan Kristen mengenai Jesus kelihatan hampir neurotik. Menjadi jelas bagi saya bahwa telah ada banyak sekali maharesi besar (great sages) sepanjang sejarah dan Jesus, betapapun besarnya, hanya salah seorang dari yang banyak dan bahwa ajaran-ajarannya bukan pula yang paling baik. Saya tidak mampu melihat apa yang begitu unik mengenai dia atau apa yang dimiliki oleh ajaran-ajarannya yang tidak ditemukan dengan lebih jelas di tempat lain. Perasaan mistis yang pernah saya miliki dalam agama Kristen sekarang sepenuhnya beralih ke Timur. Pada awal tahun 1970 di Denver saya menemukan seorang guru lokal yang memperkenalkan saya dengan banyak ajaran-ajaran spiritual. Sementara dari penilaian sekarang ia hanya memiliki wawasan terbatas, dia telah membantu sebagai katalis untuk menghubungkan saya dengan jalan spiritual. Melalui perjumpaan dengan bebagai ajaran spiritual yang dimulainya, saya mengambil jalan yoga sebagai tujuan hidup saya yang utama. Dia membuat saya akrab dengan satu wilayah luas ajaran-ajaran mistik: Hindu, Buddha, Theosophist 2) dan Sufi. Itu meliputi segala sesuatu dari ajaran okultisme dari Alice Bailey sampai Zen, dan satu tempat penting untuk ajaran-ajaran Gurdjieff 3). Saya memahami bahwa ada satu inti dari ajaran batin di balik tradisi agama dunia, satu pendekatan esoterik di balik bentuk-bentuk exoterik 4) mereka. Pada waktu itulah saya menemukan Upanishad, dimana saya menemukan inspirasi yang sangat besar, dan ia menjadi kitab pavorit saya. Kitab ini menuntun saya kepada berbagai kitab-kitab Vedanta lainnya. Segera saya
22
mempelajari karya-karya Sankaracharya, yang saya baca terjemahannya dengan penuh semangat, khususnya karya-karyanya yang lebih pendek, seperti Viveka Chudamani. Dari berbagai ajaran yang telah saya sentuh Vedanta memberikan suara yang paling dalam. Saya teringat satu kali mendaki sebuah bukit di Denver dengan seorang kawan. Ketika kami sampai di puncak, saya mempunyai perasaan bahwa saya adalah mahluk abadi, bahwa Sang Diri (jiwa) dalam diri saya tidak dibatasi oleh kelahiran dan kematian dan telah hidup dalam beberapa kehidupan sebelumnya. Wawasan Vedantik ini tampak sangat alamiah, tapi teman saya tidak mengerti apa yang saya katakan. Dengan pikiran saya yang cenderung pada philsafat saya juga mempelajari beberapa sutra Buddhist, khususnya Lankavatara, yang saya lihat secara intelektual sangat mendalam. Sutra-sutra Buddhist membantu menjembatani antara Eksistensialisme 5) yang telah saya pelajari sebelumnya dan tradisi meditasi Timur. Karena saya bertemu dengan semua ajaran-ajaran ini pada usia yang cukup muda sebelum pikiran saya terbentuk secara tetap, saya memiliki keuntungan besar dimana pendidikan Timur ini melengkapi pendidikan Barat saya. Catatan 2). Theosofy dalam arti luas adalah doktrin mistik dari berbagai pemikir Jerman pada akhir zaman renaisans, terutama Jacob Boehme. Doktrin ini berpendapat bahwa manusia dapat mempuyai pengetahuan tentang Tuhan hanya melalui semacam perkenalan mistikal (mystical acquintance). Dalam arti sempit, thosophy - tepatnya 'Theosophical Society' - adalah satu gerakan yang dibentuk di New York oleh Madam H.P. Blavatsy dan Colonel H.S Olcott pada tahun 1875, untuk mengambil dari kebijaksanaan kuno dan dari wawasan evolusi satu kode etik bagi dunia. Pada tahun 1882, gerakan ini memindahkan kantor pusatnya ke India, dan merobah namanya menjadi Adyar Theosophical Society. Sekalipun dimaksudkan semula untuk menjadi 'ecletic' (mengambil dari berbagai sumber apa yang dirasakannya paling cocok untuk mencapai tujuannya), gerakan ini kemudian semakin banyak mengambil bahan-bahannya dari Agama Hindu. Penganjur paling penting dari gerakan ini adalah Anie Besant, yang memimpin gerakan ini setelah Blavatsky. 3) Gurdjieff, Georgy Ivanovich (1877-1949) adalah seorang penulis dan pernah menjabat Direktur dari 'Institute for the Harmonious Development of Man', di Paris. Lahir di Rusia, Gurdjieff sudah menarik banyak pengikut dari para mahasiswanya ketika ia meninggalkan Moskow (tepat sebelum Perang Dunia I) ke Asia Tengah, Timur Tengah dan Perancis. Gurdjieff menelusuri perkembangan alam semesta dari sejak awalnya sampai zaman modern. Dia berpendapat bahwa makna hidup di dunia ini khususnya hidup manusia pada intinya adalah perobahan diri sendiri melalui satu proses pembelajaran diri sendiri (self study) dan pengalaman yang akan membawa kepada pertumbuhan batin dalam bentuk perobahan qualitatif bagi kesadaran batin. Pada akhirnya mereka akan dibebaskan, menjadi jiwa abadi, yang dalam pandangan Gurdjieff merupakan tujuan semua agama. Gurdjieff yang mencoba mensintesakan agama Kristen dengan pemikiran philsafatnya sendiri mempunyai pengaruh yang cukup penting pada pemikiran 'gerakan agama baru seperti gerakan New Age dan Rajneeshism (Osho). 4). Esoterik artinya inti atau jiwa satu agama, sedangkan exoterik bagian luar atau badan dari agama. 5). Eksistensialisme muncul di Eropa pada pertengahan abad 19. Philsafat ini mengajarkan bahwa Tuhan tidak ada, atau tidak dapat diketahui dan menjunjung individualitas dan kebebasan. Tekanan diberikan pada dunia transenden dan dunia sehari-hari melalui pengagungan kehendak, ketiadaartian dari eksistensi dan ketiadaan substratum di atas mana nilai-nilai atau kebenaran didasarkan. Eksistensialisme dipelopori oleh Kierkegaard, sebagai reaksi atas rationalisme abstrak dari philsafat Hegel. Eksistensialisme adalah philsafat atheis Bagian 3 Studi saya mengenai tradisi Timur tidak hanya semata bersifat intelektual tapi juga meliputi percobaan dengan yoga dan praktek-praktek meditasi. Saya mulai mempraktekkan pranayama, mantra dan pelajaran meditasi secara sungguh-sungguh pada musim panas tahun 1990. Ini utamanya datang dari tradisi kriya yoga, yang saya hubungi dalam beberapa cara. Saya temukan teknik ini bekerja sangat kuat untuk menciptakan satu level energi yang sangat halus. Saya dapat merasakan prana bergerak melalui nadis, dengan beberapa pengalaman dengan chakras, dan sebuah perluasan umum dari kesadaran di luar pemahaman ruang waktu yang biasa. Praktekpraktek mantra mempunyai akibat khusus yang sangat kuat pada diri saya. Saya merasa saya sebelumnya adalah seorang yogi Hindu dalam salah satu kehidupan saya sebelumnya, sekalipun sekarang saya merasa hal itu
23
mungkin lebih banyak berupa khayalan dalam pendekatan saya. Keuntungan lain dari pranayama adalah ia telah menghilangkan alergi yang telah saya derita sejak beberapa tahun. Ia membersihkan dan menjernihkan sistem syaraf saya. Saya mempelajari bahwa praktek-praktek yoga dapat menyembuhkan pikiran dan badan. Untuk sementara saya pulang balik antara wawasan Buddha dan Vedanta. Intelektualitas Buddha sangat menarik bagi saya, sementara idealisme Vedanta sangat mendesak saya. Logika Buddha mempunyai kehalusan yang jauh melampaui kata-kata dan pemahaman Buddha tentang pikiran memiliki kedalaman yang mengagumkan, membuat psikologi Barat menjadi kerdil. Tapi Vedanta memiliki pemahaman mengenai Mahluk Murni (Pure Being) dan Kesadaran yang lebih selaras dengan dorongan mistik saya yang lebih dalam. Ia merefleksikan jiwa dan aspirasinya yang abadi untuk mencapai Yang Suci yang tampak nyata bagi saya. Saya merasakan kebutuhan mengenai satu pencipta kosmik (alam semesta) yang tidak dimiliki oleh Buddha. Bukan pula tiran monoteistik tua dengan surga dan nerakanya, tapi Ayah dan Ibu suci yang penuh kasih, seperti Siva dan Parvati dalam agama Hindu. Saya juga menemukan keberadaan Sang Diri yang lebih tinggi (Tuhan) yang merupakan kebenaran yang membuktikan dirinya sendiri. Pendekatan non-ego dari Buddhist menciptakan pemahaman sebagai penolakan atas Sang Diri (Self) yang lebih rendah atau palsu tapi saya lihat tidak ada perlunya membuang Sang Diri sama sekali sebagaimana banyak orang Buddhist melakukannya. Di antara guru-guru spiritual yang karya-karyanya saya pelajari, yang paling penting terkait dengan pikiran dan ekspresi saya adalah Sri Aurobindo 6). Aurobindo mempunyai keluasan intelektual yang tak bisa ditandingi oleh pengarang manapun yang pernah saya baca. Seseorang dapat berenang di lapangan pemikirannya sebagai seekor ikan paus di laut luas dan tidak akan pernah menemui batas. Ia membuat para intelektual dan para mistikus Barat yang telah saya pelajari jadi kerdil. Dibandingkan dengan para guru India lainnya, ajarannya sangat jelas, modern, liberal dan puitis, tidak dinodai oleh kasta, kekuasaan atau dogma. Wawasan Aurobindo meliputi masa lalu, mengungkapkan misteri dari dunia purba yang telah lama saya cari. Tapi itu juga menunjukkan jalan ke masa depan, dengan visi seimbang dan universal tentang kemanusiaan sepanjang waktu. Saya mempelajari sejumlah karya Aurobindo, terutama 'the Live Divine', yang mengungkapkan semua rahasia dari philsafat India dari Vedanta sampai Samkhya, Yoga dan Tantra. Dalam buku ini saya menemukan berbagai mantra Rig Weda yang ia pergunakan pada setiap memulai satu bab baru. Saya menemukan hal ini sebagai suatu yang mendalam dan misterius dan menyebabkan saya ingin mempelajari Weda lebih jauh. Dalam melihat secara teliti judul-judul buku Aurobindo, satu buku berjudul 'Hymns to the Mystic Fire' (Kidung untuk Api Mistik) yang merupakan kidung untuk Agni dari Rig Weda terasa sangat sesuai dengan visi puitis saya. Buku ini membawa saya pada buku yang lain, 'Secret of the Weda' yang secara lebih khusus menjelaskan ajaran Weda dan membuka mata saya kepada wawasan atau pandangan Weda bagi saya. Pada saat itu saya telah menjadi seorang manusia Weda (a Vedic person), tidak hanya sekedar seorang Vedantin. Sementara menjadi seorang Vedantin adalah tingkat pertama dari perobahan batin saya, menjadi seorang Wedik adalah tingkat kedua. Dua transisi ini sangat saling tumpang tindih. Saya mengikuti Weda-Weda dalam konteks Vedanta. Tapi kemudian visi Wedik yang khusus muncul dan mendominasi wawasan Vedanta. Hal ini membawa satu wawasanVedanta yang lebih integral dan lebih luas dan satu wawasan yang terhubungkan dengan puisi dan mantra. Kemudian pada musim panas tahun 1978 karya Weda saya, yang akan mendominasi sisa hidup saya, petama kali muncul. Saya mendapat inspirasi dari beberapa energi batin ntuk menulis satu kumpulan puisi mengenai fajar dan senja kuno yang mengarahkan saya kembali ke Weda-Weda. Saya memutuskan untuk mempelajari Weda secara mendalam dalam bahasa aslinya, Sansekerta. Saya ingin mengkonfirmasi secara langsung kebenaran pandangan Aurobindo bahwa Weda-Weda memiliki spiritualitas yang lebih dalam dan juga memiliki makna Vedantik. Saya telah mempelajari bahasa Sansekerta sepanjang tahun itu dan telah memiliki kitab Weda dan Upanishad dalam bahasa Sansekerta untuk memulainya. Bersamaan dengan itu saya juga mempelajari astrologi Weda. Pada mulanya saya belajar astrologi di Ojai pada awal tahun 70an, dimana sebuah pusat Theosofy memiliki bahan-bahan yang bagus mengenai subyek ini. Saya juga menemukan beberapa buku bagus mengenai astrologi Weda. Saya mempraktekkan astrologi Barat selama beberapa tahun, menggunakan astrologi Weda sebagai pembanding, tapi secara perlahan pindah ke pada sistem astrologi Weda. Sejalan dengan pekerjaan saya dalam ayurweda (ilmu kesehatan menurut Weda) pada pertengahan tahun 80an saya memusatkan diri pada astrologi Weda, mengajar di kelas atau kursus mengenai hal ini, mulai dengan mahasiswa ayurweda. Dengan ayurweda dan astrologi saya menemukan pemanfaatan praktis
24
dari pengetahuan Weda yang cocok bagi setiap orang. Kesenjangan antara pekerjaan Weda saya dan mata pencaharian kehidupan saya menjadi semakin terkait. Saya memusatkan diri pada ayurweda dan astrologi untuk beberapa tahun dan mengesampingkan penelitian Weda saya untuk sementara di latar belakang. Catatan 6). Aurobindo (1872-1950).Terlahir dengan nama Aurobindo Ghose di Calcutta, dia kemudian dikenal sebagai guru dan pemikir Hindu. Ayahnya sangat dipengaruhi oleh Brahmo Samaj, dan dia memberikan pendidikan Barat kepada putranya, di St Paul School dan King's College, Cambridge, Inggris. Konon ayahnya sangat bersemangat untuk menjauhkan Aurobindo dari segala sesuatu yang berbau Hindu. Dia kembali ke India pada tahun 1893 dan menjadi pengajar bahasa Inggris di Baroda College. Dipenjara satu tahun karena kegiatannya menentang pemerintah kolonial Inggris, di penjara ini untuk pertama kalinya ia merasakan pengalaman spiritual. Setelah bebas dari penjara, ia melakukan praktek-praktek yoga, tapi akhirnya ia berkesimpulan bahwa cara-cara klasik yoga terlalu satu sisi; cara-cara itu bertujuan untuk mengangkat seorang yogi pada satu tujuan, sementara menurut pandangannya, teknik yang benar seharusnya mengintegrasikan tujuan itu dalam kehidupan. Dari sini sistemnya lalu dikenal sebagai 'Purna Yoga', atau yoga integral. Karya-karyanya, diatara banyak buku-bukunya, yang terpenting adalah 'The Life Divine,' yang merupakan sebuah komentar terhadap Bagawad Gita, dan 'The Synthesis of Yoga'. Bagian 4 Perjalanan saya ke India terjadi sebagai bagian dari pencarian ayurweda. Perjalanan ini meliputi kunjungan ke sekolah-sekolah ayurweda dan perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan ayurweda di Mumbay (Bombay) dan Nagpur, dan juga melihat-lihat ke bagian lain dari negeri ini. Saya juga mengunjungi dua pusat spiritual, pertama ke Pondicheri dan Ashram Sri Aurobindo, kedua ke Ramanashram di kota Tiruvannamalai, satu pola yang akan berulang dalam kunjungan saya di masa depan ke negeri ini. Saya datang ke Ramanashram untuk menemui Ramana Maharsi 7) dan prakteknya tentang jalan pencarian-Diri (Self-inquiry), yang merupakan metoda untuk mengalami keadaan kesadaran murni non-dual. Apa yang sesungguhnya saya temui adalah Dewa Skanda, putra api, yang meminta penyucian, kematian dan kelahiran kembali kehidupan spiritual. Saya menemukan satu Dewa, bukan sebagai satu citra devosi atau budaya tapi sebagai kekuatan asal (Primordial) dan mengagumkan. Ramana datang kepada saya melalui Dewa Skanda. Saya memahami Ramana sebagai Dewa Skanda, perwujudan dari api pengetahuan. Datang di Tiruvannamalai saya merasakan kehadiran hebat dari api spiritual, yang juga memiliki wajah dari seorang anak laki-laki dalam saat kemurahan hatinya. Citra seorang anak laki-laki yang membawa tombak, naik terbang dari api, terus muncul dalam pikiran saya. Hal ini mengantar saya pada praktek sungguh-sungguh dari pencarian-Diri yang secara harfiah mirip dengan kematian, sekalipun ini adalah kematian ego, bukan kematian badan. Melewati api tersebut barangkali merupakan pengalaman spiritual saya yang paling sungguh-sungguh dalam hidup saya, sampai pada titik pada saat itu saya berdoa hendaklah hal ini tidak menjadi terlalu kuat! Namun setelah itu saya merasa segar dan bersih, dengan kemurnian dari persepsi yang luar biasa. Sampai pada saat itu saya hanya memiliki pengertian yang sangat terbatas mengenai peran Dewa-Dewa dalam praktek spiritual, saya hampir sama sekali tidak mempunyai pengetahuan mengenai Dewa Skanda, sekalipun Dia adalah Dewa yang sangat populer di India Selatan dan orang menyaksikan GambarNya ada di mana-mana. Saya belum mengerti hubunganNya yang sangat mendalam dengan Ramana. Karena itu saya hampir kaget sampai pada satu hubungan yang langsung dengan satu indentitas seperti itu, bukan sekedar fantasi tapi satu pengalaman batin yang nyata dan sangat jelas menyusup sampai inti dari keberadaan saya. Proses pencarian diri semacam itu, yang mulai dengan praktek philsafat, dapat dihubungkan dengan satu Dewa dimana personalitas saya ditelan habis, sesuatu yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya dalam ajaran apapun. Pada waktu itu saya telah mengetahui lebih banyak mengenai Skanda dan Ramana. Skanda adalah inkarnasi dari kekuatan wawasan langsung (the power of direct insight). Ia adalah Sang Diri (the Self, Jiwa) yang lahir dari pencarian-Diri, yang seperti api, bayi batin (inner child) lahir dari kematian ego pada api kremasi meditasi. Bayi ini merupakan pikiran yang tidak berdosa, bebas dari motif-motif yang lebih rendah, yang dapat menghancurkan
25
semua mahluk jahat, kondisi-kondisi kita yang negatif, dengan panah kebijaksanaanNya di luar ketidakmantapan atau fluktuasi pikiran. Datang ke Tiruvannamalai adalah satu pengalaman dari api batin (tejas) yang adalah Skanda dan Ramana. Saya merasakan kehadiran Dewa Skanda dengan kuat di pura besar Arunachalesvara di dekat kota. Awalnya pengalaman di pura ini lebih penting bagi saya daripada pengalaman di ashram. Pura Arunachalesvara masih memiliki getaran dari Ramana, yang ketika ia masih anak-anak, dimana ia tinggal dan melakukan tapa ketika ia masih muda dan tidak dikenal orang. Pura ini memiliki kehadiran sucinya sendiri yang telah menumbuhkan banyak maharesi dan para yogi besar. Pada suatu hari di pura itu saya memutuskan membeli sebuah patung untuk saya bawa pulang dan akan saya taruh di altar pemujaan di rumah saya. Saya menemukan patung Skanda, yang segera saya beli dan saya taruh di tas saya. Seorang dari pendeta pura itu mengetahuai apa yang saya beli dan meminta patung itu, dan saya memberikannya. Dia memegang tangan saya dan membimbing saya ke dalam pura dan melakukan puja di bangunan utama. Dia mulai dari pelinggih Dewi, kemudian pada Siwalingga dan akhirnya pada pelinggih Skanda. Patung saya diletakkannya pada semua murti (patung di masing-masing pelinggih) dan disucikan sebagai bagian dari puja ini. Selama pemujaan ini seolah-olah saya lahir kembali sebagai Skanda. Pada kunjungan saya yang pertama ke India saya bertemu dengan seseorang yang memiliki pengaruh menentukan pada hidup dan pemikiran saya. Dia bertindak sebagai mentor saya untuk mengenalkan saya ke dalam pemikiran agama Hindu dan masalah-masalah agama Hindu di India dewasa ini. Dr. B.L. Vastha adalah seorang doktor ayurweda bekerja pada pengembangan produk pada sebuah perusahaan ayurwedik di Mumbay. Dalam kaitan itulah saya bertemu dengan dia. Pada waktu itu ia berumur 70 tahun, atau sama dengan umur ayah saya. Catatan 7). Ramana Maharsi (1879-1950), adalah seorang maharesi Hindu yang mencapai persatuan dengan Brahman pada usia 17, tanpa bantuan atau bimbingan seorang guru. Pengalamannya didorong oleh perasaan akan kematiannya sendiri, yang membawanya pada kesadaran bahwa pada waktu mati, badan mati, tapi ini tidak mempengaruhi jiwa yang berwujud dalam badan. Jiwa tidak dipengaruhi oleh berakhirnya keadaan semantara itu. Kesadaran Atman sebagai Brahman terus bersamanya sebagai kondisi yang tetap, pertama dalam kediamannya yang mutlak (absolute silence) di atas sebuah bukit di Tiruvannamalai, kemudian dalam dialogdialognya dengan para pencari, memusatkan pada pertanyaan "Siapa kamu?". Sebuah asrama didirikan dan berkembang di sekitarnya di Tiruvannamalai, yang sampai sekarang tetap menjadi tempat tirtayatra. Bagian 5 Pada tahun 1991, Dr. Vashta mengangkat ide atau mengusulkan agar saya menjadi Hindu secara formal. Saya pikir, mengapa tidak? Saya telah mengikuti tradisi agama ini selama 20 tahun dan bekerja dengan tradisi ini menjadi jalan spiritual dan dedikasi karir saya yang utama. Saya berpikir tentang banyak orang India yang menjadi Kristen mengikuti bujukan dari kemakmuran Barat. Contoh tentang seorang Kristen yang menjadi seorang Hindu akan baik bagi banyak orang Hindu dan akan mendorong kepercayaan diri mereka untuk loyal pada tradisi mereka sendiri. Mengapa saya tidak menyatakan penghargaan saya dan melakukan hubungan yang lebih formal dengan Hindu Dharma? Secara pribadi, saya tidak begitu suka pada formalitas dan umumnya mengindari segala macam bentuk seremoni. Tapi saya tidak perlu berpikir panjang lagi untuk melaksanakan rencana yang penting ini. Upacara ini juga adalah salah satu cara untuk menciptakan satu identitas baru yang merefleksikan perobahan yang telah saya jalani secara batin selama ini. Dr. Vashta memberi tahu saya bahwa saya sesungguhnya sudah Hindu dalam batin saya dan karena itu upacara luar tidaklah perlu, tapi tindakan ini (upacara) akan sangat dihargai oleh masyarakat Hindu. Saya mengerti. Upacara ini disebut "Suddhi", yang berarti penyucian (purification). Upacara ini singkat dan sederhana, satu ritual puja, yang disebut 'Kumbhabhishekam'. Upacara ini dilakukan di satu ashrama lokal di Mumbai, Masurashram yang pada suatu waktu mempunyai hubungan dengan Arya Samaj 8) tapi pada akhirnya menjadi lebih tradisonal Hindu. Tidak ada k hotbah. Tidak ada pengutukan. Tidak ada ancaman atau janji-janji. Tidak ada sumpah untuk pergi ke satu tempat pemujaan tertentu atau mengikuti satu jalan atau tindakan yang telah ditentukan, tapi hanya satu janji untuk mengikuti dharma.
26
Sementara Dr. Vashta mengorganisasikan peristiwa ini, Avadhuta Shastri, kepala Masurashram, melakukan Puja. Kakaknya, Brahmachari Vishwanath, adalah salah seorang dari pendiri Viswa Hindu Parishad (VHP) 9). Saya mengambil nama Vamadeva dari maharesi Weda Vamadeva Gautama. Shastri berasal dari Avadhuta Shastri. Vamadeva pada awalnya adalah nama Dewa Indra, kemudian juga menjadi nama Dewa Siwa. Jadi nama ini adalah nama yang penting dan kuat, tapi hanya sedikit orang memakainya. Dengan upacara ini saya telah diterima ke dalam masyarakat Hindu sebagai seorang brahmin karena pekerjaan saya. Saya menyadari saya juga adalah seorang ksatriya, seorang prajurit, paling tidak dalam tataran intelekual, menggarap tidak hanya masalahmasalah agama tapi juga masalah-masalah sosial dan politik. Penjelasan 8). Arya Samaj, sebuah gerakan reformasi Hindu modern yang didirikan oleh Dayananda Sarasvati, pada tahun 1875. Arya Samaj atau masyarakat Arya, menjadi kuat di Punjab; cabangnya di Mumbay (d/h Bombay) didirikan pada tahun1876, mengikuti model Brahmo Samaj (Masyarakat Tuhan) yang didirikan oleh Ram Mohan Roy dan Debendranath Tagore. Penyatuan kedua gerakan ini tidak berhasil karena keyakinan Dayananda atas kebenaran mutlak dari Weda, sementara Brahmo Samaj mengambil sebagian ajarannya dari agama Kristen, Para pengikut Arya Samaj menentang pemujaan murti atau patung, serta ingin menyderhanakan ritual Hindu, dan tujuannya adalah untuk kembali kepada keyakinan dan ritual Weda. Interpretasi Dayananda atas Weda ditemukan dalam bukunya berjudul "Vedabhasya". Para pengikut Arya Samaj tidak mentoleransi pemisahan berdasarkan kasta dalam masyarakat Hindu. Mereka memperkenalkan ide baru untuk mengkonversi orang-orang dari agama lain ke dalam agama Hindu, terutama orang-orang Hindu yang sebelumnya beralih ke agama lain (rekonversi). Arya Samaj melakukan karya-karya yang tak ternilai harganya dalam melenyapkan ketidak adilan sosial. Arya Samaj dewasa ini menjadi gerakan global yang bekerja di seluruh dunia. 9). Viswa Hindu Parishad (VHP) adalah organisasi Hindu seperti PHDI bagi masyarakat Hindu di Indonesia, yang mencoba memberikan satu ideologi yang sistematik bagi agama Hindu. VHP didirikan pada tanggal 30 Agustus 1964 di Mumbay (PHDI didirikan 23 Februari 1959 di Denpasar, 5 tahun lebih dulu dari VHP). Tujuan VHP adalah : 1.Mengambil langkah-langkah untuk mengkonsolidasi dan memperkuat masyarakat Hindu; 2. Melindungi, mengembangkan dan menyebarkan-luaskan nilai-nilai kehidupan Hindu; 3. Membangun dan mempererat hubungan dengan dan membantu semua orang Hindu yang hidup di luar negeri (luar India).
Çubha dan Açubha Karma
Mebakti Pada dasarnya sesuai dengan siklus rwabhineda, perbuatan itu terjadi dari dua sisi yang berbeda, yaitu perbuatan baik dan perbuatan yang tidak baik. Perbuatan baik ini disebut dengan Cubha Karma, sedangkan perbuatan yang tidak baik disebut dengan Acubha Karma. Siklus cubha dan acubhakarma ini selalu saling berhubungan satu sama lain dan tidak dipisahkan. Demikianlah perilaku manusia selama hidupnya berada pada dua jalur yang berbeda itu, sehingga dengan kesadarannya dia harus dapat menggunakan kemampuan yang ada di dalam dirinya, yaitu kemampuan berfikir, kemampuan berkata dan kemampuan berbuat. Walaupun kemampuan yang dimiliki oleh manusia tunduk pada hukum rwabhineda, yakni cubha dan acubhakarma (baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya), namun kemampuan itu sendiri hendaknya diarahkan pada çubhakarma (perbuatan baik). Karena bila cubhakarma yang menjadi gerak pikiran, perkataan dan perbuatan, maka kemampuan yang ada pada diri manusia akan menjelma menjadi prilaku yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila acubhakarma yang menjadi sasaran gerak pikiran, perkataan dan perbuatan manusia, maka kemampuan itu akan berubah menjadi perilaku yang salah (buruk). Berdasarkan hal itu, maka salah satu aspek kehidupan manusia sebagai pancaran dari kemampuan atau daya
27
pikirnya adalah membeda-bedakan dan memilih yang baik dan benar bukan yang buruk atau salah. Manusah sarvabhutesu vartate vai cubhacubhe, achubhesu samavistam cubhesveva vakaravet. (Sarasamuccaya 2) Dari Demikian banyaknya mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat melakukan perbuatan baik buruk itu; adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga manfaatnya jadi manusia. Untuk memberikan batasan tentang manakah yang disebut tingkah laku baik atau buruk, benar atau salah, tidaklah mudah untuk menentukan secara tegas mengenai klasifikasi dari pada baik dan buruk itu adalah sangat sulit. Sebab baik dan buruk seseorang belum tentu baik atau bauruk bagi orng lain. Hal ini tergantung tingkat kemampuan dan kepercayaan serta pandangan hidup seseorang itu sendiri. Akan tetapi menurut agama Hindu disebutkan secara umum bahwa perbuatan yang baik yang disebut Cubhakarma itu adalah segala bentuk tingkah laku yang dibenarkan oleh ajaran agama yang dapat menuntun manusia itu ke dalam hidup yang sempurna, bahagia lahir bathin dan menuju kepada persatuan Atman dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Sedangkan perbuatan yang buruk (acubhakarma) adalah segala bentuk tingkah laku yang menyimpang dan bertentangan dengan hal-hal tersebut di atas. Untuk lebih jelasnya, manakah bentuk-bentuk perbuatan baik (cubhakarma) dan bentuk-bentuk perbuatan yang tidak baik (Acubhakarma) menurut ajaran agama Hindu sebagaimana disjelaskan berikut ini: Çubhakarma (Perbuatan Baik) 1. Tri Kaya Parisudha Tri kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berfikir yang bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (Wacika) dan berbuat yang jujur (Kayika). Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul perkataan yang baik dan perbuatan yang jujur. Dari Tri Kaya Parisudha ini timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu 3 macam berdasarkan pikiran, 4 macam berdasarkan perkataan dan 3 macam lagi berdasarkan perbuatan. Tiga macam yang berdasarkan pikiran adalah tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk terhadap mahkluk lain dan tidak mengingkari adanya hukum karmaphala. Sedangkan empat macam yang berdasarkan atas perkataan adalah tidak suka mencaci maki, tidak berkata kasar kepada makhluk lain, tidak memfitnah dan tidak ingkar pada janji atau ucapan. Selanjutnya tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain, tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak berjina. 2. Catur Paramita Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa. Maitri artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk. Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang merupakan bagian dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya pendertiaan segala makhluk. Mudita artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain. Upeksa artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain. Catur Paramita ini adalah tuntunan susila yang membawa masunisa kearah kemuliaan. 3. Panca Yama Bratha Panca Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam hubungannya dengan perbuatan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian bathin. Panca Yama Bratha ini terdiri dari lima bagian yaitu Ahimsa artinya tidak menyiksa dan membunuh makhluk lain dengan sewenang-wenang, Brahmacari artinya tidak melakukan hubungan kelamin selama menuntut ilmu, dan berarti juga pengendalian terhadap nafsu seks, Satya artinya benar, setia, jujur yang menyebabkan senangnya orang lain. Awyawahara atau Awyawaharita artinya melakukan usaha yang selalu bersumber kedamaian dan ketulusan, dan Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau menggelapkan harta benda milik orang lain. 4. Panca Nyama Bratha Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah Akrodha artinya tidak marah, Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan nasehat-nasehat guru, Aharalaghawa
28
artinya pengaturan makan dan minum, dan Apramada artinya taat tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan mengamalkan ajaran-ajaran suci. 5. Sad Paramita Sad Paramita adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini meliputi: Dana Paramita artinya memberi dana atau sedekah baik berupa materiil maupun spirituil; Sila Paramita artinya berfikir, berkata, berbuat yang baik, suci dan luhur; Ksanti Paramita artinya pikiran tenang, tahan terhadap penghinaan dan segala penyebab penyakit, terhadap orang dengki atau perbuatan tak benar dan kata-kata yang tidak baik; Wirya Paramita artinya pikiran, kata-kata dan perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak mengeluh terhadap apa yang dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini adalah keteguhan pikiran (hati), kata-kata dan perbuatan untuk membela dan melaksanakan kebenaran; Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan pikiran untuk menelaah dan mencari jawaban atas kebenaran. Juga berarti pemusatan pikiran terutama kepada Hyang Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan; Pradnya Paramita artinyaa kebijaksanaan dalam menimbangnimbang suatu kebenaran. 6. Catur Aiswarya Catur Aiswarya adalah suatu kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk. Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya. Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran; Jnana artinya pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin yang berguna demi kehidupan seluruh umat manusia. Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, misalnya tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat dan sebagainya; Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan dengan cara (jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau ketentuan agama serta hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan negara. 7. Asta Siddhi Asta Siddhi adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi: Dana artinya senang melakukan amal dan derma; Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian (ketuhanan); Sabda artinya dapat mendengar wahyu karena intuisinya yang telah mekar; Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan dan ketntraman dalam semadhi; Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam gangguan pikiran yang tidak baik; Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit (kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti kesurupan, ayan, gila, dan sebagainya. Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari roh-roh halus, racun dan orang-orang sakti; dan Saurdha adalah kemampuan yang setingkat dengan yogiswara yang telah mencapai kelepasan. 8 Nawa Sanga Nawa Sanga terdiri dari: Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga; Andrayuga artinya mahir dalam ilmu dan dharma; Guna bhiksama artinya jujur terhadap harta majikan; Widagahaprasana artinya mempunyai batin yang tenang dan sabar; Wirotasadarana artinya berani bertindak berdasarkan hukum; Kratarajhita artinya mahir dalam ilmu pemerintahan; Tiagaprassana artinya tidak pernah menolak perintah; Curalaksana artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas; dan Curapratyayana artinya perwira dalam perang. 9. Dasa Yama Bratha Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu Anresangsya atau Arimbhawa artinya tidak mementingkan diri sendiri; Ksama artinya suka mengampuni dan dan tahan uji dalam kehidupan; Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang; Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain; Dama artinya menasehati diri sendiri; Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran; Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama mahluk; Prasada artinya berfikir dan berhati suci dan tanpa pamerih; Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun; dan Mardhawa artinya rendah hati; tidak sombong dan berfikir halus. 10. Dasa Nyama Bratha Dasa Nyama Bratha terdiri dari: Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamerih; Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur; Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat mencapai ketenangan batin; Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi; Upasthanigraha artinya mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual); Swadhyaya artinya tekun mempelajari ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum; Bratha artinya taat akan sumpah atau janji; Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu makanan atau minuman yang dilarang oleh agama; Mona artinya membatasi perkataan; dan Sanana artinya tekun melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari
29
dengan cara mandi dan sembahyang. 11. Dasa Dharma Yang disebut Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, yaitu Sauca artinya murni rohani dan jasmani; Indriyanigraha artinya mengekang indriya atau nafsu; Hrih artinya tahu dengan rasa malu; Widya artinya bersifat bijaksana; Satya artinya jujur dan setia terhadap kebenaran; Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan; Drti artinya murni dalam bathin; Ksama artinya suka mengampuni; Dama artinya kuat mengendalikan pikiran; dan Asteya artinya tidak melakukan kecurangan. 12. Dasa Paramartha Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari: Tapa artinya pengendalian diri lahir dan bathin; Bratha artinya mengekang hawa nafsu; Samadhi artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan; Santa artinya selalu senang dan jujur; Sanmata artinya tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan; Karuna artinya kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup; Karuni artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya; Upeksa artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk; Mudhita artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati oranglain; dan Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat menghormati.
Açubhakarma (Perbuatan Tidak Baik) Acubhakarma adlah segala tingkah laku yang tidak baik yang selalu menyimpang dengan Cubhakarma (perbuatan baik). Acubhakarma (perbuatan tidak baik) ini, merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu segala bentuk perbuatan yang selalu bertentangan dengan susila atau dharma dan selalu cenderung mengarah kepada kejahatan. Semua jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup ini. Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita. menurut agama Hindu, bentuk-bentuk acubhakarma yang harus dihindari di dalam hidup ini adalah: 1. Tri Mala Tri Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu Kasmala ialah perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor, dan Moha adalah pikiran, perasaan yang curang dan angkuh. 2. Catur Pataka Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan); Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan), Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya); Upa Pataka terdiri dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha (membunuh anak), Agaradaha (membakar rumah/merampok); Maha Pataka terdiri dari Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta), Surapana (meminum alkohol/mabuk), Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha (membunuh guru); Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan); Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana (merusak tempat suci). 3. Panca Bahya Tusti Adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu Aryana artinya senang mengumpulkan harta kekayaan tanpa menghitung baik buruk dan dosa yang ditempuhnya; Raksasa artinya melindungi harta dengan jalan segala macam upaya; Ksaya artinya takut akan berkurangnya harta benda dan kesenangannya sehingga sifatnya seing menjadi kikir; Sangga artinya doyan mencari kekasih dan melakukan hubungan seksuil; dan Hingsa artinya doyan membunuh dan menyakiti hati makhluk lain. 4. Panca Wiparyaya Adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa disadari, sehingga akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu: Tamah artinya selalu mengharap-harapkan mendapatkan kenikmatan lahiriah; Moha artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah; Maha Moha artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat menguasai kenikmatan seperti yang tersebut dalam tamah dan moha; Tamisra artinya selelu berharap ingin mendapatkan kesenangan akhirat; dan Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan sesuatu yang telah hilang.
