Konsep Pendidikan Yb Mangunwijaya Dalam Perspektif Gus Dur

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Pendidikan Yb Mangunwijaya Dalam Perspektif Gus Dur as PDF for free.

More details

  • Words: 3,687
  • Pages: 14
56

BAB IV KONSEP PENDIDIKAN HUMANISTIK MANGUNWIJAYA DALAMPERSPEKTIF KH. ABDURRAHMAN WAHID A. Konsep Pendidikan KH. Abdurrahman Wahid Konsep dan gagasan KH. Abdurrahman Wahid tentang pendidikan secara jelas terlihat pada gagasannya tentang pembaharuan pesantren. Menurutnya, semua aspek pendidikan pesantren, mulai dari visi, misi, tujuan, kurikulum, manajemen dan kepemimpinannya harus diperbaiki dan disesuaikan dengan perkembangan zaman era globalisasi1.

Meski

demikian,

menurut

Gus

Dur

pesantren

juga

harus

mempertahankan identitas dirinya sebagai penjaga tradisi keilmuan klasik, dalam arti tidak larut sepenuhnya dengan modernisasi, tapi mengambil sesuatu yang dipandang manfaat-positif untuk perkembangan. Dalam hal modernisasi ini ia berlandaskan pada maqolah sebagaimana berikut:

‫المحافظة على القديم الصالح والل خذ بالجديد الصلح‬ Artinya : “Memelihara dan melestarikan nilai-nilai lama yang masih relevan dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih relevan.”2 Selain itu, menurutnya dalam melakukan modernisasi tersebut pesantren juga harus mampu melihat gejala sosial yang tumbuh di masyarakat, sehingga keberadaan pesantren dapat berperan sebagai pusat pengembangan masyarakat. Dengan ini, 1

Abuddin Nata. Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), 360. 2 Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes NU (1926-199). (Surabaya: LTNU Jatim dan Diantama Lembaga Studi dan Pengembangan Pesantren, 2005), 1.

57

sebenarnya Gus Dur hendak mengatakan bahwa peran pesantren ialah tidak hanya sebagai lembaga pendidikan keagamaan an sich, namun juga mampu memberikan sumbangsih yang berarti serta membangun system nilai dan kerangka moral pada individu dan masyarakat. Dengan cara demikian, pesantren dapat menjadi lembaga pendidikan yang mendidik manusia untuk bisa menjalani kehidupan dalam arti yang sesungguhnya 3. Lebih lanjut, berdasar latar ini menurut Gus Dur pesantren seharusnya menyelenggarakan pendidikan umum. Hal ini dimaksudkan supaya peserta didik yang belajar di pesantren adalah peserta didik yang memiliki ilmu agama yang kuat sekaligus juga memiliki ilmu yang kuat secara seimbang. Gus Dur menginginkan, agar di samping mencetak ahli ilmu agama Islam, pesantren juga mampu mencetak orang yang memiliki keahlian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang ending berguna untuk perkembangan masyarakat itu sendiri4. Dengan dasar di atas, Gus Dur menginginkan ada perubahan pada kurikulum pesantren. menurutnya, kurikulum pesantren selain harus kontekstual dengan kebutuhan zaman juga harus mampu merangsang daya intelektual-kritis anak didik. Terkait yang terakhir ini semisal dengan melebarkan pembahasan fiqih antar madzhab. Namun, sebagaimana ia tuturkan sebelumnya, bentuk kurikulum tersebut tetap harus dalam asas yang bermanfaat bagi masyarakat dan juga tidak sampai menghilangkan identitas diri pesantren sebagai lembaga pendidikan agama. Dalam

3 4

Abuddin Nata, Tokoh Pembeharuan., 351-352. Ibid., 353.

