TOKOH INSPIRATIF KEARIFAN LOKAL: KISAH BAPAK DAN ANAK PENJAGA HUTAN LINDUNG WEHEA
Disusun Oleh: •
Aga Rakha .P (XII IPS1/1)
•
Rizqy Ramakrisna .G (XII IPS1/21)
JALAN PANJANG HUTAN LINDUNG WEHEA, DIHANTUI PEMBALAKAN DAN DIKEPUNG SAWIT Hutan Kalimantan Timur pernah menjadi sasaran utama dalam bisnis usaha kayu. Pohonpohon besar ditebang, diolah menjadi kayu gelondongan dan diperjualbelikan. Tidak hanya legal, banyak yang ilegal. Dampak terbesar yang dirasa saat itu adalah kehidupan sosial ekonomi. Hutan yang merupakan sumber kehidupan, hampir tidak berfungsi. Satwa buruan kian berkurang, dan pepohonan besar yang rimbun sudah ditebang. Buah-buahan hutan tak bisa dipanen. Kayu gaharu juga menghilang, karena proses penebangan yang merusak pepohonan yang ada.
KISAH LETDJIE TAQ, KEPALA ADAT DAYAK WEHEA MENJAGA HUTAN ADAT
Melihat fenomena itu, Kepala Adat Dayak Wehea, Letdjie Taq, memutuskan untuk berjuang mempertahankan hutan Wehea. Sebab, suku dayak hidup bersentuhan dengan hutan dan Wehea adalah hutan para leluhur. Perjuangan pun dimulai. Saat illegal logging marak, warga Wehea banyak yang bekerja di perusahaan kayu. Perusahaan memberi target penebangan pohon besar tiap hari, sementara warga hanya diberi upah minim. Ledjie Taq yang resah, perlahan menyadarkan warganya, dia mencari celah berbicara agar tidak ada konflik. Ledjie Taq kemudian membuat aturan antara lain tidak boleh menebang pohon, mengambil kayu, dan tidak boleh membunuh satwa. Jika ada yang melanggar, hukumannya denda adat dan dilihat tingkat kesalahannya. “Jika ada warga ingin berburu, diperbolehkan. Tapi, harus ada izin dan dibatasi.”
KISAH INSPIRATIF YULIANA WETUQ, PEREMPUAN TANGGUH PENJAGA HUTAN LINDUNG Bagi wanita ini hutan adalah sumber kehidupan. Adat dan kepercayaan leluhur, membuatnya yakin menentukan pilihan, melanjutkan perjuangan sang ayah. Menjadi penjaga Hutan Lindung Wehea, warisan paling berharga nenek moyang mereka. Dia adalah Yuliana Wetuq, akrab disapa Ming. Perempuan 41 tahun ini, putri pertama Kepala Adat Dayak Wehea, Ledjie Taq. Sehari-hari, Ming bergelut dengan Hutan Lindung Wehea seluas 38 ribu hektare. Layaknya rumah sendiri, Ming tahu betul kondisi hutan.
Ming ingin seperti sang ayah, melestarikan adat dan warisan leluhurnya. Selama hidupnya, dia berjanji akan terus menjaga Wehea. Tidak sendiri, sang suami dan tiga anak Ming mendukung langkahnya. Ming yakin, dirinya diciptakan Tuhan untuk menjaga Wehea bersama keluarga lainnya.
Perjalanan Wehea menjadi hutan lindung adalah perjalanan panjang. Saat itu, tidak ada perhatian dan izin sawit jor-joran dikeluarkan. Ketika The Nature Concervancy (TNC) melakukan pendampingan, Kepala Adat Ledjie Taq membawa nama Wehea hingga ke pemerintah pusat. Ming bangga pada sang ayah, yang berhasil memperjuangkan Wehea menjadi hutan adat.
Dulunya, Ming adalah pegawai kontrak yang diperbantukan di kantor Badan Lingkuhan Hidup (BLH) Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim). Ketika Hutan Wehea dikembalikan menjadi Hutan Adat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ming lantas memilih pulang kampung. Dia menjadi kepala logistik untuk 35 pemuda penjaga hutan, sekaligus orang pertama yang memasang plang nama hutan adat di tengah Wehea. Setiap bulan, Ming masuk hutan yang jaraknya puluhan kilometer dari permukiman Dayak Wehea, Desa Nehas Liah Bing, Muara Wahau, Kutai Timur. Dia membawa logistik, segala keperluan penjaga hutan. Seminggu, dia patroli keliling, bahkan rela tidak berkomunikasi dengan dunia luar, jika hutan dirasa belum aman.
Pengalaman menjadi penjaga hutan, mengajarkan Ming melihat potensi Wehea. Tidak hanya peneliti asing, turis asing dan lokal juga kerap keluar masuk Wehea. Ming melihat potensi wisata sangat besar di hutan tersebut. Ming ingin mempromosikan keindahan Wehea pada dunia. Ming bertekad, tidak akan pernah berhenti menjaga Hutan Lindung Wehea beserta adat istiadat nenek moyangnya. Dia bertekad akan terus menjaga Hutan Lindung Wehea sebagai paru-paru dunia.
SELESAI
Terima Kasih