Kajian Beban dan Kebijakan Subsidi Listrik Tahun 2004 - 20051 Oleh: Agunan P. Samosir2 Rekomendasi Untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban keuangan negara, subsidi listrik dikurangi secara bertahap, namun dengan tetap melindungi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal itu sesuai dengan perkembangan terakhir dalam berbagai pembahasan masalah kebijakan subsidi antara pemerintah dengan DPR-RI, di mana subsidi tetap akan diberikan khususnya kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, dan diarahkan ke bentuk subsidi langsung kepada masyarakat Sejalan dengan hal itu, maka subsidi listrik masih perlu diberikan, namun sasarannya lebih dipertajam kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan dan hanya untuk kebutuhan dasar energi. Pada tahun 2004, pengambilan kebijakan subsidi listrik harus memperhatikan situasi sosial politik nasional, dimana dalam tahun tersebut akan dilakukan Pemilu dan pergantian pemerintahan, sehingga pemerintah disarankan tidak melakukan kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Kebijakan subsidi listrik dalam tahun 2005 - 2006 akan dipengaruhi situasi sosialpolitik dan keamanan yang lebih stabil memberikan situasi yang kondusif bagi perekonomian, sehingga penyesuaian TDL ke arah tarif ekonomis telah dapat dilakukan, dengan tetap memperhatikan kepentingan konsumen dan kelangsungan usaha PT PLN. Berdasarkan hasil survai, maka subsidi disarankan hanya untuk penggunaan listrik bagi kebutuhan dasar, sehingga batas konsumsi listrik yang disubsidi (cut off) disarankan maksimal 30 kWh/bulan untuk golongan tarif S1, S2, R1, I1, dan B1 dengan daya terpasang 450 VA. Penyesuaian TDL sangat berpengaruh pada kelangsungan ketenagalistrikan nasional, mengingat kepastian mengenai tarif listrik yang kompetitif dan menarik merupakan hal yang ditunggu investor untuk menanamkan modal di sektor ketenagalistrikan. Dalam skenario ini apabila tahun 2005 telah tercapai tarif ekonomis, maka investor akan masuk dan dalam jangka waktu 3 – 5 tahun berikutnya pasokan energi listrik telah mampu mencukupi kebutuhan listrik nasional. Oleh karena itu, Merupakan hasil penelitian di Kabupaten Grobogan, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Pinrang dan Kota Pare-Pare, Tahun 2003 2 Peneliti pada Pusat Statistik dan Penelitian Keuangan, Badan Analisa Fiskal, Departemen Keuangan 1
1
disarankan untuk segera menyusun rencana jangka menengah mengenai tarif kompetitif tersebut. Dalam konteks penyesuian TDL, pemerintah bersama-sama dengan PT. PLN perlu mempertimbangkan aspirasi masyarakat, di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menghendaki kenaikan TDL setiap satu tahun sekali dengan tingkat kenaikan tidak lebih dari 6 persen. Pemerintah hendaknya memperhatikan bahwa setiap upaya kenaikan TDL akan mengurangi pendapatan masyarakat, dan kelompok masyarakat yang paling banyak mengalami penurunan pendapatan riil adalah rumah tangga bukan pertanian golongan bawah. Oleh karena itu untuk penyehatan perekonomian, maka disarankan diberlakukan kenaikan tarif secara selektif, dan atau diimbangi dengan kompensasi atas kenaikan tarif tersebut. Untuk membantu masyarakat yang kurang mampu agar tetap dapat menikmati listrik, dengan pertimbangan keterbatasan kemampuan keuangan negara, maka subsidi silang antar pelanggan merupakan salah satu alternatif yang disarankan. Dengan subsidi silang, maka beban APBN disarankan untuk dapat direalokasikan ke dalam bentuk program pendidikan dan kesehatan, serta disarankan juga untuk program bantuan penyambungan jaringan listrik di daerah-daerah