58

arti jangan sampai pesantren mengajarkan ketrampilan saja ataupun sebaliknya, yakni mengajarkan agama saja, tetapi keduanya harus dalam porsi yang seimbang5. Kemudian terkait dengan pembelajaran, Gus Dur menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran di pesantren harus mampu merangsang kemampuan berpikir kritis, sikap kretif dan juga merangsang peserta didik untuk bertanya sepanjang hayat. Ia sangat menolak system pembelajaran yang doktriner dan banking yang akhirnya hanya akan membunuh daya eksplorasi anak didik6. Sedangkan terkait dengan Guru dan pemimpin menurut Gus Dur harus dilakukan perpaduan antara bercorak karismatik dengan corak yang demokratis, terbuka dan menerapkan manajemen modern7. Kesemua konsep pendidikan anak pertama dari KH. Wahid Hasyim ini sebenarnya sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan paradaigmanya, yakni demokrasi, inklusifme agama, dan pembelaannya terhadap kaum mustadl’afin. Keyakinankeyakinan ini terlihat jelas dari belantara pemikirannya yang terkodifikasi dalam karya-karyanya, semisal dalam buku Tuhan tak Pelu Dibela, Islamku Islam Anda, Islam Kita, Islam Kosmopolitan, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Tabayun Gus Dur dan beberapa buku atau artikel karyanya yang lain. Singkatnya, konsep pendidikan Gus Dur ini ialah konsep pendidikan yang didasarkan pada keyakinan religius dan bertujuan untuk membimbing atau 5

Abdurrahman Wahid. Tabayun Gus Dur: Pribumisasi Islam. Ed. M. Saleh Isre. (Yogyakarta: LKiS, 1998), 153. 6 Abdurrahman Wahid. “ Pendidikan Kita dan Kebudayaan”. http://www.gusdur.net/indonesia/index. diakses tanggal 22 Juli 2008. 7 Abuddin Nata, Tokoh Pembeharuan., 360.

59

menghantarkan peserta didik menjadi manusia yang utuh, mandiri dan bebas dari belenggu penindasan. Atau dengan kata masyhur-nya ialah konsep pendidikan yang memerdekakan manusia.

B. Pendidikan Mangunwijaya dalam Perspektif Gus Dur Paradigma pendidikan Mangunwijaya jika dikerucutkan akan mengerucut pada usahanya dalam mengembalikan alur pendidikan nasional dalam makna pendidikan yang sebenarnya. Ide-ide pendidikannya sarat dengan semangat pemerdekaan manusia, keberpihakannya pada kaum tertindas, demokratisasi, persaudaraan sesama manusia dan bersandarkan pada dimensi teologis. Strategi pendidikannya yang demikian merupakan cerminan dari sikap religiusitas yang selalu menjadi landasan hidupnya. Mangunwijaya selalu berpikir bagaimana menciptakan sebuah sitem tata sosial yang fair, yang menghargai manusia dengan kemanusiawiannya sebagai subjek kehidupan bukan objek. Tidak ada tirani mayoritas maupun minoritas, penindasan oleh struktur maupun sesame manusia. Tindakan Mangunwijaya ini, menurut Gus Dur ialah sesuai dengan dimensi ajaran Islam, dan pastinya hal ini juga menjadi dasar dari konsep pendidikannya. Menurut Gus Dur, islam sangat menghormati perbedaan, demokratisasi, membela kaum mustdl’afin, egaliter dan juga melarang umatnya untuk bertindak diskriminasi dan kekerasan kepada siapa pun. Nilai-nilai universal Islam ini menurutnya tercermin dalam lima jaminan dasar, yakni hifdzu an-nafs, hifdzu ad- din, hifdzu an-nash, hifdzu

