ISOLASI SOSIAL
2.1 Definisi Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008). Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009). Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007). Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).
2.2 Etiologi 1. Faktor Predisposisi Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah: a.
Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
1
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek. Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri dari: 1)
Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya. 2)
Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain. 3)
Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
2
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja. 4)
Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 5)
Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun.
Kesempatan
ini
dapat
digunakan
individu
untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak. 6)
Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan. b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga Masalah
komunikasi
dalam
keluarga
dapat
menjadi
kontribusi
untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. 1) Sikap bermusuhan/hostilitas 2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak 3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.
3
4) Kurang
kehangatan,
kurang
memperhatikan
ketertarikan
pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah. 5) Ekspresi emosi yang tinggi 6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat) c.
Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. d. Factor Biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi: a.
Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial. b.
Stressor Biokimia
1)
Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
4
2)
Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 3)
Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik. 4)
Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak. c.
Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis. d.
Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat. Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut: a) Tingkah laku curiga: proyeksi b) Dependency: reaksi formasi c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
5
f)
Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi
dan regrasi.
2.3 Manifestasi Klinis Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah: 1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain 2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain 3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain 4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu 5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan 6. Pasien merasa tidak berguna 7.
Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
2.4 Pathway
Pathway Isolasi Sosial
6
2.5 Akibat Yang Ditimbulkan Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak
sesuai
dengan
realita/kenyataan
seperti
melihat
bayangan
atau
mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.
2.6 Penatalaksanaan 1. Terapi Psikofarmaka a.
Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai
efek
samping
gangguan
otonomi
(hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin
(amenorhe).
Metabolic
(Soundiee).
Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010). b. Haloperidol (HLP) Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan
7
parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010). c.
Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi,
konstipasi,
takikardia,
dilatasi,
ginjal,
retensi
urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010). 2. Terapi Individu Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008) 3. Terapi kelompok Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: a.
Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi: 1)
Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
8
2)
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK. 3)
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi. 4)
Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian. 5)
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum. 6)
Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain. 7)
Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif. 8)
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya. b.
Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi: 1)
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya. 2)
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya. 3)
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
9
4)
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang). 5)
Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit. 6)
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain. 7)
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
2.7 Asuhan Keperawatan A.
Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi : 1. Identitas klien Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien. 2. Keluhan utama Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen. 3. Factor predisposisi kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah , PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama. 4. Aspek fisik/biologis
10
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien. 5. Aspek Psikososial a.
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri 1)
Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan. 2)
Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan . 3)
Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK. 4)
Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi 5)
Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri. a)
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat. b)
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6)
Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
11
7)
Kebutuhan persiapan pulang
a)
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b)
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian. c)
Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d)
Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah e)
Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8)
Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri). 9)
Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
B.
Diagnosa Keperawatan 1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri. 2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah 3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu : koping defensif.
C.
RencananKeperawatan DIAGNOSA
KEPERAWATAN Isolasi Sosial
TUJUAN Setelah
INTERVENSI
dilakukan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Klien berinteraksi
Klien SP 1
dapat o Bina hubungan saling percaya dengan o Identifikasi penyebab isolasi sosial
orang lain baik secara SP 2 individu secara
maupun o Diskusikan
bersama
Klien
keuntungan
berkelompok berinteraksi dengan orang lain dan kerugian
12
dengan kriteria hasil : Klien
tidak berinteraksi dengan orang lain
dapat o Ajarkan
membina
kepada
Klien
cara
berkenalan
hubungan dengan satu orang
saling percaya.
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan
Dapat
kegiatan
menyebutkan penyebab
berkenalan
dengan
orang
lain
dalam jadwal kegiatan harian dirumah isolasi SP 3
sosial.
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
Dapat
harian Klien
menyebutkan
o Beri kesempatan pada Klien mempraktekan
keuntungan
cara berkenalan dengan dua orang
berhubungan dengan o Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan orang lain.
dua orang tetang topik tertentu
Dapat
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan
menyebutkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
kerugian
tidak dalam jadwal kegiatan harian dirumah
berhubungan dengan SP 4 orang lain.
