KRONOLOGIS KEJADIAN Pada tanggal 27 Mei 2017, suami saya sudah jarang pulang ke rumah dengan alasan banyak lembur kerjaan lalu menginjak bulan suci ramadhan tepatnya setelah 7 hari Ramadhan suami saya berada di Lamongan. Sekitar jam 3 sore saya mendapat telepon dari suami saya dan dia berkata bahwa saya harus ke rumah sakit untuk menjalani operasi bedah karena sebelumnya dia mengetahui bahwa saya ada suatu benjolan di perut. Masalah yang keluarga saya alami adalah hal sepele yang disebabkan celana pendek suami saya robek dibagian dalam dan saya berkata “keliatan tajam burungnya (dengan bahasa jawa)”. Sebagai istri, saya menganggap perkataan tadi sebagai candaan hubungan komunikasi suami-istri. Setelah itu, lebaran kurang lima hari pulang dia memberi uang saya sebesar Rp 500.000,-untuk dibuat belanja. Malam takbir idul fitri sampai sholat idul fitri suami saya berada dirumah. Setelah maaf-maafan dengan keluarga dia langsung pulang ke Lamongan. Dia tidak pulang ke rumah kembali, tidak mengurusi keluarga serta dia tidak pernah mengasih nafkah lahir batin saya dari bulan Juni 2017 sampai sekarang. Sering saya ke kantor bersama anak saya untuk membunjuk suami saya untuk pulang ke rumah namun dia bilang masih ingin menenangkan pikiran dari akibat perkataan saya. Terakhir saya bersama keluarga ke rumah saudaranya (Bibi) yang dianggap dia sebagai Ibu semenjak dia bercerai dengan istri pertamanya karena Ibu kandungnya tidak mau menggap dia sebagai anaknya. Tepatnya tanggal 11 November 2018, saya meminta pertanggung jawaban kepada dia namun dia tidak mau menjawab dengan dalih dia mengungkit-ungkit masalah yang telah berlalu. Saya juga mendapat omongan bermacam-macam bahwa dia diajak mantan istri yang telah dinikahi siri untuk kawin lari lagi dan dia dibelikan sepeda motor. Suami saya juga mengambil jatah perumahan dari pemerintah dengan memakai DP uang muka juga dari saya. Tapi dia sampai sekarang tidak pernah menunjukkan alamat lokasi tepat perumahan tersebut kepada saya.