Krl.docx

  • Uploaded by: aku saka
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Krl.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,175
  • Pages: 11
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari 5 besar Negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Otomatis, perlu adanya pengembangan – pengembangan alat yang mendukung produktifitas para penghuninya. Tak terkecuali dalam bidang transportasi. Luasnya wilayah Indonesia tentu saja membutuhkan teknologi transportasi yang memadai. Di Indonesia sendiri, sekarang sudah tersedia teknologi transportasi darat, laut maupun udara. Armadanya pun tergolong mendunia. Namun, dibalik semua kelengkapan itu pasti ada sesuatu yang kurang. Banyaknya kecelakaan yang terjadi di jalan raya, rel kereta api, perairan Indonesia dan jalur udara nasional membuktikan bahwa Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Kemacetan dimana-mana membuat warga tak nyaman untuk berlama – lama di angkutan umum dan membeli kendaraan pribadi yang sejatinya malah menambah kemacetan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan perangkutan memiliki peran penting dalam menggerakkan perekonomian kota-kota besar di Indonesia. Permintaan layanan perangkutan juga akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya jumlah penduduk. Karena ruang yang terbatas, kota-kota besar seperti Jakarta tidak mampu memenuhi tingginya permintaan pergerakan penduduk hanya melalui penambahan jalan dan angkutan umum berkapasitas kecil. Kondisi tersebut semakin parah dengan munculnya emisi kendaraan yang dapat menimbulkan gangguan kondisi kesehatan dan penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, lamanya waktu yang dihabiskan di jalan

dapat

menimbulkan

dampak

psikologis

berupa

penurunan

ketidakstabilan emosi dan dampak ekonomis berupa penurunan tingkat produktivitas kerja. Menyadari bahwa penataan kota yang tak memungkinkan untuk menambah armada di jalan tanah, pemerintah merencanakan untuk

membangun MRT (Mass Rapid Transit) di sepanjang Jakarta. Rencananya akan dimulai dari Lebak Bulus dan akan terus berkembang hingga menjangkau seluruh kota. Pembangunan ini diharapkan akan membantu masyarakat dan pengembangan kota. Dengan melintasi rel, moda transportasi ini akan menjadi opsi baru bagi warga Jakarta yang hendak bepergian di dalam kota dan ingin menghindari kemacetan. Solusi ini mirip seperti yang terdapat di beberapa negara maju, yang menjadikan kereta sebagai transportasi umum andalannya. Di Jakarta sendiri, sebelumnya sudah ada Commuter Line atau yang juga dikenal sebagai KRL. Lalu, apa yang membedakan MRT (Mass Rapid Transit) dengan KRL (Kereta Rel Listrik), dan LRT (Light Rapid Transit) yang juga akan segera dioperasikan di Jakarta? Makalah ini juga akan membahas tentang perbedaan antara MRT,KRL, dan LRT. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa itu MRT? 2. Apa manfaat kehadiran MRT di Jakarta? 3. Apa itu KRL? 4. Apa itu LRT? 5. Apa perbedaan antara MRT,KRL, dan LRT?

1.3 Tujuan Penulisan 1.

Untuk mengetahui tentang MRT.

2.

Untuk mengetahui manfaat kehadiran MRT di Jakarta.

3.

Untuk mengetahui tentang KRL.

4.

Untuk mengetahui tentang LRT.

5.

Untuk mengetahui perbedaan antara MRT, KRL, dan LRT.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta MRT (mass rapid transit) secara harfiah dapat diartikan sebagai moda angkutan yang mampu mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak (massal) dengan frekuensi dan kecepatan yang sangat tinggi (rapid). Menurut modanya, MRT dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain: bus (buslane/busway), subway, tram, dan monorail. MRT Jakarta, singkatan dari Mass Rapid Transit Jakarta, Moda Raya Terpadu, atau Angkutan Cepat Terpadu Jakarta adalah sebuah sistem transportasi transit cepat menggunakan kereta rel listrik di Jakarta. Proses Pembangunan telah dimulai pada tanggal 10 Oktober 2013 dan diresmikan pada tanggal 24 Maret 2019. MRT Jakarta dioperasikan menggunakan teknologi Communicationsbased Train Control (CBTC). CBTC merupakan salah satu sistem tercanggih di dunia saat ini. Berbeda dengan kereta lain, pengoperasian MRT Jakarta dilakukan dari pusat pengendali (control system). Karena dikontrol dari pusat pengendali, kereta MRT Jakarta memiliki ketepatan waktu yang sangat bagus. Waktu berangkat, berhenti, bahkan titik pemberhentian pintu kereta diset sesuai pengaturan (template). Hal itu membuat kereta MRT Jakarta tidak akan mengalami keterlambatan sejauh sistem di pusat berjalan lancar. MRT dioperasikan oleh komputer, jadi bisa dibilang hampir sepenuhnya otomatis. Meski demikian, PT MRT Jakarta tetap mempekerjakan masinis setiap kali kereta beroperasi. Hal itu untuk mengantisipasi situasi darurat yang mungkin terjadi di lapangan. Peran masinis dibutuhkan pada saat menutup pintu jikalau terdapat situasi-situasi darurat. Jakarta adalah ibu kota Indonesia dengan penduduk sebanyak 9 juta jiwa. Diperkirakan bahwa lebih dari empat juta penduduk di daerah sekitar

