BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pancasila sebagai dasar Negara, Pancasila dalam kedudukan ini sering disebutkan sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philodosofische Gronslag) dari Negara ,ideologi Negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan lain perkataan pancasila merupakan suatu dasar untuk pengatur
penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini, dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan Sumber dari Segala Sumber Hukum. Pancasila merupakan sumber kaidah hukum Negara yang secara konstitusional yang mengatur Negara Republik Indonesia beserta seluruh unsure-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan Negara. Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas krokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita- cita hukum. Sehingga merupakan sumber nilai, norma serta kaidah moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis maupun Undang-Undang Dasar,maupun yang tidak tertulis atau convensi. Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Seluruh warga negara kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mengetahui, mempelajari, mendalami dan mengembangkannya serta mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari–hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Yang paling penting kita sebagai warga negara Indonesia seharusnya bangga terhadap bangsa sendiri. Dengan merealisasikan sebuah teori atau pengertian dari pancasila tersebut. Sehingga adanya penerapan Pancasila oleh diri kita di dalam masyarakat, bangsa dan negara, kita dapat mengetahui hal–hal yang sebelumnya kita tidak tahu menjadi tahu. B.
RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut 1.
Pengertian pancasila sebagai dasar Negara.
2.
Bagaimana Implementasi pancasila dan Nilai –Nilai Pancasila dalam kehidupan dimasyarakat ?
C. TUJUAN Dari rumusan masalah di atas maka tujuan pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui arti Pancasila sebagai Dasar Negara
2.
Mengetahui Penerapan/Implementasi dari Nilai-Nilai Pancasila diberbagai bidang di dalam Kehidupan di masyarakat.
BAB II PEMBAHASAN
A. IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIUPAN BERBANGSA Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idilologi bangsa Indonesia, dewasa ini dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi selama lebih dari lima puluh tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan berlebihan dari ideologi Negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik dan protes terhadap pancasila. Sejarah implementasi pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus bukan dalam pengertian keabsahan substansialnya, tetapi dalam konteks implementasinya. Tantangan terhadap pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa dan bernegara bukan hanya bersal dari faktor domestik, tetapi juga dunia internasional. Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasian pancasila sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama Pancasila sebagai Paradigma dimaksudkan bahwa didalam nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Implementasi pancasila dalam kehidupan bermasyarakat pada hakikatmya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai tujuan bangsa. Adapun pengimplementasi Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan tersebut di rinci dalam berbagai macam bidang diantaranya dalam Bidang Politik,Ekonomi Hukum, Sosial Budaya , Kehidupan antar umat beragama dan Bidang Pertahanan dan Keama
1)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Politik Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia adalah sebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila dam esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.. Proses pembangunan politik negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila, sehingga praktekpraktek politik yang menghalalkan segala cara seperti memfitnah, memprovokasi, dan menghasut rakyat harus segera di akhiri. Selain itu, perwujudan pancasila dalam pengembangan kehidupan politik dapat dilakukan dengan cara: ·
Mewujudkan tujuan negara demi peningkatan harkat dan martabat manusi aIndonesia
·
Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik, bukan hanya
sebagai objek politik penguasa semata ·
Sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan, sehingga
sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin perwujudan hak asai manusia ·
Para penyelenggara negara dan para politisi senantiasa memegang budi pekerti kemanusiaan
serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia Contoh Permasalahan /perilaku yang tidak sesuai dengan paradigma pembangunan politik yang menyimpang: 1) tidak menganut sistem pemerintahan yang demokrasi 2) tidak melaksanakan pemilu secara luber dan jurdil 3) presiden bersikap semena-mena Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangk atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral. Adapun Contoh Sikap/perilaku Positif Politik Dalam bidang politik, yang kita harus mewujudkan perilaku, antara lain: -