60

al-mal, dan hifdzu al-aqli8. Selain, itu dalam al-qur’an juga banyak tersebar ayat-ayat yang menerangkan hal itu, diantaranya ialah p k š‰ r ' ¯ » t ƒ â ¨$¨Z 9 $ # $ ¯R Î) /ä 3 » o Y ø ) n = y z `ÏiB 9  x . s Œ $ 4 Ó s \R é & u r ö N ä 3 » o Y ù = y è y _ u r $ \/q ã è ä © Ÿ @ ͨ ! $ t 7 s % u r ( # þ q è ù u ‘$ y è t G Ï9 4 ¨b Î) ö /ä 3 t B t  ò 2 r & y ‰ Y Ïã « !$ # ö N ä 3 9 s )ø ? r & 4 ¨b Î) © ! $ # îLìÎ= t ã × Ž  Î7 y z « ÊÌ » Terjemahnya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al Hujurat : 13) p k š‰ r ' ¯ » t ƒ t ûïÏ% © ! $ # ( # q ã Y t B # u ä ( # q çR q ä . t û ü ÏB º § q s % $ * Å Ý ó ¡É )ø 9 $ $ Î/ u ä ! # y ‰ p k à ¨ ! ö q s 9 u r # ’ n ? t ã ö N ä 3 Å ¡à ÿ R r & Ír r & » û ø ï y ‰ Ï9º u q ø 9 $ # t û ü Î/ t  ø % F { $ # u r 4 b Î) ïÆ ä 3 t ƒ $ †‹ÏY x î ÷ r r & # Z Ž  É ) s ù ª ! $ $ s ù 4 ’ n < ÷ r r & $ y JÍk Í5 ( Ÿ x s ù ( # q ã è Î7 F s ? # “ u q o lù ; $ # b r & ( # q ä 9 ω ÷ è s ? 4 b Î) u r ( # ÿ ¼ â q ù = s ? ÷ r r & ( # q à Ê Ì ÷ è è ? ¨b Î* s ù © ! $ # t b % x . $ y JÎ/ t b q è = y J÷ è s ? # Z Ž  Î6 y z « ÊÌÎ » Terjemahnya :“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.(QS. An Nisa’ : 135).

8

Abdurrahman Wahid. Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan. Ed. Agus M. A. dan A. Suedy. (Jakarta: The Wahid Institute, 2007), 4-5.

61

u Z ø O u ‘÷ r r & u r t P ö q s )ø 9 $ # š úïÏ% © ! $ # ( # q çR % x . š$ cq à ÿ y è ô Ò t F ó ¡ç„ š X ͍ » t ± t B « Ú ö ‘F { $ # $ y g t /̍ » t ó t B u r Ó É L© 9 $ # $ u Z ø . t  » t / $ p k Ž Ïù ( ô M £ J s ? u r à M y JÎ= x . š  În/ u ‘ 4 Ó o _ó ¡ß sø 9 $ # 4 ’ n ? t ã û Ó Í_ t / Ÿ @ É Ïä  u Ž ó Î) $ y JÎ/ ( # rçŽ y 9 | ¹ ( $ t R ö  ¨B y Š u r $ t B š c% x . ß ì u Z ó Á t ƒ Ücö q t ã ö  Ïù ¼ çm ã B ö q s % u r $ t B u r ( # q çR $ Ÿ 2 š cq ä © ̍ ÷ è t ƒ « ÊÌÐ » Terjemahnya :”Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. dan telah sempurnalah Perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka”.(QS. Al A’raaf : 137). Kemudian terkait dengan sikap religiusitas Mangunwijaya yang kemudian menjadi cermin konsep pendidikannya, terutama tentang mata kurikulum komunikasi iman, menurut Gus Dur memang harus dijalankan dan ditekankan. Bahkan dalam salah satu artikelnya Gus Dur menyatakan bahwa faham religiusitas seperti inilah yang nantinya mampu membentuk tatanan masyarakat yang ideal. Sebab di dalamnya tidak ada sekat apapun, baik sekat agama, suku, etnis maupun yang lainnya, yang ada adalah kesatuan makhluk Tuhan9. Dalam arti, Gus Dur hendak mengatakan bahwa dengan konsep pendidikan ini anak didik diharapkan akan menjadi generasi-generasi yang memiliki keyakinan dan paradigma yang inklusif, demokratis dan dialogis dalam kehidupannya kelak. Hal ini sama dengan gagasannya tentang pelebaran

9

Abdurrahman Wahid. “ Romo Mangun dan Moral Absoluth”. Dalam Mendidik Manusia Merdeka: Romo YB. Mangunwijaya 65 Tahun. Ed. Th. Sumartana dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 331333.