Jabodetabek menempuh perjalanan ke dan dari kota setiap hari kerja. Masalah transportasi semakin mulai menarik perhatian politik dan telah diprediksikan bahwa tanpa terobosan transportasi utama, kemacetan akan membanjiri kota dan akan menjadi kemacetan lalu lintas yang sangat parah sehingga kendaraan tidak bisa bergerak bahkan pada saat baru keluar dari garasi rumah pada tahun 2020. Sejak tahun 1980 lebih dari dua puluh lima studi subjek umum dan khusus telah dilakukan terkait dengan kemungkinan sistem Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta. Salah satu alasan utama yang menunda penanggulangan masalah ini adalah krisis ekonomi dan politik 1997-1999. Sebelum krisis, sebuah Build-Operate-Transfer (BOT) yang dianggap sebagai bagian dari MRT baru melibatan sektor swasta. Setelah krisis, rencana mengandalkan BOT untuk menyediakan pembiayaan terbukti tidak layak dan proyek MRT kembali diusulkan sebagai skema yang didanai pemerintah. Transportasi umum di Jakarta saat ini hanya melayani 56% perjalanan yang dilakukan oleh komuter sehari-hari. Angka ini perlu ditingkatkan mengingat Jakarta adalah kota dengan tingkat rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor sebesar 9,5% per tahunnya yang jauh melebihi panjang jalan dengan kenaikan hanya sebesar 0,01% antara tahun 2005 dan 2010. Transportasi umum di Jakarta saat ini terdiri dari berbagai jenis bus, mulai dari bemo yang sangat kecil, mikrolet yang sedikit lebih besar, hingga mikrobus seperti MetroMini dan Kopaja. Selain bus kota ukuran penuh serta sistem angkutan cepat bus Transjakarta. Terdapat juga taksi dengan roda dua (ojek) dan empat serta sistem Kereta Commuter Jabodetabek.

(sumber : Wikipedia)

2.2 Manfaat MRT di Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta diresmikan pada tanggal 24 Maret 2019 dan beroperasi secara komersial pada tanggal 1 April 2019. Manfaat langsung dioperasikannya sistem MRT ini adalah mampu mengurangi kepadatan kendaraan di jalan karena dengan adanya MRT diharapkan dapat mengalihkan

masyarakat

yang

menggunakan

kendaraan

pribadi

ke

transportasi massal. Pembangunan MRT Jakarta juga diharapkan mampu memberi dampak positif lainnya bagi Jakarta dan warganya antara lain: 1. Penciptaan lapangan kerja. 2. Penurunan dan peningkatan waktu tempuh. 3. Dampak lingkungan : 0.7% dari total emisi CO2, yaitu sekitar 93.663 ton per tahun akan dikurangi oleh MRT (Data Revised Implementation Program for Jakarta MRT System 2005). 4. Transit - Urban Integration yang menjadikan sistem MRT sebagai pendorong untuk merestorasi tata ruang kota. Integrasi transit-urban diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada area sekitar

stasiun, sehingga dapat berdampak langsung kepada peningkatan jumlah penumpang MRT Jakarta. Pengembangan MRT dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi persoalan perangkutan di kota-kota besar tersebut. Keunggulan sistem ini ialah kemampuannya mengangkut penumpang dalam jumlah besar, cepat, dan dapat diandalkan dalam berbagai situasi. Dengan mempergunakan MRT, ruang jalan akan jauh lebih efisien karena penggunaan kendaraan pribadi dapat diminimalisasi. Kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD), dan busway yang sudah dikembangkan di kota-kota metropolitan di Indonesia sebenarnya sudah dapat dikategorikan sebagai sarana transportasi massal. Namun, di berbagai kota, ketiganya belum dapat sepenuhnya dikategorikan sebagai MRT karena belum memenuhi kriteria sebagai sarana transportasi yang benar-benar cepat dan handal dalam segala situasi.

