KOVENAN MENGENAI HAK SIPIL, POLITIK, EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA
Kelompok 5:
Alda Ricederia Harwanda Farid Auzzin Ashari Ratna Alifia Maharani Rizki Amalia Arifiani
(04) (11) (25) (27)
XI-MIA.7
SMA NEGERI 1 SIDOARJO TAHUN PELAJARAN 2015/2016
◙ KOVENAN ◘ PENGERTIAN Kovenan adalah sebuah perjanjian mulitilateral yang mengikat pemerintahan suatu negara dengan hukum internasional untuk membuat satu aturan tentang satu hal/pemasalahan berkaitan dengan norma dan pelaksanaan HAM. Negara yang meratifikasi, menandatangani, atau menerima terikat secara hukum pada perjanjian ini.
◘ LATAR BELAKANG Oleh karena banyaknya pelanggaran HAM terhadap kaum yang lemah atau rakyat yang dilakukan oleh pemerintah, seperti larangan berpolitik, larangan membangun dan bertempat tinggal oleh pemerintah, dan larangan bergerilya untuk menjelajahi permukaan bumi, maka negara-negara yang tergabung dalam United Nation atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengadakan deklarasi PBB tentang hak asasi manusia atau Universal Declaration of Human Right, yang kemudian disusul dengan konvensi internasional hak-hak asasi manusia pada tahun 1966 yang dikenal dengan kovenan International Hak-hak Sipil dan Politik untuk mempertegas dan merinci deklarasi PBB tersebut. Masyarakat internasional merasa perlu untuk menjabarkan hak-hak dan kebebasan dasar yang telah dinyatakan oleh DUHAM kedalam instrumen internasional yang dapat mengikat secara hukum. Oleh karena itu dewan PBB membentuk panitia khusus untuk membuat dan mempersiapkan kovenan hak-hak asasi manusia beserta dewan pelaksananya, panitia khusus tersebut adalah Komisi Hak Asasi Manusia (KHAM) yang sebelumnya telah bertugas untuk menyiapkan deklarasi PBB tentang HAM. Komisi ini resmi melaksanakan tugasnya pada tahun 1949 untuk menyiapkan draf dan hal-hal lainnya berkaitan dengan hak asasi manusia. Ada dua kovenan yang dipersiapkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia dari tahun 1949, yang pertama adalah kovenan yang berhubungan dengan hak kebebasan sipil dan politik, kemudian yang kedua adalah hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya di lain pihak bersifat saling terkait dan saling tergantung, kovenan tersebut ditetapkan melalui resolusi PBB tahun 1950. Kemudian pada tahun 1950, Majelis Umum PBB mulai bersidang membahas kedua kovenan tersebut untuk disempurnakan. Namun, baru pada tanggal 1966 kedua kovenan tersebut yaitu kovenan tentang hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi, social dan budaya dapat disahkan tepatnya pada tanggal 16 Desember 1966 dan berlaku pagi para pihak yang menandatangani kovenan tersebut.
◘ TUJUAN DAN FUNGSI 1. Sebagai salah satu piagam/perjanjian internasional berkaitan dengan masalah Hak Asasi Manusia (HAM). 2. Mempertegas atau memperinci isi dari deklarasi PBB mengenai Hak Asasi Manusia, yaitu Universal Declaration of Human Right (DUHAM) tahun 1948. 3. Sebagai salah satu konstitusi mengenai Hak Asasi Manusia yang mengikat secara hukum setiap negara yang meratifikasi, menandatangani, atau menerimanya. 4. Memajukan penghormatan secara universal dan pentaatan terhadap hak asasi dan kebebasan manusia di tingkat Negara. 5. Sebagai salah satu cara untuk memberantas pelanggaran Hak Asasi Manusia
◙ KOVENAN TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) Tertanggal 16 Desember 1966, yang diratifikasi oleh negara indonesia dengan undang-undang No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR). Latar belakang lahirnya Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik merupakan tindak lanjut dari deklarasi Hak Asasi Manusia perserikan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Universal Declaration of Human Right tahun 1948, yang kemudian dikenal dengan DUHAM. Kovenan internasional hak-hak sipil dan politik dimaksudkan untuk lebih merinci lagi apa yang telah dideklarasikan tentang HAM. Karena pada dasarnya deklarasi PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 hanya memuat pokok-pokok atau dasar-dasar dari hak asasi manusia. Posisi Indonesia yang merupakan Negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang juga mempunyai komitmen untuk menegakkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia (HAM) menjadi pihak dalam Konvensi Internasional tersebut dan meratifikasinya menjadi UndangUndang No 12 tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights. (ICCPR).
