BAB V JENIS-JENIS EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam ada beberapa macam yaitu : 1.Evaluasi formatif : Evaluasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai anak didik setelah ia menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. Evaluasi ini dipandang sebagai “ulangan” yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik (penjelasannya akan dijelaskan selanjutnya) yakni mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan) belajar siswa. Hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remidial (perbaikan). (Muhibbinsyah, 2000: 200). Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa manusia dalam hal ini peserta didik mempunyai banyak kelemahan (QS.4: 28) : ضِعيًفا َ ن ُ سا َ ق اِْلْن َ خِل ُ … َو 32
“ Diciptakan manusia dalam keadaan lemah.” Dan pada mulanya tidak mengetahui apa-apa (QS. 16 : 78): شْيًئا َ ن َ ن ُأّمَهاِتُكْم َل َتْعَلُمو ِ طو ُ ن ُب ْ جُكْم ِم َ خَر ْ ل َأ ُّ َوا “ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibu kamu sedangkan kamu tidak mengetahui apaapa.” Sehingga pengetahuan, keterampilan dan sikap tidak akan lebih abadi bila pengetahuan, keterampilan dan sikap itu tidak dibiasakan. Untuk itu Allah Swt meganjurkan agar manusia berkonsentrasi pada suatu informasi yang didalami sampai tuntas, mulai proses pencarian (belajarmengajar) sampai pada tahap pengevaluasian. Setelah informasi itu dikuasai dengan sempurna, ia dapat beralih pada informasi yang lain . Dalam melaksanakan evaluasi formatif, seorang pendidik perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu : a.Aspek fungsi, yaitu untuk memperbaiki proses belajar mengarah ke arah yang lebih baik dan efisien. b.Aspek tujuan, yaitu mengetahui sampai dimana
33
penguasaan peserta didik tentang bahan pendidikan yang diajarkan dalam satu program satuan satuan pelajaran serta sesuai atau tidaknya dengan tujuan. c.Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui aspek-aspek yang dinilai pada penilaian formatif, meliputi, tingkat pengetahuan peserta didik , keterampilan dan sikapnya ketika dan setelah proses pembelajaran dilaksanakan. 2.Evaluasi Sumatif. Yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, satu semester atau akhir tahun untuk menentukan jenjang pendidikan berikutnya. Evaluasi sumatif ini dapat dianggap sebagai “ ulangan umum” yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penentu naik tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
34
(Muhibbinsyah, 2003 : 200-2001). Asumsi evaluasi ini adalah bahwa segala sesuatu termasuk peserta didik diciptakan mengikuti hukum bertahap. Setiap tahap memiliki satu tujuan dan karakteristik tertentu.(Ramayulis, 2003 : 242). Satu tahapan yang harus diselesaikan terlebih dahulu untuk kemudian beralih ke tahapan yang lebih baik. (QS. 84 : 19) : ٍ طَب ق َ ن ْع َ طَبًقا َ ن ّ َلَتْرَكُب “ Sesungguhnya kamu akan melalui tingkat (tahap) demi tahap dalam kehidupan.” Dalam melaksanakan evaluasi sumatif, seorang pendidik perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini yaitu : a. Aspek fungsi, yaitu untuk menentukan angka atau nilai peserta didik setelah mengikuti program bahan pelajaran dalam satu catur wulan atau semester. b. Aspek tujuan, yaitu mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah menyelesaikan program bahan pelajaran dalam catur wulan, semester, akhir tahun atau akhir program pelajaran pada suatu unit pendidikan
35
tertentu. c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui aspek-aspek yang dinilai atas kemajuan hasil pelajaran meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan penguasaan peserta didik tentang materi yang diberikan. (Harahap, tt : 26). d. Waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan sebaiknya penilaian dilaksanakan, apakah sebelum, ketika proses belajar berlangsung atau akhir proses pembelajaran. 3. Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi yang dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses belajar mengajar untuk kepentingan penempatan pada jurusan atau fakultas yang diingini. Asumsi yang mendasari evaluasi ini bahwa setiap manusia dalam hal ini peserta didik memiliki perbedaan-perbedaan dan potensi khusus. Perbedaan ini kadang-kadang merupakan kelebihan atau kelemahan. Masingmasing perbedaan harus ditempatkan sebagaimana seharusnya, sehingga kelebihan individu dapat berkembang dan kelemahannya dapat diperbaiki. Firman Allah dalam surat al-Isra’
36