Menampilkan perilaku politik sesuai Pancasila
-
Menghindari sikap dan perilaku yang memaksakan pendapat dan ingin
menang sendiri; -
Penyelenggara negara dan warga negara mewujudkan nilai ke tuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, serta kerakyatan dan ke adilan dalam kehidupan seharihari;
-
Menghindari sikap menghalang-halangi orang yang akan ber partisipai dalam kehidupan demokrasi; ᵠ Meyakini bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai yang terbaik dan sesuai untuk bangsa Indonesia serta tidak meleceh kannya. Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila
bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik: •
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari
•
Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan •
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan
•
Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab
•
Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah: -
nilai toleransi
-
nilai transparansi hukum dan kelembagaan
-
nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata)
2)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Ekonomi
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila. Implementasi kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini mengalami kesenjangan antara apa yang seharusnya (das solen) dan apa kenyataannya (das sein). Orientasi pembangunan ekonomi Indonesia telah menyimpang dari ideal Pancasila dan UUD 1945. Penyimpangan yang paling mencolok adalah kebijakan pemerintah yang pro pasar daripada pro rakyat.[2] Beberapa bulan lalu pemerintah berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang setelah melalui perdebatan alot di DPR, akhirnya diputuskan bahwa BBM tetap naik tetapi diundur waktunya dalam tempo enam bulan. Pemerintah berdalih bahwa kenaikan itu merupakan penyesuaian terhadap harga internasional. Kenaikan harga BBM akan menciptakan efek domino di hampir segala bidang yang secara otomatis akan membuat beban di pundak rakyat kian berat. Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat Indonesia (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era otonomi
daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis,transparan dan partisipatif dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
3)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Hukum Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Pelaksanaan hukum yang baik juga harus ditunjang oleh aparat penegak hukum yang memiliki integritas sesuai dengan sumpah jabatan dan tanggung jawab moral sebagai penegak hukum. Integritas dan moralitas para aparat penegak hukum dengan sendirinya harus memiliki landasan filosofis Negara , dan bagi bangsa Indonesia adalah dasar filsafat Negara pancasila.
Permasalahan pelaksanaan hukum yang terjadi diindonesia misalnya Hukuman Antara Koruptor Dengan Pencuri Kakao, dan Semangka. Kasus pengambilan 3 biji kakao senilai Rp 2.100 harus dibawa ke pengadilan. Begitu pula dengan kasus pencurian satu buah semangka, di mana kedua tersangka disiksa dan ditahan polisi selama 2 bulan dan terancam hukuman 5 tahun penjara. Sebaliknya untuk kasus hilangnya uang rakyat senilai rp 6,7 trilyun di Bank Century, polisi dan jaksa nyaris tidak ada geraknya kecuali pak Susno Duadji yang ke Singapura menemui Anggoro salah satu penerima talangan Bank Century. Ini juga membuktikan bagaimana Indonesia yang kaya alamnya ini tidak memberi manfaat apa-apa bagi rakyatnya. Pihak asing bebas mengambil minyak, gas, emas, perak, tembaga senilai ribuan trilyun/tahun dari Indonesia. Tapi rakyat Indonesia mayoritas hidup miskin. Baru mengambil 3 biji kakao saja langsung dipenjara. Itulah gambaran hukum yang terjadi di Indonesia. Tidak adanya keadilan hukuman antara rakyat miskin dengan orang yang berkuasa. Hal in menunjukkan bahwa hukum di Indonesia dapat dengan mudahnya diperjual belikan bagi mereka yang mempunyai uang. Memang sungguh ironis ini terjadi dinegara kita, yang notabennya adalah negara hukum, tetapi hukum yang berjalan sangatlah amburadul. Seharusnya pemerintah lebih tegas kepada mafia hukum, yang telah banyak mencuri hak-hak rakyat kecil. Satgas pemberantasan mafia hukum seharusnya segera melakukan langkah-langkah penting. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memberikan efek jera kepada
para pejabat yang ketahuan memberikan fasilitas lebih dan mudah kepada mereka yang terlibat dalam kejahatan. Selain itu, kepada para pelaku kejahatan yang terbukti mencoba atau melakukan transaksi atas nama uang, harus diberikan hukuman tambahan. Memberikan efek jera demikian akan membuat mereka tidak ingin berpikir melakukan hal demikian lagi. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) Adanya perlindungan terhadap HAM, (2) Adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar dan, adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila – sila Pancasila dasar negara). Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat). 