◘ POKOK-POKOK KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK
Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik yang tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang terkait. Kovenan tersebut terdiri dari pembukaan dan Pasal-Pasal yang mencakup 6 bab dan 53 Pasal. Ada 4 ketentuan pokok yang diatur dalam kovenan intrnasional hakhak sipil dan politik, yaitu: 1.
Tentang hak suatu bangsa untuk menetukan nasibnya sendiri, sebagaimana yang termuat dalam
pasal 1 ayat bagian 1 bahwa: “Semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budayanya”. Dengan begitu tidak boleh lagi ada bangsa yang menjajah dan mengintervensi negara lain dalam menetukan nasibnya. 2.
Hak suatu bangsa atau Negara untuk mengurangi kewajiban-kewajiban rakyatnya dalam keadaan
darurat, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1 bagian ke 2 bahwa: “Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa dan keberadaannya, yang telah diumumkan secara resmi, Negaranegara Pihak Kovenan ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini, sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan hukum internasional dan tidak mengandung diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal- usul sosial.” 3.
Hal pokok yang selanjutnya adalah hak-hak individu, sebagaimana yang diatur dalam pasal 6
sampai pasal 27, seperti yang termaktub dalam pasal 6 ayat 6 bagian ke 3 bahwa, : “Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.” 4.
Hal pokok selanjutnya adalah Kewajiban-kewajiban Negara, sebagaimana yang diatur dalam pasal
28 sampai pasal 45 bagian ke-4. Seperti yang tercantum dalam pasal 28 ayat 1 bagian ke-4 bahwa, : “Harus dibentuk Komite Hak Asasi Manusia (dalam Kovenan ini selanjutnya akan disebut sebagai Komite). Komite harus terdiri dari delapan belas anggota dan bertugas melaksanakan fungsi-fungsi yang diatur di bawah ini.”
◘ IMPLEMENTASI KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK
Dalam perkembangannya, Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik banyak mengandung kontroversi di berbagai negara, khususnya negara yang banyak terjadinya konflik, seperti Indonesia, Thailand, dan Syuria. Karena Kovenan Internasional Hak-hak sipil dan Politik ini sering dijadikan dasar pembenar oleh para pemberontak disuatu negara untuk melancarkan aksinya, seperti GAM (Gerakan Aceh Merdeka), OPM (Organisasi Papua Merdeka), RMS (Republik Maluku Selatan), DI/TI (Darul Islam Indonesia/Tentara Islam Indonesia). Di Indonesia, salah satu di antara pasal yang kontroversial tersebut adalah pasal 1 ayat 1 bagian 1 yang mengatakan bahwa, “Semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut mereka bebas untuk menentukan status politik mereka dan bebas untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka”. Ketentuan ini banyak menimbulkan permasalahan oleh karena kata-kata “Semua bangsa berhak untuk menentukan nasib sendiri”, dengan frasa tersebut banyak gerakan separatis melandaskan perjuangannya, sehingga mereka merasa legal melakukan dan berhak menentukan nasibnya sendiri. Sebenarnya, penafsiran demikian bertentangan dengan Deklarasi Wina tahun 1993, disebutkan dalam resolusi PBB Nomor 1514 (XV) 14 Desember 1960 tentang Deklarasi Pemberian Kemerdekaan kepada Negara dan Bangsa Kolonial, menegaskan bahwa “Setiap upaya gangguan sebagian atau seluruh kesatuan Nasional dan teritorial integritas suatu Negara adalah tidak sesuai dengan tujuan dan prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa”. Sehingga penafsiran kelompok separatis yang mengatakan bahwa dirinya berhak untuk menentukan nasib sendiri karena telah ditentukan dalam kovenan internasional hakhak asasi sipil dan politik tidak bias dibenarkan dengan mengacu pada Deklarasi Wina tersebut.