2.3 Pengertian KRL Kereta Rel Listrik (KRL) merupakan kereta rel yang bergerak dengan sistem propulsi motor listrik. Di Indonesia, kereta rel listrik terutama ditemukan di kawasan Jabotabek, dan merupakan kereta yang melayani para komuter. Sesuai dengan namanya, Kereta Rel Listrik, artinya untuk menggerakkan kereta ini diperlukan energi listrik sebagai sumber. Sangat mudah mengidentifikasi KRL, jalur KRL selalu memiliki saluran listrik di atasnya. Di Hindia Belanda, kereta rel listrik pertama kali dipergunakan untuk menghubungkan Batavia dengan Jatinegara atau Meester

Cornelis pada

tahun 1925. Pada waktu itu digunakan rangkaian kereta rel listrik sebanyak 2 kereta,

yang

bisa

disambung

menjadi

4

kereta,

yang

dibuat

oleh Werkspoor dan Heemaf Hengelo. Pada tahun 1960-an kereta api dengan tenaga listrik sempat tidak digunakan selama beberapa lama karena kondisi mesin lokomotif dan kereta yang tidak memadai lagi. Pada tahun 1976, PJKA mulai mendatangkan

sejumlah kereta rel listrik dari Jepang. Kereta rel listrik yang kini digunakan di

Indonesia

dibuat

pada

tahun 1976, 1978, 1983, 1984, 1986, 1987, 1994, 1996, 1997, 1998, 1999, 20 00 dan 2001. Pada saat ini juga digunakan sejumlah kereta rel listrik yang merupakan hibah (hadiah) dari Pemerintah Kota Tokyo, dan sejumlah kereta yang dibeli bekas dari Jepang. PT Inka yang terletak di Madiun telah dapat membuat dua set kereta rel listrik yang disebut KRL-I Prajayana pada tahun 2001. Kereta rel listrik ini belum dibuat lebih banyak lagi, karena "tidak ekonomis" dan dianggap sering mogok. Bagi PT Kereta Api, tampaknya lebih ekonomis untuk membeli KRL bekas dari Jepang.

Tiga macam kereta rel listrik di stasiun Bogor. Dari kiri ke kanan, KRL Rheostat Jepang buatan 1983/1984, KRL Holec Belanda-Belgia buatan 1996, dan KRL Rheostat Jepang buatan 1986/1987. (Sumber : Wikipedia)

2.4 Pengertian Light Rail Transit (LRT) LRT adalah singkatan dari Light Rail Transit. Beberapa dari kita masih sering keliru menyebut LRT sebagai Light Rapid Transit, sementara kata Rail dan Rapid memiliki makna berbeda. LRT sendiri merupakan moda transportasi berbasis rel. Dua kota di negara tetangga, Singapura dan Kuala Lumpur sudah sejak lama memiliki moda transportasi yang satu ini. Sedangkan di negara kita, Rapid Transit lebih mengacu kepada Mass Rapid

Transit (MRT). Rapid (waktu yang ditempuh cepat dengan frekuensi tinggi) dan Transit (dapat berhenti di banyak stasiun), merupakan moda transportasi angkutan cepat yang dapat membawa sejumlah banyak orang dengan frekuensi tinggi. LRT merupakan salah satu sistem Kereta Api Penumpang (tipe Kereta Api ringan) yang biasanya beroperasi dikawasan perkotaan yang memiliki konstruksi ringan dan dapat berjalan bersama lalu lintas lain atau dalam lintasan khusus, LRT sering juga disebut dengan tram. LRT sendiri merupakan moda transportasi masal yang merupakan bagian dari Mass Rapid Transit (MRT) dengan cakupan wilayah yang lebih kecil dan bentuk armada yang lebih kompak dan ringan. LRT telah mengalami modernisasi, antara lain dengan otomatisasi, sehingga dapat dioperasikan tanpa masinis, bisa beroperasi pada lintasan khusus, penggunaan lantai yang rendah (sekitar 30 cm) yang disebut sebagai Low floor LRT untuk mempermudah naik turun penumpang. Istilah LRT di Indonesia kalah populer dengan 'trem' (nama lain LRT). LRT adalah bentuk rel dialiri listrik yang telah dikembangkan secara bertahap dari trem untuk sistem angkutan cepat yang sebagian dioperasikan jalurnya

sendiri.