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
Dapat berkenalan harian Klien dan
bercakap-cakap o Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis,
dengan
orang
lain dosis, waktu, manfaat dan efek samping obat)
secara bertahap. Terlibat
memasukan
kegiatan
dalam bersosialisasi dalam jadwal kegiatan
harian
aktivitas sehari-hari
o Anjurkan
Klien
dirumah o Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain Keluraga o Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam merawat Klien o Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami Klien dan proses terjadinya o Jelaskan
dan
latih
keluarga
13
cara-cara
merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA Beri obat-obatan sesuai program Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang diminum Ukur vital sign secara periodik
TINDAKAN
MANIPULASI
LINGKUNGAN Libatkan dalam makan bersama Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak singkat tapi sering Berikan reinforcement positif setiap Klien berhasil melakukan suatu tindakan Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai kebutuhannya
Gangguan diri:
konsep Setelah
harga
dilakukan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
diri tindakan
asuhan Pasien:
rendah
keperawatan selama 3
Bina hubungan saling percaya
berhubungan
x
Identifikasi kemampuan dan aspek positif
dengan efektifnya
pertemuan
tidak mempunyai koping diri
klien
konsep yang dimiliki klien (individu, keluarga, dan
yang
positif masyarakat)
individu : koping dengan criteria hasil: defensif.
Dapat
membina dapat digunakan
hubungan
saling
percaya
Bantu klien memilih kegiatan dan melatih sesuai dengan kemampuan klien
Dapat mengidentifikasi aspek
Antu klien menilai kemampuan klien yang
positif
Melatih kemampuan kedua Anjurkan klien memasukan dalam jadwal yang kegiatan harian
dimiliki
14
Dapat
Keluarga:
mengembangkan kemampuan
Diskusikan
yang
dirasakan
yang keluargadalam merawat klien
telah diajarkan Dapat
masalah
Jelaskan pengertian, tanda, dan gejala harga terlibat diri rendah yang dialami klien beserta proses
dalam terapi aktivitas terjadinya kelompok
orientasi
Jelaskan cara-cara merawat klien harga diri
realita dan stimulasi rendah persepsi
Latih keluarga melakukan cara merawat
Dapat
mengikuti langsung kepada klien harga diri rendah
aktivitas di rumah Dapat minum obat dengan minimal
dirumah Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di
bantuan rumah termasuk minum obat Jelaskan follow up klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA Berikan
obat-obatan
sesuai
program
pengobatan klien Pantau keefektifan dan efek samping obat yang diminum Ukur VS secara periodic
TINDAKAN
MANIPULASI
LINGKUNGAN Bersikap menerima klien dan negativismenya Libatkan klien dalam setiap aktivitas dirumah dan di lingkungan Beri
kesempatan
pada
klien
untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya sendiri misalnya merapikan tempat tidur, membersihkan alat makan, dan minum obat
15
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008). Pada pasien dengan kasus isolasi sosial, perawat dapat memberikan motivasi kepada pasien untuk kontrol dan meminum obat secara teratur serta melanjutkan perawatan di rumah sesuai dengan kemampuan keluarga.
3.2 Saran Kami menyadari dalam penulisan asuhan keperawatan ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kami membutuhkan kritik dan masukan demi meningkatkan perbaikan dalam penulisan asuhan keperawatan yang akan datang.
16
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A.1999.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Jakarta: EGC
Rawlins, R.P. & Patricia Evans Heacock. 1993.Clinical Manual of Psychiatric Nursing.2 nd Edition.Mosby Year Book, St. Louis.
Stuart, G.W. & Michele T. Laraia. 1998.Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 6 th Edition. Mosby Company, St. Louis.
Towsend, Mary C., 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Alih Bahasa: Novy Helena C.D., Edisi 3. Jakarta: EGC
17