◙ KOVENAN TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia. Hak ekonomi, sosial dan budaya mempunyai nilai intrinsik. Hak-hak ini memungkinkan kebebasan untuk menentukan cara hidup yang kita hargai. Potensi manusia bisa diekspresikan melalui hak-hak sipil dan politik namun pengembangan potensi tersebut membutuhkan keadaan-keadaan sosial dan ekonomi yang memadai. Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya menghendaki Negara Pihak agar mencapai secara bertahap realisasi sepenuhnya atas hak-hak yang diakui di kovenan dan mengambil langkah-
langkah sejauh yang dimungkinkan oleh sumber daya yang tersedia. Beberapa kalangan cendekiawan dan Negara menaruh anggapan bahwa, hak-hak sipil dan politik merupakan hak asasi manusia sedang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya hanyalah sekedar aspirasi. Di Indonesia sendiri ratifikasi Undang-Undang tentang Hak – Hak Ekonomi Sosial dan Budaya disahkan dan telah berwujud dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Pada 30 September 2005 pemerintah Indonesia meratifikasi dua perjanjian internasional tentang hak-hak manusia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights – ICESCR). Dan pada 28 Oktober 2005, pemerintah Indonesia mengesahkan ICESCR menjadi UU No. 11/2005 dan ICCPR menjadi UU No. 12/2005. Dan juga ada undang-undang lain menegenai masalah ekonomi seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penananaman Modal
◘ POKOK-POKOK KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA Kovenan ini mengukuhkan dan menjabarkan pokok-pokok HAM di bidang ekonomi, social dan budaya dari DUHAM dalam ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum. Kovenan terdiri dari pembukaan dan pasal-pasal yang mencakup 31 pasal. Ada beberapa pokok dari Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya ini, yaitu: 1. Hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepada semua negara, termasuk negara-negara yang bertanggung jawab atas pemerintahan Wilayah yang Tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut. Pasal ini mempunyai arti yang sangat penting pada waktu disahkannya Kovenan ini pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak wilayah jajahan. 2. Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, seperti yang tercantum pada pasal 3 bagian 2, bahwa: “Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang tercantum dalam Kovenan ini.” 3. Hak asasi setiap orang di bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang diatur dari pasal 6 sampai dengan pasal 15. Negara mengakui yakni hak atas pekerjaan (Pasal 6), hak untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menyenangkan (Pasal 7), hak untuk membentuk dan ikut serikat buruh (Pasal 8), hak
atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial (Pasal 9), hak atas perlindungan dan bantuan yang seluas mungkin bagi keluarga, ibu, anak, dan orang muda (Pasal 10), hak atas standar kehidupan yang memadai (Pasal 11), hak untuk menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tertinggi yang dapat dicapai (Pasal 12), hak atas pendidikan (Pasal 13 dan 14), dan hak untuk ikut serta dalam kehidupan budaya (PasaI1).
◘ IMPLEMENTASI KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI SOSIAL BUDAYA Dalam pelaksanaan instrumen hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi, social, dan budaya, kinerja pemerintah sangat lemah. Pemahaman aparat pemerintah terhadap hak asasi, baik di lembaga eksekutif – termasuk aparat penegak hukum maupun di lembaga legislatif menjadi hambatan utama bagi pelaksanaan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Mayoritas aparat pemerintah tidak memahami hak asasi. Mereka pada umumnya juga tidak tahu bahwa hak ekonomi, social, dan budaya adalah hak asasi. Meskipun pemerintah telah meratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya namun kovenan itu baru sekedar ditandatangani tetapi belum dipahami apalagi dilaksanakan. Belum ada tindakan konkrit pemerintah untuk melaksanakan harmonisasi peraturan perundangan yang ada. Bahkan yang terjadi, kebijakan pemerintah yang tertuang dalam aturan hukum dan program-program pembangunan cenderung berdampak pada kian meluasnya pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya. Keluasan pelanggaran ini bisa dinilai dari beragam kasus yang terjadi di tingkat akar rumput, di antaranya: 1. Dalam hal pemenuhan hak atas pangan kita bisa mendengar dan kelihat meluasnya pelanggaran atas hak untuk bebas dari kelaparan, yang terlihat dalam bentuk meningkatnya jumlah anak penderita gizi buruk dan busung lapar. 2. Di bidang hak atas pekerjaan dapat dilihat bahwa, tingkat pengangguran terbuka meningkat dari tahun ke tahun, dan begitu juga dengan tingkat anak-anak yang putus sekolah dan kemudian terpaksa harus memasuki lapangan pekerjaan pada usia 15 – 17 tahun. 3. Meluasnya kerusakan lingkungan yang berdampak pada meluasnya pelanggaran berbagai hak ekosob dan juga hak untuk hidup.