30
5. Sad Ripu Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu Kama artinya sifat penuh nafsu indriya; Lobha artinya sifat loba dan serakah; Krodha artinya sifat kejam dan pemarah; Mada adalah sifat mabuk dan kegila-gilaan; Moha adalah sifat bingung dan angkuh; dan Matsarya adalah sifat dengki dan irihati. 6. Sad Atatayi Adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida artinya membakar milik orang lain; Wisada artinya meracun orang lain; Atharwa artinya melakukan ilmu hitam; Sastraghna artinya mengamuk (merampok); Dratikrama artinya memperkosa kehormatan orang lain; Rajapisuna adalah suka memfitnah. 7. Sapta Timira Sapta Timira adalah tujuh macam kegelapan pikiran yaitu: Surupa artinya gelap atau mabuk karena ketampanan; Dhana artinya gelap atau mabuk karena kekayaan; Guna artinya gelap atau mabuk karena kepandaian; Kulina artinya gelap atau mabuk karena keturunan; Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan; Kasuran artinya gelap atau mabuk karena kemenangan; dan Sura artinya mabuk karena minuman keras. 8. Dasa Mala Artinya adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri adalah orang sakit-sakitan; Kleda adalah orang yang berputus asa; Leja adalah orang yang tamak dan lekat cinta; Kuhaka adalah orang yang pemarah, congkak dan sombong; Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok supaya dapat mempengaruhi teman (seseorang); Megata adalah orang yang bersifat lain di mulut dan lain di hati; Ragastri adalah orang yang bermata keranjang; Kutila adalah orang penipu dan plintat-plintut; Bhaksa Bhuwana adalah orang yang suka menyiksa dan menyakiti sesama makhluk; dan Kimburu adalah orang pendengki dan iri hati.
Karma : Manusia Membentuk Nasibnya Sendiri "Siapa yang menyelamatkan kamu?" "Yang menyelematkan saya adalah perbuatan baik saya!" "Apa itu mungkin?" "Apa maksudmu?" "Kami orang Kristen percaya bahwa kami diselamatkan oleh Yesus. Kematian Yesus di kayu salib telah menebus dosa-dosa kami". "Semua dosa? Dari Dosa karena kelalaian kecil sampai dosa karena kejahatan besar, misalnya karena membunuh orang?" "Ya, semua dosa!" "Saya pernah mendengar yang seperti itu. Ada seorang pemuda yang berkali-kali melakukan kejahatan. Tapi ia selalu lolos dari hukuman. Kebetulan bapaknya orang berkuasa. Karena sayangnya kepada anak ia selalu berhasil mengeluarkan anaknya dari tahanan. Tapi "penebusan dosa" oleh si bapak ini telah merusak dua hal. Pertama, rasa keadilan masyarakat, khususnya orang yang menjadi korban kejahatan anaknya. Kedua, merusak moral anaknya, karena anaknya tidak pernah belajar tentang arti tanggung jawab". "Penebusan dosa tidak memberi ijin kami untuk berbuat jahat. kami orang Kristen juga harus berbuat baik. Yang saya maksudkan adalah keselamatan di dunia akhirat. Apa yang dilakukan oleh si bapak dalam contohmu itu juga tidak sesuai dengan prinsip agama kami. Kami juga menghormati hukum?". "Kalau begitu apakah moralitas dunia berbeda dengan moralitas akhirat? Bagi agama saya Hukum Karma berlaku baik disini di dunia ini maupun dalam hidup kami nanti setelah mati". Demikianlah idalog yang dilakukan oleh dua orang siswa yang sedang mengikuti pendidikan pada suatu perusahaan. Yang satu Hindu dan yang lain Kristen. Mereka teman satu kamar. Mereka sering berdiskusi tentang agama masing-masing. Dengan cara ini mereka memperluas wawasan. Dan dengan wawasan yang lebih luas mereka menumbuhkan sikap toleran yang sebenarnya.
31
Mengapa Orang-Orang Baik Menderita? . Harold S. Khusner, seorang Rabbi (Pendeta) Yahudi telah menulis sebuah buku yang dibaca oleh banyak orang, judulnya " When Bad Things Happen to Good People" artinya ketika hal-hal buruk menimpa orang-orang baik. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Mengapa Orang-orang Baik Menderita?' Dalam buku ini dengan sangat mengharukan, Khusner menceritakan suatu peristiwa nyata yang menimpa dirinya. Ia memiliki dua orang anak, Aaron, laki-laki dan Ariel, perempuan. Pada usia 8 bulan, Aaron mulai menampakkan perkembangan yang aneh. Perkembangan tubuhnya sangat lambat. Setelah membawanya ke berbagai dokter akhirnya diketahui anak lakilaki itu menderita progeria, suatu penyakit yang menyebabkan seseorang menjadi tua dengan cepat dan akan mati pada usia sangat muda. Mengetahui kenyataan ini Rabbi Khusner sangat terpukul. Sesuai dengan keyakinan setiap orang beragama, yang juga sering disampaikannya dalam kotbah-kotbahnya, ia yakin bahwa orang-orang yang berbuat baik,yang menjalankan hidupnya sesuai perintah agama pasti akan memperoleh hidup yang baik, akan terhindar dari mala pertaka. Dan sebaliknya, orang-orang yang melanggar perintah agama, yang melakukan kejahatan pasti akan dihukum oleh Tuhan. Ia adalah seorang pendeta. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengabdi Tuhan, menyampaikan isi kitab suci kepada umatnya, orang-orang Yahudi yang menjadi jemaatnya. Lalu mengapa anak laki-laki satu-satunya harus menderita seperti itu?. Dan Aaron, masih kanak-kanak. Belum pernah melakukan kejahatan apapun apalagi kejahatan yang patut dihukum. Tapi mengapa ia ditimpa dengan penderitaan yang demikian hebat? Pendeta itu merasa diperlakukan tidak adil. Takdir atau Karma? Mengapa orang-orang baik menderita? Dalam hidup ini kita sering melihat kenyataan yang sulit dipahami. Orang-orang baik yang menderita. Orang-orang yang tidak baik tidak kekurangan suatu apapun. Banyak orang yang menderita sejak dilahirkan, baik karena kekurangan pisik maupun kekurangan mental atau daya pikirnya. Mengapa mereka menderita? Mengapa hal itu terjadi?. Ada dua penjelasan mengenai apa yang tampak sebagai "ketidak adilan" ini. Yang pertama, adalah Hukum Karma. "Nasib" kita ditentukan oleh perbuatan kita sendiri. Seorang bayi yang baru lahir telah membawa buah dari perbuatannya dalam hidupnya sebelumnya. Yang kedua adalah doktrin predestinasi atau takdir, yang menyatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan. Ketika Tuhan meniupkan roh pada jabang bayi yang masih dalam kandungan ibunya pada waktu itu juga nasibnya ditentukan. Apakah ia kelak akan menjadi orang bahagia atau menjadi orang menderita. Bahkan, apakah nanti ia akan masuk surga atau masuk neraka sudah pula ditentukan sebelumnya oleh Tuhan. Antara kedua keyakinan ini kelihatannya sama saja. Dimana letak perbedaannya?. Takdir mengatakan bahwa nasib kita telah ditentukan secara sepihak oleh Tuhan dan apa yang telah ditetapkanNya tidak dapat dirobah oleh manusia. Takdir itu harus dijalani saja. Saya pernah mendengar ceramah di televisi yang mengatakan mengapa penjual soto yang satu sangat laris sedang penjual soto yang lain disebelahnya tidak laku?. Diajawab sendiri oleh si penceramah : itu karena takdir Tuhan. Tuhan campur tangan secara langsung terhadap hidup kita. Hukum Karma mengatakan hal yang lain, Kitalah yang menentukan nasib kita. Mari kita jelaskan hal ini dengan suatu pengandaian. Setiap perusahaan pada akhir tahun membuat perhitungan-perhitungan yang disebut tutup buku. Pada waktu itu dihitunglah biaya-biaya (kewajiban-kewajiban, hutang-hutang) yang telah dikeluarkan dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh. Bila jumlah biaya lebh besar dari pendapatan maka perusahaan itu disebut rugi. Bila pendapatan lebih besar dari biaya maka perusahaan itu untung. Berdasarkan fakta ini perusahaan itu melakukan kegiatannya pada tahun ini.
32
Bagi perusahaan yang menderita rugi, pada tahun ini ia harus bekerja lebih keras agar paling tidak ia dapat menutup kerugiannya serta melanjutkan usahanya di tahun-tahun kemudian. Bagi perusahaan yang untung tetap juga harus bekerja keras agar ia terus berkembang. Demikian pula dengan manusia. Bila dalam kehidupan yang lalu kita lebih banyak "hutang", maka hidup kita kini akan merasa lebih berat. Dan kita harus bekerja lebih keras untuk melunasi utang-utang tersebut serta menambah modal bagi hidup kita sekarang. Bila karma-karma dalam hidup kita kini akan terasa lebih ringan. Tapi kita tetap harus bekerja keras. Sebab kalau kita bermalas-malasan modal itu bisa makin berkurang atau habis. Apalagi kalau kita menyalahgunakan modal itu, boleh jadi ia akan berbalik menjadi hutang yang berat. Jadi itulah perbedaannya. Takdir tak bisa dirubah. Bila anda ditakdirkan menderita, apapun yang ada lakukan anda tetap menderita. Bila anda ditakdirkan masuk neraka pikiran dan perbuatan anda akan mengikuti takdir itu. Sedangkan melalui karma hidup kita bisa dirubah. Dalam wiracarita Mahabarata dikisahkan seekor cacing, melalui usahanya secara bertahap berkembang menjadi manusia utama. Tiga Jenis Karma. Bagimana kita menjawab pertanyaan Rabbi Khusner? Mengapa seorang anak kecil yang tidak berdosa ditimpa penderitaan yang begitu hebat?. Doktrin Takdir menjawab : "Itu kehendak Tuhan" Mengapa Tuhan berkehendak demikian?. Jawabnya : "Mungkin ada maksud mulia dibalik penderitaan yang dialami anak kecil itu". Mengapa untuk suatu tujuan mulia Tuhan merusak kehidupan seorang anak kecil? Mungkin akan dijawab : "Kehendak Tuhan tidak semua bisa kita pahami. Hanya Dia yang tahu". Memang lebih gampang mengatakan bahwa penderitaan kita disebabkan karena kehendak Tuhan. Jauh lebih berat rasanya untuk mengakui bahwa penderitaan kita merupakan akibat dari perbuatan kita. Namun dengan mengatakan bahwa Tuhanlah penyebab dari penderitaan kita, kita telah melemparkan tanggung jawab kita kepada Tuhan. Dengan kata lain kita sebenarnya menuduh Dia bekehendak sewenang-wenang dan tidak adil. Jika menurut Hukum Karma apa yang kita alami sebenarnya hanya merupakan buah dari perbuatan kita, mengapa anak kecil yang belum bisa berbuat apa-apa mendapat penderitaan?. Berdasarkan jarak waktu antara perbuatan dilakukan dan hasilnya diterima, terdapat tiga jenis Hukum Karma. Perbuatan yang hasilnya langsung diterima dalam kehidupan kita sekarang disebut Prarabda. Perbuatan dalam hidup kita sekarang yang hasilnya kita terima dalah hidup atau kelahiran yang akan datang disebut Sanchita. Perbuatan yang kita lakukan dalam hidup kita terdahulu yang hasilnya baru kita terima sekarang disebut Kriyamana. Apakah menurut Hukum Karma kita harus memikul hasil dari perbuatan orang tua kita. Apakah Hukum Karma sama dengan dosa turunan?. Di dunia ini belum ada seorang anak dihukum pidana, dimasukkan penjara karena kesalahan bapaknya. Kita tidak memikul karma dari orang tua kita. Tapi benar bahwa kita terpengaruh oleh karma orang tua kita. Misalnya kalau orang tua kita menjadi direktur bank yang besar kita akan mendapat kemudahan- kemudahan. Kita tinggal di rumah yang lebih baik. Bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang tertinggi pada sekolah yang lebih baik. Lingkungan menghormati keluarga kita. Tapi kalau kemudian Bapak kita dihukum penjara karena misalnya, menyalahgunakan kekayaan bank tersebut, kitapun merasakan akibat buruknya. Kita merasa malu pada masyarakat. Rumah kita yang mewah mungkin ikut pula disita. Tapi yang masuk penjara tetaplah bapak kita. Pada dasarnya setiap orang harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Bila kita menderita bolehkah kita memohon agar penderitaan kita dihapuskan? Hukum karma sama sekali tidak boleh menyebabkan kita melalaikan Tuhan! Dalam Bagawad Gita misalnya dikatakan bahwa kewajiban kita adalah melakukan tugas-tugas kita dengan sebaik-baiknya, bukan untuk menentukan hasilnya. Doa dan sembahyang merupakan sarana kita untuk mengadakan komunikasi dengan Tuhan. Penderitaan seringkali membuat kita merasa lebih dekat dengan Tuhan.
33
Bila penderitaan kita dihapuskan, tidakkah berarti Tuhan mengambil tanggung jawab kita? Tidakkah berarti Dia melanggar Hukum Karma? Sebuah perbandingan mungkin dapat menjawab pertanyaan ini. Seorang diktator memerintah sesuai kehendaknya sendiri. Ia tunduk pada hukum. Kehendaknya sendiri adalah hukum. Ia menghukum siapa saja yang tidak disukainya. Memberi hadiah siapa saja yang disukainya. Tidak peduli apa perbuatan mereka itu. Seorang presiden memerintah berdasarkan hukum. Sekalipun ia yang membuat hukum bersama wakil rakyat, ia tunduk pada hukum itu. Ia mengatur masyarakat melalui hukum. Dengan demikian tidaklah berarti presiden lalu tidak dibutuhkan lagi. Presiden masih mempunyai banyak hak-hak istimewa. Misalnya hak untuk memberi grasi atau amnesti. Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tertentu seseorang yang sudah jelas bersalah, dapat diberi pengampunan oleh Presiden. Misalnya karena orang tersebut menyatakan penyesalannya dan bertekad akan memperbaiki kesalahannya. Tapi tentu saja tidak setiap dosa diampuni. Kalau setiap kejahtan diampuni, apa artinya keadilan? Apa gunanya hukum dan penegak hukum? Kalau kejahatan dibalas dengan kebaikan, lalu dengan apa kebaikan dibalas? Kebaikan dibalas dengan kebaikan. Kejahatan harus dibalas dengan hukuman yang adil, untuk menyadarkan si pelaku tentang makna tanggung jawab. Apakah Hukum Karma adalah Hukum Balas Dendam? Adalah suatu kesalahan bila kita melihat Hukum Karma dalam penderitaan. Bila teman kita sedang tertimpa kesulitan kita akan berkata : "Itulah karmanya". Tapi bila teman kita sukses dan berhasil dalam hidupnya, kita jarang mengatakan : "Itulah karmanya". Tapi biasanya kita mengatakan : "Ya, nasibnya baik". Dengan bersikap demikian kita seolah-olah senang bila ada orang lain menderita dan senaliknya tidak senang mengakui keberhasilan mereka. Keberhasilan kita juga merupakan akibat dari karma kita. Namun sebagai orang beragama kita tentu akan mengatakan semua ini hanya karunia Tuhan semata-mata. Tapi Tuhan tidak akan mengaruniakan kita sesuatu bila kita tidak pantas menerima karunia Tuhan? Ya, karma-karma baik kita. Jadi Hukum Karma bukan hukum balas dendam. Hukum Karma hanya menetapkan hubungan sebab dan akibat, perbuatan dan hasil. Ibarat kita menanam pohon. Pahit atau manis buah yang kita petik tergantung dari pohon yang kita tanam. Hukum Karma menjamin berlakunya keadilan dalam kehidupan manusia. Tanpa keadilan semacam itu hidup didunia ii tidak ada gunanya. Tanpa Hukum Karma agama hanyalah sekedar menjadi alat penghiburan. Seperti obat penenang yang menghilangkan rasa sakit namun tidak menyembuhkan penyakitnya. Tanpa Hukum Karma Tuhan adalah diktator yang kejam dan sewenang-wenang. Hanya hormat atau rasa takut yang membuat kesewenang-wenangan tampak sebagai keadilan. Apakah Makna Hukum Karma bagi Kehidupan Kita? Tukang soto yang kurang laku dan ia percaya kepada dogma takdir akan menerima dengan pasrah bahwa sudah merupakan kehendak Tuhan sotonya tidak laku, dan bahwa sudah takdir pula soto teman disebelahnya sangat laris. Semua itu sudah kehendak Tuhan. Bila tukang soto itu percaya pada Hukum Karma ia akan bertanya mengapa sotonya tidak laku dan mengapa soto temannya laris? Mungkin rasa sotonya kurang enak? mungkin harga sotonya lebih mahal? Mungkin cara melayani pembeli tidak ramah? Atau warungnya kurang bersih?. Takdir meminta orang pasrah atas nasibnya. Hukum Karma membuat orang harus mengambil tanggung jawab atas nasibnya sendiri. Takdir mungkin membuat orang damai dalam kepasifan. Karma membuat kita mengambil tanggung jawab aktif untuk merubah dan memperbaiki hidup kita sekalipun untuk itu kita harus menghadapi kesulitan. Brhadarannaka Upanishad.
34
Kitab suci Brhadarannaka Upanishad mengatakan "keinginan membentuk perbuatan, perbuatan membentuk nasib manusia" : Sesuai dengan perbuatan dalam hidupnya, demikianlah hidup manusia jadinya. Ia yang berbuat baik menjadi baik, Ia yang berbuat buruk menjadi buruk. Dan sesungguhnya mereka mengatakan seseorang manusia dibentuk oleh keinginannya. Sesuai dengan keinginannya demikianlah keyakinannya. Sesuai dengan keyakinannya demikianlah perbuatannya. Dan sesuai dengan perbuatannya demikianlah ia jadinya. Dikatakan : Seorang manusia dengan perbuatan-perbuatannya menuju nasibnya.
Arti dan Kedudukan Hidup Berkeluarga Arti dan Kedudukan Hidup Berkeluarga (Grahastha Asrama) …………… 2. Oleh : Awanita, Departemen Agama Jakarta Demikian pula terhadap si istri, seorang ayah hendaknya menjaga keserasian rumah tangganya. Hal ini, di dalam kitab Manawa Dharmasastra disebutkan bahwa untuk mencapai kebahagiaan maka wanita harus dihormati dan para dewa suci akan merestui grahasta ini. Sebaliknya jika wanita itu dicaci dan tidak dihormati maka upacara apapun tak akan berarti. Dan grahasta itu akan menderita dan lenyap seperti ditiup kekuatan gaib. Lebih lanjut metode yang dipakai dalam pendidikan dan pembinaan anak dalam grahasta penerapannya lebih bersifat samskara, yang termasuk manusa yadnya. Tidak sedikit para suami bahkan para istri yang kebetulan menjadi pimpinan, manager, direktur dan sebagainya mendapatkan inspirasi di dalam grahastanya, baik yang berhubungan dengan lapangan pekerjaannya maupun masalah lainnya yang sedikit banyak berkaitan dengan profesinya. Bahkan sekaligus grahasta menjadi sumber energi yang memberikan dorongan baik kepada orang tua maupun anak-anaknya untuk memajukan usaha dan tugasnya sehingga semua tugas dan kewajibannya bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Hal itu bisa terpenuhi kalau keadaan dan suasana grahasta itu memenuhi persyaratan yang memungkinkan terlaksananya segala ide dan gagasan yang mengutamakan cinta dan kasih sayang sebagai dasar komunikasi. Lebih lanjut, grahasta juga merupakan sumber kreasi yang sangat membantu tugas dan kewajiban masingmasing anggota keluarga. Misalnya: seorarig anak yang sedang duduk di SMU akan mampu mengembangkan kreasinya di sekolah karena adanya fasilitas dan dukungan serta perhatian dalam grahastanya, sehingga ia dapat sukses dalam studinya. Begitu juga halnya dengan orang tuanya. Keluarga (Grahasta), juga merupakan lembaga sebagai sumber inspirasi. Hal ini sangat erat hubungannya dengan timbulnya inspirasi yang berkembang menjadi energi dan kreasi yang memacu kearah timbulnya karya atau kerja. Sehlngga seorang grahastin misalnya dapat meningkatkan prestasinya balk di bidang tugasnya maupun dalam masyarakat berkat adanya atau kondisi grahastanya yang mampu menjadi sumber karya. Dalam pembidangan tugas dan kewajiban antara suami dan istri, antara orang tua dan anak dalam grahasta asrama disebutkan dalam Manawa Dharmasastra bahwa masing-masing anggota (orang tua dan anak) harus melaksanakan dharmanya dengan tulus dan ikhlas. Misalnya: tentang peranan suami tercantum dalam Bab IX 1103, seorarig suami harus setia kepada istrinya, menghormati istrinya dan melindungi istrinya dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Kedudukan seorang suami meriurut masyarakat Hindu adalah sederajat dengan istrinya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suami berkewajiban melindungi istri dan anaknya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa suami berkewajiban melindungi istri dan anaknya pada saat tiba waktunya, ia harus mengawinkan anaknya. Suami harus menyerahkan harta dan segala penghasilannya kepada istrinya dan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada istrinya untuk mengatur harta rumah tangga, urusan dapur bahkan juga urusan agama di dalam rumah tangga atau khusus mengenai urusan dilakukan bersama-sama. Jika ia pergi jauh keluar daerah terlebih dahulu ia harus menjamin hidup istrinya dengan memberikan biaya sebelum biaya pergi. Selanjutnya ia harus selalu berusaha memelihara hubungan kesuciannya dengan istrinya dengan saling percaya mempercayai demi terjamin kerukunan dan keharmonisan rumah tangga. Demikian dijelaskan pula bahwa ia berkewajiban menggauli istrinya pada saat-saat tertentu yang ditetapkan oleh agama. Ia harus berusaha sebaik-baiknya agar antara mereka tidak melanggar kesuciannya dan menghindarkan perceraian. Tentang kedudukan dan peranan istri untuk melaksanakan kewajibannya antara lain disebutkan sebagai berikut. Bahwasanya sebagai seorang istri dan seorang wanita hendaknya selalu ia berusaha untuk tidak bertindak sendiri dengan meninggalkan ayahnya atau
35
suaminya. Sebagai seorang istri (wanita) ia harus pandai membawa diri pandai mengatur rumah tangga dan ekonomis, ia harus setia kepada suaminya dan hendaknya selalu berusaha untuk tidak melanggar ketentuan menurut kitab suci. Ia harus mengendalikan pikirannya, perkataannya dan tingkah lakunya demi tercapainya kebahagiaan yaitu tercapai surga sebagai seorang istri berkewajiban memelihara rumah tangga sebaik baiknya. Andaikata suaminya harus pergi keluar daerah dan ia tidak mampu memberi biaya sebagai jaminan istrinya maka istri tersebut dibenarkan untuk bekerja supaya dapat menunjang hidupnya asal pekeijaan itu tidak bertentangan dengan norma kesopanan sebagai wanita. Lebih lanjut seorang istri harus menyadari bahwa telah ditakdirkan setiap wanita akan menjadi ibu. Orang tua berkewajiban mendidik dan rnenyekolahkan pada usia tertentu, kewajiban ini mutlak harus dilakukan karena jika tidak dipenuhi anak tersebut diancarn kapatita yaitu dikeluarkan dan masyarakat arya dan dilarang mengucapkan mantra savitri. Di damping itu orang tua berkewajiban bertanggung jawab atas perkawinan anaknya; untuk itu orang tua dapat memilih calon menantunya. Jika lewat umurnya orang tua kehilangan anak atas urusan akanya. Lebih lanjiut orang tua berkewajiban mewariskan kepada anak-anaknya, sebaliknya orang tua berhak mewarisi dan putranya yang tidak berketurunan. Mengenai hak dan kewajiban anak terhadap orang tua di dalam kitab Manawa Dharmasastra dijelaskan pula anak laki-laki berkewajiban menyelenggarakan sradha. Dan anak-anak berhak mewarisi hak orang tuanya. Keluarga atau rumah tanggajuga merupakan kesejahteraan, kebahagiaan dan ketentraman. Karena itu secara tradisional denah tempat tinggal rumah, ditata dan dibentuk berdasarkan aturan yang telah ada yang disebut asta bhumi. Di samping itu juga berpegang pada prinsipnya tri hita karana, yaitu adanya unsur Widi (Tuhan), jana (manusia) dan pada (mandala, atau lingkungan). Ketiga unsur itu dalam tata susunan dan bangunan rumah tempat tinggal secara tradisional yaitu merajan, penghuni dan rumah lengkap dengan bale dangin, bale daja, bale dauh, dapur, teba dsbnya. Sedangkan bagi umat Hindu yang tinggal dan berada di luar Bali yang mendiami rumah dalam system modern, diusahakan pada halaman rumah dibangun sebuah padmasari (padmasana kecil) atau pelangkiran dan altar di kamar/ruang tamu keluarga. Dengan demikian, diharapkan kesejahteraan, kebahagiaan, ketenteraman dan kedamaian dapat terwujud dan dinikmati oleh semua anggota keluarga. Setiap grahastin wajib melaksanakan tugasnya dalam panca maha yadnya dsbnya. Mengingat rumah atau dalam grahasta itu tidak saja dihuni oleh suami, istri dan anak, tetapi juga arwah para leluhur terutama leluhur pihak purusa. Dengan melaksanakan tugas grahastin itu diharapkan kebahagiaan dapat terbina dan terpelihara. Sebab kebahagiaan sangat mutlak diperlukan untuk pendidikan dan pemuasan Kama. Sehubungan dengan itu dalam Manawa Dharmasastra disebutkan bahwa suami wajib menggauli istrinya untuk menemukan kebahagiaan kedua belah pihak. Hubungan senggama dilarang selama istri dalam keadaan haid, (empat hari) dan dua belas hari yaitu pada masa subur dianjurkan jangan. Hal tersebut untuk menghindari kehamilan. Jadi pengaturan kehamilan telah pula dianjurkan pada kita. Hal itu adalah untuk menjaga hubungan cinta dan kasih sayang yang merupakan sumber kebahagiaan.Bahkan sanggama juga dilarang pada hari raya, purnama, tilem dan perwani. Seorang ibu/istri yang bijaksana sangat diharapkan mampu menciptakan suasana bahagia dan tenteram, sehingga suami menjadi betah di rumah. Hal itu secara timbal balik sangat berkaitan sehingga grahasta menjadi pusat kebahagiaan, pusat untuk istirahat, santai dan melipur lara yang sangat dibutuhkan oleh orang tua dan anak. Dalam hal ini keakraban, kemesraan, keterbukaan dan kedamaian dapat dinikmati dan didengungkan dalam grahasta. Home Sweet Home, sehingga betapapun capainya, penatnya dan lelahnya seorang suami/bapak karena bekerja memeras otak dan tenaga sehari penuh, tetapi begitu ia menginjakkan kakinya di halaman rumah sudah terasa kedamaian dan ketentraman yang dipancarkan oleh suasana rumah tangga. Sementara itu wanginya asap hio pada Padmasani, Sanggah atau Dadia, atau juga di Altar, Pelangkiran, ditambah dengan tawa ria anak menyambut ayah atau ibunya datang dari bekerja, benar-benar merupakan santapan rohani. Karena demikian, maka jelaslah bahwa grahasta merupakan tempat istirahat, santai dan melipur lara, lila loka, sehingga baik Ibu, anak dan ayah betah diam di rumah. Di samping itu keluarga juga merupakan lembaga pelaksanaan Panca Yadnya. Di dalam Bhagawad Gita dijelaskan bahwa Prajapati (Tuhan Yang Maha Esa) menciptakan alam semesta dengan segala isinya termasuk manusia dengan yadnya. Sehingga setiap manusia, wajib untuk melaksanakan pengkagudnya. Misalnya setiap selesai memasak seyogyanya dilakukan tarpana yadnya atau yadnya sesa yang biasa disebut “ngejot”. Setelah itu barulah boleh makan. Sebab orangyang enaknya memasak untuk makanan dirinya sendiri saja sama dengan pencuri dan ia makan dosanya sendiri. Sebaliknya jika seseorangbiasa melakukan yadnya-yadnya setelah memasak dan baru makan sisa yadnya itu ia akan bebas dan dosa dan tidak berdosa. Karena demikian ketentuannya, maka setiap grahasta wajib melaksanakan upacara yadnya. Adapun yadnya itu ada lima macam
36
yaitu (1) Dewa Yadnya, (2) Pitra Yadnya, (3) Resi Yadnya, (4) Manusa Yadnya dan (5) Butha Yadnya yang semuanya disebut Panca Maha Yadnya. Sebagai tempat pemujaan, dibuatlah pelangkiran/dan altar tempat persembahyangan untuk memuja para dewa, pitara dan atau arwah suci para leluhur (batara-batari). Misalnya melakukan pitra puja atau tarpana puja. Sebab pada hakekatnya, rumah atau dalam rumah tangga itu bukan hanya merupakan tempat tinggal bagi suami istri dan anak-anaknya saja, melainkan juga merupakan tempat tinggal para arwah leluhur (batara-batari). Lain dan pada itu, dampati berkewajiban juga untuk melakukan upacara pensucian diri lahir batin (sarira samskara), karena menurut ajaran agama Hindu, manusia harus disucikan dengan Samskara, agar benar-benar suci sebelum meninggal. Sebab itulah upacara sarira samskara itu mutlak harus dilaksanakan sejak rnulainya pembuahan di dalam rahim ibu, sampai pada saat matinya kelak. Adapun upacara Sarira Samsknra Manusa Yadnya, yang penting dan paling banyak serta biasa dilakukan di Indonesia antara lain (1) Wiwaha samskara; (2) Garbhadana samskara; (3) Punsawana samskara; (4) Jatakarna samskara; (5) Wamadhaya samskara; (6) Wishkramana samskara (Telu/tigang, sasih); (7) Anuprasana samskara (otonan); (8) Chudakarya samskara; (9) Upanayana samskara; (10) Sagitri samskara; (11) Wiwaha samskara; dan (12) Antyesti samskara. Dengan mengetahui apa sesungguhnya grahasta itu seperti yang diuraikan tadi dapat disimpulkan bahwa Grahasta Asrama itu wajib hukumnya untuk dijalani oleh setiap orang dengan memperhatikan bahwa pada hakekatnya grahasta asrama itu merupakan tempat atau laboratonium untuk menciptakan suputra.• *WHD No. 464 September 2008.
Kemajemukan Merupakan Kearifan Tuhan Koran Tokoh – No. 509 Tahun IX, 12 – 18 Oktober 2008 Kemajemukan Merupakan Kearifan Tuhan A.A.A. Ngr. Tini Rusmini Gorda Man is born social being (manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial). Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa melepaskan komunikasi dan hubungan pergaulan terhadap sesama. Pada tataran ini akan terjadi proses pembauran yang tidak mungkin dihindari. Dipertegas lagi bahwa Hyang Widhi (Tuhan) yang Maha Pencipta tidak pernah menciptakan sesuatu yang sama. Makhluk ciptaan-Nya berupa manusia diwarnai kemajemukan. Terlihat dan warna kulit, ras, suku, golongan, bangsa, bahasa, dan agama. Seseorang yang beragama Hindu, misalnya. pasti akan bergaul dengan orang beragama Iainnya. Proses ini merupakan hal yang wajar dan alami. Interaksi pluralistik terjadi dan dapat dipastikan semua agama mengakuinya. Dewasa ini kehidupan manusia dihadapkan pada permasalahan menyangkut hak asasi manusia, etnis, dan agama. Kondisi ini menyebabkan penilaian terhadap manusia cenderung menganggap sesama manusia berbeda hanya karena perbedaan ras, etnis, warna kulit, dan agama. Dalam hal ini kearifan Hindu menyodorkan solusi mencari jalan keluar memecahkan masalah kemajemukan tersebut. Hindu memberikan rujukan (sesuluh) dalam memaknai kemajemukan tersebut. Dalam Atharvaveda, XII.1 .45 dinyatakan: “Beberapa pengucapan bahasa yang berbedabeda dan pemeluk agama yang berbeda-beda pula dan sesuai dengan keinginan. Mereka tinggal bersama di bumi pertiwi yang penuh keseimbangan tanpa banyak bergerak, seperti sapi yang selalu memberikan susunya kepada manusia. Demikian juga ibu pertiwi selalu memberi kebahagiaan melimpah pada semua umat manusia”. Terungkap juga dalam Veda Sruti : “Seseorang yang menganggap seluruh umat manusia memiliki atma yang sama dan dapat melihat semua manusia sebagai saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dan kesedihan” (Yayurveda,40.7). Kedua mantra tersebut dengan sangat gamblang menyatakan bahwa manusia hidup di lingkungan masyarakat majemuk dapat tinggal dalam keharmonisan. Juga, memberikan kearifan pada umat dalam menyikapi persepsi manusia berbeda karena warna kulit, ras, etnis, dan agama adalah sebuah keluarga besar. Artinya tidak hanya satu agama yang diagungkan, dijayakan, tetapi semua agama dipandang sebagai kebenaran. Semua berhak hidup di bumi pertiwi ini. Kemajemukan tersebut seperti pelangi berwarna-warni ciptaan Tuhan. Sangat indah dan menyejukkan sehingga mampu menumbuhkan kedamaian hati umat manusia. Kemajemukan tidak untuk dipertentangkan karena kemajemukan adalah keharmonisan dan keindahan, bukan kekacauan atau kesemrawutan. Spiritualitas kearifan ini dalam din manusia, adalah sama. Di samping itu semua umat manusia berkeinginan hidup berdampingan secara damai di muka bumi pertiwi yang kita cinta ini. Jika spiritualitas ini dapat dijalankan sebagai landasan berpikir dan pola tindakan, maka manusia akan melupakan perbedaan yang
37
ada dan sekaligus tidak mempertentangkan perbedaan tersebut. Hal ini sangat relevan dan arif dalam kehidupan bangsa Indonesia yang sangat kental warna kemajemukan. Adalah sangat arif pula para pendiri bangsa dan NKRI ini menetapkan nilai-nilai budaya yang adiluhung sebagai moto menyikapi kemajemukan bangsa Indonesia yakni, Bhinneka Tunggal Ika. Dengan landasan berpikir dan pola tindakan tersebut kita mampu mewujudkan kedamaian dan keharmonisan hidup dalam suasana kemajemukan. Agar proses tersebut berjalan lancar dalam kelangsungan hidup, komunikasi harus terjadi dengan sehat. Dapat saling berapresiasi satu sama lainnya sehingga menimbulkan tenggang rasa dan lapang dada dalam memahami dan menyadari perbedaan. Jika hal teresbut dapat kita ciptakan, maka gilinan benikutnya adalah bagaimana kita menyoisalisasikannya. Perlu juga disosialisasikan nilai-nilai universal antara lain: 1. Berlaku Adil. Jangan sampai karena berbeda agama ideologi, ras, atau suku bangsa membuat kita berlaku tidak adil satu sama lain. 2. Berlaku jujur. Sebagai pemeluk agama kita harus jujur pada siapa saja dan di mana saja. 3. Sopan Santun. Dalam pergaulan tidak mengenal dmnding pembatas, karena sopan santun adalah satu di antara ajaran agama yang bersifat universal. 4. Tolong Menolong. Ini merupakan suatu kebaikan dan semua agama mengajarkan pemeluknya senantiasa tolong-menolong dálam kebaikan sebagai bagian dari sikap toleransi. 5. Jangan saling Bermusuhan. Tiap manusia hendaknya jangan saling membenci, saling menghasut dan belakang-membelakangi, agar terwujud hidup rukun, bersahabat dan tidak saling bermusuhan. Dengan memahami nilai-nilai universal tersebut, maka sudah waktunya merekonstruksi pemikmnan kita terhadap keberagaman dan kemasyarakatan selama ini. Yang terkesan simbolik atau basa-basi harus segera ditinggalkan, karena pada gilirannya akan menimbulkan sifat hipokrit atau munafik sosial. Sikap dan sifat arogansi kelompok, golongan, lebih dikenal dengan istilah diktator mayoritas dan tirani minoritas harus dikubur sedalam-dalamnya, karena akan mengancam masyarakat yang bertoleransi. Dengan bahasa sederhanaa kita hanus berani menekonstruksi pemikinan kita bahwa “Sesama kita adalah bersaudara. Tercipta karena Tuhan. Kemajemukan dikehendaki Tuhan”. Maka tidak sepantasnya manusia mempertentangkan masalah kemajemukan dalam keberagaman. •Penulis, dosen dan pengamat sosial.