62

pembahasan fiqih dalam pesantren yang menurutnya selama ini menyempit pada satu madzhab, yakni madzhab Syafi’i10. Selanjutnya, menurut Gus Dur konsep kurikulum dan pembelajaran yang digagas Mangunwijaya, yakni kurikulum dan pembelajaran yang besifat kontekstual, dinamis, demokratis, dan bertumpu pada anak didik, memang harus dijalankan. Sebab oposisi binner atasnya, menurut tokoh fenomenal Nahdlotul Ulama ini, akan bertentangan dengan hakikat manusia dan tujuan diadakannya pendidikan itu sendiri. Manusia sebagai makhluk yang merdeka, berdimensi sosial, bernilai serta makhluk ber-Tuhan dan tujuan pendidikan tidak lain ialah bagaimana mengantar anak didik mampu menjadi manusia yang utuh, mandiri, dan cerdas lahir-bathin. Untuk itu, maka menurutnya kurikulum dan pembelajaran harus didesain sedemikian rupa sesuai dengan hakikat manusia dan tujuan diadakannya pendidikan tersebut. Dalam arti, hubungan guru-murid harus demokratis-dialogis, dalam pembelajaran menggunakan metode dan pendekatan yang merangsang berpikir kritis dan kreatif, serta kurikulumnya juga harus sesuai dengan perkembangan zaman, kebutuhan dan kemampuan anak didik. Dan pastinya kesemuanya ini harus dijiwai dengan keimanan. Hal ini ditekankan oleh Gus Dur, sebagaimana juga Mangunwijaya, karena jika tidak maka dikhawatirkan ilmu pengetahuan yang dimiliki anak didik tersebut nantinya akan menjadi monster mengerikan yang menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan11. Menurut Gus Dur, pada titik inilah sebenarnya yang terlupakan pada

10 11

Abudin Nata. Tokoh Pembeharuan., 355.

63

pendidikan Negara kita. Keadaan ini dicontohkan dengan banyaknya anak terdidik yang melakukan tindak asusila dan tak berperikemanusiaan12. Lalu terkait dengan gagasan Mangunwijaya tentang partisipasi masyarakat dalam pendidikan, menurut Gus Dur sangat perlu dilakukan. Sebab, menurutnya untuk masyarakatlah pendidikan itu diadakan. Manfaat atau tidaknya pendidikan diukur dari kebutuhan masyarakat13. Selain itu, tidak mungkin proses pendidikan hanya dilakukan oleh atau di sekolahan saja, sebab proses belajar anak didik terus berlangsung di mana pun mereka berada selama hidupnya. Bisa ketika di rumah, di masjid, di sawah maupun di mana saja. Untuk memperkuat konsep konsep di atas, bisa dilihat dari beberapa dalil nash dan hadits di bawah ini: 1. Hakikat Manusia ô ‰ s)s9 $ u Z ø )n = y { z ` » |¡S M }$ # þ ’ Î û « `|¡ ô m r& 5 O É » q ø )s? « Í » Terjemahnya :”esungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At Tiin : 4) b r& u r }§ ø Š © 9 « ` » |¡S M ~ Ï 9 ž w Î ) $ tB 4 Ó tÎy ™ « Ì Ò » Terjemahnya:”Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakanny.” (QS. An Najm : 39)

ç Ž Éi  tó 㠃 $ tB B Q ö q s) Î / 4 Ó Æ Ly m …3 ... (# r ç Ž Éi  tó 㠃 $ tB ö N Í k Å ¦ à ÿ R r' Î / 3 Terjemahnya : ….Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri….( QS. Ar Ra’ad : 11)

ž c Î)

© !$ #

12 13

Ibid., 352.

Ÿw

64

y 7 t R q è = t « ó ¡ o „ « Æ t ã ̍ ô J y ‚ø 9 $ # Ύ Å £ ÷  y Jø 9 $ # u r ( ö @ è % ! $ y JÎg ä Ïù ÷ N ø O Î) × Ž  Î7 Ÿ 2 ß ìÏÿ » o Y t B u r Ĩ$¨ Z = Ï9 ! $ y Jß g ß Jø O Î) u r çŽ t 9 ò 2 r & `ÏB $ y JÎg Ïè ø ÿ ¯R 3 š  t R q è = t « ó ¡ o „ u r # s Œ $ t B t b q à )Ïÿ Z 㠃 » @ è % u q ø ÿ y è ø 9 $ # 3 š  Ï9 º x ‹ x . ß û Îiü t 7 㠃 ª ! $ # ã N ä 3 s 9 ÏM » t ƒ F y $ # ö N à 6 ¯= y è s 9 t br㠍 © 3 x ÿ t F s ? « Ë Ê Ò » Terjemahnya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS. Al Baqarah : 219)

