Kompas.Com
Page 1 of 2
Print
Send
Close
Politisi di Belakang Aksi Rabu, 11 Februari 2009 | 02:38 WIB
Medan, Kompas - Penyidikan atas aksi demonstrasi anarki di Kantor DPRD Sumatera Utara kian membuktikan adanya peran politisi yang menggerakkan demonstran. Para aktivis dari berbagai partai menjadi pelopor unjuk rasa yang menewaskan Ketua DPRD Sumut Abdul Azis Angkat itu. Tim gabungan Poltabes Medan, Polda Sumut, dan Mabes Polri, Selasa (10/2), kembali menahan seorang calon anggota legislatif dari Partai Damai Sejahtera (PDS) di Kabupaten Langkat berinisial PJS. PJS diduga kuat sebagai pengerah massa sebanyak tiga truk ke Kantor DPRD Sumut di Medan. Padahal, Langkat tidak termasuk dalam daerah pemekaran Provinsi Tapanuli. Polisi juga menangkap seorang wartawan harian terbitan Medan berinisial LS dan seorang warga berinisial NP. Bersama caleg PDS tersebut, keduanya mengerahkan massa dengan iming-iming uang Rp 40.000 per orang. Ketiga orang itu terancam hukuman enam tahun penjara karena melakukan penghasutan di muka umum dengan lisan atau tulisan kepada demonstran. Sebelumnya, sejumlah aktivis parpol juga ditangkap polisi di tempat berbeda. Beberapa di antaranya GM Chandra Panggabean, Jumongkas Hutagaol, dan Burhanuddin Rajagukguk dari Partai Peduli Rakyat Nasional. Adapun mereka yang ikut dalam ”sidang rakyat” juga aktivis partai, antara lain, dari PDI-P dan PBB. ”Kami tidak persoalkan mereka dari mana. Kami hanya memeriksa mereka yang terlibat demonstrasi di DPRD Sumut. Kebetulan kebanyakan mereka berasal dari partai politik,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Baharudin Jafar. Imbauan Dewan Pers Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa, mengemukakan, Dewan Pers mengecam keras penyalahgunaan pers untuk kepentingan propaganda politik, tetapi menolak pembredelan pers karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dewan Pers mengemukakan, aparat dan masyarakat diharapkan dapat lebih proporsional melihat kaitan tragedi kekerasan unjuk rasa di Medan dengan dugaan penyalahgunaan pers sebagai sarana propaganda. Kekerasan yang terjadi di Medan diharapkan tidak melahirkan kekerasan baru serta tidak memunculkan ancaman bagi kemerdekaan pers. Pernyataan Ichlasul Amal itu menanggapi aksi masyarakat yang menuntut agar harian Sinar Indonesia Baru (SIB) yang terbit di Medan dibredel. (NDY/HRD)
ndy;hrd
http://cetak.kompas.com/printnews/xml/2009/02/11/02385056/politisi.di.belakang.aksi
2/19/2009
Kompas.Com
Page 2 of 2
Dapatkan artikel ini di URL: http://entertainment.kompas.com/read/xml/2009/02/11/02385056/politisi.di.belakang.aksi
http://cetak.kompas.com/printnews/xml/2009/02/11/02385056/politisi.di.belakang.aksi
2/19/2009