Mendalami Konsep Atma, Akan Tumbuh Jiwa Cinta kasih Dalam zaman edan (kali yuga) ini, banyak kita lihat, baca dan perhatikan dimedia masa maupun dimedia elektronik banyak terjadi pertentangan2, pembunuhan2, konplik antara kelompok yang sangat sulit dicari pemecahannya. Pemerintah dengan kabinet reformasinya dengan para menteri terkait berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi permasalahan beberapa krisis ini, tetapi sampai saat ini belum ada tanda2 perbaikan. Kegagalan pemerintahan orde baru dalam mengatasi kesulitan bangsa ini karena cara penyelesaian yang dipergunakan tidak dengan cara pendekatan kemanusiaan, tetapi dengan rekayasa, intrik2, fitnah dan pendekatan kekuatan militer seperti penculikan yang akan menyebabkan negara kita akan tercabik cabik, dan kalau tidak diatasi dengan bijak kemungkinan terjadi disintegrasi seperti pengalaman2 negara lain yaitu Yugoslavia, Rusia dan lain2nya. Apakah zaman ini merupakan pengaruh dari kali yuga, dimana dalam kehidupan manusia terjadi pertentangan2 yang sangat tajam, manusia sudah tidak memperhatikan norma2 agama sebagai keyakinannya, seseorang sudah tidak ada hormat kepada orang tua, bawahan tidak taat kepada atasan, dharma negara sudah luntur dan rapuh semua orang selalu mengejar 3 Ta (tahta, arta dan wanita), moral sudah tidak dihargai lagi semua perbuatannya dianggap biasa sehingga manusia sudah tidak mengenal budaya malu. Kalau kita amati perkembangan negara kita akhir2 ini, baik masalah politik, ekonomi dan hukum seperti benang kusut, pemerintah agak sulit mengatasi sehubungan permasalahannya agak komplek dan merupakan permasalahan yang akumulatif selama 32 tahun pemerintahan orde baru, yang tidak pernah tuntas menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa ini. Sampai saat ini di ibu kota republik ini yaitu jakarta tiada hari tanpa demontrasi, inflasi cukup tinggi, persediaan sembako agak terbatas sulit dibayangkan bagaimana jadinya negara yang kaya raya di zamrut katulistiwa, dengan rakyatnya ramah tamah akan kelaparan.
38
Banyak penduduk disekitar Jakarta yang tidak makan beberapa hari yang lebih menyakitkan menurut ceritra teman kami sampai ada yang mengais makanan ditempat sampah, ini adalah akibat dari ulah segelintir manusia yang tidak bertanggung jawab kepada bangsa dan negaranya. Menurut Bank Dunia diperkirakan bahwa rata2 tiga orang penduduk Indonesia yang sudah miskin adalah dua orang, apalagi rakyat akan dibebani dengan rencana PEMILU tahun depan yang membutuhkan biaya tidak sedikit dan energi dalam masalah politik, sehingga bisa2 masalah ekonomi terabaikan sehingga rakyat semakin terpuruk dengan kemiskinan. Konplik timbul akibat adanya perbedaan ideologi, persepsi, kepercayaan, ras dan sebagainya. Juga konplik ini timbul akibat adanya kepentingan2 yang berbeda, padahal apabila pemimpin2 bangsa ini mempunyai hati nurani bijaksana, maka semua permasalahan harus diperlakukan dengan tanpa perbedaan. Untuk menjadi orang yang bijaksana bagi umat Hindu sebaiknya mendalami konsep Atma sehingga dalam diri kita akan tumbuh jiwa kasih sayang, cinta kasih kepada sesamanya. Apabila jiwa kasih sayang telah bersemayam bagi setiap jiwa umat hindu, maka apapun perbedaan2 yang timbul akan dapat diselesaikan dengan hati dan jiwa yang bersih, sehingga konplik2, pertentangan2, permusuhan semua dapat diatasi dengan arif bijaksana. Konsep Atma. Brahman menciptakan jagat raya beserta isinya yang terdiri dari makluk hidup beserta alam semesta, dengan melalui atma sebagai percikan dari brahman makluk dapat menikmati kehidupan. Akibat atma maka ada kehidupan didunia ini, dan atma dalam proses menghidupkan akan berpindah pindah dan ber ulang ulang dengan menggunakan badan yang ber beda2 melalui samsara (reinkarnasi) yaitu penjelmaan kembali sebagai makluk. Setiap proses kehidupan makluk hidup dinilai perbuatannya apakah dharma atau adharma yang dikenal dengan Karmapala yaitu hasil perbuatan selama hidupnya, apabila dalam kehidupan selalu menjalankan dharma maka makluk hidup(manusia) akan mencapai moksa yaitu suatu kebahagian spiritual yang akan menyatu dengan brahman. Dimana didalam filsafat agama hindu yang terdapat dalam weda yang disebut dengan panca srada dikenal dengan tatwa yaitu lima keyakinan umat hindu yaitu brahman, atman, samsara, karma pala dan moksa. Disamping panca srada kita juga mengenal adanya susila dan ritual. Dalam aktualisasi dari ajaran weda memang terjadi penonjolan2, kalau didaerah Bali kelihatan yang paling menonjol adalah masalah ritual, masyarakat hindu di Bali tiada hari tanpa upacara keagamaan sampai mendapat julukan Pulau Dewata.Atman adalah bagian dari panca srada yang akan dibahas peranannya dalam kehidupan umat manusia, dimana atma adalah merupakan hal yang cukup penting selain panca srada yang lain. Beberapa pakar agama hindu mencoba menjelaskan apa sebenarnya atma. 1. Menurut Bhagawaan Sri Sathya Sai Baba Bahwa atma diumpamakan sebagai sinar matahari, dimana matahari memancarkan sinarnya keseluruh alam semesta ini yang tidak mengenal perbedaan, dengan pancaran sinarnya ini dapat menghidupkan semua makluk yang ada dibumi ini, dan matahari sebagai sumber sinar nya disebut brahman. 2. Menurut Bapak DR I Wayan Jendra SS S.U. Dalam bukunya Dharma tula bahwa atma diumpamakan sebagai gelombang di dalam samudra, setiap angin bertiup akan menimbulkan gelombang 2 kecil didalam samudra dan samudranya sendiri adalah brahman dimana setiap tiupan angin adalah pengaruh indra, makin besar tiupan angin maka makin besar pengaruh indra, apabila pengaruh indra sudah hilang maka samudra tanpa gelombang, sehingga dikatakan samudra tanpa tepi yaitu sudah tenang. 3. Dalam buku Upadesa Atman adalah merupakan percikan2 kecil dari parana atma yaitu Brahman yang berada dalam makluk hidup.
39
4. Dalam buku Begawan Gita Percakapan antara Krisna dengan arjuna, dimana krisna memberikan wejangan kepada arjuna yaitu pusatkan pikiranmu selalu kepadaku karena aku tidak lain adalah atma, dirimu yang sejati. Dengan pikiranmu terpusat kepadaku, laksanakan kewajiban. Dari uraian beberapa pakar dan buku, bahwa atma adalah merupakan percikan yang bersumber dari Brahman , sehingga atma adalah merupakan bagian dari Brahman dimana atma terdiri dari tiga unsur yaitu prana (nafas), manas (pikiran) dan vakya (sabda). Adapun sifat2 dari atma menurut Begawan Gita (II.24.25) adalah sebagai berikut. Achodya (tidak terluka oleh senjata), Adahya (tidak terbakar oleh api), Akledya (tidak terkeringkan oleh angin), Acesyah (tidak terbasahkan oleh air), Nitya (abadi), Sarwagatah (dimana mana ada), Sahanu (tidak ber-pindah2), Acala (tak bergerak), Sanatana (selalu sama), Awyakta (tidak dilahirkan), Achintya (tidak terpikirkan), dan Awikara (tak berubah). Dari sifat2 atma tersebut maka atma mempunyai kekuatan yang luar biasa, walaupun tidak sama dengan Brahman yang mempunyai empat kekuatan yang disebut Cadu Sakti dan delapan kekuatan yang disebut dengan Asta Sakti. Bagaimana proses atma dapat menghidupkan semua makluk seperti manusia, binatang dan tumbuh2an. Pembentukan manusia yang terdiri dari lima unsur yang disebut panca maha buta yaitu tanah(pertiwi), air(apah), api(teja), angin(bayu) dan ether (akasa) setelah mendapat sinarnya brahman pada saat dalam kandungan dapat hidup dan menjadi manusia disebut jiwatman. Maka manusia tanpa atman tidak mungkin hidup dan menjadi makluk seperti manusia seperti sekarang ini. Hubungan antara atma dengan badan adalah seperti kita memakai baju, kita adalah atma dan baju adalah badan kita. Apabila baju telah usang maka baju tersebut akan dicampakan tidak dipakai lagi, dan kita (atma) akan mencari pengganti baju baru ini yang kita kenal dengan proses reinkarnasi. Seperti Kresna berkata kepada Arjuna, bahwa engkau adalah pemakai baju tetapi engkau bukan baju, engkau penghuni rumah tetapi engkau bukan rumah . Engkau yang mengetahui lapangan, kshetrajna, tetapi engkau menganggap dirimu medan itu kshetra. Maka engkau harus menyamakan dirimu dengan atma dengan selalu mengingat atma, atma adalah brahman dan brahman adalah atma. Semasih atma dibungkus dengan triguna yaitu satwa, rajas dan tamas maka atma belum dapat bersatu dengan brahman. Hubungan antara atma dengan badan manusia dimana terdapat pikiran dan panca indra adalah sebagai berikut. Atma diumpamakan dengan kusir kereta dimana ada budi, atma akan mengendalikan pikiran manusia, yang diumpakan adalah kudanya, dan keretanya adalah merupakan tubuh manusia, dimana dalam tubuh manusia terdapat panca indra yang dikendalikan oleh pikiran. Peranan kusir(atma) disini sangat penting, apabila kusir tidak dapat mengendalikan kudanya(pikiran) maka arah perjalanan akan mengalami kesulitan yang mengakibatkan tidak tercapai tujuan, mungkin tercapai tetapi agak lama. Sifat kuda adalah selalu bergerak tidak pernah diam demikian pula pikiran manusia, kadang2 seperti monyet melompat kesana kemari, maka perlu dikendalikan oleh atma (budi) dengan selalu berkonsentrasi agar mendapat ketenangan jiwa, seperti Yoga atau Semadi. Demikian juga panca indra, yang sangat terpengaruh dengan linkungan nya agak sulit dikendalikan oleh pikiran banyak cobaan2 yang harus dihadapi. Maka hubungan antara atma, pikiran dan panca indra harus berjalan secara harmonis, semua tindakan akan dikendalikan oleh atma. Bila setiap tidakan dilandaskan pada atma (budi) maka hasil perbuatan tersebut akan menjadi suci dan murni pasti hasilnya adalah dharma (kebenaran). Dalam perkembangan kehidupan manusia saat ini untuk mengharmoniskan antara pikiran dan panca indra saja yaitu Trikaya Parisuda (berpikir,berkata, dan berbuat) mengalami kesulitan, sebab manusia masih selalu ingin memenuhi panca indranya yaitu kenikmatan yang sifatnya sementara yang biasanya menghasikan kesedihan dan mala petaka/kehancuran dirinya sendiri, dan keterikatan2 yang menyebabkan panca indra sulit dikendalikan. Apalagi mengendalikan antara atma(budi), pikiran dan panca indra membutuhkan latihan2, pengorbanan 2,
40
disiplin dan kesungguhan dengan satu keyakinan yang kuat. Sebagai ilustrasi dapat kami berikan suatu ceritra bagaimana panca indra sangat besar pengaruhnya kepada pikiran, apabila tidak dipengaruh indra, maka pikiran akan dapat berbuat kebenaran tranparan dengan atma yaitu dharma. Pada suatu hari ada dua orang cacat tubuh sedang melakukan perjalan mengemis, orang pertama mempunyai cacat tubuh buta dan orang kedua mempunyai cacat tubuh pincang Untuk melakukan perjalanan ini mereka melakukan kerja sama yaitu saling membantu, menuntun ke suatu tempat dimana dalam perjalanan mereka lewat di persawahan. Sibuta karena tubuhnya lebih besar menggendong sipincang, karena sipincang dapat melihat maka dia sebagai penunjuk jalan dan sibuta tinggal menunggu perintah sipincang kemana arah yang akan dituju. Tepat disuatu tempat ada kebun mentimun yang buahnya sangat banyak maka sipincang menuntun sibuta menuju arah tersebut, dan menyampaikan bahwa kita berhenti sebentar untuk memetik buah mentimun yang cukup banyak. Sibuta bertanya, apakah disekitar kebun tersebut ada pagarnya atau pintu dan apakah ada penunggunya. Sipincang menjawab bahwa kebun tersebut tanpa pagar atau pintu dan penunggunya tidak ada. Sibuta dengan informasi dari sipincang tanpa dapat melihat dengan menggunakan nalurinya berkesimpulan bahwa mentimun tersebut pasti pahit. Memang setelah dipetik oleh sipincang mentimun itu sangat pahit dan banyak getahnya. Panca indra tidak dapat menangkap dengan tepat apa sebenarnya yang terjadi, maka dengan kemampuan budi (atma) sumber dari segala kebenaran apabila pikiran tidak dipengaruhi panca indra, kebenaran dapat dicapai dengan tepat dan sempurna. Di India kalau seorang Yogi sudah mencapai Stithaprajna, yaitu orang yang bijaksana, dimana dia mempunyai kemampuan seperti sifat2 atma yaitu air tidak dapat membasahi, senjata tidak dapat melukai, dan api tidak dapat membakarnya. Atma menghidupi makluk. Makluk hidup sebagai penghuni alam semesta ini dapat dibagi menjadi 3 makluk yaitu manusia, binatang dan tumbuh2an dan semua makluk ini hidup karena atma, tanpa atma semua makluk tidak dapat hidup. Maka dalam ritual dalam agama hindu, umat hindu sangat menghormati ketiga makluk ini, dimana setiap makluk harus dihormati dengan suatu upacara yang dilakukan setiap 6 bulan sekali, untuk manusia disebut manusia yadnya dan untuk binatang disebut buta yadnya. Untuk manusia dihormati dengan melakukan upacara ngotonin yaitu memperingati hari kelahiran, untuk binatang ada hari tertentu yaitu tumpek andang, upacara untuk menghormati semua binatang yang ada dialam semesta ini, dan untuk tumbuh2an ada hari tertentu yaitu tumpek landep, untuk melakukan upacara menghormati seluruh tumbuh2an. Diantara semua makluk yang ada dialam semesta ini hanya manusia mempunyai kelebihan dari makluk yang lain dimana manusia disamping mempunyai prana (prana) dan vakya (sabda) manusia mempunyai kemapuan berpikir (manas) yaitu daya nalar sehingga dapat membedakan antara yang baik dan buruk maka manusia yang paling disayang oleh sangyang widhi wasa. Kehidupan didalam 4 yuga yaitu kerta yuga, traita yuga, dwapara yuga dan kali yuga dimana jumlah manusia, binatang dan tumbuh 2an selalu mengalami perubahan sesuai dengan yuga masing2, tetapi tidak mempengaruhi dan merubah volume materi (akasa) dan energi (prana) yang jumlahnya selalu tetap. Setiap yuga mempunyai keistimewaan masing2. Pada kerta yuga dimana manusia mengutamakan speritual, dan jumlah manusia jauh lebih sedikit dari binatang dan tumbuh2an, pada saat traita yuga jumlah manusia sudah bertambah banyak sebab banyak binatang sudah reinkarnasi menjadi manusia dan binatang dijadikan korban upacara keagamaan demikian pula tumbuh 2an, pada yuga ini manusia lebih mengutamakan ilmu pengetahuan. Pada saat dewapara yuga juga manusia bertambah banyak akibat dari banyak binatang reinkarnasi menjadi manusia demikian pula tumbuh2an reinkarnasi menjadi binatang, dan dwapara yuga ini manusia mengutamakan upacara2 ritual keagamaan.Pada saat kali yuga sekarang ini jumlah manusia, binatang dan tumbuh2an kalau dilihat secara metrix jumlahnya hampir sama dan dalam kali yuga ini manusia mengutamakan materi. Sehubungan atma menghidupkan semua makluk, maka perkembangan atma untuk manusia, binatang dan tumbuh2an mengikuti pergantian setiap yuga. Kalau saat ini pada kali yuga (zaman edan), sifat2 manusia
41
menyamai sifat 2 binatang ada yang berpendapat akibat dari manusia yang hidup pada kali yuga banyak hasil reinkarnasi dari binatang , sehingga sifat2 binatang masih dibawa saat reinkarnasi menjadi manusia. Cinta Kasih Jika engkau menginginkan kebahagiaan dan kedamaian, engkau harus memberikan kasih. Hanya melalui kasih engkau akan mendapatkan kebahagian sejati. Hanya melalui kasih engkau akan memperoleh ketentraman batin. Kasih hidup dengan memberi dan memaafkan. Karena itu, kembangkan kasihmu, hiduplah dalam kasih. Demikian wejangan Sri Sathya Sai Baba dalam Intisari Bhagawad Gita. Cinta kasih adalah sifat brahman, bahwa brahman pengasih dan penyayang karena atma merupakan pancaran dari brahma, maka atma juga mempunyai sifat cinta kasih. Pada saat atma menghidupkan manusia yaitu pada saat janin berumur 4 bulan maka atma sudah dibungkus dengan triguna yaitu satwa, rajas dan tamas dan juga dibungkus dengan sadripu yaitu 6 sifat manusia yaitu kama, lobha, kroda, mada, moha dan matsatya (nafsu, loba, kemarahan, kemabukan dan iri hati). Untuk menghidupkan cinta kasih dalam jiwa manusia sadripu harus dilenyapkan terlebih dahulu dalam diri manusia. Amarah lahir dari nafsu dan nafsu timbul dari pikiran, maka pikiran harus dikendalikan, dan kalau semua sudah dilebur maka disebut dengan Tapa. Apabila cinta kasih dikaitkan dengan pikiran, ia akan menjadi kebenaran yaitu Satya, apabila cinta kasih dijadikan dasar perbuatan akan timbul Dharma yaitu kebijaksanaan, apabila perasaan sudah diselimuti cinta kasih maka akan tercapai kedamaian yaitu Santy, dan apabila cinta kasih sebagai panutan dalam setiap kehidupan maka akal budi akan dijiwai sikap tanpa kekerasan yaitu Ahimsa, inilah ajaran agama hindu yang sangat mendalam yang harus dihayati setiap umat Hindu. Untuk menanamkan jiwa cinta kasih terhadap diri kita sendiri ada dua sifat yang ada dalam sadripu yang harus dikendalikan yaitu amarah dan nafsu. Amarah adalah suatu sifat manusia yang sangat sulit dikendalikan, sebab amarah dapat menjadi sumber kesulitan. Akibat amarah kita ditinggal oleh teman2 yang baik, amarah dapat membawa penyakit terhadap diri kita sendiri, juga amarah menyebabkan semua sendi2 kehidupan kita hancur dan amarah sangat terpengaruh dengan pikiran. Untuk mengatasi nafsu, kita harus tanamkan dalam diri kita sifat berkorban kepada sesamanya. Jiwa pengorbanan ini dilakukan dengan suka rela tanpa pamerih dan tidak memikirkan imbalan2. Didalam masyarakat saat ini sangat sulit mencari orang2 yang suka berkorban tetapi lebih banyak seseorang menuntut haknya, masalah kewajiban selalu dihindari, pada hal kewajiban untuk berbuat baik adalah suatu perbuatan mulia yang dalam ajaran agama hindu merupakan dharma. Disamping pengendalian amarah dan nafsu, harus ditanamkan rasa cinta kepada sesamanya, apa bila seseorang tidak memiliki rasa cinta, ia akan merasa tidak bersalah ketika menyakiti orang lain, atau merampas hak orang lain. Karena itu agama hindu dalam ajaran2nya selalu menanamkan kepada umatnya agar kita saling mencintai dan menyayangi, kalau kita sayang kepada penduduk dibumi ini, niscaya Yang Widi Wasa selalu sayang kepada kita, karena kita bersumber dari sumber yang sama yaitu Atma. Kita berbeda, tetapi bersaudara. Kalau kita pelajari dan amati kejadian akhir2 ini seperti peristiwa 13-14 mei 1998, bahwa bangsa indonesia yang menganut bhineka tunggal eka serta persatuan dan kesatuan yang merupakan konsep dasar pembentukan negara R I adalah semu seperti gunung es, kenyataannya masalah SARA sudah muncul kepermukaan, dengan banyaknya terjadi palanggaran2 HAM pada hal kita adalah satu bangsa. Pada saat terjadi kerusuhan Mei kelabu di Jakarta, sungguh sangat mengerikan dan mencekam, kami pulang dari kantor tanpa kendaraan, sebab sudah banyak kendaraan dibakar masa, kami jalan kaki dan menggunakan kendaraan umum seadanya, karena kendaraan umum taxi tidak nampak dan asap ada dimana mana. Setelah beberapa hari situasinya agak aman, kami mengambil mobil kekantor dan selama perjalanan sungguh memilukan, dijalan jalan banyak toko, gedung tinggal puing2 berserakan, yang sangat menusuk hati nurani kami adalah tulisan2 didepan rumah,toko,gedung misalnya seperti tulisan milik pribumi, milik pribumi muslim, milik betawi asli dan sebagainya, yang sangat menyentuh rasa kebersamaan dan persaudaraan dalam jiwa kami,
42
apakah ada perbedaan warga negara dibumi pertiwi Indonesia yang kita cintai ini ? Kalau kita sudah mengenal konsep atma, kita dilahirkan ber beda2 suku, agama, bangsa dan sebagainya walaupun kita berbeda tetapi kita bersaudara yang lahir dari sumber yang sama yaitu brahman.Sebagai ilustrasi dapat kami ceritrakan sebagai berikut. Diumpamakan atma adalah setitik air disamudra (Brahma) yang sangat luas dengan gelombang2 (Triguna) yang cukup besar , dan air disamudra mendapat sinar matahari sehingga air menguap menjadi awan. Awan diombang ambingkan di angkasa menjadi lembab dan turun menjadi hujan, dan hujan jatuh ke bumi melalui beberapa sungai yaitu sungainya Hindu, Islam , Kristen, Katolik dan Budha. Air yang mengalir dibeberapa sungai yang berbeda beda akan bersatu lagi disamudra inilah siklus Karmapala dalam ajaran agama Hindu. Jarak jatuhnya hujan di suatu sungai dengan samudra ini disebut dosa, sehingga makin jauh jaraknya air hujan jatuh kebumi dari samudra, makin besar dosa yang dipikul oleh manusia. Selama perjalanan mengalirnya air disungai banyak rintangan2 yang dilalui seperti batu2, terjal, polusi (sampah) dan sebagainya (proses kehidupan yang penuh tantangan), tetapi dengan keyakinan terhadap brahman kita akan cepat dan selamat sampai disamudra yang penuh ketenangan yaitu kama dan kalau sudah menyatu dengan samudra inilah disebut dengan moksa. Demikianlah sebagai ilustrasi, dimana sebenarnya semua umat manusia apapun agama dan kepercayaannya akan selalu mencari kebenaran yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, karena manusianya sendiri banyak belum mengetahui bahwa kita bersumber dari sumber yang satu yaitu brahman. Kalau ada orang2 yang menjelek2 kan agama orang lain, apalagi setelah pindah agama Hindu terus melontarkan cercaan2 atau kelemahan2 agama Hindu, mereka tidak atau belum mendalami agama hindu secara baik, baru tahu sebagian2 tidak secara keseluruhan. Jangan2 setelah pindah dari agama Hindu ke agama lain mereka mengalami permasalahan yang sama, karena tidak mau dan malas mempelajari filsafat agama yang dianutnya, pada hal ini adalah masalah prinsip yaitu keyakinan. Penutup. Untuk mengantisipasi perkembangan situasi negara Indonesia dimasa masa yang akan datang di alam era reformasi ini akan banyak terjadi perubahan2 terutama dibidang politik dengan banyaknya berdiri partai2 politik yang bermunculan ada yang berazas suatu agama disamping panca sila, maka umat Hindu harus menentukan sikap sesuai dengan ajaran dalam kitab Weda. Dalam tulisan ini yang lebih menonjol dibahas adalah masalah Ahimsa yaitu suatu sikap dalam perjuangan dengan tanpa kekerasan seperti perjuangan Gandi di India yang terkenal dengan Swadesinya. Maka dalam pola perjuangan umat hindu baik dalam bidang politik, ekonomi maupun hukum, tidak terlepas dari ajaran2 Weda yang terdapat dalam Susila, Tatwa maupun Ritual. Kita harus selalu ingat dan aktualisasikan ajaran 2 Hindu dalam perjuangan menuju kebenaran yaitu : "Atmanah Moksarthan Jagadhita Ya Ca Iti Dharma " artinya Tujuan Dharma adalah untuk kesejahteraan dunia dan pembebasan Atma. Dimana kita selalu menjungjung kebenaran, tidak ada dharma yang lebih tinggi dari kebenaran, tidak ada dosa yang lebih rendah dari pada dusta, maka hindari dalam kehidupan ini adalah dosa dengan jalan selalu berbuat baik kepada sesamanya. Apabila kita berbuat baik kepada sesamanya berarti kita berbuat baik kehadapan Yang Widhi Wasa, dan secara langsung akan menolong diri sendiri dalam penebusan dosa. Apabila kita telah mendalami konsep atma maka akan tumbuh dalam diri kita sendiri jiwa cinta kasih, walaupun kita berbeda beda baik agama, suku, ras ,bangsa tetapi kita adalah saudara, kita tanamkan dan pupuk jiwa kebersamaan, persaudaran, tanpa kekerasan. Dari uraian tersebut diatas kita coba merenung sejenak, bertanya kepada diri sendiri, mengapa aku benci kepadanya, mengapa aku selalu dendam kepadanya, mengapa aku musuhi dia, kenapa aku dengki kepadanya, mengapa aku iri kepadanya, sambil merenung kita harus sadar bahwa diantara kita adalah saudara. Setiap timbul dalam pikiran kita benih2 permusuhan selalu ingat yaitu Satya (kebenaran), Santy (kedamaian), Dharma (kebijakan), Ahimsa (tanpa kekerasan). Tjok Gede Putra SHD Pertamina
43
Mengenal lebih dekat Kitab Suci Manawa Dharmashastra BEBERAPA KENDALA YANG DIHADAPI UMAT AWAM Kesibukan masing-masing telah menyita terlampau banyak waktu kita. Apakah kita seorang bujangan (Brahmacarin) yang sedang menuntut ilmu, apalagi hidup sebagai perumah-tangga (Grehastin) yang mulai menerapkan pengetahuan, teknologi, keakhlian dan keterampilan dalam menafkahi keluarga; waktu yang 24 jam dalam sehari serasa masih kurang cukup bagi kita. Kalaupun kita punya cukup minat untuk lebih mengakrabi kitab-kitab suci, waktu sisa mungkin sekali telah diblokir oleh anak-anak (bagi yang telah dikaruniai anak), atau bersosialisasi betapa layaknya anggota masyarakat. Mereka yang hidup di kota-kota besar memiliki waktu senggang relatif lebih sempit dibandingkan dengan mereka yang hidup di pedesaan atau diluar kota. Al hasil terlampau sedikit waktu luang bagi keluarga masing-masing, apalagi untuk membaca-baca kitab suci atau Veda-veda. Sedangkan yang hidup di pedesaan atau diluar kota, disamping lebih sulit untuk memperolehnya, juga daya belinya rendah. Ada yang lebih urgen bagi mereka untuk lebih diutamakan. Perihal waktu dan pemanfaatannya oleh manusia Bhagawan Wararuci, dalam Sarasamuschaya, pernah mengingatkan umat manusia: "Memang benar Sang Waktu tidak dapat diperkirakan batas akhirnya, beratus-ratus tahun dan bahkan tak terbatas; sedangkan kesempatan untuk berbuat dalam hidup ini sangatlah terbatas adanya pun sangat tergesa-gesa jalannya. Oleh karena itu mengapa terlena? Sementara masih hidup, pergunakanlah kehidupan ini sebaik-baiknya dengan mengabdikannya demi menegakkan Dharma. Sesungguhnya, sangatlah pendek jangka kehidupan manusia. Jangka kehidupan yang sudah pendek inipun mesti dibagi-bagi lagi oleh malam atau waktu untuk tidur, oleh desakan kantuk. Hanya sebahagian yang tinggal. Sisanya, diambil lagi oleh waktu ketika sakit, saad sedih atau berkabung, saat usia lanjut serta berbagai halangan-halangan lainnya, sehingga menjadi sedemikian singkatnya masa hidup manusia yang tersisa guna ber-dharmabhakti." Tentu kesempatan yang sedemikian singkat ini tak hendak kita sia-siakan begitu saja bukan? Sementara itu, ada seorang Yogi yang mengatakan bahwa: "Menekuni Dharma dalam waktu 15 tahun, belum berarti apa-apa bagi pemahaman". Bagi yang punya waktu dan mulai ada minat, masalah lain yang menghambat adalah 'harganya' di pasaran. Terjemahan dan komentar Manawa Dharmashastra atau Catur Veda yang sedemikian tebalnya, tentu diproduksi dengan biaya yang cukup besar. Biaya penyelenggaraan, ongkos distribusi serta jasa-jasa yang dikenakan, menaikkan harga jualnya di pasaran. Bagi mereka yang belum termotivasi dengan baik, bisa jadi mengurungkan niatnya untuk membeli dan berpikir "Ah....nanti saja belakangan, toh buku setebal itu tak terbaca dalam sebulan atau dua bulan." 'Sistem perwakilan', yang hingga kini diterapkan didalam praktek kultural-religius, merupakan faktor penting dalam membatasi minat dan motivasi umat untuk tahu lebih banyak dan lebih dalam tentang ajaran yang dianutnya. Sistem ini, menumpukan hampir semuanya kepada para Sulinggih. Umat menyerahkan bulat-bulat segala sesuatunya kepada para Sulinggihnya. Sistem perwakilan ini memberi lahan subur bagi tumbuhnya 'kemanjaan' beragama, bagi umat awam. Konsekwensi logisnya adalah, terjadinya kesenjangan pemahaman yang semakin melebar, antara para Sulinggih dengan umat awam. Bila kita tilik lebih jauh lagi, ternyata sistem Warna (bukan kasta) dalam masyarakat Hindu juga memberi andil besar dalam masalah ini. Bukan sistem Warna-nya yang buruk; akan tetapi implikasi berupa kecenderungan untuk lebih 'mengutamakan hak' dengan mengesampingkan kewajiban dari masing-masing Warna, telah mengantarkan 'kemanjaan' beragama menemukan lahan suburnya. Semuanya diserahkan kepada para Sulinggihnya, sementara 'kewajiban'-nya terhadap para Sulinggih dan diri sendiri terabaikan. Kewajiban terhadap diri sendiri yang dimaksudkan adalah peningkatan pemahaman atas ajaran yang yang dianut. Pada sisi lain, konsep Catur Asrama - Brahmacari, Grehasta, Wanaprashta dan Sanyasa - teramat jarang secara lengkap dijalani. Usia, yang tak dapat kita tentukan, merupakan alasan utama untuk hanya mengikuti 2 jenjang pertama saja. Jenjang selanjutnya - Wanaprashta dan Sanyasa - seakan-akan bukan menjadi kewajiban semua umat. Fenomena ini juga berkaitan erat dengan sistem Warna, yang diterjemahkan secara keliru; maksudnya, sebahagian besar umat menganggap atau menyangka bahwa hanya 'keturunan' Brahmana saja yang wajib untuk melanjutkan ke jenjang Wanaprashta dan Sanyasa. Anggapan dan prasangka ini muncul dari kekurang-pahaman
44
terhadap ajaran yang dimaksud; jadi paradigmanya bak lingkaran setan, yang tiada ujung pangkalnya. Demikianlah beberapa kendala pokok, yang teramati secara terbatas, bagi sebahagian besar umat, yang pada akhirnya, meniadakan kesempatan untuk mempelajari dengan lebih baik kitab-kitab suci serta ajaran-ajaran yang dianutnya. Manawa Dharmashastra adalah salah satu Veda Smrti yang paling populer dan banyak diacu, disamping Sarasamuschaya dan yang lainnya. Bapak G. Puja M.A; SH. - salah seorang indoolog yang disegani di Indonesia melalui banyak karya-tulisnya dan mantan Dirjen. Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama R.I selama belasan tahun - sempat menyampaikan pendapat beliau dengan kurang lebih mengatakan: 'Kita baru akan dapat mengamalkan ajaran agama bila kita benar-benar mengerti dan memahaminya'. Apa yang akan kita amalkan sementara tiada mengetahui apalagi mengerti? Berikut ini dicoba mengetengahkan sajian yang memaparkan tentang kitab hukum Hindu ini, untuk lebih mendekatkannya dengan kita. Ada pepatah yang mengatakan "Tak kenal, maka tak sayang"; nah...antara lain berpijak pada pepatah dan alasan mendasar itulah disajikan tulisan ini. Ada yang mengatakan bahwa: "Perbuatan baik tiada perlu alasan ataupun dalih; perbuatan buruklah yang memerlukannya." Umat Hindu mengenal Dharma sebagai Hukum, disamping sebagai Ajaran Suci. Umat Buddha, dari sekte apapun, mengikrarkan Dharma sebagai salah-satu perlindungan (saranam). Bagi umat Hindu, Dharma sebagai hukum atau tata kehidupan yang patut dianutnya dalam pola-pikir, pola-ucap maupun pola-laku, telah tertuang dalam kelompok kitab-kitab suci maupun pustaka-pustaka suci yang disebut kelompok 'Dharmashastra'. Diantara kelompoknya, tersebutlah Kitab Hukum Manu sebagai yang tertua, terlengkap serta paling banyak diacu oleh manusia Hindu sepanjang masa; ia kita kenal dengan sebutan Manusmrti atau Manawa Dharmashastra. *Apakah Kitab Suci Manawa Dharmashastra itu? Manawa Dharmashastra adalah satu kitab hukum Hindu yang paling populer dan (masih) paling banyak diacu oleh umat, disamping kitab-kitab Smrti lainnya. Smrti merupakan kelompok kedua secara hierarkis sesudah kelompok Sruti (kelompok kitab-kitab Wahyu), yang dipandang sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat syariat (dalam bahasa Arab) Hindu yang disebut Dharma. Karena itu, kitab Smrti juga disebut sebagai Dharmashastra. Dalam hal ini, Dharma berarti hukum dan Shastra berarti ilmu. Ia diajarkan oleh Manu, yang kemudian dikompilasikan oleh Maharshi Brghu. Inilah kitab hukum pertama dalam Hindu. Menurut mithologinya, Manu mendiktekan hukumnya ini dalam seratus ribu sloka kepada Maharshi Brghu, yang pada gilirannya mengajarkan kepada Rshi Narada. Narada, berdasarkan pertimbangannya mengurangi aturan itu menjadi dua belas ribu sloka. Kitab hukum ini kemudian dikurangi lagi menjadi delapan ribu sloka oleh Rshi Markandeya. Percaya atau tidak, Rshi yang lain, Sumanthu, menguranginya lagi menjadi empat ribu sloka. Akhirnya, Rshi lain yang tidak dikenal, mengurangi lagi menjadi 2.685 sloka. Manawa Dharmashastra, seperti yang dikenal sekarang ini, terdiri dari 12 Adhyaya (bab atau buku) yang memuat 18 aspek hukum atau Wyawahara yang dapat dikategorikan dalam bentuk hukum perdata agama, pidana serta peraturan-peraturan yang bersifat mengatur kehidupan sosial kemasyarakatan secara umum. Jadi ia merupakan kitab hukum Hindu dengan cakupan bahasan yang amat lengkap, luas dan ber-relevansi keluar maupun kedalam. *Siapakah Manu itu? Sangat sedikit yang diketahui mengenai Manu. Beliau dipandang sebagai Avatara. Dalam mithologi, dia dikenal sebagai Manu Svayambhuva. Oleh karenanya, aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum yang diajarkan oleh Manu juga dikenal sebagai Manusmriti atau Manu-Shamhita. Kata Manawa sendiri diambil dari Manu. Nama Manu berarti Kepala Keluarga Penguasa Bumi (Patriachal Earth Ruler). Manu datang dan pergi pada setiap awal penciptaan alam semesta, dalam waktu yang tak terbatas. Masing-masing Manu hidup untuk jangka waktu yang disebut Manvantara (periode Manu). Menurut salah-satu kisah mithologis, satu Kalpa (8.640.000.000 tahun manusia) terdiri dari empat belas Manu atau Para Manu. Ke-empat belas Manu tersebut adalah: 1. Svayambhuva (Manu Pemberi Hukum, law-giver);
45
2. Svarochisha; 3. Uttama; 4. Tamasa; 5. Raivata; 6. Chakshusa; 7. Vaivasvata (Noahnya Hindu, Manu dewasa ini) ; 8. Savarna (akan datang); 9. Daksha Savarna; 10. Brahma-Savarna; 11. Dharma Savarna; 12. Rudra-Savarna; 13. Rauchya; 14. Bhautya. Vaivasvata Manu, Manu di jaman kita ini, ada yang menganggap hidup pada sekitar 3100 SM. Namun sekali lagi, itu adalah anggapan sementara yang tiada dapat kita pegang sebagai suatu kepastian bila dikaitkan dengan kapan Manawa Dharmashastra mula pertama diwahyukan. Semua para Manu ini datang dan pergi dalam siklus yang tak berakhir. Oleh karenanya, ada peneliti Hindu yang beranggapan bahwa Manu bukanlah nama orang suci tertentu, namun lebih merupakan suatu titel, nama dinasti atau nama keturunan. Kita percaya bahwa semua manusia adalah keturunan Manu. Kata 'manusia' sendiri juga berasal dari kata 'manu', yang berarti keturunan Manu. *Kapan ia diturunkan oleh Manu dan dikodifikasikan oleh Maharshi Brghu? Seperti juga masa hidupnya Manu, ajaran beliaupun tiada diketahui dengan pasti kapan diturunkan. Satu petunjuk yang dapat kita ketahui dari kitab-kitab suci Hindu, hanyalah menyatakan bahwa Manusmrti diperuntukkan bagi manusia di Krta Yuga, walaupun faktanya Smrti yang hadir belakangan dalam pokok-pokok ajarannya masih tetap mengacu dalam banyak aspek kepadanya. Mempertanyakan, kapan Manu pertama yang menerima wahyu Tuhan hidup, tak ubahnya mempertanyakan kapan mulainya keberadaan umat manusia di muka bumi ini. *Bagaimana posisinya diantara Veda-veda? Menurut sumbernya, ada yang mengelompokkan kitab-kitab suci Hindu hanya dalam dua kelompok besar, yakni: Sruti, kitab-kitab suci yang merupakan penulisan wahyu yang bersumber langsung pada sabda-sabda Tuhan sendiri; dan Smrti yang tidak bersumber pada wahyu, akan tetapi petunjuk para Maharshi yang terpercaya kesucian batinnya. Sebagaimana Smrti, Manawa Dharmashastra bersifat suplemen atau pelengkap dari kitab Sruti, yang merumuskan secara mudah dan sistematis apa-apa yang telah diutarakan di dalam Sruti. Jadi, ia semacam kitab penjelasan ulang dalam versi atau bentuk sajian serta substansi yang berbeda dengan Sruti. Walaupun demikian, ia tetap memiliki hierarki dalam otoritasnya diantara Veda-veda, lebih rendah dari kitabkitab Sruti. Artinya, bila ternyata terjadi pertentangan isi atau pemaknaannya dengan Sruti (yang bersifat universal), maka Sruti-lah yang dimenangkan. Oleh karenanyalah, sebagai umat, kita diwajibkan untuk bersikap kritis --dalam arti waspada-- didalam mengimplementasikan aturan-aturan pelaksanaannya, agar tidak sampai menyimpang dari Sruti itu sendiri. Guna kepentingan ini, pengetahuan dan pemahaman akan Sruti menjadi semakin perlu. Dalam penerapannya sebagai hukum Hindu, secara hierarkis Smrti langsung dibawah Sruti dengan urutan selengkapnya: Sruti - Smrti - Sila - Sadacara - Atmastuti; ini akan kita bicarakan secara lebih rinci pada pembahasan isinya. *Adakah kitab Smrti lain kecuali Manawa Dharmashastra? Kitab Dharmashastra itu banyak. Penulisnyapun banyak pula; untuk disebutkan diantaranya adalah: Baudhayana, Harita, Apastambha, Wasistha, Sankha-likhita, Usana, Kasyapa, Yajnawalkya, Gautama (bukan Siddhartha Gautama) dan Brhaspati. Penamaan kitab-kitab Smrti, umumnya mengambil nama penulisnya, seperti: Gautamasmrti, ditulis oleh Rshi Gautama dll. Salah-satu yang paling populer dan paling banyak diacu di
46
Indonesia adalah Sarasamuschaya, gubahan Bhagawan Wararuci. Mengenai Sarasamuschaya, para indolog masih berbeda pendapat tentang kapan digubah dan siapa sebetulnya orang suci ini. Apakah beliau orang suci Nusantara ataukah India. Dari beberapa pandangan yang dikemukakan tentang siapa beliau, tampak bahwa beliau sebagai orang suci yang juga fasih menggunakan bahasa Sanskerta, disamping bahasa Kawi atau Jawa Kuno, dua bahasa yang digunakan didalam naskahnya. Ruang lingkup Dharmashastra mencakup nyaris seluruh aspek kehidupan duniawi umat Hindu, yang teramat luas, untuk dapat dipedomani dalam penerapan Veda secara benar. Terkait dengan hierarkinya terhadap Sruti, Gautama Dharmashastra sempat mengundang kontroversi meluas, tidak saja di kalangan umat Hindu, tetapi di kalangan bukan Hindu. Dalam kasus serupa inilah kita diwajibkan untuk bersikap waspada, kritis dan memiliki pemahaman yang cukup memadai akan ajaran yang tertuang dalam Sruti. Manawa Dharmashastra memiliki dua belas Adhyaya (bab) dan ini menyentuh semua sisi kehidupan manusia, dari uraian tentang penciptaan semesta, kewajiban-kewajiban manusia, berbagai larangan serta sangsi bagi pelanggarnya, pelaksanaan upacara korban suci dan pensucian diri lahir-batin, hingga masalah upaya penghubungan Atman dengan Brahman. Secara ringkas, isi yang terkandung dalam kedua-belas Adhyaya diuraikan berikut ini. Adhyaya I; ajaran yang terkandung banyak persamaannya dengan berbagai kitab Itihasa dan Purana lainnya. Ia terdiri dari 119 pasal yang memuat dua hal pokok yakni: prihal teori penciptaan alam semesta dan hal-hal yang terkait berkenaan dengan bab-bab selanjutnya. Jadi, bab ini dapat dipandang sebagai sinopsis dari bab-bab selanjutnya. Beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dari bab ini adalah, bahwasanya: - Seluruh semesta diciptakan dan dipelihara oleh suatu hukum yang disebut Rta atau Dharma. - Ajaran-ajaran bersifat memaksa, anjuran dan larangan yang kesemuanya berakibat atau ada sangsinya. - Setiap ajaran bersifat relatif dan absolut. Absolut dalam artian mengikat dan wajib, sedangkan relatif karena setiap jaman dan wilayah perkembangannya berbeda-beda. Hal ini secara jelas akan tampak bila dihubungkan dengan Adhyaya XI dan XII. - Pengertian Warna merupakan penggolongan dalam pengertian fungsional. Atas ketentuan ini maka, peraturanperaturan di luar golongan Brahmana, penafsirannya perlu disesuaikan secara fungsional. Ajaran Manu ini bersifat mengikat bagi golongan Brahmana, karena peraturan ini diadakan khusus bagi Brahmana. (I:103) Bahagian terakhir dari adhyaya I, hanya menegaskan beberapa bentuk hukum yang mungkin untuk mengelompokkan semua jenis pelanggaran. Semua peraturan tersebut didasarkan pada baik-buruknya perbuatan, yang kesemuanya bertujuan untuk mengajarkan manusia menuju pada kesempurnaan hidup dan kebaikan dalam masyarakat. Yang menarik dari bahagian akhir ini adalah, apa yang disebutkan dalam pasal 110: "Sesungguhnya pertapa yang mengetahui bahwa kebiasaan (drsta) didasarkan atas hukum suci, menetapkan bahwa perbuatan baik sebagai sumber yang terbaik dari semua tapa." Adhyaya II; membahas prihal yang terkait dengan masa-masa awal dari kehidupan manusia Hindu. Ia dibentuk oleh 249 pasal yang dapat dibagi dalam empat bahagian pokok, yakni: (i) Pertama, memuat ketentuan mengenai sumber-sumber hukum (dharma) yang harus diperhatikan didalam menilai berbagai persoalan. Sumber-sumber hukum dimaksud meliputi: Sruti - Smrti - Sila - Sadacara Atmastuti, yang selanjutnya ditetapkan sebagai empat sumber hukum Hindu pertama. Hierarkisnya bersifat tetap, dimana Sruti sebagai hukum dasarnya. Bila tiada disebutkan dalam Sruti, barulah dicari dalam Smrti atau Dharmashastra. Bilamana tiada ditemukan dalam keduanya, barulah dilihat dalam ajaran Susila -- Yama-Niyama Brata dll.-- dan Sadacara --tradisi spiritual-religius yang telah diakui dan berurat berakar dalam masyarakat. Terakhir, Atmastuti yakni apa yang 'patut' atau 'layak', dengan tiada menodai nama baik, menyakiti atau melukai pihak lain. (ii) Kedua, menyangkut pelaksanaan ritus-ritus berkenaan dengan pertumbuhan manusia sejak dalam kandungan, hingga diinisiasi sebagai Brahmacarin. Peraturan-peraturan terkait disebut dengan Sangaskara (Samskara).