4)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Sosial Budaya Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai social budaya dalam masyarakat sehingga tidak mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia saat ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan yang lainnya Oleh karena itu dalam pengembangan social budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Pada zaman era globalisasi semakin banyaknya pengaruh terhadap jalannya pencapaian Indonesia menuju cita – citanya yaitu pancasila . Saat ini kita sudah memasuki zaman baru atau era globalisasi yang harusnya Indonesia membawa cita – cita bangsa semakin dekat tetapi fakta tersebut membuktikan bahwa hal tersebut berlawanan dari pernyataan yang menyimpang jauh . Era globalisasi banyak memunculkan berbagai alat teknologi modern yang mendatangkan budaya luar masuk ke Indonesia dan menjadi suatu hal yang bisa di ikuti . misalnya perilaku yang tidak sesuai dengan paradigma pembangunan sosial budaya yang menyimpang : 1) memperingati valentine day
2) ikut-ikutan merayakan hallowen 3) meramaikan tempat diskotik 4) meniru pakaian budaya barat Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap
menjaga
eksistensi kepribadian bangsa indonesia,karena dengan adanya globalisasi batasan batasan diantara negara seakan tak terlihat,sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah
ke
masyarakat.
Tanpa Pancasila kita tidak dapat memfilter dengan baik sehingga hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan indonesia.Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga). Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah: (1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
5)
Implementasi Pancasila dalam Bidang Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim. Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut: 1.
Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi: a.
Bertentangga yang baik
b.
Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c.
Membela mereka yang teraniaya
d.
Saling menasehati
e.
Menghormati kebebasan beragama. Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1)
Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2)
pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsabangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi. Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen. Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya. 6)
Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh karena pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena itu pertahanan dan keamanan Negara harus mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Dan akhirnya agar benar-benar negara meletakan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan.
BAB III MAKNA SILA-SILA PANCASILA
1. KETUHANAN YANG MAHA ESA :
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
Menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB :
Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.
PERSATUAN INDONESIA : Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4.
KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAHKEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILAN :
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan. 5.
KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :
Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaN terhadap orang lain.
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayA hidup mewah.
Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikaN kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
BAB IV PENUTUP
1. KESIMPULAN Sebagai dasar negara maka Pancasila menjadi acuan peraturan perundang-undangan, sebagai ideologi nasional maka Pancasila adalah arah pembangunan bangsa, Pancasila sebagai pandangan hidup maka Pancasila adalah pembentuk pola pikir sikap dan tingkah laku atau karakter bangsa dan sebagai pemersatu maka Pancasila sebagai pengikut kemajemukan. Oleh karena pancasila sebagai dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok negara. Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena itu pertahanan dan keamanan negara harus mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Dan akhirnya agar benar-benar negara meletakan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan.
.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.empatpilarkebangsaan.web.id/pancasila-sebagai-paradigma http://ardiansetiawan23-037.blogspot.co.id/2013/10/pancasila-implementasi-nilai-pancasila.html http://valentiena92.blogspot.co.id/2012/03/implementasi-pancasila.html http://wisnupendem.blogspot.co.id/2014/06/makalah-pancasila-dan-penyimpangannya.html http://hi.fisip.undip.ac.id/hegemoni-globalisme-tantangan-pembangunan-ekonomi-berbasiskerakyatan-di-tengah-pusaran-globalisasi/ https://www.facebook.com/notes/junaidi-farhan/sejarah-lahirnya-pancasila-sebagai-ideologidasar-negara/10150267467729714 Simanjuntak, Gerhard.2002, Diktat Pancasila adalah Negara Republik Indonesia.Jember Kansil, C.S.T.1996. Latihan Ujian Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Sinar Grafika
CATATAN KAKI
Gerhard Simanjuntak, Diktat Pancasila adalah Ideologi Negara (Jember, 2002) hlm.54. C.S.T Kamil, Latihan Ujian Pancasila ( Jakarta: Sinar Grafika ,1996) hlm.226.