terpencil yang belum memperoleh tenaga listrik. Saat ini, biaya penyambungan tenaga listrik kepada pelanggan baru 450 VA sekitar Rp2 juta, sedangkan yang dibayar oleh pelanggan adalah Rp400 ribu, maka selisih Rp1,6 juta dapat diberikan subsidi kepada masyarakat yang belum menikmati listrik. Disamping itu, PT. PLN tidak mengalami kerugian dalam investasinya. Biaya investasi penyambungan tersebut antara lain: (i) alat meter, (ii) pembatas, (iii) sambungan rumah, dan jaringan tegangan rendah. Mengingat hasil survai menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum mengetahui tentang kebijakan subsidi listrik, maka disarankan untuk dilakukan upaya sosialisasi mengenai kebijakan subsidi terutama masalah pengurangan dan penajaman sasaran subsidi listrik, dan disertai dengan sosialisasi penggunaan alat hemat energi. Penggunaan lampu hemat energi (LHE) sangat membantu PT. PLN dalam merencanakan ketenagalistrikan dimasa mendatang, dan konsumen dapat menghemat pengeluarannya. Jika subsidi diberikan dalam bentuk LHE kepada masyarakat yang berhak menikmatinya, maka beban subsidi yang dikeluarkan pemerintah lebih rendah dibandingkan atas pemakaian < 60 kWh yang selama ini ditempuh. Disamping itu, pemberian subsidi LHE lebih terarah dan tepat sasaran. Secara periodik, penggunaan
2
LHE dapat dievaluasi oleh PT. PLN atau lembaga lain yang ditunjuk untuk mengetahui seberapa besar penghematan yang diberikan kepada pelanggan dan nasional dengan menggunakan LHE. Untuk mengantisipasi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat di masa yang akan datang, investor swasta perlu dilibatkan dalam produksi energi listrik yang lebih besar. Agar investor tertarik untuk menjadi IPP, maka perlu diberi jaminan kelangsungan usaha, yaitu berupa Purchase Power Agreement. Hal lain yang dapat dilakukan adalah kemudahan dalam perijinan serta kebijakan perpajakan yang dapat mendorong investasi di sektor ketenagalistrikan. Dalam rangka pelaksanaan Undang-undang ketenagalistrikan, perlu dikaji dan dipersiapkan antisipasinya terutama dalam hal penerapan tarif regional dan kaitannya dengan beban subsidi listrik dalam APBN dan APBD. Mengingat sistem subsidi harga yang selama ini dilakukan mempunyai risiko salah sasaran yang cukup tinggi, maka ketepatan sasaran subsidi listrik dan delivery system subsidi listrik harus mendapat perhatian yang lebih serius dan dievaluasi kembali.
Permasalahan Beberapa permasalahan pokok yang menjadi fokus studi yaitu: (1) Bagaimana dengan perhitungan atau beban subsidi listrik dapat disusun secara baik berkaitan dengan APBN, struktur pendapatan dan biaya PT. PLN, serta dampaknya kepada masyarakat bila TDL dinaikkan?, (2) Kebijakan (policy options) subsidi listrik yang ditempuh pemerintah dalam tahun 2004 dan 2005 dapat mendukung kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), kegiatan usaha PT. PLN, dan memperhitungkan implikasinya kepada masyarakat?.
Tujuan Kajian mengenai subsidi listrik ini utamanya bertujuan untuk: (1) melakukan evaluasi kebijakan subsidi listrik yang telah dilaksanakan pemerintah sampai dengan saat ini, baik dalam kaitannya dengan APBN, struktur pendapatan dan biaya PT. PLN, maupun dampaknya kepada masyarakat; (2) menganalisa dan merumuskan pilihanpilihan kebijakan (policy options) subsidi listrik yang akan ditempuh pemerintah dalam tahun 2004 dan 2005 dalam mendukung kesinambungan fiskal (fiscal sustainability),
3
kegiatan usaha PT. PLN, dan memperhitungkan implikasinya kepada masyarakat; dan (3) memberikan rekomendasi kebijakan subsidi listrik yang akan dilakukan dalam tahun 2004 dan 2005.