47
Sangaskara adalah sakramen yang bertujuan merobah status si anak menjadi Arya (orang baik yang berkebajikan tinggi). Ini merupakan dasar manusia Hindu yang harus dilakukan. (iii) Ketiga, menyangkut usia ideal untuk melaksanakan Sangaskara sehingga layak mempelajari Veda mantra dan digolongkan Arya. Disebutkan bahwa usia ideal tersebut antara 4 tahun hingga 14 tahun. Bila diatas usia 14 tahun belum diadakan Sangaskara, si anak tak layak digolongan Arya dan pantang mengucapkan Gayatri Mantram. Bila usia 24 tahun terlampaui, seseorang telah terlambat untuk memulai guna dapat menguasai Veda dengan baik. Orang yang demikian disebut Wratya dan tidak sesuai lagi sebagai seorang Arya. Masa wajib belajar di pasraman guru ini ditutup dengan masa Samawartana atau pensuddhian, dan siswa diperbolehkan kembali kerumah masing-masing. (iv) Ke-empat, secara khusus menitik-beratkan pada perjalanan akhir masa membujangnya, untuk memulai hidup berumah-tangga. Bagian ini membahas tentang berbagai jenis perkawinan (pawiwahan), hukum dan pelaksanaannya. Ketentuan-ketentuan lebih lanjut, dibahas pada bagian pertama Adhyaya III. Satu sloka dalam bab ini, yang menarik untuk diketengahkan adalah sloka 233, yang menyebutkan: "Dengan menghormati ibunya, ia mencapai kebahagiaan di bumi ini; dengan menghormati ayahnya, ia menikmati alam pertengahan (madyama); akan tetapi dengan ketaatan terhadap Sang Guru, ia mencapai Brahma Loka." Adhyaya III; bab yang terdiri dari 286 pasal ini, dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan. (i) Bahagian pertama, merupakan ketentuan-ketentuan lanjutan dari hukum dan pelaksanaan perkawinan, bahagian yang mengundang berbagai perbedaan tafsir atau pandangan di kalangan cendekiawan Hindu. Bahagian inilah yang dianggap perlu untuk disesuaikan terhadap perkembangan jaman. (ii) Bahagian kedua memuat kewajiban sehari-hari utama yang harus dilakukan oleh orang yang telah berumahtangga. Kewajiban sehari-hari inilah yang disebut Panca Maha Yajna, yang dalam kitab ini hanya disinggung secara sumir saja. (iii) Bahagian ketiga atau terakhir, menyangkut ajaran 'Sraddha'. Sraddha dalam hal ini sebagai kepercayaan dan tradisi untuk mengadakan upacara penghormatan kepada rokh-rokh leluhur (pitara). Seperti juga Panca Maha Yajna, Sraddha inipun mempunyai nilai mendidik guna membentuk kepribadian seseorang. Seperti halnya peraturan upacara sehari-hari pada bahagian sebelumnya, disinipun Manusmrti tidak menggariskan secara lebih mendalam. Adhyaya IV; merupakan bab yang membahas masalah aspek hukum, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Secara garis besar, adhyaya IV ini memuat tiga pokok persoalan yang dirumuskan kedalam 260 pasal, yakni: - Mengenai peraturan tentang cara melakukan kehidupan yang layak sesuai Dharma, serta 20 jenis Neraka yang akan dialami oleh seseorang, bila tidak mematuhi ajaran kebajikan yang tertuang. - Mengatur cara hidup bagi seorang yang telah mendalami Veda-veda (Snataka). - Mengatur tentang tata cara mempelajari Veda. Khusus dalam hal tata cara mempelajari Veda, diketengahkan empat peraturan yang meliputi ketentuan tentang: ~maksud daripada mempelajari Veda, ~saat-saat baik dan tidak baik untuk memulai belajar Veda, ~pantangan-pantangan yang harus diindahkan pada saat belajar Veda, serta ~peraturan atau tata cara yang harus dipatuhi pada waktu memulai belajar dan saat mengakhirinya. Dari kandungannya, bab ini dapat dianggap sebagai bahagian dari Manusmrti yang secara khusus diperuntukkan bagi mereka yang berguru spiritual. Ia dibuka dengan pasal 1 yang berbunyi: "Setelah tinggal dengan seorang Guru selama seperempat bagian hidupnya, seorang Brahmana harus tinggal selama seperempat bagian berikutnya di rumah, setelah mengawini seorang istri." Adhyaya V; terdiri dari 169 pasal yang menyangkut berbagai ketentuan hukum tentang:
48
- Jenis makanan yang dilarang. - Mengenai tata cara pensucian semasa cuntaka (tidak suci) yang timbul karena kematian, kelahiran, haid dan lain-lain. Didalamnya dijelaskan tentang hal-hal yang dapat menyebabkan cuntaka, jangka ketidak-sucian, pantangan-pantangan bagi mereka yang dalam cuntaka serta cara-cara pensuciannya. - Kedudukan dan sikap yang layak bagi wanita, baik sebagai anak, sebagai istri, sebagai ibu, sebagai janda dan lain-lain; disamping tingkah laku wanita yang ideal (dalam pasal 106 - 146). - Sati atau 'mesatya', yang secara formal telah dihapus pelaksanaannya di seluruh dunia, oleh karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan martabat manusia. Ketentuan yang tercantum dalam pasal 167 ini juga dianggap paling tidak memuaskan, menurut hukum modern. - Menekankan agar umat Hindu tidak melalaikan pelaksanaan Panca Maha Yajna. Terkait dengan penghapusan masalah Sati ini, kitab Manawa Dharmashastra yang diterjemahkan oleh bapak G. Pudja M.A; SH. dan Tjokorda Rai Sudharta M.A bahkan tidak menyertakan pasal 164 sampai dengan pasal 167 dari adhyaya V ini. Adhyaya VI; pada bab inilah kita temui berbagai ketentuan, tata-tertib hidup sebagai Wanaprashtin yang harus dipenuhi, serta upacara-upacara religius yang mesti dilaksanakan di ashram (pesraman) masing-masing. Didalamnya juga diatur tentang makanan, cara melaksanakan tapa, cara berbusana dan usaha-usaha yang layak serta diperkenankan dalam menjalani jenjang kehidupan Wanaprashta. Dalam tingkat ini, Yoga dikembangkan hingga kesempurnaannya. Pada bahagian akhir adhyaya, yang terdiri dari 97 pasal, ini pula diuraikan tentang ketentuan-ketentuan ketat, dengan berbagai pantangan, dalam menjalani kehidupan sebagai Sanyasin. Jenjang kehidupan terakhir ini, dirancang bagi umat Hindu yang sepenuhnya telah meninggalkan kehidupan duniawi, dan hanya mengupayakan ke-moksha-an. Guna memperoleh gambaran yang lebih baik, berikut dikutipkan terjemahan beberapa sloka/pasal yang terkait dengan dua jenjang kehidupan terakhir umat Hindu tersebut. "Para dwijati yang berasal dari salah-satu dari empat jenjang kehidupan ini, harus mentaati dengan seksama sepuluh hukum (dasa dharmalaksana atau dasasila): kemantapan dalam melaksanakan upaya pencapaian tujuan akhir, suka mengampuni, melakukan pengendalikan diri dengan baik, tidak melakukan kecurangan dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, taat dengan aturan pensucian diri, melaksanakan pengekangan terhadap hawa nafsu, teguh iman dalam pengetahuan tentang keutamaan jiwa, memegang kebenaran dan menghilangkan kemarahan. Mereka yang telah menerapkan kesepuluh disiplin moral ini, mencapai tingkat kesucian batin tertinggi." (VI: 91, 92 dan 93) Adhyaya VII; memuat 226 pasal yang menguraikan garis-garis besar pola hidup beragama yang layak dianut oleh seorang Arya. Ia memuat berbagai peraturan hidup bernegara menurut hukum Hindu, seperti: Pengertian negara, hukum ketata-negaraan, fungsi kepala negara atau kepala pemerintahan, jenis hukum dan politik yang dianutnya, jenis dan besar pengenaan pajak-pajak, peranan, jenis serta peranan duta besar, sistem pertahanan dan lainnya. Sifat-sifat yang diharapkan bagi seorang raja, sesuai ajaran Astabrata, serta hal-hal yang harus dilaksanakannya. Ketentuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan jiwa manusia dan keamanan negara, serta ketentuan-ketentuan mengenai hal-hal yang mesti dijauhi agar pembinaan masyarakat dapat dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama. Ketentuan mengenai pengangkatan pejabat-pejabat agama, baik sebagai Purohita (pendeta kenegaraan) maupun dalam fungsi lainnya. Hukum tata tertib perang dipadukan dengan berbagai sistem politik yang diterapkan. Sistem pembagian wilayah administrasi secara berjenjang, mulai dari desa kecil hingga negara. Pembahasan tentang berbagai bentuk kegiatan perdagangan, peraturan tarif, pengawasan perdagangan, ukuran timbangan dan panjang, alat dan nilai tukar uang.
49
Ketentuan-ketentuan disudahi dengan tata cara hidup seorang raja, tempat tinggal dan kaputren. Dari luasnya lingkup bahasan bab ini, dapat dimaklumi bila ia tidak menguraikannya secara rinci, melainkan hanya garis-garis besar atau ketentuan-ketentuan pokoknya saja. Adhyaya VIII; bab yang terdiri dari 420 pasal ini pada pokoknya memuat berbagai aspek hukum, baik perdata dan pidana. Di dalamnya juga diatur mengenai hukum dagang, tata cara peradilan, sistem kesaksian dalam pembuktian suatu perkara, peraturan hutang-piutang, peraturan jual-beli, perselisihan perbatasan negara, perburuhan, penghinaan, penyerangan, pencurian, perjinahan dan berbagai peraturan minor lainnya. Adhyaya IX; terdiri dari 336 pasal. Bab ini juga memuat berbagai peraturan-peraturan terkait dengan pemalsuan tanda-tangan, kejahatan berulang (residifis), hak kewarisan, kewajiban suami-istri, kewajiban-kewajiban lain dari raja, selain yang telah diuraikan dalam adhyaya VII sebelumnya. Pada bahagian awal adhyaya ini, banyak diuraikan tentang wanita, kewajiban perlindungan terhadapnya dan kecenderungannya yang patut memperoleh penjagaan dari ayah, suami atau putranya. Pasal 22, 23 dan 24 dari bab ini dipandang sebagai lambang yang mensucikan sifat-sifat kewanitaan bila telah kawin dengan suami yang baik, ibarat sungai dengan segala sifatnya --deras, berbatu, berlumpur, berkelok-kelok dll.-- bila telah bersatu dengan samudra, sifat-sifat buruknya semula akan hilang. Disebutkan pula Aksamala, wanita kelahiran hina yang diperistri oleh Bhagawan Wasistha, dan Seranggi yang diperistri oleh Mandapala; keduanya menjadi wanita mulia yang layak memperoleh penghormatan. Pada bahagian akhir, diuraikan tentang berbagai tugas dan kewajiban yang berhubungan dengan sistem Warna, serta akibat yang timbul dari perkawinan antar Warna. Adhyaya ini, khususnya terkait dengan masalah wanita dan pandangan Hindu terhadap wanita mengundang berbagai kritik; demikian pula yang menyangkut perkawinan antar Warna, seperti yang dirinci dalam bab X berikut. Yang menarik dalam bab ini adalah disyaratkan adanya hubungan erat antara fungsi pemerintahan dan fungsi keagamaan, yang dilukiskan dalam hubungan lembaga Ksatrya dan Brahmana. Adhyaya X; meliputi 131 pasal, yang dapat disebut sebagai kelanjutan atau keterangan tambahan dari adhyaya sebelumnya. Disebutkan pada bahagian awalnya, bahwa Brahmana, Ksatrya dan Wesya adalah tiga golongan dwijati, yang berkewajiban mempelajari Veda-veda. Brahmana --yang oleh karena sifat-sifatnya yang luar biasa, keistimewaannya, kesucian batinnya-- merupakan Guru dari semua Warna. Disebutkan pula tentang bentuk perkawinan yang tidak sederajat yang dibedakan atas dua sistem yakni: Anuloma dan Pratiloma. Anuloma adalah suatu bentuk perkawinan antar golongan atau Warna yang dianut menurut sistem perkawinan Hindu, yang membolehkan perkawinan dimana status golongan istri setingkat lebih rendah dari status suaminya. Pratiloma adalah suatu bentuk perkawinan antar golongan, yang membolehkan perkawinan dimana status golongan istri dua atau tiga tingkat lebih rendah dari status suaminya. Sistem ini membuka kemungkinan poligami, namun tetap hanya dibenarkan satu perkawinan saja untuk perkawinan sederajat. Pengaruh yang ditimbulkan, sebagai akibat dari perkawinan tidak sederajat (campuran), dilukiskan sebagai kejadian yang dapat mengancam kehidupan sosial dalam negara. Namun secara keseluruhan tersirat bahwa Hindu menganut 'garis kebapakan', dengan tetap menghargai peran ibu secara fungsional. Hukum mengenai jenis-jenis makanan yang boleh dimakan pada saat paceklik luar biasa, dimana pada aturan sebelumnya (keadaan normal) tiada diperkenankan. Disini tersirat hadirnya konsep Desa-Kala-Patra, seperti apa yang menjadi konsep unggulan dalam mengapresiasi ajaran di kalangan umat Hindu di Nusantara. Adhyaya XI; memuat peraturan-peraturan berbagai pelaksanaan pemberian dana punia, derma dan yajna. Dalam bab yang terdiri dari 266 pasal ini, juga dibahas tentang kewajiban yang harus dipenuhi oleh seseorang didalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dan dirinya sendiri. Ketentuan hukum tentang pelaksanaan 'daksina' (persembahan kepada Brahmana), menempatkan Brahmana sebagai fungsi masyarakat yang memiliki hak-hak istimewa. Yang amat menarik dari bab ini adalah ketentuan tentang Tapa. Definisi, istilah dan jenis-jenis Tapa. Hal menarik lainnya adalah tentang alih agama, pensucian dan penebusan dosa. Penebusan dosa secara tegas dapat dilakukan dengan mempelajari Veda. Ia dianggap amat efektif disamping Tapa. Pasal-pasal berikut menyatakan kekuatan
50
dari Tapa dalam upaya mensucikan batin. "Apapun yang sukar untuk dilalui, apapun yang sukar untuk dicapai, apapun yang sukar untuk diperoleh, apapun yang sukar untuk dilakukan, semuanya dapat dicapai dengan kesucian Tapa, karena Tapa mempunyai kekuatan untuk melintasinya. Mereka yang telah melakukan dosa besar dan beberapa kesalahan lainnya, dapat dibebaskan dengan melakukan Tapa. Serangga, ular, ngengat, kumbang, burung dan makhluk lainnya, berhenti bergerak dan mencapai surga hanya karena Tapanya. Apapun dosa-dosa yang telah diperbuat oleh seseorang melalui pikirannya, perkataannya ataupun perbuatan-perbuatannya, semua dapat dimusnahkan dengan segera melalui Tapanya yang teguh, terjaga bak hartawan menjaga kekayaannya. Para Dewa-dewa menerima setiap persembahan para Brahmana, yang telah disucikan oleh Tapanya, akan menerima pahala dan dikabulkan semua permintaannya. Yang Maha Kuasa, Prajapati, menciptakan lembaga suci itu melalui Tapa-Nya; demikian pula halnya dengan para Rshi, menerima wahyu Veda karena Tapa merek a. Para Dewa-dewa melalui Tapanya kembali ke alam kesucian; demikianlah keutamaan dari Tapa." (XI: 239, 240, 241, 242, 243, 244 dan 245) Adhyaya XII; adalah bab terakhir dari kitab hukum Hindu ini. Ia terdiri dari 126 pasal yang menguraikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan berbagai sistem guna mencapai Kelepasan (Moksha). Dalam bab ini juga dikedepankan ajaran Trikaya Parisudha, upaya terus menerus mensucikan pikiran, perkataan dan perbuatan. Gambaran proses pelepasan, perjalanan rokh menuju alamnya yang baru, disinggung pula secara sumir. Demikian pula gambaran tentang alam semesta dan berbagai rokh-rokh suci dijelaskan secara singkat, disamping hubungan antara Atman dengan Para Brahman. Yang tidak kalah pentingnya adalah tentang majelis umat yang disebut PARISADA. Pelembagaan Parisada diperlukan mengingat fungsinya sebagai lembaga yudikatif ataupun legislatif, yang diatur pada pasal 109 hingga 115. Gagasan Moksha dan semangat guna memungkinkan pencapaiannya, merupakan dasar dari ketentuanketentuan hukum yang diatur. Oleh karenanya, bahagian ini dianggap memuat dasar-dasar praktek pemgamalan ajaran Hindu. * Bagimana relevansinya terhadap kehidupan umat Hindu modern dewasa ini? Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa ruang lingkup Dharmashastra mencakup nyaris semua aspek kehidupan duniawi, yang teramat luas. Manawa Dharmashastra adalah yang terlengkap dan rinci, sehingga paling banyak diacu secara luas diberbagai kalangan Hindu dunia. Jadi, relevansinya bagi umat Hindu di segala jaman juga amat erat dan mendasar sifatnya. Kendati demikian, sesuai perkembangan jaman, lingkungan serta pemikiran manusia, iapun mendapat kritik-kritik, interpretasi, aktualisasi serta penyesuaian disana-sini dalam penerapannya, oleh para suciwan, penulis-penulis Dharmashastra sesudahnya. Kritik-kritik yang diketengahkan oleh Kullukabhatta (120 M), Wiswarupa (800 - 825 M) dan Medhiti (825 - 900 M) dipandang sebagai reformasi prinsipil dalam hukum Hindu, disesuaikan menurut kondisi, jaman dan tradisi dimana ia berkembang. Proses pertumbuhan atau pengembangan ajaran Hukum Manu sangat dipengaruhi oleh Wiswarupa yang menulis Balakrida. Sikap penolakan terhadap beberapa ketentuan yang dianggap tidak sesuai lagi, sebetulnya bukannya dimulai oleh ketiga tokoh tersebut saja, namun telah dimulai sebelumnya oleh Sankha-Likhita (300 - 100 SM) dan Wikhana. Beliau berdua mengemukakan bahwa Manawa Dharmashastra adalah ajaran Dharma yang khas untuk Krta Yuga. Sankha-Likhita selengkapnya menyatakan bahwa: ~Dharmashastranya Manu untuk Krta Yuga, ~Dharmashastranya Gautama untuk Treta Yuga, ~Dharmashastranya Sankha-Likhita untuk Dvapara Yuga, dan ~Dharmashastranya Parasara untuk Kali Yuga, jaman dimana kita hidup. Sehubungan dengan kenyataan bahwa ia tidak mungkin diterapkan secara penuh, guna keperluan praktis dan guna mengakomodasikan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, telah digubah peraturan-peraturan hukum terapan, yang mengambil bahagian-bahagian ketentuan yang tercantum didalamnya. Di Nusantara, mereka
51
tertuang sebagai produk ilmu hukum, sosial dan tata kemasyarakatan sebagai kitab yang berdiri sendiri. Di Indonesia sendiri, ditemukan 12 judul kitab sejenis dengan aspek bahasan berbeda-beda yakni: Sarasamuschaya, Syara Jamba, Siwasasana, Purwadhigama, Purwagama, Dewagama (Krtopati), Kutaramanawa, Gajahmada, Adigama, Krta Sima, Krtasima Subak dan Paswara. Dari keduabelas kitab tersebut, secara berturut-turut Sarasamuschaya, Kutaramanawa (1360 M) dan Adigama (1401 M, banyak persamaannya dengan Kutaramanawa) mungkin merupakan kitab-kitab yang paling kita kenal, disamping kitab-kitab 'sasana', yang memuat ajaran hukum Hindu. Kitab Kutaramanawa dianggap sebagai kitab yang mengetengahkan berbagai asas hukum yang dianut oleh Bhagawan Brghu dan Manawa Dharmashastra. Ia memuat tafsir dari ajaran yang tertuang dalam Manawa Dharmashastra untuk kemudian diterapkan, menurut contoh-contoh kejadian di Nusantara, setelah mempertimbangkan lagi aspek kultural dan aspek-aspek terkait lainnya. Semua ini menjelaskan tentang sejarah dan latar-belakang hukum-hukum adat di Indonesia, yang ternyata banyak menggunakan ajaran Manu sebagai dasarnya. Demikian papar bapak G. Pudja M.A; SH. dan Tjokorda Rai Sudharta M.A. Kitab Manawa Dharmashastra yang diterjemahkan oleh bapak G. Pudja M.A; SH. dan Tjokorda Rai Sudharta M.A bahkan tidak menyertakan pasal 164 sampai dengan pasal 167 dari adhyaya V. Ini dapat dijadikan sebagai suatu petunjuk dari adanya upaya-upaya penyesuaian, pembaharuan, yang kritis dan terus-menerus oleh umat Hindu terhadap kitab-kitab ajarannya. Beberapa pasal mungkin sudah tidak relevan lagi dengan jaman serta pola pikir manusia modern, namun masih banyak pemikiran-pemikiran dalam kerangka Hinduisme yang masih dan senantiasa relevan terkandung didalamnya. Sikap kritis dan penuh kewaspadaan, yang dilengkapi dengan pengetahuan seperti yang tercantum dalam Sruti termasuk Upanishad-upanishad, terrasa semakin penting dalam pembentukan watak dan sikap mental Hindu. Bila boleh disimpulkan hanya dalam satu kalimat saja, maka Manawa Dharmashastra tiada lain adalah 'kitab suci yang mem berikan penekanan terhadap hak dan kewajiban manusia Hindu --sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk spiritual-- berikut segala konsekwensi dari pelaksanaannya.' Besar harapan saya tulisan ini mampu memberi gambaran kasar, dengan mana kita dapat lebih didekatkan lagi kepada salah-satu kitab suci kita. Dengan demikian dapat diharapkan suatu kemudahan dalam mencari referensi atau dasar bertindak, yang masih dalam kerangka berpikir Hindu. Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa menerangi setiap gerak-langkah kita. Semoga Kedamaian dan Kebahagiaan senantiasa menghuni kalbu semua insan. Denpasar, 26 Juli 2000. Shanti citta,
Mengapa Kita Beragama? Pada umumnya kita beragama karena mengikuti lingkungan, khususnya lingkungan terdekat yaitu orang tua kita. Sejak kecil kita diajak oleh orang tua kita mengikuti cara-cara agama. Kita diajak sembahyang bersama pada hari raya. Pada usia tertentu kita dibuatkan upacara-upacara agama. Ketika kita mulai dewasa kita bertanya. "Mengapa kita beragama?". Jawabannya sebenarnya hampir sama dengan waktu kita sembahnyang dimasa kanak-kanak, yaitu agar kita selamat dalam menjalani hidup ini!. Dengan cara bagaimana? Dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Agama memberikan kita pedoman untuk mendekatkan diri kita kepada Yang Suci. Carl Gustav Jung, psikiater terkenal kelahiran Swiss (1875-1967) mengatakan: "Masalah spikologis masa kini adalah masalah kerohanian, masalah agama. Manusia jaman ini haus dan lapar akan hubungan yang kokoh dengan kekuatan-kekuatan spikis yang terdapat dalam dirinya. Kekurangan suatu hubungan yang kokoh dengan hal-hal rohani (Tuhan) membuat manusia tidak mengalami pemekaran, rasa sejahtera dan keamanan di dalam suatu dunia yang tenteram sentosa". *) Mengapa kita beragama Hindu?
52
Kita memeluk agama Hindu karena kita lahir dari orang tua Hindu. Atau karena kita kawin dengan seorang suami atau istri Hindu. Atau karena pilihan yang kita lakukan secara sadar. Tapi mengapa kita memilih agama Hindu? Apakah Agama Hindu Agama yang Terbaik? Pemeluk Hindu tidak pernah menyatakan agamanya sebagai agama yang terbaik. Menyatakan Hindu sebagai "agama terbaik" terkesan sebagai suatu kesombongan. Agama melarang kesombongan. Mari kita ambil contoh. Bila kita mengatakan suami atau istri kita sebagai suami atau istri yang terbaik di dunia, bila ini kita ucapkan ketika kita berdua saja. tidak ada orang lain yang mendengar, ini merupakan tanda cinta atau kasih sayang, sekalipun terasa sedikit berlebih- lebihan. Tapi bila itu kita ucapkan di depan orang lain, dengan sedikit membusungkan dada, maka kita akan dianggap orang yang sombong. Dengan ucapan itu kita juga dianggap merendahkan suami atau istri orang lain. Lalu orang-orang mulai memperhatikan kita. Mencari-cari kehebatan kita. Tapi ternyata kemudian yang banyak ditemukan adalah kekurangan-kekurangan kita. Dan kemudian mereka berkomentar, "oh, itu toh suami yang terhebat didunia". Atau "oh itu toh istri yang terbaik di dnuia. Hanya seperti itu?". Demikian pula dengan agama. Bila kita mengatakan agama kita adalah agama yang terbaik, berarti kita juga mengatakan agama lainnya hanya sekerdar "baik" atau "tidak baik". Pemeluk agama lain akan merasa tidak enak atau mungkin tersinggung. Lalu mereka akan melihat kepada kita. Dan segera mereka menemukan, "Oh, disana juga banyak kejahatan, kemiskinan dan penderitaan, korupsi, [*]an". Apa gunanya agama yang baik bila ia tidak mampu membuat para pemeluknya menjadi baik?. Atau apakah agama dapat dikatakan sebagai agama terbaik bila ia tidak mampu membuat para pemeluknya menjadi umat yang terbaik?. Apakah Semua Agama itu sama saja? Agama-agama memiliki persamaan dan perbedaan! Agama-agama pada dasarnya memiliki fungsi yang sama. Agama-agama memberikan kita jalan untuk berhubungan dengan Hyang Suci (Tuhan), untuk berhubungan dengan diri kita sendiri (spiritualitas) dan untuk berhubungan dengan lingkungan, mahluk hidup dan alam sekitar kita (etika atau moral). Agama-agama juga mewajibkan kita untuk menghormati hidup, hidup kita sendiri dan hidup orang lain. Tapi bagaimana hubungan itu dilakukan, bagaimana kewajiban kita dilaksanakan, masing-masing agama memiliki cara serta aturannya sendiri. Tiap-tiap agama memiliki kitab sucinya sendiri, ajaran-ajarannya sendiri, ibadahnya sendiri, tokoh-tokohnya dan sejarahnya sendiri. Bahkan pandangan mereka masing-masing tentang Tuhan juga berbeda. Inilah sebabnya mengapa ada agama Hindu, agama Budha, agama Shinto, agama Khong Hu cu, agama Tao, agama Islam, agama Kristen dan agama Yahudi. Pada umumnya agama Hindu atau orang-orang Hindu karena sikapnya yang sangat toleran, lebih suka menekankan persamaan-persamaan agama. Namun ini akan membawa kita pada satu kesalahan lain, yaitu mengabaikan aspek-aspek khusus dari masing-masing agama yang mencari ciri khas dan identitas dari masingmasing agama tersebut. Mari kita ambil contoh. Agama-agama tertentu percaya pada takdir dimana nasib manusia sepenuhnya telah ditentukan oleh Tuhan. Agama Hindu percaya pada Hukum Karma dimana nasib manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri. Ada agama yang percaya bahwa manusia hanya hidup sekali, setelah mati, menunggu hari kiamat. Pada saat itu manusia dibangkitkan kembali untuk diadili. Agama Hindu percaya pada reinkarnasi, dimana manusia lahir kembali, diberikan kesempatan untuk menyempurnakan dirinya. Perbedaan antar agama adalah suatu fakta yang harus diketahui. Agar kita tidak mencampur adukkan agama. Ibarat orang bertetangga, pagar yang baik atau tanda batas yang tegas justru akan mencegah tetangga itu bertengkar karena memperebutkan pekarangan. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, tapi untuk saling memperkaya wawasan. Bagimana dengan Penggolongan Agama? Ada orang yang menggolongkan agama menjadi agama langit dan agama bumi. Ada yang menggolongkannya
53
menjadi agama hukum dan agama pembebasan. Ada penggolongan agama berdasarkan wilayah asal kelahiran agama-agama tersebut. Kecuali penggolongan yang terakhir, dua penggolongan sebelumnya bersifat sangat subyektif. Setiap pemeluk agama dapat membuat penggolongan berdasarkan ukuran-ukuran yang ditetapkannya sendiri dengan maksud menempatkan agamanya sendiri dengan maksud menempatkan agamanya pada kedudukan yang paling tinggi. Ambil contoh penggolongan agama langit dan agama bumi. Agama langit (samawi) katanya agama yang dibentuk berdasarkan wahyu Tuhan. Agama bumi atau agama alamiyah katanya agama yang berdasar renungan manusia atau kasarnya agama buatan manusia. Siapa saja dapat mengatakan bahwa agamanya agama wahyu sedangkan agama orang lain adalah agama buatan manusia. Kalau kita mengatakan kitab suci orang lain hanya buatan manusia belaka, mereka juga dapat mengatakan hal yang sama terhadap kitab suci kita. Seperti dikatakan oleh seorang ahli sosiologi agama yang terkenal, Peter Berger, wahyu memang tidak dapat dibuktikan. Kebenaran wahyu hanya didasarkan oleh keyakinan semata. Karena wahyu itu keluar melalui mulut seseorang maharesi atau nabi. Siapa yang tahu apakah kata-kata Tuhan itu masuk melalui telinga atau otaknya? Dan apakah bedanya?. Apakah Sifat Utama Agama Hindu? Agama Hindu bukanlah agama dogmatik. Agama Hindu adalah agama yang terbuka, artinya keyakinankeyakinan Hindu dapat ditafsirkan sesuai dengan semangat jaman. Agama-agama yang dogmatik sangat menekankan kepada "iman" yang bersifat dogma, yang harus percayai begitu saja, sekalipun tidak dapat dipahami dengan akal. Penganut agama-agama ini biasanya mengatakan "Percayalah, atau masuklah agama saya, maka kamu akan selamat". Agama Hindu, adalah agama yang menekankan pada amal, perbuatan- perbuatan yang baik dan benar maka kamu akan selamat". Apakah akibat Sifat-sifat itu Bagi Kehidupan Nyata Manusia? Agama-agama dogmatik bisa membuat manusia memisahkan antara ibadah dengan perbuatan. Cukup dengan percaya saja, atau cukup dengan melakukan ibadat secara taat, mereka merasa sudah selamat (masuk surga). Atau ibadat dianggapnya sebagai "imbangan" dari perbuatannya. Dosa-dosa dalam kehidupan nyata seolah-olah ditebus oleh ibadat. Agama Hindu menyatakan keyakinan dengan perbuatan, iman dan amal. Keyakinan dan ibadah itu harus tercermin dalam tingkah laku sehari-hari. Orang yang beragama dituntut untuk bertingkah laku pantas di masyarakat. Sering kita dengar ucapan "tak ada artinya ibadat, kalau tingkah lakunya tidak benar!". Agama-agama dogmatik cenderung menimbulkan fanatisme buta. Penganut agama ini biasanya berpendapat hanya agamanya sendiri yang benar. Agama orang lain salah. Agama Hindu, karena menekankan pada amal, bersifat sangat toleran. Pemeluk Hindu tidak pernah merasa lebih suci dari pemeluk agama lain. Pemeluk Hindu tidak merasa paling benar sendiri, apalagi mengkafirkan pemeluk agama lain. Sri Swami Sivananda, mengatakan "keramah-tamahan yang tulus dari agama Hindu sangat terkenal. Agama Hindu memberi perhatian terhadap semua agama. Agama Hindu tidak pernah mencela atau mencaci maki agama lain. Agama Hindu menghormati kebenaran dari manapun datangnya. **). Inilah salah satu alasan mengapa kita memeluk agama Hindu. Alasan-alasan lain akan kita jumpai dalam pembicaraan- pembicaraan selanjutnya.