ayat 84 : ً سِبي ل َ ن ُهَو َأْهَدى ْ عَلُم ِبَم ْ شاِكَلِتِه َفَرّبُكْم َأ َ عَلى َ ُكّل َيْعَمُل “ Tiap-tiap orang berbuat berbuat menurut keadaannya masing-masing.” Dalam melaksanakan evaluasi placement, seorang pendidik perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu : a. Aspek fungsi, yaitu untuk mengetahui potensi, kecenderungan kemampuan peserta didik dan keadaan pribadinya agar dapat ditempatkan pada posisinya. Umpamanya, anak yang berbadan kecil jangan ditempatkan di paling belakang, tetapi sebaiknya di depan agar ia tidak mengalami kesulitan mengikuti proses pembelajaran. Begitu pula kasus penempatan jurusan tertentu. Di Madrasah Aliyah, umpamanya, peserta didik yang berbakat Ilmu Pasti jangan ditempatkan pada jurusan Bahasa, sebab akan mengalami hambatan dalam menerima pelajaran lebih lanjut. Banyak lagi masalah-masalah lain yang harus diperhatikan dalam penempatan peserta didik. b. Aspek tujuan, yaitu menempatkan peserta didik pada tempat yang sebenarnya berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan serta keadaan
37
diri anak sehingga anak tidak mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran atau setiap program/bahan yang disajikan pendidik. (Harahap, tt : 6). c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui keadaan fisik dan psikis, bakat, minat, kemampuan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, sikap dan aspek-aspek lain yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan anak selanjutnya. Kemungkinan penilaian ini dapat juga dilakukan setelah anak mengikuti pelajaran selama satu catur wulan, satu semester, atau satu tahun sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan. d. Aspek waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan sebaiknya dilaksanakan penilaian penempatan (placement), apakah sebelum anak mengikuti proses pembelajaran atau setelah mengikuti pendidikan di suatu tingkat pendidikan tertentu. 4. Evaluasi diagnostik, yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta didik, meliputi kesulitan-
38
kesulitan atau hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar. Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa pengalaman pahit masa lalu dapat dijadikan guru untuk memperbaiki masa depan. Setiap kegiatan dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari kesulitan dan hambatan yang dihadapi, maka ia akan memperoleh kemudahan dalam kegiatan berikutnya. Menurut Muhibbinsyah (2003 : 200), evaluasi ini dilakukan setelah penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan. Dalam Islam, banyak Firman Allah yang mengisyaratkan asumsi ini, seperti peringatan Allah dalam kisah-kisah kaum terdahulu yang hancur dikarenakan membuat kesulitan dan tidak mampu menyelesaikan kesulitannya (QS. Al-Hasyr : 18) ت ِلَغٍد ْ س َما َقّدَم ٌ ظْر َنْف ُ َوْلَتْن “ Dan hendaknya setiap diri memperhatikan (mengevaluasi) apa yang telah diperbuat untuk
39
hari esok.” Dalam melaksanakan penilaian diagnostik, seorang pendidik perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini yaitu : a. Aspek fungsi, yaitu untuk mengetahui masalahmasalah yang menganggu peserta didik yang dapat mempersulit dan menghambat proses pembelajaran, baik dalam satu bidang studi tertentu atau keseluruhan bidang studi. Setelah mengetahui penyebab kesulitan terjadi, lalu diformulasikan usaha pemecahannya. b. Aspek tujuan, yaitu membantu kesulitan atau mengatasi hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan belajar pada satu mata pelajaran atau keseluruhan program pengajaran. c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh peserta didik, latar belakang kehidupannya dan semua aspek yang menyangkut kegiatan belajar. d. Aspek waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan diperlukan pembinaan yang tepat dalam rangka meningkatkan mutu pengetahuan peserta didiknya. Menurut Muzayyin, meskipun dalam sumber
40
ilmu pendidikan Islam klasifikasi jenis penilaian di atas tidak ditemukan secara eksplisit, namun dalam praktek dapat diketahui bahwa pada prinsipnya jenis penilaian tersebut seringkali ditemukan. (Muzayyin, 1991 : 246). Disamping itu dalam pendidikan Islam seorang pendidik bisa saja mengadopsi hal-hal yang positif yang datang dari luar untuk diterapkan pula dalam pendidikan Islam selama yang diadopsi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip kependidikan dalam Islam. 5. Evaluasi Prasyarat. Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh, evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar pekalian. 6. Ujian Akhir Nasional (UAN) Ujian Akhir Nasional (UAN) yang dulu disebut EBTANAS bahkan sekarang diganti menjadi Ujian
41
Nasional (UN) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kenaikan status siswa. Namun UAN yang diberlakukan mulai tahun 2002 itu dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada satu jenjang pendidikan tertentu seperti jenjang SD?MI, SLTP/MTs, dan sekolah-sekolah menengah yakni SMA dan sebagainya.
42