Metodologi Dalam kajian ini akan dilakukan dengan metodologi kuantitatif dan kualitatifdeskriptif, yaitu dalam bentuk: (i) Studi Pustaka, yaitu melihat: Struktur pendapatan dan biaya produksi PT PLN, Konsep teori subsidi secara umum, dan Kebijakan subsidi listrik di negara-negara lain, (ii) Penyusunan simulasi perhitungan subsidi listrik dengan berbagai policy options. Untuk membuat perkiraan subsidi listrik dalam jangka pendek dan jangka menengah maka akan dilakukan simulasi dengan berbagai pilihan kebijakan. Pada tahap ini dilakukan kajian secara kuantitatif-empiris, yaitu kajian terhadap berbagai pilihan kebijakan subsidi listrik yang feasible dan mengkaji dampaknya terhadap APBN, kinerja PT. PLN, serta kepada masyarakat, dan (iii) Dengan melakukan kajian secara kualitatif dan kuantitatif tersebut, dalam jangka sangat pendek diharapkan dapat dihasilkan perkiraan subsidi listrik untuk penyusunan RAPBN tahun 2004 dengan berbagai policy options. Selanjutnya dilakukan kajian perkiraan subsidi listrik untuk jangka menengah beserta pilihan kebijakannya. Pembuatan perkiraan subsidi listrik dalam jangka menengah ini juga akan dipergunakan untuk membantu penyusunan exit strategy dan medium term budget.
Temuan Berdasarkan hasil penelitian lapangan di lima kabupaten/kota (Grobogan, Pinrang, Pare-Pare, Kutai Kertanegara dan Bengkalis) sampel, terungkap bahwa untuk rumah tangga dengan daya terpasang 450 VA rata-rata konsumsi listrik digunakan untuk penerangan sebesar 37,59%, dan 62,41% untuk non penerangan. Rata-rata konsumsi listrik untuk memenuhi kebutuhan dasar listrik bagi rumah tangga responden, yaitu pemakaian untuk penerangan dan sebuah televisi sebagai sarana hiburan dan informasi, dengan asumsi penerangan menggunakan lampu jenis hemat energi adalah sekitar 26,7 kWh per bulan. Dari hasil survai ini, terlihat bahwa kebutuhan konsumsi listrik yang perlu disubsidi adalah sampai dengan pemakaian 30
4
kWh per bulan. Batasan pemakaian ini dapat dijadikan salah satu alternatif kebijakan subsidi dalam jangka menengah. Rata-rata konsumsi listrik rumah tangga per bulan dengan daya 450 VA, untuk pemakaian < 30 kWh adalah 19 kWh. Sedangkan pemakaian 30 s.d. 60 kWh sekitar 44 kWh dan pemakaian > 60 kWh sebesar 120 kWh. Sebagian besar responden (85,89 persen) tidak mengetahui bahwa rekening listrik yang dibayar setiap bulan mendapatkan subsidi listrik dari pemerintah. Untuk itu, diperlukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kebijakan subsidi pemerintah di bidang ketenagalistrikan. Preferensi responden terhadap alternatif kompensasi apabila subsidi listrik harus dikurangi adalah realokasi dana bagi kebutuhan publik, seperti pelayanan kesehatan gratis (25,6 persen), pendidikan gratis (21,1 persen), pembagian lampu hemat energi (21,2 persen), penerangan jalan (12,9 persen), dan perbaikan jalan (10,5 persen). Hasil penelitian menunjukkan, apabila kenaikan TDL tidak dapat dihindarkan, 48,5 persen responden menghendaki kenaikan TDL setiap satu tahun sekali dengan tingkat kenaikan 5,4 persen, dan 44,9 persen responden menghendaki setahun dua kali dengan kenaikan 4,5 persen.
5