Moksha : Kebahagiaan Sejati Dalam pembahasan sebelumnya disebut tentang adanya surga, neraka dan moksha. Dalam ceramah-ceramah agama, surga dan neraka ini banyak sekali disebut-sebut, tapi paling sedikit dijelaskan. Orang-orang yang rajin beribadat serta berbuat baik dalam hidupnya di dunia ini nanti setelah mati akan mendapat surga. Sebaliknya, orang-orang yang mengabaikan ibadat dan berbuat buruk di dunia ini kelak setelah mati akan masuk neraka. Dalam percakapan sehari-hari sering kita dengar orang berkata "seperti di surga rasanya" atau "seperti di neraka rasanya" Tapi dan bagaimana surga itu? Dimanakah neraka? dan apakah Moksha? Kalau kita membeli rumah, kita harus tahu dimana letaknya, berapa luasnya, bahan bangunannya dari apa serta apa isinya. Tentu saja kita tidak mungkin ke surga sebelum kita mati. Tapi paling sedikit kita harus tahu "denah
54
dan gambarannya", melalui apa yang dikatakan agama-agama tentangnya. Surga menurut Agama Yahudi. Tujuan akhir kehidupan menurut agama Yahudi adalah pembaharuan pemerintahan Yahweh (Tuhan Yahudi) atas kerajaan duniawi dengan seorang Mesias duniawi (utusan Tuhan yang akan datang ke bumi) sebagai kepala kerajaan. Di dalam kerajaan duniawi yang dipimpin oleh Mesias itu, orang Yahudi dan orang kafir (non-Yahudi) akan memelihara Torah (kitab suci agama Yahudi). Barang siapa didunia memelihara Torah akan masuk surga, ke Taman Eden. Barang siapa di sini tidak memelihara Torah, ia menuju tempat hukuman yang disebut Gehinom (neraka) 1) Surga menurut Agama Kristen. Tujuan akhir kehidupan menurut agama Kristen hampir mirip dengan tujuan hidup agama Yahudi, yaitu adanya Kerajaan Allah di bumi ini. Yesus Kristus adalah kepala Kerajaan itu. Dewasa ini kerajaan itu masih tersembunyi. Raja kerajaan itu juga masih tersembunyi. Rakyat kerajaan itu sekarang masih dalam pergumulan antara Kerajaan Allah dengan Kerajaan Kegelapan (setan?). Nanti Kepala Kerajaan yang tersembunyi itu akan nampak. Yesus Kristus datang kembali ke dunia ini. Waktu itu akan terjadi kiamat dan hari Pengadilan terakhir. Dunia ini akan hancur/ binasa terbakar. Dan setelah itu akan muncul satu dunia baru, langit baru, dan bumi baru, kota Yerusalem baru yang turun dari surga. Kota ini dikelilingi oleh tembok besar dan tinggi. Pintu gerbangnya dua belas buah dan di atas pintu gerbang itu tertulis nama kedua belas suku Israel. Namun sebelum turunnya kota Yerusalem baru ini terjadi peperangan antara Mikhael melawan naga berkepala sepuluh dan bertanduk tujuh. Masing-masing pihak dibantu oleh malaikat- malaikatnya. Ada peperangan antara orang-orang kudus melawan seekor binatang yang keluar dari laut, seperti macan tutul bertanduk sepuluh dan berkepala tujuh. Binatang ini diberikan kekuatan, tahta dan kekuasaan oleh naga yang telah siuman. Dari bumi keluar binatang bertanduk dua dan berbicara seperti naga yang menyesatkan seluruh penghuni bumi. Siapakah yang masuk surga? Pintu surga akan terbuka lebar bagi orang-orang buta, lumpuh, orang-orang sakit kusta (Lukas 14:13-21). Dan orang-orang kaya sulit masuk surga, lebih sulit dari seekor unta masuk lubang jarum. 2) Surga menurut agama Islam. Islam memberikan keterangan yang sangat rinci tentang surga. Dalam agama Islam surga digambarkan memiliki 8 pintu. Surga terdiri dari 100 tingkat. Di surga mengalir sungai yang jernih airnya, sungai madu, sungai susu dan sungai arak (khamar atau alkohol). Ada pohon buah-buahan yang mengikuti kemana penghuni surga pergi. Mereka dilayani oleh laki-laki muda yang memberikan mereka minuman yang dicampur dengan jahe. Para penghuni surga itu memiliki tempat barang dan sisir yang terbuat dari emas. Mereka juga memiliki pendupaan yang dibuat dari kayu gaharu. Para penghuni surga makan dan minum. Tapi mereka tidak pernah buang air besar atau kecil. Keringat mereka berupa semacam minyak wangi. Hidangan pertama yang disajikan ketika pertama kali masuk surga adalah sup sirip ikan hiu. Para lelaki muslim yang masuk surga diberikan istri-istri (beberapa istri) yang diciptakan dari bidadari yang masih perawan yang belum pernah disentuh sebelumnya bahkan oleh malaikat. Surga Islam itu tampaknya memang surga untuk kaum lelaki. Tapi para wanita Islam tentu juga mendapat surga. Hanya saja para wanita muslim ini tidak diberikan pasangan laki-laki. Tidak ada penjelasan tentang hal ini. Siapakah Masuk Surga? Dalam satu hadis disebutkan, ketika Nabi Muhammad, nabi orang Islam itu melihat ke surga, penghuninya kebanyakan orang-orang fakir (miskin). Orang miskin yang pasrah lebih cepat 500 tahun sampai di surga dibandingkan dengan orang Islam yang kaya. 3). Dan melihat ke neraka kebanyakan penghuninya adalah wanita. Kenapa penghuni neraka kebanyakan wanita? Karena wanita lebih tertarik kepada perhiasan duniawi. 4) Surga tak ubahnya sebuah kampung di bumi ini di mana para penghuninya hidup bersantai-santai sambil menghabiskan waktu untuk makan dan minum dan bersenang-senang dengan istri-istrinya yang baru yang dibuat
55
dari para bidadari. Apakah Neraka? Neraka, menurut agama rumpun Yahudi, biasanya digambarkan sebagai suatu tempat yang terletak jauh di dalam bumi. Neraka adalah tempat penyiksaan yang sangat mengerikan. Di neraka terdapat kawah api yang terus berkobar-kobar yang panasnya seratus kali api bumi. Di sini roh-roh malang itu dipanggang. Di Neraka juga disediakan jenis penyiksaan yang lain, misalnya ditusuk dengan tombak atau dipukuli dengan palu godam. Berapa lama roh-roh malang itu disiksa? Tergantung dari kejahatan yang dilakukan di muka bumi. Ada yang singkat ada juga yang selama-lamanya. Jika penghukum dengan cara penyiksaan itu dilakukan oleh manusia atau oleh suatu pemerintah di dunia ini, maka ia akan dikutuk sebagai orang atau pemerintah yang tidak beradab, sangat kejam, sadis dan tidak berperikemanusiaan sedikitpun. Lalu, apakah betul, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu, menciptakan alat penyiksa atau melakukan penyiksaan dengan cara begitu kejam?. Bagaimanakah wajah Tuhan ketika Ia menjalankan mesin penyiksa itu untuk menggilas roh-roh yang telah Ia tetapkan nasibnya ketika Dia meniupkannya ke dalam tubuh manusia?, Apakah wajah-Nya memancarkan cahaya kasih atau menyemprotkan api kebencian?. Dalam Agama Hindu. Tidak kita temukan gambaran neraka seperti itu. Lalu apakah orang baik dan orang jahat sama-sama masuk surga?. Bagaimana soal keadilan ditegakkan?. Dalam agama Hindu sebagaimana dijelaskan sebelumnya, setelah mati, jiwa kita (1) mencapai moksa atau (2) lahir kembali kedunia. Bila kita lahir kembali, maka dalam kelahiran itu kita menerima akibat- akibat dari perbuatan kita dari kehidupan yang terdahulu. Akibat baik atau akibat buruk. Disini dikenal istilah kelahiran surga dan kelahiran neraka. Kelahiran surga artinya dalam hidup ini kita menjadi orang yang beruntung dan berbahagia. Kelahiran neraka artinya dalam hidup ini kita akan menderita dan banyak mendapat kesulitan. Penderitaan itu sangat banyak jenisnya. Misalnya karena : sakit yang tidak dapat disembuhkan, penghianatan, kebencian, dendam, iri hati, sakit hati, dan kemarahan yang tak terkendali adalah bentuk neraka didunia ini. Pandangan Kritis tentang Surga dan Neraka. Gambaran neraka yang begitu kejam tampaknya muncul ketika peradaban masih rendah dan kesadaran moral juga baru tumbuh. Ketika itu manusia dipaksa untuk berbuat baik karena perbuatan buruk akan mendatangkan pembalasan yang sangat kejam. Dasarnya adalah rasa takut akan hukuman yang berlipat ganda. Ketika peradaban sudah lebih maju dan kesadaran moral sudah lebih tinggi, manusia berbuat baik karena menyadari sepenuhnya perbuatan buruk atau perbuatan jahat, akan membawa penderitaan bagi orang lain. Dasarnya adalah cinta dan hormat atas hidup orang lain. Dr. Franz Dahler, seorang rohaniwan Katholik mengatakan istilah tradisional dan sedikit usang itu membawa gambaran yang tidak memuaskan sama sekali, karena berdasar kepada ajaran agama yang tidak dewasa, seakanakan ditujukan kepada anak kecil. Terbayang dalam benak kita semacam bangsal surgawi di atas langit, dimana kita bernyanyi dan terus memandang Tuhan yang berpakaian cemerlang. Itu khayalan bukan kenyataan. Surga adalah kegairahan hidup manusia dalam menerima dan memberi cinta kepada Tuhan dan manusia dalam menerima dan memberi cinta kepada Tuhan dan manusia. Sedangkan neraka adalah tempat dimana manusia tidak bisa mencintai lagi. Perang adalah neraka yang paling tepat. 5) Kaum sufi Islam mengatakan para penghuni surga adalah orang- orang yang berfikir sederhana (tolol). Menurut para sufi tujuan manusia yang sesungguhnya adalah persatuan dengan Tuhan (manunggaling kawula lan Gusti). Sedangkan sorga hanyalah ciptaan. Para penghuni surga adalah orang-orang yang menganggap kenilmatan jasmaniah (hubungan seks dan kenikmatan lidah) sebagai tujuan tertinggi. 6) Chairil Anwar, penyair yang paling terkemuka di Indonesia hingga dewasa ini meragukan surga semacam itu. Dalam sajaknya "Sorga" ia menceritakan bahwa ia dituntut untuk taat beragama dengan janji akan diberi surga,
56
dimana ia dapat bercinta dengan para bidadari sambil minum susu sepuas hatinya. Pada bait kedua ia menulis: Tapi ada suara menimbang dalam diriku, nekat mencemooh : Bisakah kiranya berkering dari kuyup laut biru, gamitan dari tiap pelabuhan gimana? Lagi siapa bisa mengatakan pasti di situ memang ada bidadari suaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Jati? TUJUAN MANUSIA MENURUT AGAMA HINDU Catur Purusartha Dhrama Tujuan manusia menurut agama Hindu disebut Catur Purusartha (empat tujuan akhir). Tujuan hidup yang pertama adalah dharma. Sebagaimana telah dijelaskan didepan, dharma berarti agama atau kewajiban. Pertamatama manusia haruslah menjadi manusia beragama. Beragama berarti hidup bermoral. Hidup bermoral merupakan landasan bagi tujuan tujuan hidup berikutnya. Artha Tujuan hidup kedua adalah Artha. Artha artinya materi atau secara sempit disebut uang, secara luas artha diartikan sebagai keberhasilan atau kesuksesan. Untuk hidupnya manusia memerlukan materi. Tanpa materi bagaimana kita menyelenggarakan kehidupan rumah tangga, pendidikan dan kewajiban- kewajiban agama? Tapi materi atau kesuksesan itu harus dicapai berdasarkan landasan agama dan dipergunakan sesuai dengan moral agama. Kama Tujuan hidup yang ketiga adalah Kama. Kama dalam arti sempit dimaksudkan kesenangan karena aktivitas seksual. Aktivitas seksual pertama-tama berfungsi sebagai prokreasi (regenerasi dan penerusan keturunan). Kedua aktivitas seksual berfungsi rekreasi (re=kembali, kreasi=menciptakan), peneguhan (kembali) hubungan cinta kasih antara suami dan isteri. Sekali lagi, kama harus dilandasi oleh dharma. Hubungan seksual itu harus dilakukan dalam kerangka perkawinan yang sah. Dalam arti luas kama juga mencakup kesenangan-kesenangan yang lain, misalnya yang ditimbulkan oleh keindahan dan seni. Keseimbangan Jiwa dan Raga Sebagaimana dikatakan dalam bahasan sebelumnya (Atman : Jiwa yang Kekal), manusia terdiri dari dua aspek yang saling melingkupi, yaitu badan dan jiwa. Masing-masing aspek ini, memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu. Artha dan kama (lebih) merupakan tujuan dari raga dan badan kita. Sedangkan dharma dan moksha merupakan tujuan dari jiwa kita. Jadi kebutuhan raga dan jiwa kita harus dipenuhi secara seimbang. Agama Hindu sama sekali tidak mengajarkan pemeluknya untuk mengabaikan dunia. Tapi agama Hindu juga tidak mengajarkan kita hanya memikirkan dunia. Tujuan kita yang tertinggi yaitu moksha dicapai melalui perjalanan kita dalam kehidupan didunia ini. Jadi dapat dikatakan ketiga tujuan di atas, yaitu dharma, artha dan kama, merupakan tangga bagi tujuan hidup yang terakhir yaitu moksha. Bagaimana kita memperoleh ketiga tujuan ini, bagaimana kita mempergunakan artha dan kama akan menentukan apakah kita akan mencapai tujuan tertinggi itu atau tidak. Surga adalah Persinggahan Sementara. Dalam agama Hindu surga merupakan persinggahan sementara. Menurut Swami Dayananda Saraswati, surga adalah pengalaman liburan. Seperti seorang pergi ke Hawai atau ke Bali untuk bersenang-senang sebentar
57
membelanjakan uangnya dan kemudian kembali ke rumahnya. Bagavad Gita mengatakan : "Setelah menikmati surga yang luas, mereka kembali kedunia ini sesuai ajaran kitab suci. Demi kenikmatan mereka datang dan pergi". Surga adalah kesenangan sementara (pleasure). Sedangkan kebahagiaan yang sejati (Joy atau happiness) adalah Moksha. Apakah Moksha? Menurut Radhakrisnan moksha adalah kelepasan, lepas dari ikatan panca indera dan prinbadi, kepicikan dan keterikatan. Moksha merupakan hasil dari perluasan pribadi dan kebebasan atau kemerdekaan. K. B. Bahadur menjelaskan moksha adalah kemerdekaan dan kebebasan, terlepasnya jiwa dari rangkaian kelahiran dan kematian. Moksha merupakan tujuan tertinggi setiap orang. Moksha adalah hidup tak terbatas, pengetahuan tak terbatas dan kebahagiaan tak terbatas. Pembebasan manusia dari segala keterbatasan. Moksha disebut juga jivan-mukti, atau kebahagiaan jiwa yang tiada terbatas. 7). Dalam Upanishad dikatakan moksha adalah persatuan jiwa (roh) dengan Tuhan (Brahman) ibarat sungai yang mengalir ke laut dan kemudian bersatu dengan laut. Upanishad mengatakan : "Temukan kebahagiaan pada kelepasan" (Isa Upanishad); "Tuhan yang Esa yang tak terbatas adalah sumber kebahagiaan (yang terbatas)". (Chandogya Upa). "Moksha atau kebebasan adalah tinggal dalam wujud-Nya yang abadi (Maha). Apa yang dimaksud dengan pernyataan- pernyataan diatas?, Ia tampak sebagai ramuan-ramuan abstrak? Sulit bagi kita untuk membayangkan kebahagiaan yang dimaksudkan dalam moksha. Di dunia ini kita merasa bahagia bila karir kita sukses. Hubungan suami istri dan hidup rumah tangga kita tidak mengalami gangguan. Anak-anak kita sehat dan cerdas. Apakah ada kebahagiaan tanpa kesenangan seksual, kenikmatan lidah karena memakan buah atau minuman arak yang lesat? Kenikmatan seksual dan kenikmatan lidah karena makanan atau minuman bersifat badani. Karena itu bersifat sementara. Kenikmatan seksual hanya terasa selama aktivitas seksual itu berlangsung. Setelah aktivitas ini selesai, habis juga kenikmatan itu. Kenikmatan karena makanan dan minuman juga terjadi hanya selama kegiatan makan dan minum itu berlangsung. Setalah kegiatan ini selesai, habis juga kesenangannya. Kebahagiaan yang sejati dan abadi tidak tergantung kepada aktivitas badani. Ia bersifat spiritual yang disebabkan oleh kehadiran Yang Suci. Pengalaman Orang-orang yang Pernah "Mati". Dokter Raymond A. Moody, Jr, seorang psikiater telah mengadakan pene;itian tentang orang-orang yang pernah dinyatakan mati kemudian hidup kembali (near death experience atau mati suri). Pengalaman- pengalaman dari orang- orang yang pernah mengalami kematian seperti ini dikumpulkannya dalam bukunya yang terkenal "Life After Life" telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "Hidup Sesudah Mati", diterbitkan oleh PT Gramedia. Seseorang sedang menghadapi maut, pada saat ia mencapi puncak krisis fisiknya, ia mendengar ia dinyatakan mati oleh dokternya. Pada saat itu ia merasa dirinya bergerak dengan cepat melalui suatu terowongan yang gelap dan panjang. Setelah itu ia merasa tiba-tiba berada di luar jasadnya, tapi masih tetap dalam lingkungn yang sama. Ia melihat jasadnya dari satu jarak, seolah-olah ia seorang penonton. Ia menyaksikan usaha-usaha (dokter dan perawat) untuk menghidupkannya kembali. Tak lama kemudian ia melihat arwah saudara- saudara dan kawankawannya yang sudah meninggal, dan suatu mahluk cahaya yang penuh kehangatan dan cinta kasih belum pernah ditemuinya muncul dihadapannya. Sebelumnya mahluk tersebut meminta ia menilai kehidupannya dan membantunya dengan menunjukkan kilasan kejadian-kejadian penting dalam hidupnya secara tiba-tiba. Pada suatu saat ia merasa sampai pada satu batas dan ia harus kembali.Tapi ia tak ingin kembali. Di tempat baru ini ia ditemui oleh rasa gembira cinta dan kedamaian yang meluap-luap. Meskipun demikian, entah bagaimana ia bersatu kembali dengan jasadnya, dan ia hidup. Inilah pengalaman dari orang-orang yang pernah mengalami kematian lalu hidup lagi:
58
"Semua rasa sakit musnah" "Ada rasa damai dan tenang yang mutlak. Tak ada rasa takut sama sekali" "Setelah aku kembali, aku terus menerus menangis selama kurang lebih seminggu karena aku harus hidup di dunia ini setelah aku melihat dunia yang satu lagi". Berikut ini kita kutipkan pernyataan-pernyataan mereeka secara lengkap. "Pada saat terluka aku merasakan suatu perasaan sakit yang sangat hebat. Tapi kemudian semua rasa sakit lenyap. Hari terasa dingin, namun demikian sementara saya berada dalam tempat gelap itu saya merasakan kehangatan dan suatu perasaan senang tiada taranya yang pernah saya alami sebelumnya". Seorang wanita yang bernafas kembali setelah serangan jantung menuturkan: "Saya mengalami perasaan yang sangat menyenangkan. Saya tidak merasakan perasaan lain kecuali kedamaian, kesenangan, hanya ketenangan. Saya merasa semua kesulitan saya hilang dan saya berkata kepada diri saya sendiri". "Alangkah tenang dan damainya, dan saya tidak merasa sakit sama sekali". Seorang laki-laki yang lain menceritakan: "Saya merasa kesunyian dan damai yang amat menyenangkan. Pengalaman itu sangat indah, dan saya merasakan kedamaian dalam hatiku". Seorang pria yang "mati" setelah terluka dalam perang vietnam mengatakan ia merasakan : "suatu perasaan lega yang luar biasa.Tak ada rasa sakit dan aku belum pernah merasa begitu santai. Aku merasa ketentraman dan semua begitu indah". Seorang wanita menuturkan : "Saya menunggu tante saya yang sudah tua selama sakitnya yang terakhir. Saya membantu merawatnya dan pada waktu itu semua anggota keluarga berdo'a untuk kesembuhannya. Nafasnya berhenti beberapa kali tapi kemudaian ia hidup lagi. Akhirnya satu hari ia melihat saya dan berkata: "Joan, saya sudah ada di dunia sana, dan disana indah sekali. Saya ingin tinggal disana, tapi saya tidak bisa selama kamu berdoa agar saya kembali kesini bersama kalian. Doa kalian membuat saya tetap tinggal di sini. Tolonglah jangan berdoa lagi". Kami semua memenuhi permintaannya berhenti berdoa, dan tak lama kemudian ia meninggal". Dalam bagian lain Dr. Raymond A. Moody, Jr. menjelaskan: Bahkan mereka yang sebelumnya memiliki keyakinan tradisional tentang kehidupan sesudah mati tampaknya mulai sedikit berubah dengan keyakinannya semula setelah mereka mengalami "kematian" itu. Sesungguhnya dalam semua laporan yang saya kumpulkan tidak seorangpun dari mereka melukiskan gambaran mithological tentang apa yang terdapat pada kehidupan di dunia setelah mati itu. Tidak seorangpun menjelaskan surga para kartunis yang gerbangnya penuh permata, jalan-jalan yang dibuat dari emas, dan malaikat-malaikat bersayap yang memainkan harpa, tidak ada neraka dengan api berkobar-kobar dan setan-setan dengan garpu penyiksa. Allan Pring yang pernah mendapat pengalaman melihat "dunia lain" mengatakan : "Disana tidak ada seks, uang atau apapun yang berbau nafsu". Jika tidak ada neraka, lalu bagaimana dengan konsep ganjaran dan hukuman yang diajarkan oleh agama-agama? Apakah semua orang, tanpa memperhatikan perbuatannya di dunia ini akan memperoleh kebahagiaan di akhirat?. Kemungkinan orang-orang yang pernah mengalami "kematian" yang diselidiki oleh Dr. Raymond A. Moody adalah orang-orang yang pada umumnya telah berbuat baik di dunia. Sebab dalam buku itu juga diceritakan bahwa orang-orang yang mencoba bunuh diri, "mati" lalu hidup kembali mengalami keadaan yang sama sekali tidak menyenangkan. Penjelasan lainnya adalah bahwa orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan buruk, akan mendapat
59
penderitaan dalam kelahirannya kembali di dunia ini.
Moksa Adalah Pembebasan Atma dalam Agama Hindu Di era Reformasi ini kalau kita lihat perkembangan di masyarakat semua orang ingin bicara, setiap orang diberikan berbicara pasti mengeluarkan konsep macam2, kadang2 agak ektrim dan tidak ada relevansinya dengan reformasi, para pengamat politik, ekonomi, hukum, militer semua berbicara sesuai dengan bidangnya. Permasalahan yang timbul adalah semua konsep2 tidak dapat diakomudir oleh pemerintah akibat adanya perbedaan interprestasi, ada yang ingin dalam mengatasi krisis ini melalui pertahap, ada yang menginginkan secara total sehingga dalam implementasinya masih Trail And Error mencoba coba melakukan terapi kira2 mana yang lebih sesuai.Pemerintahan Habibie sudah memberikan kelonggaran2 dalam berbicara karena pada saat orde baru kebebasan berbicara sangat dikekang sampai2 ada semacam anekdot kalau sakit gigi sebaiknya berobat di Singapura, akibat orang tidak boleh buka mulut. Setelah tumbangnya orde baru masalah kebebasan ini mulai dilakukan oleh pemerintah tahanan2 politik mulai dibebaskan, daerah operasi militer (DOM) mulai dicabut, masalah HAM mulai dipulihkan, kebebasan berserikat mulai dilaksanakan dengan berdirinya banyak partai. Kebebasan adalah hak azasi manusia yang perlu dihormati bagi setiap bangsa, untuk mencapai kebebasan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda membutuhkan banyak pengorbanan baik material maupun moril dan membutuhkan waktu yang agak lama, tidak bisa dalam waktu yang singkat dan sejarah mencatat baru tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia dapat memproklamirkan kemerdekaannya pada hal perjuangan pembebasan bangsa dari penjajah sudah dilakukan bertahun tahun lamanya dari perjuangan Sultan Agung sampai Budi Utomo. Kebebasan bagi umat manusia selalu didambakan oleh semua agama dan didalam agama Hindu kebebasan bukan dalam arti pisik saja tetapi kebebasan dalam lahir maupun batin. Kebebasan dalam agama Hindu adalah kebebasan dalam kehidupan terlepas dari keterikatan2 duniawian, bebas dari hukum karma, bebas dari penjelmaan kembali (reinkarnasi), sehingga umat hindu dalam mencapai kebebasan membutuhkan proses yang cukup panjang selama hidupnya dan kemungkinan setelah reinkarnasi beberapa kali. Untuk membebaskan diri dari keduniawian ini saja membutuhkan pengorbanan2, setiap langkah gerak kehidupan harus berdasarkan Dharma yaitu kebenaran dan tidak mengikatkan diri dengan materi. Saat sekarang pada kali yuga orang2 berlomba lomba untuk mengumpulkan harta, tujuan hidup mereka mencari kesempatan untuk mengumpulkan harta se banyak2nya bila mana perlu sampai tujuh turunan, sehingga menggunakan dengan segala cara. Dalam mengumpulkan harta mereka menggunakan praktek2 KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), dengan cara yang tidak halal yang mengakibatkan negara banyak dirugikan sehingga negara kita saat ini banyak utangnya sulit dibayangkan bagaimana anak cucu kita yang akan membayarnya disamping sumber daya alam hutan, pertambangan sudah hampir habis dikuras, minyak bumi cadangannya hanya 18 tahun lagi mungkin beberapa tahun kita sebagai Negara yang net importir bahan bakar minyak(BBM). Pengaruh kali yuga ini sangat besar dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, sebab kali yuga ini orang selalu bersifat meterialistis , hanya 25 % orang menjalankan dharma yaitu kebenaran tidak seperti yuga2 yang lain yaitu Kerta Yuga, Traita Yuga dan Dwapara Yuga. Apabila saat sekarang kali yuga ini dalam kehidupan kita selalu melaksanakan kebenaran yaitu dharma maka hasilnya akan berlipat ganda, seperti kalau kita sembahyang pada hari2 raya Hindu atau Purnama Tilem hasilnya jauh lebih besar dari hari2 biasa. Maka kesempatan kali yuga ini umat Hindu sebaiknya setiap melakukan tindakan harus berdasarkan kebenaran, bebaskan diri dari adharma, bebaskan diri dari keterikatan2 bebaskan diri dari materialistis dan keduniawian sehingga kita tercapai tujuan yaitu kebebasan abadi yaitu moksa. Pengertian Moksa. Dalam agama Hindu kita percaya adanya Panca Srada yaitu lima keyakinan yang terdiri dari, Brahman, Atman, Karma Pala, Reinkarnasi, dan Moksa. Moksa berasal dari bahasa sansekreta dari akar kata "MUC" yang artinya bebas atau membebaskan. Moksa dapat juga disebut dengan Mukti artinya mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagian rohani yang langgeng. Jagaditha dapat juga disebut dengan Bukti artinya membina kebahagiaan,
60
kemakmuran kehidupan masyarakat dan negara. Jadi Moksa adalah suatu kepercayaan adanya kebebasan yaitu bersatunya antara atman dengan brahman. Kalau orang sudah mengalami moksa dia akan bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari hukum karma dan bebas dari penjelmaan kembali (reinkarnasi) dan akan mengalami Sat, Cit, Ananda (kebenaran, kesadaran, kebahagian). Dalam kehidupan kita saat ini juga dapat untuk mencapai moksa yang disebut dengan Jiwan Mukti (Moksa semasih hidup), bukan berarti moksa hanya dapat dicapai dan dirasakan setelah meninggal dunia, dalam kehidupan sekarangpun kita dapat merasakan moksa yaitu kebebesan asal persyaratan2 moksa dilakukan, jadi kita mencapai moksa tidak menunggu waktu sampai meninggal. Mencapai Moksa. Untuk mencapai moksa seseorang harus mempunyai persyaratan2 tertentu sehingga proses mencapai moksa dapat berjalan sesuai dengan norma2 ajaran agama Hindu. Dalam mencapai Moksa dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1. Dharma. Dalam ajaran agama Hindu yang terdapat dalam Catur Parusanta dijelaskan bahwa tujuan dari kehidupan adalah bagaimana untuk menegakkan Dharma, setiap tindakan harus berdasarkan kebenaran tidak ada dharma yang lebih tinggi dari kebenaran. Dalam Bagawad Gita disebutkan bahwa Dharma dan Kebenaran adalah nafas kehidupan. Krisna dalam wejangannya kepada Arjuna mengatakan bahwa dimana ada Dharma, disana ada Kebajikan dan Kesucian, dimana Kewajiban dan Kebenaran dipatuhi disana ada kemenangan. Orang yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma maka selalu tempuhlah kehidupan yang suci dan terhormat. Dalam zaman edan saat ini semua orang mengabaikan kebenaran, orang sudah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, krisis moral sudah meraja lela dimana mana, kebenaran dan keadilan sudah langka, orang sudah tidak mengenal budaya malu, semua perbuatannya dianggap sudah benar dan normal. Sebenarnya Dharma tidak pernah berubah, Dharma telah ada pada zaman dahulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang, ada sepanjang zaman tetapi setiap zaman mempunyai karateristik lain2 dalam melakukan latihan kerohanian (spiritual). Untuk Kerta Yuga latihan kerohanian yang baik adalah melakukan Meditasi, untuk Treta Yuga latihan kerochanian yang baik adalah dengan melakukan Yadnya atau kurban, untuk Dwapara latihan kerochanian yang baik adalah dengan melakukan Yoga yaitu upacara pemujaan dan untuk Kali Yuga latihan kerochanian yang baik adalah dengan melakukan Nama Smarana yaitu mengulang ngulang atau menyebut nama Tuhan yang suci. 2. Pendekatan kepada Yang Widhi Wasa Untuk mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa ada beberapa cara yang dilakukan Umat Hindu yaitu cara Darana (menetapkan cipta), Dhyana (memusatkan cipta), dan Semadi (mengheningkan cipta). Dengan melakukan latihan rochani , terutama dengan penyelidikan bathin, akan dapat menyadari kesatuan dan menikmati sifat Tuhan yang selalu ada dalam diri kita. Apabila sifat2 Tuhan sudah melekat dalam diri kita maka kita sudah dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa sehingga segala permohonan kita akan dikabulkan dan kita selalu dapat perlindungan dan keselamatan. 3. Kesucian. Untuk memperoleh pengetahuan suci, dan menghayati Yang Widhi Wasa dalam keberagaman dinyatakan dalam doa Upanishad yang termasyur : Asatoma Satgamaya, Tamasoma Jyothir Gamaya, Mrityorma Amritan Gamaya yang artinya, Tuntunanlah kami dari yang palsu ke yang sejati, tuntunlah kami dari yang gelap ke yang terang, tuntunlah kami dari kematian ke kekekalan. Setiap kita melakukan kegiatan2, kita biasakan untuk memohon tuntunan kehadapan Yang Widhi Wasa agar kita selamat dan selalu dilindungi. Pekerjaan apapun kita lakukan, apabila kita bekerja demi Tuhan dan dipersembahkan kehadapan Yang Widhi Wasa, maka pekerjaan tersebut mempunyai nilai yang sangat tinggi. Dengan menghubungkan pekerjaan tersebut dengan Yang Widhi Wasa, maka ia menjadi suci dan mempunyai kemampuan dan nilai yang tinggi.
61
Tujuan dari kehidupan kita adalah agar atman terbebas dari triguna dan menyatu dengan Para atman. Didalam Weda disebut yaitu Moksartham Jaga Dhitaya Ca Iti Dharmah yang artinya adalah tujuan agama (Dharma) kita adalah untuk mencapai moksa (moksa artham) dan kesejahteraan umat manusia (jagadhita). Ciri2 orang yang telah mencapai jiwatman mukti adalah. 1. Selalu mendapat ketenangan lahir maupun bathin. 2. Tidak terpengaruh dengan suasana suka maupun duka. 3. Tidak terikat dengan keduniawian. 4. Tidak mementingkan diri sendiri, selalu mementingkan orang lain (masyarakat banyak). Untuk mencapai moksa juga mempunyai tingkatan2 tergantung dari karma (perbuatannya) selama hidupnya apakah sudah sesuai dengan ajaran2 agama Hindu. Tingkatan2 seseorang yang telah mencapai moksa dapat dikatagorikan sebagai berikut. 1. Apabila seorang yang sudah mencapai kebebasan rochani dengan meninggalkan mayat disebut Moksa. 2. Apabila seorang yang sudah mencapai kebebasan rochani dengan tidak meninggalkan mayat tetapi meninggalkan bekas2 misalnya abu, tulang disebut Adi Moksa. 3. Apabila seorang yang telah mencapi kebebasan rochani yang tidak meninggalkan mayat serta tidak membekas disebut Parana Moksa. Catur Marga. Untuk mencapai Moksa beberapa cara yang dapat ditempuh sesuai dengan bakat dan bidang yang digeluti saat ini yang disebut dengan Catur Marga ada juga yang menyebutkan dengan Catur Yoga yaitu empat jalan yang ditempuh untuk mencapai Moksa. Adapun keempat Catur Marga terdiri dari : 1. Jnana Marga Yoga. Pada saat sekarang peranan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat menentukan dalam pembangunan nasional disamping ilmu pengetahuan lainnya. Setiap negara akan berusaha sekuat tenaga dengan menggunakan resource yang ada untuk berkompetisi dalam bidang IPTEK, siapa yang menguasai IPTEK maka merekalah yang menguasai dunia ini. Kata Jnana artinya adalah kebijaksanaan filsafat atau pengetahuan, Yoga berasal dari urat kata YUJ yang artinya menghubungkan diri. Jadi Janana Marga Yoga artinyga jalan untuk mencapai persatuan atau pertemuan antara Atman dengan Paramatman (Tuhan) berdasarkan atas pengetahuan (kebijaksanaan filsafat) terutama mengenai kebenaran dan pembebasan diri dari ikatan duniawi (maya). Dalam kehidupan ini kita memilih profesi pekerjaan kita sesuai dengan bakat yang diberikan oleh Sangyang Widhi Wasa dan latar belakang pendidikan kita atau pekerjaan yang sangat menarik yang kita geluti saat ini, sebab bakat yang diberikan oleh Tuhan adalah anugrah yang sangat tinggi nilainya yang merupakan hasil Karma kita dahulu sebelum kita Reinkarnasi sebagai manusia. Apabila kita ingin mengabdi kan diri dibidang ilmu pengetahuan, perlu diperhatikan adalah ilmu pengetahuan yang dapat membantu umat manusia dalam mengatasi kehidupan ini. Sebagai ilustrasi dapat disampaikan sebagai berikut. Pada zaman sekarang banyak manusia mengalami kesulitan dalam mengatasi penyakit, banyak penyakit yang belum diketemukan obatnya seperti AID, lever hati, tumor, kanker dan lain lainnya. Perkembangan ilmu kedokteran tidak dapat mengejar penyakit 2 yang timbul dalam masyarakat, peralatan rumah sakit masih menggunakan peralatan tradisional sehingga angka kematian di negara kita sampai sekarang masih cukup tinggi. Para dokter yang bergerak dibidang kesehatan harus terus menerus melakukan penelitian atau Research And Development (R&D) sehingga semua kesulitan masyarakat dapat diatasi dengan baik dan murah dengan diketemukan obat2 yang mujarab. Seseorang yang mempunyai profesi dalam bidang kedokteran ini disebut dengan Jnana Marga Yoga dimana ilmu yang diabdikan demi kepentingan umat manusia.