Trem merupakan kereta yang

memiliki rel khusus

pada di

dalam kota, dengan Trem yang berselang waktu 5-10 menit berangkat, merupakan solusi untuk kemacetan. Rangkaian trem umumnya satu set (terdiri atas dua kereta) agar tidak terlalu panjang. Disebut Light Rail karena memakai kereta ringan sekitar 20 ton seperti bus, tidak seberat kereta api yang 40 ton. Letak rel berbaur dengan lalu-lintas kota, atau terpisah seperti bus-way, bahkan bisa pula layang (elevated) atau sub-way, hanya untuk sebagian lintasan saja. LRT adalah salah satu jenis urban passenger transportation yang beroperasi di permukaan jalan baik memiliki jalur khusus maupun memakai jalur umum. LRT sudah banyak diterapkan di negara-negara di dunia, di Asia Tenggara sendiri terdapat di Filipina dan Singapura. LRT di Singapura termasuk dari bagian Singapore Mass Rapid Transit (SMRT) dan mencakup di beberapa wilayah Singapura.

LRT Transportation

diciptakan

pada

Administration

tahun

1972

(UMTA,

oleh

U.S.

pendahulu

Urban

Federal

Mass Transit

Administration) untuk menggambarkan transformasi streetcar baru yang ada di Eropa dan Amerika Serikat. Transportasi Research Board (Transportation systems Center) menetapkan "light rail" pada tahun 1977 sebagai "moda transportasi perkotaan yang memanfaatkan sebagian besar jalur

yang

disediakan tapi tidak selalu dipisahkan dari jalan. Dengan listrik mendorong kendaraan di atas rel beroperasi secara tunggal atau dengan kereta. LRT menyediakan berbagai kemampuan penumpang dan karakteristik kinerja pada biaya menengah." Di Indonesia LRT sejatinya sudah ada sebelum tahun 1900an (saat penjajahan Belanda), tepatnya di Surabaya dan Jakarta. Pada saat itu LRT dibangun dengan tenaga uap kemudian pada 1930an diganti menggunakan tenaga listrik. Tapi pada akhirnya LRT digusur sebab rencana pengembangan tata kota lebih cenderung ke subway atau metro. Sejatinya Indonesia saat ini masih memiliki LRT yaitu di Solo, bahkan saat ini Solo telah berencana mengembangkan LRT dan ingin membangun sistem LRT yang lebih besar. Selain di Solo, LRT juga akan dibangun di Jakarta (LRT Jakarta), yang nantinya akan dibangun pada 2 tahap, tahap 1 adalah melalui rute Cibubur-Cawang-Grogol. Selanjutnya pada tahap 2 dibangun melalui rute Bekasi Timur-Cawang.

Rangkaian LRT Jakarta sedang berada di Stasiun LRT Boulevard Utara. (sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/LRT_Jakarta)

Untuk menginstal sistem LRT di Indonesia (khususnya LRT Jakarta) memerlukan banyak pertimbangan yang sangat matang, yaitu : 1. Perlu investasi yang besar, biaya per kilometer LRT sangatlah tinggi, setiap 1 kilometer biaya yang digunakan untuk membangun LRT sama dengan Biaya 5 kilometer untuk membangun Bus Rapid Transit / BRT (membangun 1KM LRT lebih mahal 5 Kali dari membangun 1KM jalur BRT), selain dari revenue (penghasilan) yang didapatkan dari LRT. Dikhawatirkan tidak sebanding dengan besarnya dana untuk membangun LRT. 2. Perlu Perencanaan Tata Ruang Kota yang Matang, perencanaan tata ruang kota sangat penting hal ini berkaitan dengan optimalisasi wilayah yang perlu dibangun LRT, hal tersebut terkait juga dengan rencana pengembangan jalur LRT dalam jangka waktu panjang dan terkait dengan demand serta lahan yang tersedia. 3. Perlu Integrasi antar moda, Integrasi sangat penting hal itu menyangkut aksesibilitas yang tinggi sehingga diharapkan memudahkan pengguna

untuk berpindah dari moda transportasi lain ke LRT. Integrasi antar stasiun-bandara, atau stasiun-terminal sangatlah penting. 4. Perlu adanya pelayanan yang terbaik, biaya investasi yang besar akan siasia jika tidak didukung oleh pelayanan yang prima. Misalnya memiliki ketepatan waktu jarak tiap armadanya (misal jarak tiap armada 10-12 menit, tidak molor atau terlalu cepat), karena di indonesia ketepatan waktu seperti dikesampingkan.

2.5 Perbedaan antara MRT, KRL, dan LRT

More Documents from "aku saka"