.‫رواه مسلم‬. ‫ما من مولود ال يولد على الفطره فابواه يهودنه او ينصرانه او يمجسانه‬ Artinya : Tidaklah anak yang dilahirkan itu Kecuali membawa fitrah untuk percaya kepada Allah. Maka kedua orang tualah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, dan Majusi. (HR. Muslim) Dari beberapa nash di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna bentuk dan kepribadiannya potensi,

dan

merdeka

mempunyai

pilihan

juga dan

makhluk berpikir.

dalam

hidup

yang Dalam dan

religius, arti

mempunyai

makhluk

berkewajiban

yang untuk

mempertanggungjawabkannya. Sedang dalil yang menerangkan ‘Belajar Sejati’ sebagaimana berikut : 2. ‘Belajar Sejati’ (Visi Pendidikan)

‫اطلبوا العلم ولو بالصين‬

65

Artinya : “carilah ilmu pengetahuan walau ke negeri Cina”

‫اطلبوا العلم من المحد الى اللحد‬ Artinya : “carilah ilmu pengetahuan mulai dari ayunan hingga masuk liang lahat”. Hadist di atas menerangkan bahwa Islam menyuruh umatnya untuk belajar dan belajar, meskipun hal itu berada ditempat yang sangat jauh dan sulit. Selain itu, juga bisa diambil kepahaman bahwa Islam sejak awal sudah mencanangkan “Belajar Sejati”, sebuah proses belajar yang berlangsung selama hidup (long life education)

dan

juga

tidak

tersekat

oleh

ruang

dan

waktu.

Keyakinan ini sama persis seperti yang digagas oleh Gus Dur dan juga Mangunwijaya. 3. Kurikulum dan Pembelajaran è % H w ã Aq è % r& ó O ä 3 s9 “ Ï ‰ Z Ï ã ß û É î!# t“y z « !$ # Iw u r @ ã N n = ô ã r& |= ø ‹tó ø 9 $ # Iw u r ã Aq è % r& ö N ä 3 s9 ’ Îo T Î ) î 7 n = tB ( ÷ b Î ) ß ì Î 7 ¨ ?r& ž w Î ) $ tB # Ó y rq 㠃 ¥ ’n < Î ) 4 ö @ è % ö @ y d “ » q tG ó ¡o „ 4 ‘y J ô ã F{$ # ç Ž  Å Át7 ø 9 $ # u r 4 Ÿ x sù r& tbr 㠍 © 3 x ÿ tG s? « ÎÉ » Terjemahnya :”Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"(QS. Al An’am : 50)

66

ö N s9 u rr& (# r 㠍 © 3 x ÿ tG tƒ þ ’ Î û N Í k Å ¦ à ÿ R r& 3 $ ¨ B t,n = y { ª!$ # Ï N ºu q » u K ¡ ¡9 $ # u Ú ö ‘F{$ # u r $ tB u r !$ y J å k s] ø Št/ ž w Î) »d ,y s ø 9 $ $ Î / 9 @ y _r& u r ‘ w K |¡ • B 3 ¨ b Î )u r # Z Ž  Ï V x . z` Ïi B Ä ¨$ ¨ Z 9 $ # « ›!$ s) Î = Î / ö N Î g În /u ‘ tbr 㠍 Ï ÿ » s3 s9 « Ñ » Terjemahnya : Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. dan Sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan Pertemuan dengan Tuhannya. (QS. Al Rum : 8).

‫أدّبوا أولدكم بغير تربيتكم فاءنّهم خلق لزمان غير زمانكم‬ Artinya : “Didiklah anak-anakmu dengan pola pendidikan yang berbeda dengan pola pendidikan yang kalian dapatkan karena Sesungguhnya mereka itu dilahirkan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu”14.

)‫ أن ننزل النّاس منازلهم (عئشة‬. ‫أمرنا رسول ال صلى ال عليه وسلم‬ Artinya : “Rasulullah SAW. Menyuruh kami menempatkan orang-orang sesuai dengan posisinya.” (HR. ‘Aisyah)

)‫اعملوا فك ّل ميسّر لما خلق له (رواه الطيرانى و ابن عباس‬ Artinya : “Bekerjalah, maka setiap orang di mudahkan untuk mengerjakan apa yang memang diciptakan untuknya” (HR. Thabrani dan Ibnu ‘Abbas)

)‫عرامة الصّبى فى صغره زبادة فى العقل فى كبره (رواه الترمذى‬ Artinya : “Anak yang energik ketika kecilnyaadalah pertanda ia akan menjadi orang yang cerdas ketika dewasa” (HR. Tirmidzi). Keterangan-keterangan di atas, jika ditarik pada kurikulum dan pembelajaran, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam menganjurkan kurikulum harus bersifat kontekstual, religius, dinamis, bersandar pada kebutuhan dan kemampuan 14

Ahmad Bahruddin, Pendidikan Alternatif Qaryah Thoyyibah, (Yogyakarta: LKiS, 2007), Xvi.