62
2. Karma Marga Yoga. Cara atau jalan untuk mencapai moksa (bersatunya Atman dengan Brahman), dengan selalu berbuat baik, tetapi tidak mengharapkan balasan atau hasilnya untuk kepentingan diri sendiri (amerih sukaning awah) disebut Karma Marga Yoga. Dalam Karma Marga Yoga, kita sebagai umat Hindu setiap tindak tanduk kita melakukan karya harus demi kepentingan masyarakat banyak dan jangan ada suatu keinginan untuk menikmati hasilnya, sebab kalau kita selalu berpikir hasilnya akan timbul keterikatan2, kalau keterikatan2 telah tumbuh dalam jiwa kita, maka ketenangan akan menjauh dari kenyataan, sehingga jiwa kita akan diracuni oleh Sad Ripu yaitu enam musuh utama manusia yang terdiri dari Kama, Lobha, Mada, Moha,Kroda, Matsarya (napsu, loba, kemarahan, kemabukan, kebingungan,iri hati). Didalam Bhagawad Gita disebutkan bahwa berulang kali Krisna berkata kepada Arjuna, lakukan tugasmu, lakukanlah pekerjaan yang benar tetapi jangan ingin menikmati hasil pekerjaan itu. Tujuan Krisna memberikan wejangan kepada Arjuna agar jangan meli hat hasil nya adalah, kita sebagai pelaku benar2 dalam bekerja semua perbuatan kita yaitu karma diubah menjadi Yoga sehingga kegiatan tersebut membawa kita menuju persatuan dengan Tuhan maka ini disebut dengan Karma Marga Yoga. Apabila seseorang sudah dapat melakukan pekerjaan tanpa melihat hasilnya maka ia akan menjadi orang yang benar2 bijaksana (Stithaprajna), yang tidak terpengaruh dengan keadaan suka dan duka atau gembira dan sedih. Perbuatan adalah karma , setiap orang lahir dari karma, hidup dalam karma dan mati dalam karma, karma sumber dari baik dan buruk dosa atau kebajikan, laba atau rugi, kebahagiaan atau kesedihan, sebenarnya karmalah penyebab kelahiran, maka karma dalam kehidupan merupakan masalah yang sangat penting. Sebagai ilustrasi dapat diceritrakan sebagai berikut. Diumpamakan badan kita adalah sebuah jam dinding, dan nafas kita adalah pegasnya yang menyebabkan jarum jam dapat berputar, dan baterynya adalah tenaga manusia. Tanpa nafas dan tenaga, manusia tidak dapat berbuat apa apa yaitu berkarma, maka perbuatan (karma) sangat tergantung dengan nafas (pegas) dan tenaga (batery). Dengan kekuatan batery (tenaga) maka jarum jam yang terdiri dari tiga jarum yaitu jarum yang paling panjang disebut jarum detik, jarum yang menengah disebut dengan jarum menit dan jarum yang paling pendek disebut jarum jam. Ketiga jarum akan berputar dengan kecepatan yang berbeda beda dan saling ketergantungan satu sama lainnya, tetapi masing2 jarum akan berputar sesuai dengan fungsinya. Apabila jarum detik telah berputar 60 kali maka jarum menit akan mengikuti berputar hanya sekali, demikian saat jarum menit telah berputar 60 kali maka jarum jam akan berputar sekali demikian seterusnya dengan menggunakan kelipatan 60. Setiap gerakan jarum detik kita umpakan adalah karma (perbuatan), untuk gerakan jarum menit kita umpamakan adalah perasaan dan untuk gerakan jarum jam kita umpamakan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai suatu kebahagiaan yang terus menerus kita harus selalu berbuat (berkarma) baik, setiap tindakan kita selalu tanamkan kebaikan yang menyebabkan perasaan kita mendapat rangsangan kebaikan tersebut sehingga kita merasa senang. Apabila perasaan kita telah mencapai kesenangan terus menerus akibat kita selalu berbuat (karma) baik terhadap seseorang, maka menyebabkan kita akan mencapai kebahagiaan, sebab karma (perbuatan), perasaan, dan kebahagian saling keterkaitan seperti ketiga jarum jam berputar saling ketergantungan satu sama lainnya. Makin banyak kita ber karma baik maka perasaan dan kebahagian akan selalu mengikuti seperti perputaran jarum jam, apabila jarum detik tidak bergerak jangan harap jarum menit bergerak apalagi jarum jam Kebahagian akan dicapai dalam kehidupan ini apabila kita selalu berkarma baik 3. Bakti Marga Yoga. Jalan atau cara untuk mencapai moksa atau kebebasan, yaitu bersatunya Atman dengan Tuhan dengan melakukan sujud bakti kehadapan Yang Widhi Wasa. Bakti adalah cinta yang mendalam kepada Tuhan, bersifat tanpa pamerih sedikitpun dan tanpa keinginan duniawi apapun juga. Bagi umat Hindu untuk melakukan Bakti Marga Yoga dengan menyanyikan nama2 Tuhan secara ber ulang2, bergaul dengan orang2 Suci yang mempunyai bakti, konsentrasi pikiran setiap saat kepada Tuhan, dan jalan Bakti ini adalah yang paling mudah dilakukan. Seperti setiap hari kita melakukan Trisandya dengan mengucapkan Gayatri Mantra tiga kali sehari. Untuk menanamkan rasa Bakti kehadapan Yang Widhi Wasa , sebaiknya anak mulai kecil dididik mengucapkan
63
Mantra Gayatri dengan memberi penjelasan makna dan arti masing2 bait, sehingga meresap dalam pikiran mereka dan dapat menuntun ajaran2 kebenaran (Dharma). Kalau belum hafal sebaiknya dibaca saja dan usahakan dengan suara yang lembut sehingga benar2 meresap dalam hati sanubari kita dan bayangkan Brahman ada dalam pikiran dan renungkan secara terus menerus selama melagukan Gayatri Mantra Dengan selalu melantunkan Gayatri Mantra terus menerus , maka kita seolah olah menyatu dengan Tuhan atau bersatunya Atman dengan Tuhan., sehingga kita mendapat ketenangan, kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan.Dalam melakukan Bakti Marga Yoga terutama upacara piodalan di Pura2 diseluruh Indonesia, masyarakat Hindu sudah mempunyai cara upacara bakti (persembahyangan) secara baku, dimanapun kita melakukan persembahyangan sudah tersusun sama, dan Mantra Gayatri selalu dilantunkan sebelum persembahyangan dimulai. Pada saat Pendeta melakukan upacara piodalan juga dinyanyikan lagu2 warga sari sebagai pemujaan kehadapan Yang Widhi Wasa yang mempunya makna adalah agar sebelum persembahyangan dimulai kita sudah mulai rasakan menyatunya Atman dengan Brahman. 4. Raja Marga Yoga. Jalan untuk mencapai moksa menurut agama Hindu dapat dilakukan melalui Tapa, Brata, Yoga, dan Semadi. Untuk mengendalikan diri dengan melakukan latihan2 untuk mengatasi Sadripu disebut dengan Tapa, Brata, sebab apabila Sadripu kita sudah dapat kendalikan maka jalan mencapai moksa lebih mudah. Disamping mengendalikan Sad Ripu, kita juga melakukan latihan2 untuk dapat menyatukan Atman dengan Tuhan yang disebut dengan Yoga dan Semadi, dengan melakukan konsentrasi yang setepat tepatnya dalam ketenangan dan suasana syandu sempurna sehingga kita dapat menyatu dengan Tuhan. Sebagai ilustrasi dapat diceritrakan sebagai berikut. Didalam suatu pesraman di Hutan rimba ada seorang resi yang bernama Resi Suka yang memberikan dharma wecana kepada murid2nya yaitu yoga, semadi diantara murid2 nya ada seorang raja bernama raja Jenaka.Raja Jenaka disamping mempunyai kerajaan yang sangat besar dan kaya juga berkeinginan belajar spiritual (Yoga,semadi) kepada Resi Suka yang sangat terkenal ilmu spiritualnya. Banyak ujian2 yang diberikan kepada para siswanya agar dapat mencapai moksa dalam kehidupan ini dengan meninggalkan keduniawian dengan melepaskan semua keterikatan2 sehingga Atman menyatu dengan Brahman.Pada suatu hari Resi Suka agak terlambat memberikan dharma wecana sehubungan Raja Jenaka ada keperluan kerajaan yang sangat mendesak yang tidak boleh diwakili. Resi Suka dengan sengaja menunggu Raja Jenaka, ingin menguji kesabaran para muridnya apakah dapat mengekang sad ripu sebagai dasar pelajaran Yoga. Dari pengamatan Resi Suka banyak para muridnya gelisah dan gusar dan kadang2 timbul marah tidak sabar menunggu sampai ada yang protes bahwa pelajaran dimulai saja, mengapa kita di beda2kan orang biasa dengan raja Setelah raja datang dharma wecana baru dimulai dan resi Suka memberikan wejangan, kita harus dapat mengendalikan sad ripu sehingga kita dapat ketenangan bathin. Setelah dharma wecana selesai maka pelajaran dilanjutkan dengan yoga, semadi, dan pelajaran ini harus dilakukan dengan konsentrasi pikiran secara penuh. Dengan suasana hening sepi hanya suara jengkrik yang kedengaran, para muridnya sedang asyik melakukan yoga semadi, tiba2 Resi dengan berteriak bahwa sedang ada kebakaran di kota kerajaan, murid2nya pada bubar berlari lari pergi ke kota kerajaan ingin menyelamatkan harta dan rumahnya yang kebakaran. Tetapi raja Jenata tidak bergeming sedikitpun, dia telah masuk dalam keadaan Semadi, beliau berbahagia dalam Atman. Resi mengamati wajah raja dengan perasaan sangat gembira. Setelah beberapa murid2 yang lari kembali bahwa dikota tidak ada kebakaran dan resipun memberikan penjelasan arti dari peristiwa tersebut. Penundaan mulainya dharma wecana adalah untuk menghormati raja, karena beliau telah menghapuskan keakuannnya kebanggaannya dan mempunyai kerendahan hati dan melatih mengendalikan sadripu dan berhasil dengan baik dan ini perlu dicontoh oleh semua muridnya. Dan peristiwa kebakaran di kota kerajaan sebenarnya tidak pernah terjadi, peristiwa kebakaran adalah rekayasa Resi dan ini merupakan ujian dari Resi Suka.Kalau mau berhasil sebagai seorang spiritual (Yogi) harus berani melepaskan semua keduniawian yaitu keterikatan2, tanpa ada kemauan untuk menghilangkan keterikatan2 ini tidak mungkin tercapai tujuannya yaitu sebagai seorang Yogi. Semua latihan2 ini membutuhkan ketekunan, tulus iklas, kesujudan iman dan tanpa pamerih. Pada akhir2 ini banyak generasi muda sudah melakukan latihan2 Yoga dan Semadi, dan buku2 penuntun untuk yang baru memulai belajar Yoga dan Semadi sudah cukup banyak beredar di toko2 buku, dan suasana ini sangat membantu
64
bagi umat hindu untuk belajar masalah spiritual melalui Raja Marga Yoga. Diantara keempat Marga Yoga tersebut diatas semuanya adalah sama tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya, umat Hindu dapat memilih dari keempat Marga Yoga tersebut tergantung dari bakat masing2 dan jalan yang satu akan berhubungan dengan yang lain semuanya akan mencapai tujuan yang sama yaitu Moksa. Penutup. Menjalankan Spiritual dalam kehidupan sehari hari sering mengalami kendala, banyak pertanyaan2 yang timbul terutama generasi muda, apakah kita melakukan kegiatan spiritual harus mengurangi kegiatan untuk mencari harta yaitu bekerja (karma). Ada juga yang berpendapat bahwa melakukan kegiatan spiritual sebaiknya dilakukan setelah MPP (masa persiapan pensiun) disamping banyak waktu juga tanggung jawab atau kewajiban sudah berkurang. Pada saat bekerja aktif dimana ada suatu jabatan tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan spiritual karena disibukkan dengan pekerjaan2 yang kadang menyimpang dari Dharma akibat tugas yang membutuhkan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan atasan (manajemen. Pada hal pada saat menjabatlah memanfaatkan kesempatan untuk menegakkan Dharma yaitu kebenaran2, setiap keputusan yang diambil harus menguntungkan masyarakat banyak. Kadang2 banyak orang yang tidak sabar dalam mengumpulkan harta dalam bidang pekerjaannya dengan mengambil jalan pintas yaitu KKN (korupsi, kolusi, nep otisme), pada hal dalam mengumpulkan harta tidak harus ber KKN banyak jalan atau cara yang ditempuh asal mau sabar dan tetap berlandaskan Dharma. Banyak orang kaya tanpa KKN tetapi mereka berhasil dalam bidang profesinya dan hasil kekayaannya mereka manfaatkan untuk orang banyak dengan mendirikan Yayasan untuk orang yang tidak mampu (fakir miskin) atau mendirikan Sekolah2 yang dapat menunjang Pendidikan bangsa demi masa depan rakyat Indonesia. Untuk mencapai moksa dapat memilih diantara Catur Marga Yoga apakah melalui Jnana Marga Yoga, Karma Marga Yoga, Bakti Marga Yoga dan Raja Marga Yoga sesuai dengan kemampuan serta bidang yang digeluti saat ini Pada saat perang Berata Yuda selesai dimana kemenangan berada dipihak Pandawa, semua musuh2 sudah kalah perang tinggal Pendawa yang hidup. Yudistira sebagai pemimpin Pandawa memutuskan pergi kehutan untuk mengasingkan diri dengan maksud mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa dengan Raja Marga Yoga salah satu Catur Marga Yoga. Arjuna sebagai orang yang bijaksana yang mempunyai Visi dan Misi jauh kedepan menganjurkan kepada Prabu Yudistira agar kembali untuk memimpin kerajaan, siapa yang akan memimpin kerajaan, seandai nya semua keluarga Pandawa pergi kehutan, padahal untuk mencapai kemenangan perang Brata Yuda dalam menegakkan Dharma sudah banyak pengorbanan baik jiwa maupun raga, banyak pahlawan2 yang telah berguguran dalam perang. Untuk mencapai moksa tidak harus pergi kehutan melakukan Semadi, Yoga, didalam kerajaanpun dengan berbuat dan menegakkan kebenaran yaitu Dharma dapat mencapai Moksa. Keterikatan adalah Moha, kebebasan adalah Moksa, selama kita masih menderita keterikatan, Moksa tidak mungkin dapat dicapai. Kadang2 kita agak sulit melepaskan keterikatan2, dan ini memerlukan latihan2 secara rutin. Untuk mengendalikan Sad Ripu saja tidak mudah, membutuhkan kesabaran dan ketekunan dan kita selalu melakukan introspeksi terhadap diri kita sendiri sampai dimana kita telah melakukan latihan2. Apalagi kita akan melakuan Catur Marga Yoga memang membutuhkan mental yang tangguh tidak mudah menyerah dan kita harus tahu kemampuan kita terutama bakat yang dikarunia oleh Yang Widhi Wasa sehingga dalam melaksanakan salah satu Catur Marga kita tidak mendapat halangan atau kendala sehingga dengan waktu yang relatif singkat kita sudah dapat melakukan dengan sempurna walaupun belum mencapai Moksa tetapi kita sudah rasakan hasilnya. T.G. Putra
Nama Baik Om Ayuto Ahamayuto Me Atmayutam Me Caksurayutam Me Strotramayuto/ Me Prano Ayuto Me Apano Ayuto Me Vyano Ayuto Aham Sarvah// (Ath: 19-51-9). OH TUHAN, saya menjadi bebas dari kritikan (Ayutoaham), Atmaku menjadi bahagia (Ayuto Atma), demikian juga mata (Caksu), telinga (Strotram), prana (Prano), apan (Apano), vyana (Vyano), dan semua anggota badan menjadi sehat dan saya menjadi bebas dari segala jenis kritikan di dunia (Ayuto Sarvah).
65
Dalam mantra di atas dijelaskan agar mata, telinga, tidak menjadi sasaran kritikan orang lain, dan Prana Apana Vyan dan Saman (jenis angin dalam badan) menjadi sehat. Hal itu berarti semua manusia menyukai kita dan dalam kehidupan tidak ada satu pun karma yang membuat nama kita jelek dalam masyarakat. Terdapat tiga jenis manusia di dunia yaitu Adhama, Madhyama, dan Uttama. Manuia Adhama yaitu manusia yang mempunyai tujuan hidup hanya untuk menjadi kaya raya. Manusia Madhyama bertujuan memperoleh kekayaan dan kehormatan. Yang ketiga, manusia Uttama berkeinginan hanya mendapatkan kehormatan di dunia ini. Menurut kesusastraan Sanskrit, kehormatan atau nama baik dalam masyarakat adalah kekayaan itu sendiri. Dapat pula dikatakan bahwa bilamana kekayaan hilang, tidak hilang apa-apa; bilamana kesehatan hilang, berarti hilang sesuatu; tetapi jika nama baik hilang atau rusak, berarti segala-galanya hilang di dunia ini. Hal ini pula dibahas dalam mantra di atas agar kita tidak mendapatkan hujatan atau kritikan dari orang lain karena kita telah berbuat baik. Seluruh anggota badan selalu sehat demi mendapatkan segala yang baik dalam kehidupan. Setiap manusia ingin agar dia hidup bahagia dan mendapatkan kehormatan dalam masyarakat. Dan setelah meninggal, namanya selalu ada atau orang akan selalu mengingatnya. Hal ini bisa kita lihat bahwa di dunia ini ada yang membuat Pura untuk mendapatkan nama; atau menyumbangkan kekayaan untuk mencari nama di masyarakat. Demikian juga ada yang menulis buku agar namanya selalu ada di dunia ini. Filsafat Vedanta mengatakan "Brahma Satyam Jagat Mithya"; bahwa hanya Tuhanlah yang abadi, yang lain semuanya akan musnah. Jelas di sini, walaupun kita melaksanakan karma yang baik supaya mendapatkan nama yang baik, tetapi suatu hari nama baikpun akan hilang dalam Tuhan. Tetapi bukan berarti bahwa tidak perlu mencari nama baik dalam masyarakat. Hal itu perlu agar dengan karma yang baik, seseorang akan mendapatkan kemashuran nama dalam masyarakat. Secara badan kasar, orang-orang besar telah tiada, tetapi nama-nama mereka masih bergema seperti Swami Vivekanda, Swami Dayananda, Gandhi, dan lain-lain. Oleh karena itu, agar kita menjadi baik dan masyarakat menyukai, naka lakukanlah perbuatan, yang dalam Gita disebut "niskama karma" atau karma tanpa pamrih. Mantra ini penting agar kita tidak mendapatkan hujatan atau musuh dalam hidup ini. Untuk itu mantra tersebut perlu diucapkan dan diaplikasikan agar kita bebas dari segala jenis dukha. n somvir Nusa Bali OnLine 18 Juli 2000
Puasa Siwaratri Semestinya Tiap Bulan Marayakan Siwaratri pada hakekatnya adalah melakukan pengendalian diri. Caranya dengan upawasa, monobrata, dan jagra. Namun, umat Hindu semestinya tiap bulan berpuasa. Pada pertengahan bulan November dan sampai pertengahan bulan Desember 2001 yang lalu, angkasa Nusantara seolah-olah dipenuhi oleh kata-kata "puasa, puasa, dan puasa". Pagi-pagi buta televisi dan radio sudah menyiarkan acara yang berkaitan dengan puasa. Kalaupun kita tidak menyalahkan kedua barang ajaib tersebut, speaker masjid tempat tinggal kita juga berteriak "sahur-sahur, sahur-sahur". Tak ketinggalan iklan di tv, radio, pamplet dan spanduk di jalanan menuliskan "Selamat Menjalankan Ibadah Puasa". Ya benar, pada waktu itu bertepatan dengan bulan Ramadhan bagi orang Islam.
Sebagai anggota masyarakat yang hidup di tengah-tengah orang yang menjalankan puasa, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, kita akan mendengar, melihat juga memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan ritual tahunan tersebut. Namun hal ini juga menggugah keingintahuan dalam diri kita sebagai orang Hindu. Kemudian akan timbul pertanyaan, adalah puasa dalam ajaran Hindu? Kalaupun ada, mantra atau sloka manakah dalam Weda yang memerintahkan untuk berpuasa, kapan, dan bagaimana melakukannya? Pada orang-orang Jawa ajaran puasa ini juga cukup memasyarakat. Kita mengenal banyak macam puasa. Ada yang dinamakan "Pasa Ngebleng" yaitu puasa tidak makan tidak minum dan ngumpet di suatu tempat tertentu, biasanya di kamar atau juga membuat lubang di tanah, waktunya bisa 1 hari 1 malam, 3 hari 3 malam atau 7 hari 7 malam dan seterusnya. Hal ini mirip dengan puasa Nyepi. Ada juga puasa "Mutih" yaitu puasa hanya dengan
66
makan nasi putih tanpa lauk tanpa garam, minumnya juga hanya air putih tanpa pemanis. Waktunya fleksibel ada yang 1 hari, 3 hari, 7 hari. Kemudian puasa "Ngrowot" yaitu puasa hanya makan umbi-umbian, buah-buahan selain nasi. Ada juga puasa tidak tidur atau "melek". Pertanyaan semakin kuat, adakah ajaran puasa dalam Hindu? Ya, benar. Ajaran Hindu penuh dengan ajaran puasa yang dikenal dengan istilah tapa, meskipun istilah puasa itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta dari kata upawasa. Jadi sebenarnya Islam Indonesia telah meminjam istilah puasa dari Hindu sebab puasa dalam bahasa Arab adalah shaum, di Jawa dan Sunda istilahnya menjadi syiam. Tapa berarti pengendalian atas indra-indra dan pikiran. Dengan tapa orang mencapai kesucian, dengan kesucian orang bisa dekat dengan Hyang Widhi. Dunia ini bisa berjalan dengan baik karena disangga oleh salah satunya adalah tapa.
Artarwa Weda XII.1.1 mengatakan: Satyam brhad rtam ugram diksa, tapo brahma yajna prthiwim dharayanti. Artinya: Sesungguhnya Satya, rta, diksa, tapa, brahma dan Yajna yang menyangga dunia.
Yajur Weda XX.25 mengatakan: Dengan melakukan tapa (brata) seseorang memperoleh diksa (penyucian), dengan melakukan diksa seseorang memperoleh daksina, dengan daksina seseorang memperoleh sraddha dan dengan sraddha seseorang memperoleh satya.
Atharwa Weda VIII.9.3 mengatakan: Brahma-enad vidyat tapasa vipascit. Artinya: Orang yang bijaksana mengetahui Hyang Widhi dengan sarana tapa (penebusan dosa).
Artarwa Weda IV.11.6 mengatakan: Yena devah svar aruruhur, hitva sariram amrtasya nabhim Tena gesma sukrtasya lokam, gharmasya vratena tapasa ya sasya vah. Artinya: Dengan pertolongan Hyang Widhi, orang-orang bijaksana sesudah kematian memperoleh keselamatan, yang mencapai pusat nectar (minuman dewa) yakni kebahagiaan sejati. Semoga kami yang berkeinginan kemasyuran juga mencapai kekekalan itu, melalui pelaksanaan pertapaan yang keras dan menjalankan janji (brata).
Atharwa Weda XI.8.2 mengatakan: Tapas caiva-astam karma ca-antar mahati-arna ve. Artinya: Tapa dan keteguhan hati adalah satu-satunya juru selamat di dunia yang mengerikan.
Rg Weda IX.83.1 mengatakan: Atapta-tanur na tad amo asnute.
67
Artinya: Orang tidak bisa menyadari Sang Hyang Widhi Wasa, Yang Maha Agung tanpa melaksanakan tapa.
Intisari tapa adalah pengendalian atau pembatasan atas dua hal yaitu pikiran dan indra-indra. Indra jumlahnya ada lima yang disebut Panca Indra. Indra mempunyai alat indra yang juga berjumlah lima yang disebut Panca Karmendriya, dan mempunyai obyek indra yang disebut Panca Tanmatra. Indra-indra itu antara lain: 1. Indra pendengaran alatnya telinga obyeknya suara. 2. Indra sentuhan alatnya kulit obyeknya angin dan hal-hal yang bila menyentuh terasa menyenangkan. 3. Indra penglihatan alatnya mata obyeknya cahaya atau wujud-wujud. 4. Indra pengecap alatnya lidah obyeknya makanan, minuman. 5. Indra penciuman alatnya hidung obyeknya bau. Pengendalian atas indra-indra itu adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian atas indra pendengaran berarti membatasi telinga untuk mendengarkan hal-hal yang menyenangkan seperti suara musik, suara pujian termasuk suara merdu sang pacar. 2. Pengendalian atas indra sentuhan berarti membatasi kulit untuk merasakan hal-hal yang menyenangkan seperti sentuhan halus kulit kekasih, tempat tidur atau kursi yang empuk, dan lain-lain. 3. Pengendalian atas indra penglihatan berarti membatasi mata untuk melihat hal-hal yang menyenangkan seperti TV, film, VCD porno, wajah cantik atau tampan, dan sebagainya, tapi arahkan penglihatan ke dalam batin, ke wujud Atman terus ke wujud Sivatattwa, karena di sana lebih indah dan lebih menyenangkan. 4. Pengendalian atas indra pengecap berarti puasa tidak makan dan minum serta membatasi lidah untuk berbicara, bicara hanya hal-hal yang perlu dan baik. 5. Pengendalian atas indra penciuman berarti membatasi hidung untuk mencium bau-bau yang menyenangkan seperti bau harum parfum, makanan, termasuk harum pipi kekasihnya. Itulah kelima indra yang harus dikendalikan. Kunci untuk bisa mengendalikan indra adalah pengendalian atas pikiran. Pikiran mempunyai jangkauan yang tak terbatas, kecepatannya melebihi kecepatan cahaya, tajamnya melebihi ketajaman pedang. Kalau bisa mengendalikan pikiran kelima indra juga mudah untuk ditundukkan. Cara mengendalikan pikiran pertama pikiran harus dibersihkan dengan cara membaca atau melantunkan mantramantra atau sloka-sloka Weda, dan meditasi. Ada banyak ragam puasa, namun sayang umat Hindu di Indonesia hanya menjalankan 2 puasa secara massal yaitu puasa Nyepi dan puasa Siwa Ratri. Namun demikian sesungguhnya umat Hindu bisa menjalankan puasa Siwa Ratri setiap bulan, sebab setiap bulan kita bertemu dengan Siwa Ratri yaitu pada purwani tilem. Bhagawan Sri Stya Sai Baba mengatakan: "Beginilah, malam dikuasai oleh bulan. Bulan mempunyai enam belas kala atau bagian-bagian kecil. Setiap hari bila bulan menyusut, berkuranglah satu bagian kecil hingga bulan hilang seluruhnya pada malam bulan yang baru. Setelah itu setiap hari tampak sebagaian, hingga lengkap pada bulan purnama. Bulan adalah dewata yang menguasai manas yaitu pikiran dan perasaan hati. 'Candramaa manaso jaathah'. Dari Manas (pikiran) Purusha (Tuhan) timbullah bulan. Ada daya tarik menarik yang erat antara pikiran dan bulan, keduanya dapat mengalami kemunduran atau kemajuan. Susutnya bulan adalah simbul susutnya pikiran dan perasaan hati, karena pikiran dan perasaan hati dikuasai, dikurangi akhirnya dimusnahkan. Semua sadhana ditujukan pada hal ini. Manohara, pikiran dan perasaan hati harus dibunuh, sehingga maya dapat dihancurkan dan kenyataan terungkapkan. Setiap
68
hari selama dua minggu ketika bulan menggelap, bulan, dan secara simbolis rekan imbangnya di dalam diri manusia yaitu 'manas' menyusut dan lenyap sebagian, kekuatannya berkurang, dan akhirnya pada malam keempat belas, Chaturdasi, sisanya hanya sedikit. Jika pada hari itu seorang sadhaka berusaha lebih giat, maka sisa yang kecil itupun dapat dihapuskan dan tercapailah Manonigraha (penguasaan pikiran dan perasaan hati). Oleh karena itu Chaaturdasi dari bagian yang gelap disebut Siwaratri. Karena malam itu seharusnya digunakan untuk japa dan dhyana kepada Siwa tanpa memikirkan soal yang lain, baik soal makan maupun tidur. Dengan demikian keberhasilan pun terjamin. Dan sekali setahun pada malam Mahasiwaratri, dianjurkan mengadakan kegiatan spiritual yang istimewa agar apa yang Savam (jasat atau simbol orang yang tak memahami kenyataan sejati) menjadi Sivam (terberkati, baik, ilahi) dengan menyingkirkan hal yang tak berharga, yang disebut Manas." Jadi dengan bisa dikuasainya pikiran, indra-indrapun akan lebih mudah ditundukkan dan kebahagiaan yang sejati akan tercapai. Wrhaspati Tattwa mengajarkan ada 3 jalan untuk mencapai moksa, yaitu: 1. Jnanabhyadreka artinya jalan pengetahuan tentang semua tattwa. 2. Indriyayogamaarga artinya jalan pengendalian atas indra dengan melepaskan diri dari segala indra atau tidak menikmati indra. 3. Trsnadosaksaya artinya memusnahkan buah perbuatan baik dan buruk atau kerja tanpa mengikatkan diri pada hasil kerja. Selamat menjalankan puasa Mahasiwaratri dan jangan lupa bulan berikutnya ada Siwararti juga yang harus dimanfaatkan untuk berpuasa agar bisa mencapai kesucian lahir dan batin. Raditya 55
Proses Reinkarnasi Dalam Agama Hindu Dengan umur bumi sudah menjadi tua dan populasi manusia makin lama makin banyak, lahan kehidupan manusia tidak berubah, bagaimana manusia dapat hidup dengan lahan terbatas. Kalau dilihat negara kita adalah negara agraris, untuk menghidupi penduduk Indonesia yang jumlahnya sudah melebihi 200 juta orang maka diperlukan dalam penyusunan GBHN yang akan datang harus berorientasi ke bidang pertanian. Berdasarkan pengalaman2 bangsa kita dalam menanggulangi krisis pangan dewasa ini, dimana bangsa kita sudah termasuk negara miskin karena income percapita Indonesia akibat terjadi Krisis Moneter (Krismon) kurang dari US $ 500, sehingga Indonesia sudah termasuk kelompok negara miskin pada hal sebelum Krismon Income per capita kita sudah melebihi US $1000. Dalam era reformasi ini bangsa Indonesia mengalami beberapa krisis yang paling parah adalah masalah pangan, ada beberapa daerah sudah mengalami kelaparan, harga pangan setiap hari melonjak, pada hal daya beli masyarakat sangat rendah.Pemandangan dijalan jalan ibu kota Jakarta sangat menyedihkan, kalau kita keluar dari rumah menuju kantor seperti kita masuk hutan belantara yang banyak binatang2 buasnya, apabila kita menggunakan kendaraan pribadi harus selalu waspada, mulai dari persimpangan jalan sudah banyak orang berkumpul apakah anak2 yang mengatur lalu lintas yang kita harus siap dengan ratusan rupiah, banyak pengamen, pengemis, penjaja koran penodong sudah membaur menjadi satu sehingga kadang2 kita bingung, keamanan diibu kota sudah sangat kritis Mengendarai kendaraan diibu kota harus hati2 sebab para pengguna jalan kebanyakan tidak disiplin berlalu lintas, tidak mematuhi rambu2 lalu lintas dan macet dimana mana, maka kalau kita tidak waspada sangat berbahaya, maka ada istilah yaitu ibu kota lebih sadis dari pada ibu tiri. Baik buruknya karakteristik suatu masyarakat dalam suatu kota dapat dilihat dan diperhatikan tertibnya berlalu lintas, makin baik dan tertib lalu lintasnya makin baik masyarakat kota tersebut, budaya disiplin masyarakat harus ditumbuh kembangkan mulai dari berlalu lintas sehingga hukum benar2 dapat ditegakkan. Disiplin berlalu lintas saja agak sulit dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang resikonya dan hukumnya jelas,
69
apalagi disiplin mengikuti ajaran agama yang hukumnnya manusia tidak segera rasakan sesuai denga hukum karma. Dari beberapa masalah yang dihadapi umat manusia saat ini, maka makin lama manusia dalam kehidupan ini makin sulit, walaupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) cukup pesat yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, tetapi buktinya manusia saat dalam menghadapi globalisasi saja beberapa negara sudah banyak kesulitan untuk mempertahankan kehidupanya bangsanya ada sebagian negara sudah mengalami kelaparan. Dalam agama Hindu kita mengenal adanya suatu hukum sebab akibat atau kausal yang disebut dengan Karma Pala, yaitu hukum sebab akibat, hukum aksi reaksi, hukum usaha dan hasil yang berlaku untuk seluruh alam semesta. Kalau kita berbicara masalah hukum pasti tidak terlepas dari norma2, kaidah2 yang dipakai untuk mengatur baik hubungan antar manusia dengan yang maha kuasa, hubungan antar manusia, hubungan manusia dengan alam, hubungan antara manusia dengan negara sehingga semua dapat berjalan dengan harmonis. Suatu kejadian adalah akibat dari suatu peristiwa yang saling terkaitan. Setiap ada suatu peristiwa atau kejadian pasti melalui suatu proses, demikian pula kehidupan umat manusia, sebelum manusia lahir pasti ada suatu proses, menurut kepercayaa agama Hindu bahwa kelahiran manusia adalah suatu proses Reinkarnasi atau Punarbawa (Samsara). Reinkarnasi. Reinkarnasi sama artinya dengan Punarbawa atau Samsara. Punarbawa berasal dari bahasa sansekerta dari kata Punar yang artinya kembali dan Bawa yang artinya lahir. Jadi Punarbawa adalah suatu kepercayaan tentang kelahiran yang berulang ulang atau suatu proses kelahiran yang biasa disebut dengan penitisan, reincarnatie atau samsara. Kalau ada kelahiran berulang ulang berarti ada kematian yang berulang ulang atau hidup yang berulang ulang. Memang kedengarannya aneh tetapi nyata, kelahiran dapat terjadi berulang ulang beberapa kali tanpa batas. Didalam Bhagawad Gita Krisna mengatakan : Wahai Arjuna, Kamu dan Aku telah lahir berulang ulang sebelum ini, hanya aku yang tahu sedangkan kamu tidak, kelahiran sudah tentu akan diikuti oleh kematian dan kematian akan diikuti oleh kelahiran. Melalui Atman sebagai percikan Brahman, makluk dapat menikmati kehidupan.Akibat Atman maka ada kehidupan didunia ini dan Atman dalam proses menghidupkan akan ber pindah pindah dan berulang ulang dengan menggunakan badan yang berbeda beda melalui Reinkarnasi (punarbawa/samsara) yaitu penjelmaan kembali sebagai makluk. Pada saat janin berumur 4 bulan, atman sudah ada dengan dibungkus dengan Triguna yaitu Satwa, Rajas dan Tamas. Bagaimana proses Atma dapat menghidupkan semua makluk seperti manusia, binatang dan tumbuh2an. Pembentukan manusia yang terdiri dari lima unsur yang disebut Panca Maha Buta yaitu tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), angin (bayu) dan ether (akasa) setelah mendapat sinarnya Brahman pada saat dalam kandungan dapat hidup dan menjadi manusia disebut Jiwatman. Maka manusia tanpa Atman tidak mungkin hidup dan menjadi makluk seperti manusia seperti sekarang ini.Hubungan antara Atma dengan badan adalah seperti kita memakai baju, kita adalah atma dan baju adalah badan kita. Apabila baju telah usang maka baju tersebut akan dicampakan tidak dipakai lagi, dan kita (Atma) akan mencari pengganti baju baru ini ini yang disebut dengan proses reinkarnasi. Seperti Kresna berkata kepada Arjuna, bahwa engkau adalah pemakai baju tetapi engkau bukan baju, engkau penghuni rumah tetapi engkau bukan rumah. Engkau yang mengetahui lapangan, kshetrajna, tetapi engkau menganggap dirimu medan itu kshetra. Maka engkau harus menyamakan dirimu dengan atma dengan selalu mengingat atma, atma adalah brahman dan brahman adalah atma. Semasih Atma dibungkus dengan Triguna maka Atma belum dapat bersatu dengan Brahman dan selalu melalui proses Reinkarnasi Di daerah Bali kalau ada anak yang baru lahir, para orang tua atau keluarga akan datang ke Pendeta untuk menanyakan siapa yang numitis (Reinkarnasi) ke dunia ini.Pendeta dengan suatu upacara akan memberikan jawaban bahwa yang numadi (Reinkarnasi) ke dunia adalah ratu pekak (kakek) yang sudah meninggal. Memang kalau diperhatikan tanda2 pisik bayi agak mirip kakeknya seperti matanya, alis, hidungnya dan sebagainya, sehubungan masih bayi belum dapat diduga sifat2 yang dibawa apakah sama dengan kakeknya
70
mungkin setelah besar baru kelihatan karakteristik yang dibawa dari kakeknya. Sebagai ilustrasi dapat diceritrakan sebagai berikut. Dalam sebuah desa ada seorang anak yang sangat nakal, dia selalu mencuri sehingga beberapa kali masuk kantor polisi. Orang tuanya sangat binggung selalu berurusan dengan Polisi apalagi biaya untuk menebusnya tidak sedikit. Ada yang menyarankan diwacakin (dibuat upacara ) agar nakalnya hilang atau diganti namanya sebab kalau anak sering sakit2an kalau diganti namanya akan bisa sehat ini kepercayaan, atau dipindahkan kelain tempat dititipkan kepanti asuhan atau keluarga lain. Maka diambil keputusan dipindahkan dikota lain dititipkan sama famili dekat agar berubah sikapnya. Setelah beberapa bulan terjadi lagi dengan kasus yang sama. Ada yang menyatakan, memang pembawaan yang nubadi (reinkarnasi) atau yang agak ektrim katanya kalau anak ikan lele ya ikan lele juga jadinya.Kalau kita amati para ilmuan seperti Albert Einstein, bakat yang dibawa lahir adalah bakat pada saat kehidupan terdahulu, dari kecil sudah tampak bakatnya sebagai ilmuan besar, sebab pada saat kehidupan terdahulu dia sudah menggeluti masalah keilmuan dia tidak langsung bisa dalam kehidupan sekarang pasti ada pembawaan dari lahir. Demikian pula para seniman2 besar, sebelum lahir dalam kehidupan terdahulu sudah aktif berseni seperti melukis, menari, sehingga dalam reinkarnasi kehidupan saat ini bakat ini masih dibawa, sehingga kadang2 orang terkenal seperti kelihatan autodidak tanpa belajar mereka bisa melakukan dan sukses.Demikian sebaliknya, orang yang terus belajar dengan tekun dalam bidang ilmu pengetahuan tetapi tidak muncul2 kepermukaan atau terkenal saat sekarang dalam kehidupannnya, mungkin nanti setelah reinkarnasi baru kelihatan hasilnya. Sebab karma yang dilakukan sekarang belum tentu dapat dinikmati sekarang juga ,mungkin dapat dinikmati pada kehidupan yang akan datang atau beberapa kali reinkarnasi sulit ditentukan batas waktunya. Dalam hukum karma ada tiga jenis karma yang didasarkan atas waktu dari karma pala itu diterima yaitu 1. Prarabda Karma yaitu suatu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam kehidupan sekarang juga. Manusia pada umumnya selalu ingin apa yang dikerjakan saat ini dapat dinikmati hasilnya saat ini juga karena manusia kadang2 tidak sabar untuk menikmati hasilnya. Dalam percakapan Krisna dengan Arjuna dalam Intisari Bhagawad Gita, Krisna mengajarkan lakukan tugasmu selalu dan sucikan segala perbuatanmu, Arjuna engkau mempunyai tugas, kerjakanlah! Tetapi jangan menikmati hasil dari pekerjaan itu. Krisna disini tidak mengatakan bahwa tidak akan ada hasilnya. Pasti buahnya ada, tetapi buah itu bukan urusanmu, engkau tidak boleh menginginkannya. Karena itu inti ajaran Krisna adalah engkau harus mengerjakan tugasmu, namun engkau harus melakukannya tanpa membayangkan hasilnya. 2. Kriyamana Karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati dialam baka. Manusia selalu membayangkan bahwa apa yang diperbuatnya saat ini harus hasilnya saat ini juga karena manusia selalu mengharapkan hasil dari perbuatannya. Sebagai ilustrasi dapat dijelaskan sebagai berikut. Kita berkeinginan agar dalam kehidupan setelah mati dialam baka, agar mendapat tempat (rumah) yang baik, maka dalam kehidupan ini kita mulai mengumpulkan sedikit2 bahan2 bangunan seperti bata, kayu, atap dan sebagainya dengan selalu berbuat baik dan berkarya selama dalam kehidupan ini sehingga pada saat hidup di alam baka rumah tersebut telah selesai. Maka hasil jerih payah kita selama hidup didunia ini akan kita dapat nikmati nanti dialam baka.
3. Sancita Karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini yang hasilnya akan diterima pada kelahiran (reinkarnasi) yang akan datang didunia ini.Karma pala tidak dapat ditentukan kapan dapat dinikmati atau hukuman yang harus dilaksanakan. apakah pada saat reinkarnasi pertama, kedua, ketiga dan seterusnya karena reinkarnasi tidak mempunyai batas waktu. Raja Destara saja mendapat hukuman buta matanya setelah reinkarnasi puluhan kali akibat dalam kehidupannya dahulu pernah membakar100 burung dengan panahnya tinggal induknya sendiri yang hidup menjadi buta akibat asap mengenai matanya dan karma pala (hukuman) ini dijalankan raja Destarata setelah ratusan tahun lamanya. Pada saat Reinkarnasi manusia akan membawa karma2nya terdahulu, apakah karmanya baik atau buruk sebab Atma yang ada dalam kandungan dibungkus dengan karma2 terdahulu masih melekat dan dibawa sampai lahir dan selama hidup didunia.Reinkarnasi dan hukum karma adalah saling keterkaitan dan saling berhubungan satu sama lainnya.Reinkarnasi pasti akan membawa hukum karma , dan selama hukum karma masih melekat pada
71
Atma pasti akan melakukan proses reinkarnasi. Kecuali hukum karmanya sudah habis maka Atman akan menyatu dengan Brahman ini yang disebut dengan Moksa. Adapun sifat2 hukum karma adalah sebagai berikut: 1. Hukum Karma bersifat abadi sudah ada sejak mulai alam semesta diciptakan dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat). 2. Hukum Karma bersifat Universal, berlaku bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk makluk2 serta seluruh isi alam semesta. 3. Hukum Karma tetap sejak jaman pertama penciptaannya, zaman sekarang dan juga untuk jaman yang akan datang. 4. Hukum Karma sangat sempurna, adil dan tidak ada yang menghindarinya. 5. Hukum Karma berlaku untuk semua makluk tidak ada pengecualian terhadap siapapun. Proses Reinkarnasi. Proses Reinkarnasi digambarkan sebagai putaran roda yang berputar dari atas kebawah, kemudian naik keatas dengan tidak pernah berhenti. Perputaran roda reinkarnasi ini dipengaruhi oleh hukum karma yang dibawa oleh Atman yang disinari dengan Brahman melalui Triloka (tiga tempat) Yaitu Bhur, Buvah dan Svah. Maka dalam Gayatri Mantran, Tri loka sangat penting diketahui sebagai tempat terjadinya proses reinkarnasi. Om Bhur Bvah Svah Tat sawitur varenyam Bhargo dewasya dhimahi Dhiyo yo nah praco dayat Bagian bait pertama dari Gayatri Mantran mempunyai kesaktian yang luar biasa bagi yang mengucapkan sebagi wujud kebesaran Brahman yang selalu kita puja sehingga kita dapat sinarnya dengan melalui meditasi. Bhur artinya Bhur loka alam fisik, bahwa tubuh kita terbuat dari lima unsur yang disebut Panca Maha Buta yaitu tanah (pertiwi), air (apah), api (teja), angin (bayu) dan ether (akasa) dan kelima unsur ini membentuk Prakriti (alam).Bhuvah artinya bhuvah loka alam pertengahan, bhuvah juga merupakan Prama Sakti. Meskipun demikian Prama Sakti hanya dapat menghidupkan tubuh karena adanya Prajnanam. Kitab suci Weda mengatakan Prajnanam Brahman artinya Tuhan adalah kesadaran yang selalu utuh dan menyeluruh selamanya. Svah artinya swarga loka surga tempat para dewa. Proses reinkarnasi adalah mulai dari Svah loka, dimana Atman mendapt sinar dari Brahman dan Atman yang dibungkus dengan Triguna maka lahir dan menjelma di Bhuvah loka yaitu sebagai manusia dimana pembentukannya terdiri dari 5 unsur yaitu Panca Maha Buta, setelah manusia meninggal maka atman lahir di Bhuvah loka. Demikian reinkarnasi tidak pernah berhenti lahir terus menerus mengikuti suatu garis yang melintang dalam Tri Bhuwana. Dalam proses reinkarnasi Atman terus berputar, diatara Tri Bhuana, lamanya setiap loka tidak pasti sesuai dengan karmanya dan ini ditentukan oleh Brahman. Adanya perbedaan satu loka (dunia) yang satu dengan lainnya ditentukan oleh prosentase dari unsur Panca Maha Butha dari loka itu sendiri. Bumi kita termasuh Bhur Loka yang terdiri dari Panca Maha Buta tetapi yang terbanyak adalah unsur Prthiwi (zat padat) dan unsur apah (zat cair), adapun Buah Loka (Pitra Loka) atau dunia roch banyak dikuasai oleh unsur apah (zat cair) dan teja (sinar), sedangkan Swah Loka (Swarga atau Dewa loka) banyak dikuasai oleh unsur teja (sinar) dan bayu (hawa). Karma pala selalu akan mengikuti atman mengarungi Tri Loka, apabila karmanya baik pada saat hidup sebagai manusia, maka karmanya akan dibawa saat reinkarnasi menjadi manusia kembali demikian pula sebaliknya. Baik
72
buruk kehidupan dan lamanya kehidupan pada suatu loka dapat pula menentukan jenis penjelmaannnya apakah jadi manusia atau binatang pada kelahiran mendatang. Segala perbuatan ini menyebabkan adanya bekas (wasana) dalam jiwatman dan bekas2 perbuatan (karma wasana) itu ada ber macam2. Jika bekas2 itu hanya bekas2 keduniawian, maka jiwatman akan lebih cendrung dan gampang ditarik oleh hal2 keduniawiaan sehingga jiwatman itu lahir kembali.Misalnya jiwa pada waktu mati ada bekas2 hidup mewah pada jiwatman di akhirat jiwatman itu masih ada hubungannnya dengan kemewahan hidup, sehingga gampang jiwatman itu ditarik kembali kedunia. Apabila seseorang telah benar2 sempurna perbuatannya didunia ini maka Atman akan keluar dari perputaran Tri Bhuana dan menyatu dengan Brahman yang disebut dengan Moksa. Jangankan manusia dewapun kalau salah akan reinkarnasi kembali menjadi manusia seperti dalam suatu ceritra dimana ada seorang raja namanya Mahabhima raja keturunan Surya, ia reinkarnasi menjadi dewa akibat ia melakukan korban kuda seribu dan korban penobatan seratus. Setelah beberapa lama ada disurga menghadaplah ia kepada Bhatara Brahma beserta para dewa lainnya diantaranya adalah Dewi Gangga. Pada saat Dewi Gangga menghadap kepada Bhatara Brahma dengan tidak disengaja kainnya tersingkap oleh angin, dan semua dewa yang hadir menunduk tidak berani memandang, Dewi Gangga menunduk yang tersipu sipu karena malunya.Tetapi Mahabhima memandang Dewi Gangga denga penuh terpersona, dan Bhatara Brahman melihat nya dengan marah lalu dikutuknya Mahabhima supaya menjadi manusia dan memperistrikan Dewi Gangga, karena perbuatannya tidak pantas berada di Sorga, dan Dewi Gangga dengan perasaan sedih meninggalkan surga dan hidup sebagai manusia bersama Mahabhima. Kebenaran Reinkarnasi. Kalau kita tidak mendalami konsep atman dan hukum karma (karma pala), maka reinkarnasi sebagai suatu kepercayaan adanya kelahiran yang ber ulang ulang dalam agama Hindu agak meragukan , sebab kenyataan yang kita lihat adalah manusia lahir hanya sekali dalam hidupnya. Setelah kita mendalami konsep Atma dan hukum karma (karma pala) baru kita jelas bahwa reinkarnasi merupakan kelahiran yang ber ulang ulang dengan melalui Triloka yaitu Bhur, Bvah, Svah. Reinkarnasi dapat dibuktikan adalah dalam kehidupan umat Hindu dalam melakukan upacara maupun kehidupan sebagai berikut. 1. Umat Hindu disamping percaya adanya Panca Srada sebagai Tatwa atau filsafat agama Hindu juga melakukan ritual yaitu upacara keagamaan. Dalam upacara pemujaan umat Hindu percaya adanya Panca Yadnya yang terdiri dari Dewa Yadnya yaitu pemujaan kepada Hyang Whidi Wasa, Pitra Yadnya pemujaan kepada leluhur, Resi Yadnya pemujaan kepada para resi atau pandita, Buta Yadnya pemujaan kepada sekalian makluk hidup dan terakhir Manusa Yadnya pemujaan terhadap keselamatan umat manusia. Dengan kita percaya adanya Pitra Yadnya yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, karena kita percaya leluhur kita itu masih hidup didunia yang halus (lain loka) dan nanti akan lahir kembali dengan badan lain. 2. Umat Hindu dalam melaksanakan ajaran2 nya juga melakukan dana punia seperti orang menabung, karena kita percaya bahwa perbuatan ini akan membawa kebahagiaan setelah meninggal, kalau manusia sudah meninggal bukan berarti atman sudah tiada ini berarti ada kehidupan lain setelah meninggal yaitu kehidupan dilain loka.maka setelah hidup dilain loka tabungan tadi yang disimpan selama hidup didunia dapat dinikmati yaitu karma2 yang baik. 3. Dalam mengarungi kehidupan ini umat hindu berusaha menjalankan kehidupan dengan menegakkan Dharma, sebab dengan hidup selalu berlandaskan dharma akan mengurangi dosa2 yang pernah dibuat sebelum kehidupan saat ini. Dengan selalu berbuat baik kepada sesamanya, dengan harapan dalam kehidupan di loka yang lain akan lebih baik. 4. Manusia pada umumnya selalu takut datangnya kematian, manusia dengan segala cara selalu menjaga kesehatannya dengan harapan proses kematian jangan terlalu cepat sehingga dapat lama menikmati kehidupan ini. Rasa takut manusia menghadapi kematian adalah suatu pertanda bahwa sudah banyak penderitaan yang lain pada saat matinya dalam kehidupan yang sudah sudah. 5. Bayi yang baru lahir biasanya setelah beberapa hari tanpa diajari sudah dapat menetek susu ibunya, kesediaan
73
si bayi yang sejak baru lahir untuk menetek susu ibunya menandakan suatu pengalaman yang pernah dialami pada kehidupannya yang sudah sudah. 6. Kenyataannya bahwa lahir sebagai manusia ber bagai2 kegemaran yang disebut hobi dan sampai saat ini tidak dapat diteliti sebab2 dari kegemaran tersebut dalam kelahiran sekarang ini, maka ini menunjukkan adanya pengalaman2 didalam kehidupannya yang sudah2 yang tidak dapat diingatkan lagi sebagi sumbernya. 7. Bayi yang baru lahir menangis, ini menandakan bahwa bayi tersebut sudah tahu bahwa hidup sebagai manusia banyak penderitaan2 akibat dari dosa2nya, maka ini menunjukan adanya pengalaman2 didalam kehidupannya terdahulu sebelum lahir sebagai manusia. Penutup. Pada kali yuga ini orang berlomba lomba untuk mengumpulkan harta dengan menggunakan segala cara, yang kadang2 tidak disadari oleh mereka bahwa sudah jauh menyimpang dari rel etika kehidupan ini. Norma2, kaidah2 agama terlupakan mereka sudah larut dengan kenikmatan yang sifatnya sementara tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkan pada kehidupan berikutnya Kalau kita amati perkembangan reformasi akhir2 ini kelihatan masih jalan ditempat, semua program2 reformasi macet total. Untuk mengungkap kasus2 KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) saja sampai saat ini belum kelihatan hasilnya, gebrakan pemerintah Habibie sih ada tetapi hasilnya belum muncul kepermukaan. Pengaruh kali yuga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun bermasyarakat sangat besar sekali, masalah SARA sudah muncul kepermukaan. Pulau Bali yang terkenal dengan kehidupan yang penuh dengan kerukunan dan kedamaian sudah mulai nampak goncang akibat terjadi pelecehan agama Hindu oleh A.M. Saifuddin (Men Pangan dan Hatikultura), dan untuk masa yang akan datang mungkin bangsa kita akan mengalami beberapa guncangan lagi, apabila pemerintah tidak dapat mengatasi kesulitan2 baik masalah politik, ekonomi hankam, hukum dan agama secara tuntas, apalagi kita akan menghadapi Pemilu tahun depan. Bagaimana mengantisipasi situasi yang tidak menentu akhir2 ini, dimana umat Hindu dihadapi dengan beberapa masalah yang cukup rumit dengan adanya pelecehan agama Hindu yang menyebabkan umat Hindu mengalami guncangan2 yang cukup berat terutama didaerah Bali yang terjadi banyak demontrasi. Mungkin yang terbaik dilakukan oleh umat Hindu sesuai dengan ajaran2 Weda adalah dengan melakukan Mona Brata yaitu salah satu Brata yang terdapat dalam Dasa Niyama Brata. Mona yaitu suatu sifat pengendalian kata2, dan tidak berkata kata pada waktu tertentu, perkataan harus dikendalikan sebab perkataan sangat besar artinya dalam kehidupan, bahagia (suka) atau sengsara (duka) kehidupan tergantung oleh perkataan seperti yang dinyatakan dalam Nitisastra sebagai berikut: Wasita nimittanta manemu laksmi, Wasita nimittanta pati kapangguh, Wasita nimittanta manemu dukha, Wasita nimittanta manemu mitra yang artinya, oleh perkataan engkau akan mendapat Bahagia, Oleh perkataan engkau akan menemui Ajal, Oleh perkataan engkau akan mendapatkan Susah, Oleh perkataan engkau akan mendapat Sahabat. Mona Brata adalah penentuan sikap tidak berbicara beberapa waktu. Tefekur tanpa berbicara, Bayu, Sabda dan Idep dihubungkan kehadapan Yang Widhi Wasa , kita dengan tekun dan konsentrasi melakukan pendekatan kehadapan Yang Maha Kuasa agar selalu diberikan perlindungan dan keselamatan. Semua kejadian2 yang kita alami saat ini adalah akibat suatu proses yang akumulatif. Suatu peristiwa tidak akan terjadi apabila tidak ada yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut. Kesulitan yang kita hadapi saat ini adalah hasil dari karma kita dimasa yang lalu atau karma kita sekarang yang kita petik saat ini juga. Umat Hindu percaya adanya Triloka yaitu tiga tempat yang terdiri dari Bhur loka, Bvah loka dan Svah loka, saat ini kita berada pada Bvah loka. Agar kehidupan kita nanti lebih baik dari pada saat sekarang (Bvah loka), waktu terbaik buat kita untuk mengurangi dosa2 kita saat pada kehidupan terdahulu, maka kita selalu menegakkan kebenaran yaitu Dharma. Walaupun bangsa kita dilanda beberapa krisis, tetapi kita sebagai umat Hindu tetap membuat karma yang baik dan turut berpartisipasi dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi bangsa Indonesia.
74
Dharma negara kita terus tegakkan dengan harapan agar reinkarnasi pada loka berikutnya harus lebih baik dari pada loka yang kita tempati saat ini. T.G. Putra
Reinkarnasi : Evolusi Spiritual Setiap orang dalam hidup pasti pernah mengikuti upacara penguburan (paling tidak upacara penguburan dirinya sendiri bila sudah mati). Upacara penguburan berbeda-beda menurut masing-masing agama. Tapi intinya sama saja. Mula-mula mayat dimandikan. Dibungkus dengan pakaian baru. Dimasukan peti. Dibawa kekubur. Disana mayat dimasukkan dalam lubang 1x2 meter lalu diuruk dengan tanah. Apa yang terjadi dengan mayat setelah penguburan selesai? Sesuai dengan hukum alam, setelah beberapa waktu mayat itu akan hancur, lenyap bersatu dengan tanah! Dalam diskusi agama jawabannya tentu tidak bisa berhenti sampai disitu. Lalu apa yang terjadi terhadap si mati? Agama-agama rumpun Yahudi mengatakan mayat itu beristirahat di alam kubur menunggu datangnya hari kiamat, pada waktu itu tubuh itu dibangkitkan untuk diadili oleh Tuhan. Agama Hindu mengatakan setelah mati tubuh hancur, kembali menjadi panca maha buta. Sedangkan jiwa mungkin mencapai moksha atau lahir kembali ke dunia ini. Apakah Hari Kiamat? Pada tahun 1992 seorang pendeta Kristen di Seoul, Korea Selatan mengatakan bahwa kiamat akan tiba pada bulan Oktober 1992. Pendeta itu menyarankan kepada jemaatnya untuk menjual semua harta benda mereka termasuk rumahnya. Dan hasil penjualan itu dititipkan di gereja sang pendeta. *) Pada Juli 1992, Di Selangor, Malaysia diberitakan 200 murid dan guru sekolah agama Islam telah melihat tandatandanya kiamat, Pada suatu malam ia melihat kalimat sahadat (pengakuan keyakinan Islam) tertulis di langit. Selain tulisan itu mereka juga melihat gambar berbentuk janin, mayat dikafan, lidah terpotong-potong, api membakar rambut wanita, kalajengking, ular, manusia berkepala anjing dan sejumlah gambar seram lainnya. Sebuah panitia telah dibentuk, dan dana dikumpulkan, untuk membuat perahu besar yang nanti akan dipakai untuk menyelamatkan diri bila kiamat (banjir besar) tiba. Seperti Noah seorang rasul Yahudi dahulu yang konon menyelamatkan dirinya dari kiamat dengan naik perahu. **) Ramalan-ramalan ini mendapat publikasi luas di tanah air kita. banyak juga ulasan dan komentar dari para ahli agama. Tapi syukurlah kedua ramalan ini meleset. Konon pendeta Korea yang meramalkan datangnya kiamat ditangkap polisi karena tuduhan penipuan dan penggelapan uang para jemaatnya. Dan panitia kiamat yang dibentuk di Malaysia raib tak tentu rimbanya. Dan banyak orang merasa malu karena ramalan ini. Asal-Usul Hari Kiamat. Kepercayaan tentang Hari Kiamat berasal dari agama Oroaster, agama bangsa Persia Kuno (sekarang Iran). Kepercayaan ini kemudian diadopsi oleh agama- agama rumpun Yahudi (agama Yahudi, Kristen dan Islam). Hari Kiamat adalah suatu hari dimana dunia beserta isinya dihancurkan oleh Tuhan. Pada waktu itu semua mahluk hidup termasuk manusia akan dimatikan. Dan setelah itu mereka akan dihidupkan kembali bersama dengan orang yang sudah mati sebelumnya (berabad-abad sebelumnya). Itulah sebabnya hari itu juga disebut Hari Kebangkitan Tubuh. Setelah tubuh-tubuh itu bangkit, Tuhan lalu mengadili mereka. Karena itu hari itu juga disebut hari Pengadilan Terakhir. Berdasarkan perbuatannya selama hidupnya yang singkat didunia ini, Tuhan menentukan siapa yang langsung masuk surga, siapa yang masuk neraka dulu, lalu setelah melewati api penyucian akhirnya masuk surga, dan siapa yang ditetapkan masuk neraka untuk selamanya. Kapan hari Kiamat akan Datang?
75
Waktu hari kiamat konon sudah ditetapkan oleh Tuhan tapi tidak diumumkan-Nya. Manusia hanya dapat mengetahui kedatangan Kiamat dari tanda-tandanya, yaitu manusia sudah berpaling dari agama, banyak peperangan terjadi. bahkan ada satu aliran yang berpendapat hari Kiamat akan datang bila banyak wanita menjadi pemimpin. Sejak tahun 500 M sudah ada orang yang meramalkan bahwa hari kiamat segera datang. Sampai saat ini sudah puluhan kali (yang tercatat sekitar 14 kali) hari Kiamat diramalkan "akan segera tiba" Tapi seperti kita tahu, sampai sekarang bumi yang kita huni ini masih tetap seperti sediakala. DR Th. Sumartana, teolog dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga menganjurkan agar hari Kiamat itu tidak usah diharapharapkan. Hari Kiamat tampaknya menempati posisi unik diantara orang-orang yang percaya tentangnya. Mereka yang masih hidup, mengharapkan agar kiamat tidak cepat-cepat tiba. Tapi dengan demikian mereka membiarkan saudara-saudaranya, nenek-moyangnya yang sudah mati terlebih dahulu menunggu berkepanjangan tanpa kepastian di alam kubur. Apakah Reinkarnasi. Ketika kedatangan kiamat, yang dihembuskan dari Korea dan Malaysia sedang ramai menjadi berita, saya ditanya oleh seorang teman : "Menurut agama Hindu kapan hari kiamat akan tiba?" "Kepercayaan tentang hari kiamat tidak ada dalam agama Hindu", jawab saya. Dan saya tambahkan : "Agama Hindu Percaya dengan Reinkarnasi. Kelahiran kembali". Jadi menurut agama Hindu, setelah mati jiwa kita : (1) mencapai Moksha, yaitu bersatunya Atman dengan Brahman, manunggaling kawula lan gusti; atau (2) lahir kembali ke dunia ini untuk menyempurnakan karma- karma dari kehidupan sebelumnya atau memperbaiki hidup kita sekarang dan menabung untuk kehidupan kita yang akan datang. Bagavad Gita mengatakan: "Setelah memakai badan ini dari masa kanak-kanak hingga dewasa dan tua, jiwa pergi ke badan lain". "Bagi yang hidup kematian adalah pasti, dan bagi yang mati lahir kembali adalah pasti". Katha Upanishad mengatakan: "Sekarang aku akan bicara padamu tentang rahasia Tuhan yang abadi, dan apa yang terjadi atas jiwa setelah kematian. Jiwa mungkin pergi ke dalam kandungan seorang ibu dan dengan demikian memperoleh tubuh baru. Atau pergi ke tempat lain sesuai dengan karmanya dalam hidupnya sebelumnya". Siapa yang Percaya pada Reinkarnasi? Agama yang memiliki keyakinan tentang reinkarnasi adalah Hindu, Buddha, Druze (di Libanon), sekte Si'ah Alawite (di Irak, Siria dan Turki) Penelitian yang dilakukan pada tahun 1982 oleh George Gallup mengungkapkan 67% dari orang Amerika percaya akan kehidupan sesudah mati dan 23% percaya pada reinkarnasi. Dan poll yang dilakukan oleh Subday Telegraph di London pada tahun 1985 mengungkapkan 28% dari orang Inggris percaya akan reinkarnasi. ***) Reinkarnasi Lebih Rasional. Kita bayangkan, pada hari Kebangkitan itu, dari mana-mana tiba-tiba bermunculan manusia besar dan kecil, tua dan muda. Dari kuburan, dari reruntuhan bangunan gedung perkantoran, perumahan, super market yang dulunya bekas kuburan atau bahan-bahan bangunannya mengandung bekas tubuh manusia. Dari laut, danau dan sungai, tempat orang mati tenggelam. Hal ini mungkin terjadi dengan mengandalkan adanya campur tangan Tuhan secara langsung dan telanjang. Melalui kesadarannya Tuhan menjungkir balikan hukum alam yang diciptakan-Nya. Suatu pameran penggunaan kekuasaan yang kasar. Kebangkitan tubuh diandaikan seperti sebatang pohon kelapa yang sudah mati dan hancur bertahun-tahun, tiba-
76
tiba berdiri tegak kembali lengkap dengan buah-buahnya.Sedangkan reinkarnasi adalah seperti sepucuk tunas yang tumbuh dari sebutir kelapa tua. Tunas ini perlahan-lahan bertambah besar. Sejalan dengan itu, sabut, tempurung serta daging kelapa itu lenyap menjadi tanah, memberi sari makanan bagi tubuh yang mulai tumbuh berkembang menjadi pohon kelapa yang menhasilkan buah-buah baru. Seorang sejarahwan Inggris yang terkenal, DR. Arnold J. Toynbee mengatakan keyakinan tentang reinkarnasi dari agama Hindu dan Buddha jauh lebih rasional dibandingkan dngan dogma kebangkitan tubuh dari agama rumpun Yahudi. Diselidiki Secara Ilmiah. Keyakinan reinkarnasi juga telah diselidiki secara ilmiah. Yang berjasa dalam penelitian ini adalah DR. Ian Stevenson, seorang psikiater dan guru besar di Universitas Virginia Amerika Serikat. Dan Hemendra Banerjee pendiri Lembaga Parapsikologi India yang tinggal di Amerika Serikat sejak tahun 1970. Mereka menyelidiki kasus-kasus reinkarnasi dari seluruh dunia. Respondennya adalah orang-orang yang memberi pernyataan tentang hidupnya di masa lalu, umumnya di kota lain yang belum pernah dikunjunginya dalam hidupnya sekarang. Dr. Ian Stevenson kemudian menerbitkan bukunya yang terkenal "Twenty Cases Suggestive of Reincarnation" (Dua puluh Kasus tentang Reinkarnasi). Metoda penelitian reinkarnasi yang juga populer dewasa ini disebut "far age regression" (regresi ke abad yang jauh). Dalam teknik ini seseorang dihipnotis, dan dalam keadaan ini dia diminta untuk melihat kehidupannya sebelumnya paling dekat dengan kehidupannya sekarang. Ia diminta untuk mengisahkan apa yang dilihatnya terutama peristiwa- peristiwa yang terkait dengan dirinya ketika itu. Kemudian ia diminta lagi untuk melihat kehidupannya sebelum itu. Demikian seterusnya samapi ia melihat beberapa kehidupannya yang lalu. Apa yang diceriterakannya kemudian dicek dengan peristiwa- peristiwa sejarah yang terjadi pada masa kehidupannya yang lalu. Dalam banyak kasus apa yang mereka ceritakan itu menunjukkan ketetpatan yang mengagumkan, bahkan sekalipun yang bersangkutan, dalam keadaan normal tidak mengetahui peristiwa, tempat atau nama-nama orang yang dikisahkan dalam terhipnotis itu. Salah seorang yang mempraktekkan tehnik ini adalah Dr. Joel L. Whitton, PhD, seorang psikiater yang tinggal di Toronto, Kanada. Hasil penelitiannya ditulis bersama Joe Fisher, seorang wartawan, menjadi buku "Life Between Life", (Kehidupan diantara Kehidupan). Kalau Reinkarnasi Ada, Mengapa Kita Tidak Ingat seluruh Hidup Kita yang Lalu? Inilah pertanyaan yang sering diajukan. Mahatma Gandhi menjawab : "Adalah kebaikan alam dan karunia Tuhan kita tidak mengingat kehidupan kita pada seluruh kelahiran terdahulu. Hidup kita akan menjadi tak tertanggungkan kalau kita membawa beban kenang-kenangan atau ingatan yang demikian banyak dari kehidupan tersahulu". Reinkarnasi adalah Harapan dan Kesempatan. Pada bulan April 1995 seorang hukuman telah menjalani eksekusi di depan regu tembak. Tempat pelaksanaan hukuman mati itu tidak disebutkan. Terpidana tersebut berusia sekitar 30 tahun. Kejahatan yang dilakukannya, yang menyebabkan ia dihukum mati adalah pembunuhan rangkap tiga (tripel murder). Tiga tahun sebelumnya ia telah membunuh seorang laki-laki dewasa yang matanya buta dengan menjerat lehernya, seorang anak berusia delapan tahun, yang dicekik lehernya dan seorang pembantu rumah tangga yang dibunuhnya dengan gunting rumput. Tujuannya membunuh adalah untuk merampok barang-barang yang ada dirumah itu. Pemilik rumah, ayah dari anak kecil dan saudara dari lelaki buta itu, sebelumnya sering menolong si pembunuhnya. Karena kejahatan yang dilakukannya dinilai demikian kejam ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan. Dan seperti telah disebutkan di atas ia telah menjalani hukumannya di depan regu tembak. Ibu dari anak perempuan yang jadi korban pembunuhan, ketika mengetahui pembunuh keluarganya sudah menjalani hukuman mati mengatakan dia merasa puas tapi tetap tidak bisa memaafkan orang yang telah membunuh putri kesayangannya. Hendak ditanyakan disini adalah apakah yang terjadi dengan jiwa terpidana ini setelah peluru pelaksana eksekusi merengut nyawanya? Menurut agama rumpun Yahudi, ada tiga kemungkinan yang terjadi : Pada waktu hari pengadilan terakhir setelah
77
kiamat, kemungkinan pertama, Tuhan akan memutuskan orang ini menjadi penghuni neraka untuk selamanya. Keungkinan kedua ia diputuskan masuk neraka kemudian setelah melewati api penyucian akhirnya ia masuk surga. Kemungkinan ketiga Tuhan meengampuni kesalahannya dan karena itu langsung masuk surga. Bila Tuhan mengambil keputusan yang pertama, maka Tuhan telah menjadi penyiksa yang amat kejam. Bila Tuhan mengambil keputusan yang kedua maka Tuhan Tetap menjadi penyiksa yang kejam dan penegak keadilan yang buruk. Bila Tuhan mengambil keputusan yang ketiga maka Dia talah mengabaikan seluruh ajaran-Nya tentang kebaikan dan kebenaran. Kalau seorang penjahat yang membunuh tiga orang tak berdosa diampuni dan diberikan surga, lalu apa yang diberikan kepada tiga orang tak berdosa yang telah dibunuh dengan kejam oleh terpidana itu?. Bagaimana menurut Agama Hindu. Kebaikan berbuah kebahagiaan. Kejahatan berbuah penderitaan. Disini masih tetap ada pengharapan. Jiwa terpidana tadi akan lahir kembali kedunia ini. Sekalipun kelahirannya kembali ia akan menghadapi kesulitankesulitan atau penderitaan tapi ia diberikan kesempatan untuk memperbaiki dirinya, menebus dosa-dosanya. Dalam uraian yang lain dikatakan se ekor cacing, melalui usahanya dalam beberapa kelahirannya pada akhirnya bisa menjadi manusia utama. Ini mengandung arti simbolis bahwa dalam situasi yang paling burukpun manusia masih memiliki harapan dan kesempatan melalui Reikarnasi. Mahapralaya. Sebagai ciptaan, alam semesta juga tunduk pada hukum hidup: utpeti, Stiti dan prelina. Prelinanya alam semesta dalam agama Hindu disebut sebagai Mahapralaya. Tapi gambaran dan keadaan mahapralaya sangat berbeda dengan gambaran dan keadaan hari Kiamat. Hari Kiamat digambarkan sebagai kehancuran dasyat yang membawa siksa dan penderitaan tiada taranya bagi manusia. Mehapralaya digambar dengan sangat berbeda: Brahman adalah kebahagian; sebab dari kebahagiaan semua mahluk hidup datang, dalam kebahagiaan mereka semua hidup, dan ke dalam kebahagiaan mereka semua kembali"!. (Tattiriya Upanishad). Seperti seorang meninggal dengan tenang pada usia tua. Tapi mungkin juga dunia kiamat karena ulah manusia. Karena lingkungan yang dirusak secara semena-mena. Karena pengembangan dan penggunaan senjata pemusnah seperti bom atom, nuklir semacamnya. Dalam hal ini manusia diharuskan mengambil tanggung jawab aktif untuk menjaga keselamatan lingkungan.