67

anak didik. Selain itu juga menerangkan terkait pembelajaran harus bersifat demokratis, menyenangkan dan merangsang anak didik untuk belajar tentang segala hal, baik ilmu Kauniyah maupun insaniyah. Dari uraian-uraian di atas, maka bisa dipahamai bahwa konsep pendidikan humanistik Mangunwijaya menurut perspektif Gus Dur sangat ideal dan juga sesuai dengan ajaran Islam. Meski Mangunwijaya bersandar pada ajaran teologi Katholik dan juga terinspirasi oleh pemikiran Paulo Friere dan Jean Pieget, Menurut Gus Dur konsep pendidikan Mangunwijaya dengan ajaran Islam berjalan dalam satu rel, yakni pada semangat pemerdekaan manusia. Maka dari itu, kita sebagai umat muslim tidak ada salahnya jika kita mempelajari dan mengikuti konsep pendidik Mangunwijaya yang nota-bene-nya sebagai seorang Pastur Katholik, toh setelah diteliti kesemuanya itu ternyata ada dasarnya dalam ajaran Islam. Selain itu, Islam juga tidak pernah melarang umatnya untuk mempelajari ilmu apa pun dan dari siapa pun, asalkan ada asas manfaat di dalamnya. Selain itu, konsep pendidikan Mangunwijaya ini bisa digunakan sebagai mediasi untuk pemaknaan pendidikan yang memerdekakan, hal ini baik kepada pendidikan Islam maupun pendidikan Nasional, Kemudian, meski konsep pendidikan Mangunwijaya sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan ideal, menurut penulis ada dua pemikiran darinya yang harus dikritisi dan digaris bawahi, di antaranya ialah: Pertama, konsep pendidikan Mangunwijaya ini harus didudukkan pada konteks sosiologisnya. Menurut penulis, keberhasilan konsep Mangunwijaya di SDKEM,

68

banyak dipengaruhi oleh karakteristik yang sangat spesifik masyarakatnya. Karakteristik tersebut ialah latar belakang ekonomi murid yang kebanyakan miskin, dan juga kultur masyarakat setempat yang sangat mendukung. Semisal mata pelajaran Komunikasi Iman, terkait ini Romo Mangun mengatakan bahwa di sekolah tidak ada pelajaran tentang doktrin-doktrin agama, yang ada ialah komunikasi anatar iman dan agama. Doktrin-doktrin agama bisa diberikan dan dipelajari siswa di sekolah Informal dan Nonformal, yakni di rumah, di masjid atau di geraja. Menurut penulis, keberhasilan mata pelajaran ini ialah karena kultur masyarakatnya yang memang religius. Selain itu, kerjasama antara sekolah Formal, Informal dan Nonformal di sana berjalan dengan baik. Maka, jika konsep ini dibawa dan ditumbuhkan pada bentuk sosiologis yang berbeda, semisal di sebuah daerah yang memang minim religius dan sekolah Nonformal, maka hasilnya pun akan jauh dari sempurna. Kedua, kurikulum dan sistem evaluasi. Dalam hal ini Romo Mangun tidak konsisten dengan gagasannya sendiri. ia menolak sistem ulangan normatif dan Kurikulum Nasional, namun dalam kenyataannya ia masih mengikutinya. Dalam kurikulum masih mengikuti Kurikulum Nasional dengan porsi 30%, dan pada sistem evaluasi masih menggunakan ulangan normatif, seperti UAN, EBTANAS dan Ulangan Semester. Terkait ini, penulis setuju dengan ketegaran pendiri pendidikan alternatif Qaryah Thayyibah, Bahrudin. Ia menolak UAN dan tidak mengikutinya.

69

Related Documents