Sejarah Agama Hindu PENGANTAR Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti. Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu. Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu". Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya
78
terhadap agama Hindu. AGAMA HINDU DI INDIA Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa. Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta". Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra. Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda. Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum. Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama "Sidharta", menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara. MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia. Krom (ahli - Belanda), dengan teori Waisya. Dalam bukunya yang berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India. Mookerjee (ahli - India tahun 1912). Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kotakota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia. Moens dan Bosch (ahli - Belanda) Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu
79
India ke Indonesia. Data Peninggalan Sejarah di Indonesia. Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti: Prasasti Dinoyo (Jawa Timur): Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau. Prasasti Porong (Jawa Tengah) Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma. AGAMA HINDU DI INDONESIA Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara". Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa. Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu" Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi. Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti. Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota
80
Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia. Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari. Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama. Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8. Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti. Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung). Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia. Direproduksi kembali dari buku Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama) Disusun oleh: Drs. Anak Agung Gde Oka Netra Mengukur Kwalitas Triguna dengan Karma Pala Untuk mengukur kwalitas dunia spiritual lebih sulit dibandingkan mengukur dunia material, sebab dalam dunia
81
material sudah pasti dan dapat diukur dengan parameter2 yang telah ditentukan. Mengukur kekayaan seseorang dapat dibuktikan dengan jumlah rumah yang dimiliki, jumlah mobil yang dipakai, jumlah perusahaan yang dikendalikan, jumlah pajak yang dibayarkan kepada pemerintah, sehingga dapat diukur secara kwalitatif dan kwantitatif dari kekayaan yang bersangkutan. Tetapi untuk mengukur kwalitas seseorang dalam dunia spiritual sangat sulit karena tidak nyata dan sulit dibuktikan secara obyektif. Dalam konsep Weda sebagai kitab suci agama Hindu, bahwa Hindu percaya adanya Panca Srada yaitu lima keyakinan yang harus dilaksanakan oleh setiap umat hindu dalam kehidupannya. Kelima Srada yang dimaksud adalah keyakinan adanya Brahman yaitu Yang Widhi Wasa. Atman sebagai sinarnya Brahman yang bersemayan disetiap makluk hidup. Karma Pala sebagai hasil perbuatan setiap makluk, dan hukum karma merupakan hukum kausal yaitu hukum sebab akibat. Semua makluk hidup tidak terlepas dari putaran reinkarnasi dan terakhir tujuan hidup manusia adalah menuju Moksa. Atman dalam proses reinkarnasi tidak terlepas dari Triguna yaitu tiga aspek yang membungkus Atman terdiri dari Satwan, Rajas dan Tamas. Selama Atman masih dibungkus dengan Triguna maka manusia tidak dapat mencapai Moksa, karena masih dipengaruhi oleh dunia material sehingga akan selalu mengikuti proses reinkarnasi berikutnya. Maka kwalitas Triguna akan memenuhi persyaratan Moksa dengan jalan selalu melakukan Karma sebaik baiknya yang dikenal dengan Subakarma sehingga dapat membantu mempercepat proses menuju kebebasan yaitu Moksa. KONSEP PANCA SRADA. Brahman sebagai pencipta alam semesta ini akan mempunyai kewajiban untuk mengatur agar kehidupan dibumi ini dapat berjalan dengan harmonis dengan menerapkan hukum RTA. Dalam mengatur alam semesta ini Brahman dibantu oleh para Dewa yang jumlahnya 33, dimana Dewa adalah sinarnya Brahman. Disamping Dewa, Atman yang merupakan sinarnya Brahman, apabila belum bergabung dengan Panca Maha Buta akan menempati salah satu loka diluar bumi ini. Apabila Atman yang dibungkus dengan Triguna ditarik oleh dunia material maka Atman tersebut akan mengalami proses reinkarnasi ke Bumi dengan menjadi makluk, apakah berbentuk binatang maupun manusia. Selama berada di Bumi makluk tersebut akan melakukan Karma sesuai dengan tingkat penjelmaannya untuk dapat bertahan hidup dengan mengacu kepada Hukum Karma. Kwalitas karma inilah yang menentukan proses reinkarnasi berikutnya, yang membawa dampak terhadap kwalitas Triguna. Selama Atma masih dibungkus dengan Triguna, Atma akan selalu bergerak mengikuti proses reinkarnasi dengan waktu tanpa batas sampai Atma terbebas dari keterikatan Triguna maka Atma akan lepas dari proses Reinkarnasi untuk menuju Moksa yaitu kebebasan abadi. Sebagai ilustrasi Panca Srada dapat digambarkan sebagai berikut : KARMA PALA. Karma Pala artinya adalah hasil perbuatan dari makluk selama mengarungi kehidupan didunia ini. Didalam konsep hukum karma dalam Panca Srada yang merupakan hukum kausal yaitu hukum sebab akibat yang mempunyai sifat2 sebagai berikut : 1. Hukum Karma bersifat abadi sudah ada sejak mulai alam semesta diciptakan dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat). 2. Hukum Karma bersifat Universal, berlaku bukan hanya untuk manusia tetapi juga untuk makluk2 serta seluruh isi alam semesta. 3. Hukum Karma tetap sejak jaman pertama penciptaannya, zaman sekarang dan juga untuk jaman yang akan datang. 4. Hukum Karma sangat sempurna, adil dan tidak ada yang menghindarinya. 5. Hukum Karma berlaku untuk semua makluk tidak ada pengecualian terhadap siapapun.
82
Dalam hukum karma ada tiga jenis karma yang didasarkan atas waktu dari karma itu diterima yaitu : 1. Prarabda Karma yaitu suatu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam kehidupan sekarang juga. 2. Kriyamana Karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati dialam baka. 3. Sancita Karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang didunia ini yang hasilnya akan diterima pada kelahiran (reinkarnasi) yang akan datang didunia ini. Pada saat janin masih dalam kandungan ibu, Atman sudah dibungkus dengan karma yang disebut dengan Karma Wasana yang merupakan hasil perbuatan yang dilakukan pada kehidupan terdahulu (Sancita Karma). Kwalitas karma wasana sangat tergantung dengan kwalitas hidup sebelum reinkarnasi apakah Subakarma (baik) atau Asubakarma (buruk). Apakah Karma Wasana yang diterima manusia saat baru lahir merupakan Nasib?. Apabila kita perhatikan dan amati kehidupan manusia saat ini kelihatan kurang adil, ada seseorang yang bergulat dengan kehidupan, selalu jujur dan pengabdiannya cukup tinggi tetapi kenyataan dalam hidupnya melarat. Tetapi ada seseorang yang hidupnya santai2 saja dan kelakuannya dimasyarakat kurang baik tetapi kehidupan cukup baik, sehingga hukum karma dianggap tidak adil. Tetapi apabila kita cermati tiga jenis karma didasarkan atas waktu dari karma itu diterima akan jelas permasalahannya, bahwa karma kita saat ini belum tentu kita terima saat ini juga, mungkin hasilnya dapat diterima diloka yang lain diwaktu yang akan datang atau setelah reinkarnasi berikutnya. Hukum karma jangan diartikan secara sempit, harus didasarkan kebenaran yaitu Dharma sesuai dengan ajaran Agama Hindu. Sebab dalam Hukum Karma adalah pasti, adil, sempurna dan tidak ada seseorang yang terhindar dari Hukum Karma, hanya proses akibat hasil yang ditimbulkan membutuhkan waktu yang tanpa batas, selama dia masih dalam lingkaran proses reinkarnasi. Untuk mengukur kwalitas karma saat ini adalah seberapa jauh manusia sudah menjalankan ajaran2 Tuhan yaitu Dharma dalam kehidupannya sehari hari yang disebut Subakarma(baik). Cara yang terbaik adalah dengan menghindari perbuatan2 Asubakarma (buruk) yang dapat menyebabkan kehancuran diri sendiri. Dengan selalu berbuat Subakarma akan dapat memperbaiki kwalitas Triguna maka dapat membantu pada kehidupan2 yang akan datang melalui proses Reinkarnasi. MENGUKUR KWALITAS TRIGUNA. Sebelum manusia melalui proses reinkarnasi lahir kedunia, Atma berada pada salah satu loka dibungkus dengan Triguna yaitu Satwan, Rajas dan Tamas, atman ditentukan oleh kwalitas Triguna , apakah reinkarnasi menjadi binatang atau manusia. Untuk mengukur kwalitas Triguna sangat tergantung dari kwalitas karma yang dilakukan oleh manusia selama hidup dibumi ini. Maka apabila dalam kehidupan selalu berbuat baik (Subakarma) maka baik juga kwalitas dari Triguna yang dibawa oleh atman saat meninggal. Kalau dibuat rumus secara metemetik dapat digambarkan sebagai berikut : TG = KW + (SK - ASK) TG = Triguna KW = Karma Wasana SK = Suba Karma ASK = Asuba karma Maka kwalitas Triguna sangat tergantung dengan tiga faktor yaitu Karma Wasana, Suba karma dan Asuba karma. Apabila Karma wasana mempunyai kwalitas baik dan juga dalam kehidupan selalu berbuat baik (Subakarma) maka Triguna mempunyai kwalitas yang baik sehingga persyaratan munuju moksa mendekati kenyataan.
83
Apabila Karma Wasana mempunyai kwalitas yang tidak baik dan dalam kehidupan selalu berbuat baik maka kwalitas Triguna lebih baik dari pada karma wasana yang lalu (Sancita karma). Apabila karma wasana mempunyai kwalitas yang tidak baik dan dalam kehidupan juga tidak baik maka kwalitas triguna lebih jelek dari karma wasana yang lalu (Sancita Karma). Demikian seterusnya apabila kita kombinasikan ketiga faktor tersebut sehingga kita dapat mengukur secara metemetik kwalitas dari Triguna. Permasalahan yang timbul adalah apakah kita dapat mengukur perbuatan seseorang dengan menggunakan parameter tertentu ?. Sebab kadang2 manusia dalam melakukan penilaian selalu berpikir subyektif, sehingga agak jauh dari kebenaran.Ukuran2 tersebut adalah sebagai ilustrasi yang nilainya sangat abstrak, sebab ukuran Tuhan berbeda dengan ukuran manusia. Ukuran manusia adalah yang dapat dijangkau oleh pikiran manusia yang mempunyai kemampuan sangat terbatas lebih banyak bernuansa subyektif. Sedangkan ukuran Tuhan adalah Kebenaran, maka dalam menjalankan kehidupan ini, kita selalu berlandaskan Kebenaran yaitu Dharma sehingga kita selalu mendapat perlindungan Yang Widi Wasa dengan harapan mendapat kesejahteraan dalam kehidupan dimasa masa yang akan datang. PENUTUP. Untuk meningkatkan kwalitas Triguna, maka selama hidup di Dunia kesempatan yang terbaik yang harus dilakukan adalah memperbesar nilai Subakarma dengan cara norma2 (Etika) yang ada dalam ajaran Weda dengan melakukan Yadnya (Ritual) sebanyak banyaknya. Dalam memperbesar nilai Subakarma, adalah selalu menjauhi perbuatan2 Asubakarma, dan setiap gerak kehidupan selalu berpegang kepada Dharma yaitu kebenaran. Dengan selalu berbuat (Karma) berlandaskan Dharma, sehingga dapat membantu dalam proses kesejahteraan Dunia, serta dapat mempercepat proses pembebasan Atma dari perputaran Reinkarnasi sehingga Atma dapat menuju Moksa. T.G. Putra
Tuhan: Dia yang Mendengar Do'a Setiap Orang "Katanya agama Hindu Politheis?" "Ah, tidak! Agama kami monotheis!" "Tapi Weda dan dalam upacara menyebut banyak Dewa". "Tapi Weda juga mengatakan : " Tuhan hanya satu, tapi orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama". Demikian biasanya dialog antara seorang Hindu dengan temannya yang non Hindu bila mereka memperbincangkan Tuhan. Dalam agama, Tuhan paling banyak disebut-sebut. Tuhan adalah sumber agama. Dia menurunkan kitab suci. Tuhan adalah pusat pemujaan dan renungan kita. Tuhan disebut-sebut dalam do'a atau sembahyang kita. Tuhan adalah asal dari mahluk. Tuhan juga merupakan tujuan akhir semua mahluk. Tapi apakah atau siapakah Tuhan? Perkembangan Pemahaman Tentang Tuhan. Prof. Dr. Mukti Ali, guru besar ilmu perbandingan agama pada Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta yang pernah menjadi Menteri Agama mengatakan pemahaman atau konsep tentang Tuhan itu merupakan evolusi. Artinya pemahaman manusia tentang Tuhan adalah suatu proses yang berkembang. Menurut Mukti Ali siklus perkembangan konsep ketuhanan itu mulai dari politheisme lalu monotheisme kemudian pantheisme, dan ada kemungkinan dari pantheisme kembali lagi ke politheisme demikian seterusnya.
84
Apakah Politheisme, Monotheisme dan Pantheisme? Politheisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu banyak. Setiap bagian atau unsur alam dan kehindupan manusia memiliki "penguasanya" sendiri. Monotheisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu hanya satu. Tuhan ini memiliki bentuk dan sifat seperti manusia dan berdiam diri jauh di luar alam semesta. Pantheisme adalah kepercayaan bahwa Tuhan itu satu tapi tidak dapat digambarkan bentuknya. Dan dia meliputi seluruh ciptaannya. Seperti satu sendok garam dalam segelas air. Garam tidak kelihatan karena larut dalam air. Tapi seluruh air dalam gelas itu akan terasa garam. Dalam agama Hindu hakikat Tuhan seperti ini disebut "Wyapi Wyapaka". Dalam Agama Islam disebut "Wihdatul Wujud" Bagimana Perkembangan itu terjadi? Menurut pandangan orang barat perkembangan monotheisme adalah sebagai berikut: Mula-mula ada banyak dewa-dewa. Setelah melalui pergulatan yang panjang dan berdarah, satu dari antara dewa-dewa itu muncul sebagai pemenang. Dewa yang menang ini menjadi Tuhan. Dewa-dewa lain yang kalah terbagi menjadi dua. Yang mau tunduk kepada Sang Pemenang menjadi malaikat. Yang tidak mau tunduk atau memberontak kepada Sang Pemenang menjadi Setan. YAHWEH Tuhan agama Yahudi disebut Yahweh. Pada mulanya Yahweh adalah ajudan dewa perang yang sangat buas. Yahweh bukanlah dewa asli orang Yahudi. Ia berasal dari suku bangsa Midian dan oleh Moses dimasukkan dalam jajaran dewa-dewa orang Yahudi. Hampir lima abad lamanya Yahweh hanya mendapat kedudukan yang tidak penting. Selama lima abad itu Yahweh pernah digabung atau dikawinkan dengan dewa atau dewi Yahudi yang lain. Setelah bergulat selama lima ratus tahun, akhirnya Yahweh dapat mengalahkan dewa-dewa lain dan menjadi Dewa Tertinggi atau Tuhan satu-satunya. Dari hanya ajudan dewa perang menjadi Tuhan satu-satunya, Yahweh telah melakukan perjuangan keras. Artinya para pengikut Yahweh telah melakukan pengucilan, pengusiran dan pembunuhan terhadap pengikut-pengikut dewa-dewa Yahudi lainnya. Dan pembakaran terhadap kuil-kuil dewa-dewa lainnya. Monotheisme Yahudi memang ditegakkan melalui jalan berdarah. Sekalipun agama Yahudi telah menetapkan Yahweh sebagai satusatunya Tuhan, tapi Torah, kitab suci mereka masih mempercayai banyak dewa. *) TRINITAS Agama Kristen pada mulanya hanyalah satu sekte kecil dari agama Yahudi. Yesus Kristus, pendiri agama Kristen pada mulanya adalah seorang guru agama yang mengajar secara berkeliling sambil memberikan pengobatan kepada orang-orang Yahudi. Karena Yesus banyak mengeritik praktek-praktek agama Yahudi pada jamannya, maka para pemuka Yahudi bekerjasama dengan penguasa Romawi yang menjajah negeri Israel, bersekongkol
85
untuk menghukum mati Yesus dikayu salib. Ajaran-ajaran Yesus dianggap bida'ah, atau sesat. Berkat kegigihan para murid Yesus, sekte kecil yang bergerak secara tersembunyi ini kemudian berkembang menjasi agama tersendiri, yaitu agama Kristen. Para pemeluk agama baru ini enggan mengakui Yahweh sebagai Tuhan mereka. Mereka menetapkan konsep ketuhanannya sendiri, yang disebut Trinitas, yaitu Roh Kudus, Tuhan Bapa dan Tuhan Anak yaitu Yesus. Penetapan konsep Trinitas ini dilakukan dalam beberapa kali musyawarah antara para pemuka gereja yang berbeda pendapat. Setelah melalui proses panjang, hampir 450 tahun, konsep Trinitas ini disepakati. **) ALLAH Setelah berabad-abad lamanya orang Yahudi menganut monotheisme (mengakui Yahweh sebagai satu-satunya Tuhan), dan hampir 200 tahun setelah agama Kristen mantap dengan konsep Trinitasnya, bangsa Arab masih menyembah banyak dewa. Di antara dewa-dewa Arab itu yang banyak dipuja adalah Al-Lah, dewa kemakmuran, disebut juga dewa air karena dipercaya memberi hujan dan air bagi bagi orang-orang Arab. Dewa-dewa Arab yang lain adalah Al-Rahman (pengasih), Al-Rahim (selamanya pengasih), Al Malik (raja), Dewi-dewi Arab adalah Anat, Maniat dan Ujja. Mereka bertiga adalah putri Al-Lah. ***) Pada abad 6 M, Mohammad - menurut keyakinan Islam, karena perintah Allah - mengajak orang-orang Arab hanya menyembah Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Tapi ajakan ini tidak diterima oleh mayoritas orang Arab, terutama suku Quraish. Setelah melalui perjuangan keras, antara lain dengan konflik- konflik bersenjata antara pengikut dan penentang Mohammad, akhirnya pengikut Mohammad menang. Dan Allah diakui sebagai satusatunya Tuhan oleh seluruh bangsa Arab. Demikianlah dari jasirah Arab ini agama Islam berkembang. Dan Islam menganut monotheisme yang sangat ketat. Tiada Tuhan selain Allah, demikian keyakinan Islam. Namun Allah memiliki 99 (sembilan puluh sembilan) nama (Asma'ul Husna). Nama-nama itu, disamping Allah antara lain Al-Rahman, Al-Rahim, Al-Malik, yang artinya sama dengan nama dewa-dewa di atas. Allah juga bernama Al-Haqq (Kebenaran), Al Qahtar (yang mendominasi dan mematahkan punggung musuh-musuhNya), Al-Muntaqinu (yang memberi siksaan), Assaburru (yang maha penyabar). Prinsip Ketuhanan dalam agama Islam disebut Tawhid yang secara harfiah berarti "menyatukan" atau "Mengesakan" atau "mempersatukan". ****) Kalau diperhatikan monotheisme berarti bahwa suatu agama percaya kepada satu Tuhan. Dan Tuhan dari masing-masing agama itu berbeda baik asal-usul maupun sifat-sifatnya. Tuhan itu ibarat sinar matahari yang ditangkap mata manusia melalui prisma.Warna sinar itu bisa berbeda antara prisma yang satu dengan prisma yang lain. Tepat apa yang dikatakan Kitab Suci Weda bahwa Tuhan itu hanya satu, tapi orang-orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai nama. Apakah Tuhan itu memang merupakan perkembangan atau berasal dari dewa atau merupakan gabungan dari beberapa dewa? Tuhan itu abadi. Tuhan tidak pernah berobah. Pikiran dan pemahaman manusia tentang hakikat Tuhan yang berkembang. Bagimana pandangan agama Hindu mengenai hakikat Tuhan? Agama Hindu sudah ada sebelum terbentuknya agama Yahudi. Dan agama Hindu tetap hidup sampai sekarang. Diantara agama-agama yang masih hidup dewasa ini agama Hindu adalah agama yang pertama yang mengajarkan manusia untuk mengenal Tuhan. Rentangan sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu juga telah melewati semua paham-paham ketuhanan yang pernah ada. Weda-weda tampak seperti mengikuti politheisme. Dalam keempat Weda kita jumpai banyak nama-nama Tuhan seperti Indra, Wayu, Siwa, Rudra, Yama, Brahma dan masih banyak lagi. Kalau dalam agama Islam Tuhan memiliki 99 nama, dalam agama Hindu Tuhan diberikan lebih banyak nama lagi. Tapi Weda juga mengatakan "Ekam sat wipra bahudha wadanti"' yang artinya "hanya terdapat satu kebenaran yang mutlak (Tuhan). Para bijaksana menyebutnya dengan berbagai-bagai nama" . Dalam Upanishad disebutkan "Ekam ewa adwityam Brahman", artinya hanya ada satu Tuhan (Brahman) tidak ada yang kedua.
86
Bagawad Gita jelas bersifat monotheisme. Dalam Bagawad Gita Tuhan digambarkan memiliki bentuk dan sifat seperti manusia, dalam wujud Krisnha. Sang Hyang Widhi adalah monoteisme asli Indonesia. Kitab-kitab Upanishad menganut pandangan Pantheistik, Tuhan itu Esa, melingkupi alam semesta. Diantara paham Ketuhanan itu manakah yang paling baik? Semua paham itu memiliki kelebihnan dan kekurangannya masing-masing. Kenapa? Karena hakikat Tuhan itu tidak terbatas. Sedangkan manusia sangat terbatas. Bagaimana suatu yang terbatas dapat mengetahui sepenuhnya Yang Tidak Terbatas. Definisi-definisi yang dibuat manusia tentang Tuhan, ibarat suatu usaha untuk mengukur alam semesta dengan seutas tali yang panjangnya 2 meter. Definisi-definisi itu jauh dari sempurna. Misteri Tuhan tidak akan pernah dapat disingkapkan oleh siapapun. Ada yang mengatakan monotheismelah yang paling sempurna? Tidak ada satupun definisi tentang Tuhan yang diterima secara mutlak oleh semua pemeluk agama. Bahkan dewasa ini sudah banyak orang berpendapat bahwa monotheisme itu sudah usang. Monotheisme dianggap tidak menghargai alam. Monotheisme dituduh memberi dasar bagi eksploitasi alam oleh manusia. Monotheisme juga dianggap menimbulkan fanatisme yang mematikan, tidak mau mengakui keberadaan agama-agama lain. Sekarang banyak orang mengharapkan agar manusia kembali ke pantheisme yang lebih menghargai alam serta menghormati kemajemukan. Agama-agama pantheistik diakui sangat toleran terhadap agama-agama lain. Namun dikalangan penganut monotheisme pun sekarang mulai timbul kesadaran bahwa tidak mungkin satu agama memonopoli semua kebenaran, bahwa adanya berbagai-bagai agama adalah kehendak Tuhan. Sebagai orang biasa pandangan mana yang harus diikuti. Mahatma Gandhi memberikan kita pedoman yang baik sekali:"Nama-nama itu adalah sebutan deskriptif dari Tuhan yang Esa. Para pujangga keagamaan telah memberi persemayaman lokal maupun nama pada atribut Tuhan yang tidak terhitung jumlahnya. Dan hal ini tidak ada salahnya karena ia tidak disalahartikan oleh pemujanya maupun pihak lain. Bila manusia memuja Tuhan dia kan membayangkannya menurut kecenderungannya sendiri. Nahkan bila kita berdoa kepada Tuhan yang sama sekali tanpa bentuk maupun atribut sesungguhnya kita sudah memberikannya sifat-sifat. Maka secara hakiki Tuhan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Kita manusia terpaksa bergantung kepada imajinasi yang meluhurkan ataupun kadang-kadang merendahkan diri kita. Sifat-sifat yang kita berikan kepada Tuhan dengan Prayojana semurni-murninya adalah benar bagi kita tapi pada hakikatnya salah. Sebab setiap usaha untuk menggambarkan Tuhan pasti akan menemukan kekagalan. Secara intelektual saya menyadari hal ini namun saya mau tidak mau tetap meenungkan atribut-atribut Tuhan itu. Intelek saya tidak kuasa mempengaruhi hati saya. Saya bersedia mengakui bahwa hati saya dalam kelemahannya merindukan Tuhan yang beratribut". *****) Sebagai orang biasa kita ingin memiliki hubungan dengan Tuhan yang melihat dan mendengarkan kita. Tuhan, kepada siapa kita mengajukan pertanyaan, menyampaikan keluhan dan doa kita. Tuhan yang membimbing dan melindungi kita. Dalam hati, kita menggambarkan Tuhan yang memiliki sifat-sifat dan bentuk. Ada orang-orang yang percaya bahwa kelompok mereka memiliki hubungan khusus dengan Tuhan. Dan bersamaan dengan itu mereka menganggap Tuhan telah meninggalkan kelompok lainnya. Benarkah pandangan ini? Setiap orang memang harus percaya bahwa ia memiliki hubungan khusus dengan Tuhan, dalam arti ia merasa dekat dengan Tuhan. Tapi ia sama sekali tidak boleh merasa atau mengatakan bahwa ia atau mereka telah memonopoli Tuhan. Kedekatan kita dengan Tuhan tidak memberi hak kepada kita untuk mengasingkan Tuhan dari orang lain. Tuhan tidak pernah mengikatkan dirinya hanya pada satu kelompok orang, baik berdasarkan suku maupun agama. Demikian pula halnya dengan kelompok. Orang Yahudi merasa memiliki hubungan khusus dengan Yahweh. Orang Kristen dengan Yesus. Orang Islam dengan Allah. Orang Budha dengan Sang Budha. Orang Hindu dengan Sang Hyang Widhi. Tapi hubungan khusus dengan Yahweh tidak boleh membuat orang Yahudi mengatakan
87
Yesus atau Allah bukan Tuhan. Hubungan khusus dengan Sang Hyang Widhi tidak memberi hak kepada orang Hindu untuk mengatakan bahwa Allah dan Yesus tuhan palsu. Bagi orang Hindu nama-nama itu semua merujuk kepada hakikat yang satu: Tuhan. Yesus oleh orang Kristen disebut Terang Dunia, Allah disebut Nur. Dalam Upanishad Tuhan diandaikan bagaikan angin yang mengambil bentuknya dalam setiap benda yang dimasukinya, bagaikan api yang mengambil bentuk dalam setiap benda yang terbakar. Tuhan juga disebut sebagai matahari pemberi kehidupan. Bahkan sinarNya melebihi terang cahaya matahari: "Disana matahari tidak bersinar, bulan tidak bersinar, tidak juga bintangbintang; kilat tidak bercahaya apalagi bumi. Dari SinarNya semua (benda-benda angkasa) ini dapat memantulkan cahaya, dan sinarNya menerangi seluruh ciptaan". Siapa yang dapat memonopoli api? Siapa yang dapat memonopoli angin? siapa yang dapat memonopoli matahari? Apakah api hanya memberi panasnya pada satu kelompok orang? Apakah matahari hanya memberikan cahayanya kepada satu kelompok orang? Apakah angin hanya berembus ke satu kelompok orang? Api, angin dan Matahari hanyalah ciptaanNya. Lalu siapa yang dapat memaksa Dia untuk memihak? Bila ada orang atau kelompok orang yang mencoba melakukan hal tersebut maka mereka sesungguhnya hanya membuat lelucon yang menyedihkan. Berkatalah seekor laron sambil memandang bulan purnama: "Hai pungguk yang tak beriman, betapa gelapnya jiwamu, karena seluruh caya bulan yang indah itu, kini telah menjadi milikku!".
Pengertian dan Tujuan Agama Hindu Agama sebagai pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang bersifat gaib dan methafisika secara esthimologinya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata "A" dan "gam". "a" berarti tidak dan "gam" berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu yang tidak pergi atau bergerak dan bersifat langgeng. Menurut Hindu yang dimaksudkan memiliki sifat langgeng (kekal, abadi dan tidak berubah-ubah) hanyalah Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Demikian pula ajaran-ajaran yang diwahyukan-Nya adalah kebenaran abadi yang berlaku selalu, dimana saja dan kapan saja. Berangkat dari pengertian itulah, maka agama adalah merupakan kebenaran abadi yang mencakup seluruh jalan kehidupan manusia yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi dengan tujuan untuk menuntun manusia dalam mencapai kesempurnaan hidup yang berupa kebahagiaan yang maha tinggi dan kesucian lahir bathin. TUJUAN AGAMA HINDU Tujuan agama Hindu yang dirumuskan sejak Weda mulai diwahyukan adalah "Moksartham Jagadhitaya ca iti Dharma", yang artinya bahwa agama (dharma) bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir dan bathin. Tujuan ini secara rinci disebutkan di dalam Catur Purusa Artha, yaitu empat tujuan hidup manusia, yakni Dharma, Artha, Kama dam Moksa. Dharma berarti kebenaran dan kebajikan, yang menuntun umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Artha adalah benda-benda atau materi yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan hidup manusia. Kama artinya hawa nafsu, keinginan, juga berarti kesenangan sedangkan Moksa berarti kebahagiaan yang tertinggi atau pelepasan. Di dalam memenuhi segala nafsu dan keinginan harus berdasarkan atas kebajikan dan kebenaran yang dapat menuntun setiap manusia di dalam mencapai kebahagiaan. Karena seringkali manusia menjadi celaka atau sengsara dalam memenuhi nafsu atau kamanya bila tidak berdasarkan atas dharma. Oleh karena itu dharma harus menjadi pengendali dalam memenuhi tuntunan kama atas artha, sebagaimana disyaratkan di dalam Weda (S.S.12) sebagai berikut: Kamarthau Lipsmanastu dharmam eweditaccaret, na hi dhammadapetyarthah
88
kamo vapi kadacana. Artinya: Pada hakekatnya, jika artha dan kama dituntut, maka hendaknyalah dharma dilakukan terlebih dahulu. Tidak dapat disangsikan lagi, pasti akan diperoleh artha dan kama itu nanti. Tidak akan ada artinya, jika artha dan kama itu diperoleh menyimpang dari dharma. Jadi dharma mempunyai kedudukan yang paling penting dalam Catur Purusa Artha, karena dharmalah yang menuntun manusia untuk mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Dengan jalan dharma pula manusia dapat mencapai Sorga, sebagaimana pula ditegaskan di dalam Weda (S.S.14), sebagai berikut: Dharma ewa plawo nanyah swargam samabhiwanchatam sa ca naurpwani jastatam jala dhen paramicchatah Artinya: Yang disebut dharma adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga, sebagai halnya perahu yang merupakan alat bagi saudagar untuk mengarungi lautan. Selanjutnya di dalam Cantiparwa disebutkan pula sebagai berikut: Prabhawar thaya bhutanam dharma prawacanam krtam yah syat prabhawacam yuktah sa dharma iti nicacayah Artinya: Segala sesuatu yang bertujuan memberi kesejahteraan dan memelihara semua mahluk, itulah disebut dharma (agama), segala sesuatu yang membawa kesentosaan dunia itulah dharma yang sebenarnya. Demikian pula Manusamhita merumuskan dharma itu sebagai berikut: "Weda pramanakah creyah sadhanam dharmah" Artinya: Dharma (agama) tercantum didalam ajaran suci Weda, sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan hidup, bebasnya roh dari penjelmaan dan manunggal dengan Hyang Widhi Wasa (Brahman). Weda (S.S. 16) juga menyebutkan : Yathadityah samudyan wai tamah sarwwam wyapohati ewam kalyanamatistam sarwwa papam wyapohati Artinya: Seperti halnya matahari yang terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang melakukan dharma, memusnahkan segala macam dosa. Demikianlah dharma merupakan dasar dan penuntun manusia di dalam menuju kesempurnaan hidup, ketenangan dan keharmonisan hidup lahir bathin. Orang yang tidak mau menjadikan dharma sebagai jalan hidupnya maka tidak akan mendapatkan kebahagiaan tetapi kesedihanlah yang akan dialaminya. Hanya atas dasar dharmalah manusia akan dapat mencapai kebahagiaan dan kelepasan, lepas dari ikatan duniawi ini dan mencapai Moksa yang merupakan tujuan tertinggi. Demikianlah Catur Purusa Artha itu. Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama) Disusun oleh: Drs. Anak Agung Gde Oka Netra
Aturan Upawasa dalam Hindu
89
Upawasa merupakan bagian brata, dan brata bagian dari brata-yoga-tapa-samadi, yang menjadi satu kesatuan dalam konsep Nyama Brata. Kewajiban warga Hindu menggelar brata-yoga-tapa-samadi diisyaratkan dalam kakawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut. "Hana mara janma tan papihutang bratayoga-tapa-samadi angetul aminta wiryya suka ning Widhi sahasaika, binalikaken purih nika lewih tinemuiya lara, sinakitaning rajah tamah inandehaning prihati."
Artinya: Ada orang yang tidak pernah melaksanakan brata-yoga-tapa-samadi, dengan lancang ia memohon kesenangan kepada Widhi (dengan memaksa) maka ditolaklah harapannya itu sehingga akhirnya ia menemui penderitaan dan kesedihan, disakiti oleh sifat-sifat rajah (angkara murka/ambisius) dan tamah (malas dan loba), ditindih oleh rasa sakit hati. Tegasnya, bila ada orang yang tidak pernah menggelar brata-yoga-tapa-samadi lalu memohon sesuatu kepada Hyang Widhi maka permohonannya itu akan ditolak bahkan akan mendatangkan penderitaan baginya. Yang dimaksud dengan brata adalah mengekang hawa nafsu pancaindra, yoga adalah tepekur merenungi kebesaran Hyang Widhi; tapa adalah pengendalian diri; samadi adalah mengosongkan pikiran dan penyerahan diri total sepenuhnya pada kehendak Hyang Widhi. Jadi berpuasa yang baik senantiasa disertai dengan kegiatan lainnya seperti di atas, tidak dapat berdiri sendiri. Upawasa batal jika melanggar/tidak melaksanakan brata-yoga-tapa-samadi. Untuk kesempurnaan berpuasa, disertai juga dengan ber-dana punia, yaitu memberikan bantuan materi kepada kaum miskin. Aturan-aturan berpuasa bermacam-macam, antara lain: 1. Upawasa yang dilaksanakan dalam jangka panjang lebih dari sehari, di mana pada waktu siang tidak makan/minum apa pun. Yang dinamakan siang adalah sejak hilangnya bintang timur daerah timur sampai timbulnya bintang-bintang di sore hari; 2. Upawasa jangka panjang antara 3-7 hari dengan hanya memakan nasi putih tiga kepel setiap enam jam dan air klungah nyuh gading; 3. Upawasa jangka pendek selama 24 jam tidak makan/minum apa pun disertai dengan mona (tidak berbicara), dilaksanakan ketika Siwaratri dan sipeng (Nyepi); 4. Upawasa total jangka pendek selama 24 jam dilaksanakan oleh para wiku setahun sekali untuk menebus dosadosa karena memakan sesuatu yang dilarang tanpa sengaja; puasa itu dinamakan santapana atau kricchara; 5. Upawasa total jangka pendek selama 24 jam dilaksanakan oleh para wiku setiap bulan untuk meningkatkan kesuciannya, dinamakan candrayana. Ketika akan mulai berpuasa sucikan dahulu badan dan rohani dengan upacara majaya-jaya (jika dipimpin pandita) atau maprayascita jika dilakukan sendiri. Setelah itu haturkan banten tegteg daksina peras ajuman untuk menstanakan Hyang Widhi yang dimohon menyaksikan puasa kita. Ucapkan mantram: Om Trayambakan ya jamahe sugandim pushti wardanam, urwaru kam jwa bandanat, mrityor muksya mamritat, Om ayu werdi yasa werdi, werdi pradnyan suka sriam, dharma santana werdisyat santute sapta werdayah, Om yawan meraustitho dewam yawad gangga mahitale candrarko gagane yawat, tawad wa wiyayi bhawet. Om dirgayuastu tatastu astu, Om awignamastu tatastu astu, Om subhamastu tatastu astu, Om sukham bawantu, Om sriam bawantu, Om purnam bawantu, Om ksama sampurna ya namah, Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha. Artinya, "Ya, Hyang Widhi, hamba memuja-Mu, hindarkanlah hamba dari perbuatan dosa dan bebaskanlah hamba dari marabahaya dan maut karena hanya kepada-Mu-lah hamba pasrahkan kehidupan ini, tiada yang lain.
90
Semoga Hyang Widhi melimpahkan kebaikan, umur panjang, kepandaian, kesenangan, kebahagiaan, jalan menuju dharma dan perolehan keturunan, semuanya adalah tujuh pertambahan. Selama Iswara bersemayam di puncak Mahameru (selama Gunung Himalaya tegak berdiri), selama Sungai Gangga mengalir di dunia ini, selama matahari dan bulan berada di angkasa, semoga selama itu hamba sujud kepada-Mu, ya Hyang Widhi."
Source : sarad-bali
Weda Sumber Ajaran Agama Hindu Pengertian Weda Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa. Bahasa Weda Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta. Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci. Pembagian dan Isi Weda Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas. Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerth, te sarrtheswamimamsye tab hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o). Artinya: Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)
91
Weda khilo dharma mulam smrti sile ca tad widam, acarasca iwa sadhunam atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6). Artinya: Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri). Srutir wedah samakhyato dharmasastram tu wai smrth, te sarwatheswam imamsye tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37). Artinya: Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu. Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha. Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut: SRUTI Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah: Rg. Weda atau Rg Weda Samhita. Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha. Sama Weda Samhita. Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini. Yajur Weda Samhita. Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana. Atharwa Weda Samhita Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu. Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna. Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur
92
Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad. Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitabkitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda. SMERTI Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda. Kelompok Wedangga: Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu: (1). Siksa (Phonetika) Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara. (2). Wyakarana (Tata Bahasa) Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar. (3). Chanda (Lagu) Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat. (4). Nirukta Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda. (5). Jyotisa (Astronomi) Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya. (6). Kalpa Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
Kelompok Upaweda: Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu: (1). Itihasa Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.
93
Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa. Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi. (2). Purana Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana. (3) Arthasastra Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya. (4) Ayur Weda Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja. Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani. (5) Gandharwaweda Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan
94
menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna. Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama) Disusun oleh Drs. Anak Agung Gde Oka Netra
95